• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perbedaan ini menyebabkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Adanya perbedaan ini menyebabkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan telah ada sejak lama. Adanya perbedaan ini menyebabkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan, terutama bagi perempuan perdesaan untuk terlibat dan menikmati hasil pembangunan. Menurut Seda (2007), perempuan masih mengalami ketertinggalan dalam beberapa bidang pembangunan karena faktor kultural dan struktural. Faktor kultural yaitu nilai-nilai agama dan budaya yang sangat kuat dengan ideologi patriarki. Sementara, faktor struktural yaitu sistem ekonomi dan politik yang menganggap bahwa seharusnya laki-laki lebih mendapatkan kesempatan dan akses dibandingkan dengan perempuan.

Ketidaksetaraan gender termanifestasikan dalam bentuk marjinalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi dalam politik, pembentukan stereotype, kekerasan, serta beban kerja yang lebih panjang dan lebih banyak (Fakih, 2005). Ketidaksetaraan gender juga membuat perempuan bergantung pada pihak lain. Perempuan tidak memiliki kuasa atau otonomi bahkan untuk mengambil keputusan terkait kehidupannya sendiri. Jika perempuan ini telah menikah maka ia akan sangat bergantung pada suaminya.

Salah satu sektor pekerjaan yang dapat mereduksi marjinalisasi perempuan perdesaan adalah pariwisata. UNWTO (2013) menyebutkan bahwa pariwisata

(2)

dapat berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan, mempromosikan keadilan gender, pembangunan berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan, serta pengembangan kerjasama. Menurut UNWTO dan UN Woman (2010), pariwisata menyediakan kesempatan besar bagi partisipasi perempuan dibanding dengan sektor ekonomi lainnya. Perempuan dapat berpartisipasi sebagai tenaga kerja dan wirausahawan. Pariwisata juga membuka kesempatan bagi perempuan untuk memberikan dampak signifikan terhadap pengurangan kemiskinan di dalam komunitas perdesaan.

Sektor pariwisata yang dapat melibatkan partisipasi perempuan perdesaan adalah desa wisata yang berarti pariwisata yang berlokasi di area perdesaan, berskala perdesaan, dan karakter serta fungsinya mencerminkan pola kompleks dari lingkungan perdesaan (Lane, 1994). Desa wisata harus memiliki sumber daya alam dan budaya, infrastruktur, serta fasilitas akomodasi, makanan, minuman, dan lainnya (Cawley dan Gillmor, 2008).

Menjamurnya desa wisata juga terjadi di Provinsi D.I Yogyakarta. Menurut Dinas Pariwisata Provinsi D.I Yogyakarta (2014) saat ini ada 112 desa wisata yang tersebar di satu kota dan empat kabupaten. Provinsi D.I Yogyakarta adalah provinsi yang memiliki desa wisata terbanyak di Indonesia (Afriansari, 2014). Keberadaan desa wisata membawa angin segar bagi perekonomian masyarakat lokal karena laki-laki dan perempuan dapat berpartisipasi sebagai pengurus dan pelaku usaha di desa wisata.

(3)

Salah satu bentuk partisipasi perempuan di desa wisata adalah peran mereka sebagai pelaku usaha mikro. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan kegiatan ekonomi yang dapat menyerap banyak tenaga kerja, baik laki-laki ataupun perempuan (Sudaryanto dkk, 2011). Pemerintah mendorong perempuan menjadi pelaku usaha mikro agar memiliki penghasilan untuk membantu ekonomi keluarga sehingga kesetaraan gender dalam rumah tangga dapat terwujud. Cara pemerintah mendorong perempuan menjadi pelaku usaha mikro melalui pemberian modal bagi usaha mikro perempuan dan mendorong ketersediaan koperasi simpan pinjam yang dapat diakses oleh perempuan (Kementerian Koperasi dan UKM, 2010).

Jenis pekerjaan perempuan di usaha mikro biasanya berhubungan dengan bidang perdagangan dan industri pengolahan, misalnya warung makan, pengolahan makananan, toko kecil, dan industri kerajinan karena usaha tersebut dapat dilakukan di rumah sehingga perempuan dapat tetap berperan sebagai ibu rumah tangga (Priminingtyas, 2010). Pemilihan jenis usaha itu karena perempuan belum dapat melepaskan diri dari belenggu domestifikasi walaupun terlibat aktif dalam kegiatan usaha (Bappenas, 2006).

Perempuan di desa wisata memang menjalankan usaha yang berhubungan dengan pekerjaan domestik, misalnya berjualan makanan, menyediakan jasa memasak (catering), dan menyediakan penginapan. Perempuan di desa wisata memilih jenis pekerjaan tersebut karena sifat pekerjaan yang part time, fleksibel, diizinkan suami, dan agar dapat terus menjalankan peranan sosial seperti merawat anak, bertani, dan bekerja di dapur (Boonabaana, 2014).

(4)

Pekerjaan usaha mikro yang ada di desa wisata membuat perempuan memiliki penghasilan sendiri. Penghasilan perempuan berkontribusi terhadap ekonomi rumah tangga sehingga perempuan menjadi orang penting dalam keluarga. Peran penting perempuan dalam rumah tangga mendorong perempuan untuk memiliki kontrol dan akses terhadap sumber daya rumah sehingga ia dapat membuat keputusan-keputusan penting, yang berarti perempuan memiliki otonomi.

Menurut Jejeebhoy dan Sathar (2001), otonomi adalah kontrol perempuan terhadap materi dan sumber daya, akses terhadap pengetahuan dan informasi, dapat membuat keputusan, bebas untuk melakukan mobilitas, dan mampu membangun hubungan. Menurut Susilastuti (2003), perempuan yang bekerja menunjukkan otonomi yang lebih besar dibanding perempuan yang tidak bekerja.

Perempuan di usaha mikro memang memiliki penghasilan sendiri, tetapi pembagian kerja dalam rumah tangga tidak berubah secara substantif. Pekerjaan perempuan di pariwisata juga tetap dibidang perawatan, membersihkan, dan katering. Perawatan anak juga masih menjadi tanggung jawab utama perempuan (Pettersson dan Cassel, 2014). sehingga pekerjaan perempuan di usaha mikro tidak selalu berhubungan dengan terwujudnya otonomi dan kesetaraan gender. Namun, menurut Brandth dan Haugen (2010), pekerjaan perempuan di pariwisata telah menantang hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga karena perempuan memiliki penghasilan sendiri.

(5)

1.2 Masalah Penelitian

Salah satu desa wisata di Provinsi D.I Yogyakarta yang melibatkan hampir seluruh perempuan di desa tersebut untuk menjadi pelaku usaha mikro adalah Desa Wisata Pentingsari di Dusun Pentingsari, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi D.I Yogyakarta. Usaha mikro perempuan yang ada di Desa Wisata Pentingsari yaitu usaha kuliner dan home industry. Usaha kuliner menyediakan konsumsi berupa makanan dan snack bagi wisatawan. Usaha home industry memproduksi cemilan oleh-oleh aneka keripik, sekaligus bertindak sebagai pendemo atraksi pembuatan cemilan tersebut.

Perempuan yang memiliki penghasilan sendiri berkesempatan mendorong otonomi. Namun, apakah pekerjaan perempuan di usaha mikro di Desa Wisata Pentingsari dapat mendorong terwujudnya otonomi? Atau justru malah semakin memarjinalkan perempuan karena pekerjaan di usaha mikro adalah pekerjaan domestik yang justru semakin mengukuhkan peran domestik perempuan dan membuat perempuan memiliki peran ganda? Menurut UNWTO dan UN Women (2010), pekerjaan pada sektor pariwisata yang disediakan untuk perempuan dapat membawa kesempatan bagi perbaikan ekonomi rumah tangga sekaligus menjadi tantangan bagi kesetaraan gender.

Berdasarkan masalah penelitian tersebut maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana peran desa wisata dalam mendorong munculnya usaha mikro di Desa Wisata Pentingsari?

(6)

2. Bagaimana hubungan usaha mikro dan otonomi perempuan di Desa Wisata Pentingsari?

3. Apa tantangan usaha mikro dalam mendorong otonomi perempuan di Desa

Wisata Pentingsari?

1.3Pembatasan Masalah

Jejeebhoy dan Sathar (2001) menjelaskan bahwa otonomi perempuan dapat dilihat dari empat aspek, seperti;

1. Kewenangan dalam pembuatan keputusan.

Perempuan dapat berpendapat dalam keputusan keluarga dan memutuskan hal-hal terkait hidupnya dan kesejahteraannya sendiri. Pembuatan keputusan secara ekonomi dapat dilihat dari; (1) Biaya belanja kebutuhan makanan; (2) Biaya belanja kebutuhan rumah tangga; (3) Biaya belanja harta seperti perhiasan dan pakaian

2. Otonomi untuk melakukan mobilitas

Perempuan bebas untuk bepergian tanpa perlu diantar. Mobilitas yang penting bagi perempuan adalah ke; (1) Pusat kesehatan; (2) Komunitas desa atau pasar; (3) Rumah saudara atau teman; (4) Desa tetangga.

3. Otonomi secara emosional

Perempuan dapat menikmati hubungan yang hangat dengan pasangan dan bebas dari ancaman kekerasan dan pelecahan. Jenis ancaman kekerasan dan pelecahan, misalnya; (1) Perempuan takut kepada suaminya dan mendapat perlakuan kasar; (2) Perempuan mendapat perlakuan kasar tetapi tidak takut

(7)

kepada suaminya; (3) Perempuan takut kepada suaminya tetapi tidak mendapat perlakuan kasar.

4. Otonomi secara ekonomi dan sosial

Perempuan dapat mengakses dan mengontrol sumber daya miliknya sendiri dan sumber daya ekonomi rumah tangga. Akses terhadap sumber daya rumah tangga, seperti; (1) Memiliki ide bagaimana mengelola keuangan rumah tangga; (2) Dapat membelanjakan uang secara tunai; (3) Bebas untuk membeli perhiasan-perhiasan kecil; (4) Bebas untuk membeli hadiah. Akses perempuan dalam mengontrol sumberdayanya sendiri, seperti; (1) Apakah ada harta berharga keluarga (tanah/rumah/kendaraan) yang dimiliki atas nama perempuan; (2) Apakah perempuan harus melaporkan mengenai bagaimana ia membelanjakan uangnya; (3) Apakah perempuan memiliki tabungan yang dapat menopang kebutuhan dirinya di hari tua.

Pada penelitian ini aspek otonomi yang akan diteliti yaitu otonomi secara ekonomi dan otonomi untuk melakukan mobilitas. Kedua otonomi tersebut diadaptasi dari aspek otonomi menurut Jejeebhoy dan Sathar. Pengadaptasian dilakukan karena beberapa hal seperti;

1. Otonomi terkait kewenangan perempuan dalam pembuatan keputusan

ekonomi rumah tangga dan otonomi secara ekonomi adalah hal yang sama karena keduanya sama-sama melibatkan kemampuan pembuatan keputusan ekonomi. Penulis memilih menggunakan otonomi secara ekonomi karena memberikan makna yang lebih umum. Pada aspek otonomi secara ekonomi, penulis menggabungkan aspek kewenangan perempuan dalam pembuatan

(8)

keputusan ekonomi dan aspek otonomi secara ekonomi karena kesemua aspek tersebut penting. Namun, pada penggunaan sub-aspek, penulis

menghilangkan dua sub-aspek yaitu: (1) Dapat membelanjakan uang secara

tunai karena perempuan di Indonesia biasanya telah memiliki uang belanja

yang dapat dibelanjakan secara tunai dan; (2) Bebas untuk membeli perhiasan-perhiasan kecil karena telah diwakili oleh sub-aspek dapat membuat keputusan untuk belanja perhiasan dan pakaian.

2. Penulis menghilangkan otonomi secara emosional karena untuk melihat hubungan suami-istri terkait ancaman dan kekerasan memakan waktu lama dan memerlukan instrumen khusus, kecuali jika penulis melakukan penelitian otonomi secara emosional di shelter-shelter perlindungan perempuan yang mewadahi perempuan-perempuan korban kekerasan. Pada penelitian ini, penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Wisata Pentingsari.

Berdasarkan hal tersebut, maka otonomi yang diteliti penulis adalah;

1. Otonomi secara ekonomi yang dilihat dari beberapa aspek seperti;

a. Kewenangan dalam pembuatan keputusan ekonomi rumah tangga, yang dapat dilihat dari; (1) Biaya belanja kebutuhan makanan; (2) Biaya belanja kebutuhan rumah tangga; (3) Biaya belanja harta seperti perhiasan dan pakaian

b. Akses perempuan terhadap sumber daya rumah tangga, yang dapat dilihat dari; (1) Memiliki ide bagaimana mengelola keuangan rumah tangga; (2) Bebas untuk membeli hadiah.

(9)

c. Akses perempuan terhadap sumber daya sendiri, yang dapat dilihat dari; (1) Apakah ada harta berharga keluarga (tanah/rumah/kendaraan) yang dimiliki atas nama perempuan; (2) Apakah perempuan harus melaporkan hal kecil atau besar mengenai bagaimana ia menggunakan atau membelanjakan hartanya; (3) Apakah perempuan berharap dapat menopang kebutuhan dirinya di hari tua dari uang tabungannya sendiri.

2. Otonomi perempuan untuk melakukan mobilitas yaitu bagaimana

perempuan bebas bepergian tanpa perlu diantar terutama untuk pergi ke: (1) Pusat kesehatan; (2) Komunitas desa atau pasar; (3) Rumah saudara atau teman; dan (3) Desa tetangga.

1.4 Keaslian Penelitian

Penelitian bertema usaha mikro perempuan, otonomi perempuan, dan desa wisata telah banyak dilakukan, namun penelitian yang menggabungkan ketiga tema tersebut menjadi satu tema besar belum pernah dilakukan. Supeni dan Sari (2011) telah melakukan penelitian mengenai usaha mikro dengan fokus penelitian mengetahui hasil pemberdayaan perempuan melalui usaha mikro dari aspek kesejahteraan, akses, konsientiasi, partisipasi, dan kesetaraan dalam kekuasaan. Penelitian kualitatif tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik focus group discussion terhadap ibu-ibu bukan pelaku usaha mikro, ibu-ibu pelaku usaha mikro namun gagal, dan ibu-ibu yang menjalankan usaha mikro sampai sekarang.

Pada tahun 2014, Oktaviani melakukan penelitian mixed method mengenai otonomi perempuan. Penelitiannya fokus pada penyebab keoptimalan otonomi

(10)

perempuan dalam rumah tangga. Hasil penelitiannya adalah otonomi dapat diukur dengan melihat bagaimana kekuasaan perempuan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Otonomi sangat dipengaruhi oleh kontribusi ekonomi yang diberikan perempuan pada rumah tangganya. Kontribusi ekonomi berhubungan erat dengan pendidikan yang memudahkan untuk mencari pekerjaan.

Pada tahun 2000, Lont melakukan penelitian kualitatif mengenai otonomi ekonomi perempuan di Bujung, Yogyakarta. Ia membandingkan otonomi perempuan pada rumah tangga miskin dan rumah tangga menengah dari aspek kontrol terhadap belanja rumah tangga dan mengambil kredit. Hasil penelitiannya adalah perempuan pada rumah tangga miskin biasanya memiliki pendapatan untuk membantu ekonomi keluarga sehingga mereka memiliki kontrol terhadap anggaran belanja dan dapat mengakses kredit untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan kata lain, ketika perempuan memiliki pendapatan meskipun itu merupakan bagian kecil dari pendapatan rumah tangga, hal tersebut dapat meningkatkan otonomi mereka secara ekonomi.

Pada tahun 2014, Afriansari melakukan penelitian kualitatif deskriptif terkait alasan perempuan untuk bergabung dengan kelompok usaha di desa wisata Samiran, Boyolali. Menurutnya, meskipun jumlah perempuan yang terlibat di desa wisata tidak sebanyak laki-laki, namun dari sisi iuran kelompok yang masuk kas desa wisata, 66% disumbang oleh kelompok perempuan. Penelitian tersebut dilakukan dengan wawancara mendalam pada 12 perempuan dengan level partisipasi di desa wisata yang berbeda-beda.

(11)

Keempat penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Perbedaan penelitian terletak pada tema, fokus penelitian, kriteria informan, dan lokasi penelitian. Penelitian penulis untuk dilakukan untuk mendalami hubungan usaha mikro yang dijalankan perempuan terhadap otonomi mereka dalam rumah tangga. Selain itu, perbedaan terlihat pada kriteria informan yang dipilih. Kriteria pemilihan informan penulis adalah: (1) Anggota aktif kelompok usaha mikro; (2) Telah menikah dan memiliki anak; (3) Tidak memiliki pekerjaan formal. Selain itu, perbedaan penelitian juga tampak pada lokasi penelitian, penelitian penulis dilakukan pada rumah tangga di perdesaan.

1.4 Tujuan Penelitian

Dengan melihat rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini, adalah:

1. Untuk mengetahui peran desa wisata dalam mendorong munculnya usaha

mikro di Desa Wisata Pentingsari

2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan usaha mikro dan otonomi

perempuan di Desa Wisata Pentingsari

3. Untuk mengetahui tantangan usaha mikro dalam mendorong otonomi

(12)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis:

a. Manfaat Teoritis:

1. Dapat memberikan sumbangan tentang terbentuknya usaha mikro di desa

wisata yang dapat melibatkan partisipasi perempuan perdesaan

2. Dapat memberikan deskripsi mengenai hubungan usaha mikro terhadap otonomi perempuan serta langkah-langkah agat usaha mikro dapat mendorong terwujudnya otonomi perempuan.

b. Manfaat Praktis:

1. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh pengurus desa wisata untuk mengetahui hubungan usaha mikro terhadap otonomi perempuan sehingga pengurus desa wisata dapat mengambil langkah-langkah untuk menciptakan usaha mikro yang dapat mendorong terwujudnya otonomi perempuan anggota usaha mikro

2. Hasil penelitian dapat membantu pemerintah dalam memfasilitasi usaha-usaha mikro perempuan yang ada di desa wisata lainnya agar usaha-usaha mikro dapat mendorong terwujudnya otonomi perempuan dan kesetaraan gender dalam rumah tangga.

3. Penelitian dapat dimanfaatkan sebagai solusi terkait reduksi

marjinalisasi perempuan perdesaan secara ekonomi melalui pendirian dan pengelolaan desa wisata yang lebih baik agar dapat mendorong terbentuknya kelompok usaha mikro perempuan.

Referensi

Dokumen terkait

Riset dapat diartikan sebagai suatu penyelidikan, pemeriksaan, pencermatan, percobaan yang membutuhkan ketelitian dengan menggunakan metode/kaidah

Penelitian ini merupakan penelitian deskritiptif korelasional dan salah satu tujuannya yaitu untuk mengetahui hubungan koordinasi mata kaki dengan ketepatan menembak

Dari permasalahan tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pendidikan kesehatan manajemen demam terhadap pengetahuan dan

Sehingga rancangan antena yang dibuat dalam penelitian ini adalah antena mikrostrip segiempat susun empat elemen, dengan pencatuan paralel yang simetris menggunakan saluran

orang guru. Setiap guru memiliki tugas masing-masing sesuai dengan keahlian dan kesepakatan. Kelebihan sistem ini antara lain adalah: a) pencapaian KD pada setiap

ukur tanah II. Dari hasil observasi melalui wawancara personal yang telah dilakukan didapatkan bahwa mahasiswa dalam melaksanakan praktik ilmu ukur tanah II belum

Subelemen dari aktivitas yang diperlukan untuk terselenggaranya program terdistribusi kedalam tiga sektor pada matriks driver power-dependence (Gambar 35). Pendidikan dan

(1) PSH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a digunakan dalam rangka melaksanakan pekerjaan harian non-lapangan, melaksanakan koordinasi pengamanan