• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kunci utama bagi kesejahteraan hidup. Definisi sehat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kunci utama bagi kesejahteraan hidup. Definisi sehat"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan kunci utama bagi kesejahteraan hidup. Definisi sehat menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan (WHO, 1992). Menurut WHO, ada empat komponen penting dalam definisi sehat yaitu: Pertama, sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya, dimana seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal. Kedua, sehat mental yaitu ketika seseorang selalu merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya, pengertian dan toleransi terhadap kebutuhan emosi orang lain, dapat mengontrol diri dan dapat menyelesaikan masalah secara cerdik dan bijaksana. Ketiga, kesejahteraan sosial merupakan suasana kehidupan berupa perasaan aman damai dan sejahtera, cukup pangan, sandang dan papan. Keempat, sehat spiritual merupakan komponen tambahan pada definisi sehat oleh WHO dan memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Untuk memiliki kondisi tubuh yang sehat harus disertai dengan usaha untuk menjaga kesehatan. Usaha yang dilakukan seseorang untuk menjaga kesehatan dapat dilihat dari perilaku hidup sehat, yaitu perilaku yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan kesehatan (Kasl&Cobb, 1966). Perilaku sehat yang buruk memiliki efek yang buruk terhadap kesehatan atau menimbulkan penyakit. Perilaku tersebut termasuk merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, dan konsumsi makanan berlemak tinggi. Sebaliknya meningkatkan perilaku sehat bermanfaat untuk kesehatan atau melindungi individu dari penyakit. Perilaku

(2)

tersebut termasuk olahraga, konsumsi buah dan sayur. Banyak kondisi kesehatan yang buruk disebabkan oleh perilaku seperti minum alkohol, penggunaan narkoba, merokok, makan berlebihan (Renner&Schwarzer, 2003).

Usaha mempertahankan dan meningkatkan kesehatan bukan hanya untuk individu pada usia lanjut namun juga bagi individu yang masih muda, seperti mahasiswa. Mereka harus mulai menjaga kesehatannya agar tidak berdampak panjang saat usia lanjut. Pada usia 18 tahun seorang remaja mulai memasuki dunia mahasiswa (Gunarsa & Gunarsa, 2004). Dalam statusnya sebagai mahasiswa dengan atribut sebagai agent of change, generasi muda memiliki peran penting dalam pembangunan bangsa (Wikagoe, 2003). Seiring dengan perkembangannya mahasiswa yang tergolong sebagai remaja lanjut masih mengalami banyak masalah dan kesukaran yang sering timbul diantaranya berkaitan dengan masalah pergaulan, konformitas, masalah dengan lawan jenis (percintaan), penyesuaian di bidang akademik yang oleh remaja terkadang dianggap berlebihan dan berat sehingga kemungkinan dapat mengakibatkan timbulnya kegoncangan bahkan menimbulkan suatu hambatan besar (Gunarsa & Gunarsa, 2004). Dunia mahasiswa yang padat dengan berbagai aktivitas baik dari dalam ataupun dari luar kampus namun masih tetap membutuhkan penyesuaian diri dengan lingkungan masyarakat. Selain itu adanya beban tanggung jawab terhadap diri sendiri ataupun tuntutan untuk mampu menghadapi berbagai masalah yang datang (Putro, 2006). Segala perubahan yang terjadi saat menjadi mahasiswa, seperti perbedaan beban akademik, padatnya aktifitas dapat membuat mahasiswa kurang dapat menjaga kesehatan sehingga muncul masalah pada kesehatan mahasiswa, seperti pola makan yang kurang teratur, tidak berolahraga, merokok dan mulai meminum alkohol.

(3)

Kondisi tubuh yang kurang baik dapat mengganggu mahasiswa dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Para peneliti telah menunjukkan secara global bahwa banyak mahasiswa terlibat dalam berbagai perilaku sehat beresiko meliputi merokok, penggunaan alkohol dan obat-obatan lainnya, unprotective sex, perilaku makan, aktifitas fisik, dan mengontrol berat badan (Von, Ah D., Ebert S., Ngamvitroj, A., Park, N., & Kang, D. H, 2004). Banyak mahasiswa yang telah mengetahui pentingnya kesehatan dan akibat dari perilaku sehat yang buruk tetapi kurang mampu mengaplikasikan pengetahuannya tersebut untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Untuk mendorong para mahasiswa agar dapat menyadari pentingnya menjaga kesehatan salah satu universitas di Bandung yaitu Universitas “X” membuat slogan “X Sehat” yang terpampang di area kampus, menyediakan Rumah Sakit Gigi dan Mulut, melarang mahasiswa untuk merokok dan menyediakan lapangan untuk berolahraga. Dengan hal tersebut universitas mengharapkan para mahasiswa dapat menjaga kesehatan agar dapat menjalankan aktivitas belajar dengan lancar. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti walaupun universitas telah melakukan berbagai upaya namun masih saja ada mahasiswa yang kurang dapat menyadari pentingnya menjaga kesehatan, terlihat dari mahasiswa yang masih merokok di lingkungan kampus, dan masih banyak mahasiswa yang belum memanfaatkan lapangan olahraga yang disediakan. Beberapa upaya yang dilakukan universitas untuk meningkatkan kesehatan mahasiswa ternyata tidak sejalan dengan perilaku yang ditampilkan oleh mahasiswa dimana mahasiswa memiliki perilaku hidup yang tidak sehat.

Salah satunya perilaku sehat pada mahasiswa dapat dilihat dari pola makan. Pola makan yang sehat diasosiasikan dengan pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu, seperti mempertahankan kesehatan dan status nutrisi

(4)

(Sebayang, 2012). Nutrisi jelas penting untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan. Pola makan yang sehat adalah makanan dengan menu seimbang dalam arti kualitas dan kuantitas cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan survei awal pada sepuluh mahasiswa. Dari perilaku makan didapatkan bahwa tujuh mahasiswa (70%) kadang-kadang memakan makanan yang sehat, tiga mahasiswa (30%) sering memakan makanan yang sehat.

Perilaku sehat juga dapat dilihat dari aktivitas fisik. Aktifitas fisik yang dilakukan manusia bertujuan untuk meningkatkan kualitas fisik sumber daya manusia, terutama apabila dilakukan secara benar dan teratur. Menurut WHO (2008), aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang dapat dilakukan bermacam-macam dari yang ringan sampai berat. Berdasarkan survei awal pada mahasiswa, untuk aktivitas fisik enam mahasiswa (60%) kadang-kadang melakukan aktivitas fisik, dan empat (40%) mahasiswa sering melakukan aktivitas fisik.

Perilaku sehat yang lainnya dapat dilihat dari tidak merokok. Merokok bukan merupakan hal yang asing di kalangan mahasiswa, sering dijumpai mahasiswa merokok di sela-sela kegiatan di kampus. Padahal dalam rokok terdapat zat adiktif yang dapat membuat seseorang kecanduan. Maka, jika mahasiswa yang merokok tidak segera berhenti merokok, kebiasaan tersebut dapat berlanjut terus hingga mereka tua dan mereka harus siap menanggung penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh rokok. Berdasarkan survei awal pada mahasiswa, untuk perilaku merokok enam mahasiswa (60%) tidak pernah merokok, dua mahasiswa (20%) kadang-kadang merokok, dan dua mahasiswa (20%) sering merokok.

Perilaku sehat selanjutnya dapat dilihat dari tidak mengkonsumsi alkohol. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menghasilkan beberapa masalah kesehatan

(5)

yang serius. Mengkonsumsi alkohol adalah mengkonsumsi minuman yang mengandung cairan tidak berwarna (bening), mudah menguap dan mudah terbakar, dapat menimbulkan adiksi yaitu ketagihan atau ketergantungan (Indrawan, 2007). Walaupun sering minum alkohol sangat lazim pada usia ini, mahasiswa cenderung lebih sering minum dan lebih berat daripada mereka yang tidak berkuliah (Papalia, dkk. 2009). Berdasarkan survei awal pada mahasiswa, untuk perilaku mengkonsumsi alkohol empat mahasiswa (40%) tidak pernah mengkonsumsi alkohol, empat mahasiswa (40%) kadang-kadang mengkonsumsi alkohol, dan dua mahasiswa (20%) sering mengkonsumsi alkohol.

Ketika menjalankan perilaku hidup sehat ada beberapa hal yang menghambat mahasiswa seperti mahasiswa kurang dapat mengatur waktu, memiliki kegiatan yang padat, rasa malas, dan juga keyakinan mahasiswa untuk dapat melaksanakan perilaku hidup sehat atau yang disebut self-efficacy. Self-efficacy yaitu keyakinan diri seseorang bahwa orang tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan suatu perilaku (Bandura, 1999). Orang dengan self-efficacy rendah memiliki aspirasi yang rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan-tujuan yang mereka tetapkan. Mereka juga cenderung menghindari tugas sulit yang dipandang sebagai ancaman terhadap diri mereka. Sebaliknya, mereka yang memiliki self-efficacy tinggi akan menentukan tujuan yang menantang dan berkomitmen terhadap tujuan tersebut.

Menurut Sarafino dan Smith (2011) hal yang terpenting yang harus dimiliki oleh individu untuk dapat melaksanakan perilaku sehat adalah self-efficacy. Seorang individu memerlukan cukup self-efficacy untuk melaksanakan perubahan dalam hidupnya tanpa self-efficacy, motivasi mereka untuk berubah akan terhambat.

Self-efficacy mengatur motivasi dengan menentukan tujuan yang ditetapkan untuk diri

(6)

yang telah mereka lakukan (Bandura,1998). Semakin kuat self-efficacy dirasakan dan ditanamkan, semakin besar orang-orang untuk mendapatkan dan mempertahankan upaya yang diperlukan untuk mengadopsi, mempertahankan dan meningkatkan perilalu kesehatan (Bandura,1998).

Self-efficacy merupakan kesadaran yang menentukan apakah perubahan

perilaku hidup sehat akan dimulai, seberapa banyak upaya yang akan dikeluarkan, dan seberapa lama hal tersebut akan dipertahankan dalam menghadapi tantangan dan kegagalan. Self-efficacy memengaruhi upaya pencetus untuk merubah perilaku beresiko dan ketekunan untuk terus berjuang meskipun terdapat hambatan yang dapat menurunkan motivasi. Self-efficacy memengaruhi tantangan yang diambil oleh individu serta seberapa tinggi mereka menetapkan tujuan mereka seperti “Saya bermaksud untuk mengurangi merokok”, atau “Saya bermaksud untuk berhenti merokok”. Individu dengan self-efficacy yang tinggi akan memilih tujuan yang lebih menantang (De Vellis & De Vellis, 2000). Schwarzermengklaim bahwa self-efficacy merupakan prediksi dari intention perilaku dan perubahan perilaku pada beberapa macam perilaku sehat seperti dental floss, frequency of flossing, effective use of contraception, breast self-examination, drug addicts, intentions to quit smoking and intentions to adhere to weight loss programmes and exercise.

Berdasarkan survei awal pada sepuluh mahasiswa Universitas Kristen Maranatha mengenai self-efficacy dalam menjalankan perilaku hidup sehat. Untuk

self-efficacy dalam menjalankan pola makan sehat didapatkan bahwa empat

mahasiswa (40%) tidak yakin dirinya mampu mengatur diri untuk tetap makan makanan yang sehat, dan enam mahasiswa (60%) yakin bahwa mampu mengatur diri untuk tetap makan makanan yang sehat. Untuk self-efficacy dalam olahraga enam mahasiswa (60%) tidak yakin dirinya mampu mengatur untuk melaksanakan niat

(7)

olahraganya, dan empat mahasiswa (40%) yakin dirinya mampu mengatur untuk melaksanakan niat olahraganya. Untuk self-efficacy untuk tidak merokok empat mahasiswa (40%) tidak yakin mampu mengendalikan dirinya untuk tidak merokok, dan enam mahasiswa (60%) yakin mampu mengendalikan dirinya untuk tidak merokok. Untuk self-efficacy mengendalikan diri untuk tidak mengkonsumsi alkohol dua mahasiswa (20%) tidak yakin mampu mengendalikan dirinya untuk tidak mengkomsumsi alkohol dan delapan mahasiswa (80%) yakin mampu mengendalikan dirinya untuk tidak mengkomsumsi alkohol.

Berdasarkan hasil survei awal di atas didapatkan bahwa terdapat mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi dan memiliki perilaku hidup sehat serta ada pula mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi dan memiliki perilaku hidup tidak sehat. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara self-efficacy dengan perilaku hidup sehat pada mahasiswa Universitas “X” Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini yang ingin diteliti adalah bagaimana hubungan antara

self-efficacy dengan perilaku hidup sehat pada mahasiswa Universitas “X” Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh data dan gambaran mengenai self-efficacy dengan perilaku hidup sehat pada mahasiswa Universitas “X” Bandung.

(8)

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui derajat hubungan antara self-efficacy dengan perilaku hidup sehat pada mahasiswa Universitas “X” Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Memberikan tambahan informasi bagi health psychology, mengenai hubungan antara self-efficacy dengan perilaku hidup sehat pada mahasiswa Universitas “X” Bandung.

2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian serupa mengenai hubungan antara self-efficacy dengan perilaku hidup sehat pada mahasiswa Universitas “X” Bandung.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Dapat menjadi masukan bagi mahasiswa yang belum menjalankan perilaku hidup sehat dan memiliki self-efficacy rendah agar mulai menjalankan perilaku hidup sehat dan meningkatkan self-efficacy sehingga dapat menjalankan perilaku hidup sehat dengan lancar.

2. Dapat menjadi masukan bagi mahasiswa yang memiliki self-efficacy tinggi dalam menjalankan perilaku hidup sehat agar dapat mempertahankan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

1.5 Kerangka Pikir

Mahasiswa merupakan kaum terpelajar, mereka telah belajar di institusi formal setidaknya selama 12 tahun yang tentunya mengajarkan mana hal yang benar dan salah, dengan demikian mahasiswa mengetahui tentang manfaat hidup sehat.

(9)

Akan tetapi masih banyak mahasiswa yang belum menjalankan perilaku hidup sehat. Mahasiswa tentunya harus mulai menjaga kesehatan dari sekarang agar tidak berakibat buruk nantinya di masa yang akan datang. Usaha yang dilakukan mahasiswa untuk menjaga kesehatan dapat dilihat dari perilaku hidup sehat, yaitu perilaku yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan kesehatan (Kasl&Cobb, 1966). Perilaku hidup sehat pada mahasiswa merupakan upaya yang dilakukan mahasiswa untuk menjaga mengatur dan menstabilkan kesehatan mereka (Taylor, 2009). Perilaku sehat mahasiswa yang akan dianalisis adalah perilaku makan, aktifitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol.

Dalam menjalankan perilaku hidup sehat menurut HAPA terdapat dua tahap, tahap yang pertama motivational phase terdiri dari action self-efficacy, outcome

expectancies, risk perception, dan behavioral intentions. Tahap kedua volitional

phase terdiri dari action planning, coping planning, maintenance self-efficacy, dan

recovery self-efficacy. Telah ditemukan bahwa self-efficacy berperan penting pada

setiap tahap dari proses perubahan perilaku hidup sehat (Bandura, 1997).

Self-efficacy adalah keyakinan diri pada mahasiswa bahwa dirinya memiliki kemampuan

untuk melakukan perilaku hidup sehat (Bandura, 1999).

Menurut HAPA ketika akan melakukan perilaku hidup sehat mahasiswa melewati dua tahapan, tahap pertama motivational phase adalah proses dimana mahasiswa membentuk niat baik untuk mengubah perilaku beresiko dan mengarah pada intention untuk bertindak, pada tahap ini mahasiswa mengalami tiga proses. Pertama, action self-efficacy merupakan proses dimana ketika mahasiswa belum melakukan perilaku hidup sehat tetapi telah memiliki telah memiliki keyakinan dapat melakukan perilaku hidup sehat. Hal tersebut tampak dari mahasiswa yang yakin bahwa dirinya dapat makan dengan gizi seimbang, rajin berolahraga, tidak merokok,

(10)

dan tidak mengkonsumsi alkohol, mahasiswa yakin bahwa dirinya dapat berhasil dalam menjalankan perilaku hidup sehat. Kedua outcome expectancies adalah proses dimana mahasiwa memikirkan mengenai apa yang akan didapatkan apabila melakukan perilaku hidup sehat, berkaitan dengan penilaian positif dan negatif terhadap hasil yang akan didapatkan. Hal tersebut tampak dari mahasiswa yang memprediksi perubahan apa yang akan dialami atau dirasakan apabila makan dengan gizi seimbang, rajin berolahraga, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol. Seperti mahasiswa merasa lebih sehat apabila selalu makan dengan gizi seimbang, rajin berolahraga, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol. Ketiga risk

perception adalah proses dimana individu memikirkan mengenai resiko yang

mungkin akan dialami apabila tidak melakukan perilaku perilaku hidup sehat. Hal tersebut tampak dari mahasiswa yang memikirkan kemungkinan gangguan kesehatan apa saja yang akan dialami ketika tidak makan dengan gizi seimbang, tidak rajin melakukan aktivitas fisik, merokok, dan mengkonsumsi alkohol Seperti kolestrol meningkat. Dari ketiga proses yang dialami mahasiswa terbentuk intention untuk melakukan perilaku hidup sehat.

Setelah muncul intention kemudian masuk ke tahap kedua yaitu volitional

phase adalah proses dimana mahasiswa telah mengarah pada perilaku sehat

sebenarnya. Proses yang pertama, action planning dimana mahasiswa menentukan secara rinci bagaimana dan dalam situasi apa tindakan situasional akan dilakukan. Hal tersebut tampak dari mahasiswa yang telah memiliki rencana kapan dan bagaimana akan memulai makan dengan gizi seimbang, rajin berolahraga, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol. Kedua, coping planning dimana mahasiswa merencanakan antisipasi akan hambatan yang mungkin muncul saat melakukan perilaku hidup sehat dan sejauh mana mahasiswa telah mengembangkan

(11)

strategi yang tepat untuk mengatasi hambatan tersebut. Hal tersebut tampak dari mahasiswa yang telah mempersiapkan rencana yang detail bagaimana menghadapi rintangan saat melakukan perilaku hidup sehat. Seperti mahasiswa memiliki rencana yang detail bagaimana untuk merespon teman yang menawarkan rokok saat mahasiswa mulai akan berhenti merokok.

Saat membuat action planning dan coping planning mahasiswa dipengaruhi oleh maintenance self-efficacy yang merupakan keyakinan yang optimis untuk menghadapi halangan yang terjadi saat menjalankan perilaku hidup sehat. Hal tersebut tampak dari mahasiswa Universitas “X” Bandung yang memiliki derajat

self-efficacy yang tinggi merasa optimis saat menghadapi halangan ketika

menjalankan perilaku hidup sehat, dan yakin bahwa dirinya dapat tetap menjalankan perilaku hidup sehat walaupun ada halangan. Sedangkan Mahasiswa Universitas “X” Bandung yang memiliki derajat self-efficacy yang rendah akan pesimis bahwa dirinya dapat menghadapi halangan yang ada saat menjalankan perilaku hidup sehat dan tidak yakin bahwa dirinya akan tetap mampu menjalankan perilaku hidup sehat. Setelah mahasiswa melalui beberapa proses yaitu action self-efficacy, outcome

expectancies, risk perception, kemudian memunculkan intention dalam melakukan

perilaku hidup sehat, lalu mahasiswa melakukan planning sehingga memunculkan perilaku hidup sehat.

Perilaku hidup sehat yang muncul dipengaruhi oleh recovery self-efficacy merupakan keyakinan untuk memperbaiki pengalaman akan kegagalan ketika melakukan perilaku hidup sehat. Mahasiswa Universitas “X” Bandung yang memiliki derajat self-efficacy yang tinggi yakin bahwa dirinya dapat memperbaiki kegagalan yang pernah dialami saat menjalankan perilaku hidup sehat, mahasiswa yakin bahwa dirinya akan tetap bisa menjalankan perilaku hidup sehat meskipun

(12)

sebelumnya pernah mengalami kegagalan. Sedangkan Mahasiswa Universitas “X” Bandung yang memiliki derajat self-efficacy yang rendah tidak yakin bahwa dirinya dirinya akan tetap bisa menjalankan perilaku hidup sehat meskipun sebelumnya pernah mengalami kegagalan.

Untuk dapat menjalankan perilaku hidup sehat perlu disertai dengan keyakinan mahasiswa bahwa dirinya mampu untuk melaksanakannya. Jika mahasiwa yakin bahwa dirinya dapat menjalankan perilaku hidup sehat maka mahasiswa akan mengerahkan usahanya, saat ada rintangan mahasiswa akan berusaha mengatasinya dan tetap menjalankan perilaku hidup sehat walaupun dihadapkan dengan berbagai hambatan, setelah mengalami kegagalan mahasiswa akan cepat mengembalikan keyakinan bahwa dirinya mampu untuk menjalankan perilaku hidup sehat serta mahasiswa akan meningkatkan usahanya untuk dapat berhasil. Sedangkan mahasiswa yang kurang yakin bahwa dirinya dapat menjalankan perilaku hidup sehat akan sulit untuk memotivasi dirinya, ketika mengalami hambatan mahasiwa akan mudah menyerah dan menghindari untuk menghadapi hambatan yang dialami, dan saat mengalami kegagalan merasa kecewa dan tidak mencoba kembali. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dalam bagan kerangka pikir sebagai berikut:

(13)

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pikir Mahasiswa Universitas “X” Bandung Outcome Expectancies Risk Perception Action Planning Coping Planning

Perilaku hidup sehat

Komponen perilaku hidup sehat: Perilaku makan Aktivitas fisik Tidak merokok Tidak mengkonsumsi alkohol Intention Self-efficacy Aspek self-efficacy: -Action self-efficacy -Maintenance self-efficacy -Recovery self-efficacy

(14)

1.6 Asumsi Penelitian

Dari pemaparan di atas maka peneliti merumuskan asumsi:

1. Perilaku hidup sehat mahasiswa dapat digambarkan dari beberapa hal yaitu perilaku makan, aktivitas fisik, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. 2. Mahasiswa Universitas “X” Bandung memiliki gambaran perilaku hidup sehat

yang berbeda-beda.

3. Self-efficacy berperan dalam semua tahap pembentukan perilaku hidup sehat.

4. Self-efficacy dapat digambarkan melalui tiga aspek, yaitu: Action self-efficacy,

Maintenance self-efficacy dan Recovery self-efficacy.

5. Mahasiswa Universitas “X” Bandung memiliki derajat self-efficacy yang berbeda-beda.

1.7 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan positif antara self-efficacy dengan perilaku hidup sehat pada Mahasiswa Universitas “X” Bandung.

Gambar

Gambar 1.1  Bagan Kerangka PikirMahasiswa Universitas “X” Bandung Outcome Expectancies Risk Perception Action Planning Coping Planning

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut didukung oleh (Hastuti et al., 2017) bahwa pemberian amonium glufosinate 3 l/ha dapat mengendalikan gulma jenis rumput berbeda dengan pemberian herbisida

Penggunaan metode pendidikan matematika realistik dalam pembelajaran matematika yaitu metode yang diberikan kepada siswa dengan cara memberikan materi yang

a) Kekompakan, kerja keras, niat ikhlas, komitmen kuat, semangat, bahu membahu antara ta’mir, panitia pembangunan masjid, remaja masjid, dan ummat muslim Graha

Siswa Pelamar, menggunakan NISN dan password yang diberikan oleh Kepala Sekolah pada waktu verifikasi data di PDSS, login ke laman SNMPTN http://snmptn.ac.id untuk

Sedangkan dalam proses menampilkan hasil pencarian, setelah data dalam tabel (baik data yang dicari ditemukan atau tidak), maka proses ini akan berjalan untuk menampilkan

terbesar (≥ 90%) keluarga contoh memiliki kelentingan keluarga (sistem kepercayaan keluarga, pola organisasi keluarga, dan proses komunikasi keluarga) termasuk pada

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan (1) pengelolaan BOS diawali dengan pembentukan Tim BOS dan penyusunan RKAS (2) pelaksanaan BOS SMP Negeri dan Swasta

Pengusaha-pengusaha tambang di Australia bergerak melalui komunitas pertambangan yang ada di Australia melalui saluran-saluran seperti misalnya demonstrasi, media massa serta