7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian
yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,
sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di
kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman
kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan
peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan
kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan,
kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.
7.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan
perundangan, antara lain :
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan
kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung
bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut
mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir
c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan
perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah
susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab
pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan
kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan
kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di
kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan
Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi
teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat
Pengembangan Permukiman adalah :
A. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di
perkotaan dan perdesaan;
B. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan
kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan
C. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan
rumah susun sederhana;
D. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan
pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan
kerusuhan sosial;
E. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan
kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan
permukiman;
F. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
7.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan
permukiman saat ini adalah:
Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi
dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi
rumahtangga kumuh perkotaan.
Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden
yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi
Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.
Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk
perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan
bertambahnya kawasan kumuh.
Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah
dibangun.
Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam
Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan
kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara
dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan
perumahan dan permukiman.
Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang
terangkum secara nasional. Namun, di masing-masing kabupaten/kota terdapat
isu-isu yang bersifat lokal dan spesifik yang belum tentu dijumpai di
kabupaten/kota lain. Penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman
yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.
Tabel 7.1
Isu-Isu Strategis Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten Sorong
(1) (2) (3)
1 Lahan untuk pembangunan peru-mahan merupakan lahan rawa 2 Struktur tanah
3 Topografi Topografi datar sampai berge-lombang (0-25%)
4 Pembiayaan/Pendanaan Pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman ma-syarakat sebagian besar masih menggantungkan pedanaannya dari pemerintah karena penda-naannya yang cukup besar 5 Geografis Wilayah
6 Kelembagaan Di Kabupaten Sorong lembaga yang mengelola perumahan dan permukiman terdiri dari :
BAPPEDA, DPU dan Pihak Swasta
B. Penanganan Permukiman Kawasan Kumuh
1. Definisi dari Berbagai Sumber
Untuk memperkaya pemahaman mengenai permukiman kumuh, berikut ini dapat
dilihat beberapa definisi mengenai permukiman kumuh.
a. Definisi permukiman kumuh menurut Prof.DR.Parsudi Suparlan yaitu:
Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian
masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan
prasarana yang ada tidak sesuai dengan dengan standar yang berlaku, baik
standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat,
kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan
prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya.
b. Definisi permukiman kumuh menurut menurut LUMANTI (NGO Permukiman
Kumuh di Nepal) yaitu:
Kawasan Permukiman Kumuh didefinisikan oleh kemiskinan, pendapatan
rendah, kondisi rumah yang tidak layak serta kualitas fasilitas yang
sub-standar. Kawasan permukiman kumuh dihuni oleh golongan masyarakat
minoritas berpenghasilan rendah, sebagian besar memiliki hak milik atas
lahan dan huniannya. Squatters umumnya merupakan kawasan kumuh,
namun kawasan permukiman kumuh belum tentu merupakan suatu
permukiman kumuh ilegal (squatters).
c. Definisi permukiman kumuh menurut Eko Budiharjo (Buku Tata Ruang
Perkotaan, 1997) yaitu:
Kawasan permukiman kumuh adalah lingkungan hunian yang kualitasnya
sangat tidak layak huni, ciri-cirinya antara lain kepadatan bangunan sangat
tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit
lingkungan, serta kualitas bangunan yang sangat rendah, tidak terlayani
prasarana lingkungan yang memadai dan membahayakan keberlangsungan
d. Buku Tata Ruang Perkotaan Global Report on Human Settlements, 2003
(Revisi April 2010) yaitu:
Permukiman kumuh (slum) merupakan kawasan kota berkepadatan penduduk
tinggi dan memiliki karakteristik permukiman dibawah standar kelayakan.
Karakteristik dasar dari permukiman kumuh yaitu berkepadatan tinggi dan
kondisi perumahan dibawah standar (fisik serta sarana dan prasarana).
Berbagai Definisi tersebut digunakan sebagai sumber referensi pengayaan,
sedangkan pengertian yang digunakan adalah pengertian dari UU Nomor 1
Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
2. Faktor Penyebab Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Secara umum, faktor penyebab timbulnya Perumahan Kumuh dan Permukiman
Kumuh dapat dijelaskan sebagai berikut.
Gambar 7.1
Faktor Penyebab Timbulnya Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Gambar 7.2
Faktor Penyebab dan Dampak Keberadaan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Sumber: Masukan Teknis Penyusunan Pedoman Penanganan Permukiman Kumuh Perkotaan, 2011
3. Karakteristik Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman dijelaskan bahwa Permukiman Kumuh adalah permukiman yang
tidak laik huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan
yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak
memenuhi syarat, sedangkan Perumahan Kumuh adalah perumahan yang
mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dirumuskan karakteristik perumahan
kumuh dan permukiman kumuh sebagai berikut, yaitu:
1. Merupakan satuan entitas perumahan dan permukiman;
2. Kondisi bangunan tidak memenuhi syarat, tidak teratur dan memiliki
kepadatan tinggi;
3. Kondisi sarana dan prasarana tidak memenuhi syarat (batasan sarana dan
prasarana ditetapkan dalam lingkup keciptakaryaan), yaitu:
b. Drainase Lingkungan,
c. Penyediaan Air Bersih/Minum,
d. Pengelolaan Persampahan,
e. Pengelolaan Air Limbah,
f. Pengamanan Kebakaran.
Karakteristik tersebut selanjutnya menjadi dasar perumusan kriteria dan indikator
dalam proses identifikasi lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
4. Tipologi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan pengelompokan
perumahan kumuh dan permukiman kumuh berdasarkan letak lokasi menurut
bio-region. Secara umum, pembagian tipologi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tabel 7.2
Pembagian Tipologi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh
NO TIPOLOGI BATASAN
1. perumahan kumuh
dan permukiman
kumuh di atas air
perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di atas air, baik daerah pasang surut, rawa, sungai ataupun laut.
2. perumahan kumuh
dan permukiman
kumuh di tepi air
perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada tepi badan air (sungai, pantai, danau, waduk dan sebagainya), namun berada di luar Garis
Sempadan Badan Air.
3. perumahan kumuh
dan permukiman
kumuh di dataran
rendah
perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di daerah dataran rendah dengan
kemiringan lereng < 10%.
4. perumahan kumuh
dan permukiman
kumuh di perbukitan
perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di daerah dataran tinggi dengan kemiringan lereng > 10 % dan < 40%
5. perumahan kumuh
dan permukiman
kumuh di daerah
rawan bencana
perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang terletak di daerah rawan bencana alam, khususnya bencana alam tanah longsor, gempa bumi dan banjir.
5. Kajian Asas/Prinsip
Prinsip pelaksanaan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh adalah mewujudkan perumahan dan permukiman yang laik
huni dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu dan
berkelanjutan, sebagaimana merupakan cita-cita penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman di Indonesia.
Sedangkan azas pelaksanaan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh
dan permukiman kumuh yaitu: responsif; inisiatif; aspiratif; partisipatif; terukur; dan
berkelanjutan.
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional
antara lain :
Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya :
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni
sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan
pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau
kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tantangan pengembangan permukiman diantaranya :
1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen
Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.
3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program
-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya
khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah
5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan
infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah
6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPIJM bidang
Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.
Sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota terdapat
permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik
serta belum tentu djumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran permasalahan dan
tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan
sebagai informasi awal dalam perencanaan. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di
Kabupaten/Kota yang bersangkutan serta merumuskan alternatif pemecahan dan
rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang
ada di wilayah Kabupaten/Kota bersangkutan.
Tabel 7.3
Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Sorong
No Permasalahan Tantangan Alternatif
Pengembangan Permukiman Pengembangan Solusi
(1) (2) (3) (4)
1 Aspek Teknis
1) Lahan permukiman merupakan Karena merupakan tanah rawa Dapat dikembangkan permu- rawa wa tanah menjadi lembab dan kiman dengan tipe panggung
PH tanah tinggi
2 Aspek Kelembagaan
1) SDM SDM bidang perumahan dan
permukiman masih terbatas
3 Aspek Pembiayaan
1) Masih tergantung pada pemerin- Pendanaan yang cukup besar Bantuan stimulan sebagai
tah pendorong
4 Aspek Peran Serta Masyarakat/
Swasta
No Permasalahan Tantangan Alternatif
Pengembangan Permukiman Pengembangan Solusi
(1) (2) (3) (4)
5 Aspek Lingkungan Permukiman
1) Air bersih Sumber air baku yang diguna- Dapat mengoptimalkan sum- kan adalah air tanah/sumur bor ber air bersih dari PDAM de- dan apabila dalam musim ke- ngan jarak tempuh yang jauh ring atau kondisi minum tidak dari permukiman
dapat mensuplai kebutuhan
penduduk secara maksimal
2) Persampahan Belum adanya layanan persam- Pemerintah Kabupaten Sorong pahan untuk masyarakat harus menyediakan fasilitas
pendukung dan melakukan pe-
layanan persampahan
3) Saluran Drainase Dengan kondisi saluran draina- Perlu dibangunnya beberapa se yang kurang baik dan belum drainse untuk beberapa kawa- terbangun di beberapa kawasan san, dengan saluran drainase mengakibatkan beberapa kawa- yang baik dapat mengurangi
san sering terkena banjir banjir
7.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi
eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target
kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan
penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor
pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat
kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014,
MDGs 2015 (pengurangan proporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar
Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014
sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan pembangunan Papua dan
Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra
Ditjen Cipta Karya 2010-2014. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota meliputi
target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan
tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan
7.1.4. Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman
kawasan perkotaan terdiri dari :
1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan
Rusunawa serta
2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari :
1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial
(Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau
kecil,
2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE),
3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat
berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun
review bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
Infrastruktur permukiman RSH
Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/
Minapolitan)
Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
Infrastruktur perdesaan PPIP
Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam
Gambar 7.3
Alur Program Pengembangan Permukiman
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang
terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut :
1. Umum
Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas. Indikator kinerja
sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
Kesiapan lahan (sudah tersedia).
Sudah tersedia DED.
Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK,
Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah
untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
Ada unit pelaksana kegiatan.
2. Khusus
Rusunawa
Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
Dalam Rangka penanganan Kawasan Kumuh
Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan
PSD lainnya
Ada calon penghuni
RIS PNPM
Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
Tingkat kemiskinan desa >25%.
Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal
5% dari BLM.
PPIP
Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani
program Cipta Karya lainnya
Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
Tingkat kemiskinan desa >25%
PISEW
Berbasis pengembangan wilayah
Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i)
transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air
bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan
Mendukung komoditas unggulan kawasan
Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti
untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011
(1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan
prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan,
dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4)
pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam
kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut :
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan
dalam ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki
indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal
kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat
didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai,
mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh
berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah
kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan
dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk
dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk
dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan
seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk
kawasan permukiman kumuh.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.
b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air
5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan
kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan
penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana
penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan)
kawasan dan lainnya.
7.1.5. Usulan Program dan Kegiatan
A. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara
kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan
kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan
kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka
waktu perencanaan lima tahun dalam RPIJM dibutuhkan suatu kriteria untuk
menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.
B. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman
Dalam pengembangan permukiman, Pemerintah Daerah didorong untuk terus
meningkatkan alokasinya pada sektor tersebut serta mencari alternatif sumber
pembiayaan dari masyarakat dan swasta (KPS, CSR).
Usulan prioritas kegiatan dan pembiayaan secara lebih rinci dapat dituangkan ke
dalam tabel-tabel berikut.
Tabel 7.4
Usulan Pembangunan Prasarana dan Sarana Peningkatan Lingkungan Kumuh
No. Nama Lokasi Luas Lingkup Administrasi
(Ha) RT/RW Kel/Kampung Kec/Distrik
1 Kawasan Kokoda 12 RT 1 Malawele Aimas
2 Kawasan Malakabu 20 RT 1 Klabinain Aimas
3 Kawasan Aimas 35 RT 2 Aimas Aimas
Jumlah 67
7.2. Sektor Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
7.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan
sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk
mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan,
khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang
dan peraturan antara lain :
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan,
pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat
yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah
yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam
penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata
ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus
diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan
fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan
gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah :
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak
atas tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan
dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan
pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan
intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian
dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung
mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28
tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan
gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan
pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh
pemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun
2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas
ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung,
penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan
dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan
pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat
pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan
dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007
tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam
peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik
di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang
cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana,
serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu
pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada
setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta
sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat
Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan
pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan
pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan
termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.
Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan
Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan
bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan
bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung
istana kepresidenan;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan
penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan
masyarakat dalam penataan lingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan
bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan
bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada
sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan
penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan
pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukkan
pada Gambar 7.4.
Gambar 7.4 Lingkup Tugas PBL
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga
terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi :
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan
pemukiman kumuh dan nelayan;
Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman
b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan
lingkungan;
Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;
Pelatihan teknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;
Paket dan Replikasi.
7.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari
Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL.
Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka
kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda
nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang
mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di
kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung
Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015,
khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs
yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga
separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan
sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang
signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun
Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming).
Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2)
sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu
permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta
meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm
selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang
berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran
serta dampak sosial lainnya.
Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga
mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah
diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar
terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang
mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan
perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14
Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan
"Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai
kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi
masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang
PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
3) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau
(RTH) di perkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan
bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh
kembangnya ekonomi lokal;
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar
Pelayanan Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam
4) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda
bangunan gedung di kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib,
andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah
negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan
rumah Negara.
5) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang
atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing
in-cash sesuai MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan.
Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario
pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat
dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan
Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian
terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri,
produktif dan berkelanjutan.
Tabel 7.5
Isu Stragis sektor PBL di Kabupaten/Kota
No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor PBL di
Kab/Kota 1. Penataan Lingkungan Permukiman a.
b. dsb 2. Peneyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah
Negara
a. b. dsb 3. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan
Kemiskinan
B. Kondisi Eksisting
Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL
adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa
peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui
program P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah
Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga
tahun 2012 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah
tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9
Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan
kesepakatan bersama.
Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan non-fisik
dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013 juga telah melakukan
peningkatan prasarana lingkungan permukiman di 1.240 kawasan serta
penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota.
Dalam RPIJM bidang Cipta Karya pencapaian di Kabupaten/Kota perlu dijabarkan
sebagai dasar dalam perencanaan.
Jenis Produk Pengaturan
(1) (2) (3) (4) (5)
1 RTRW Kabupaten Sorong 5 - 2012 Perda RTRW
2 Bangunan Gedung 8 - 2008 Perda Bangunan Gedung
Tabel 7.6
Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
No. Kawasan/
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kegiatan PNPM Perkotaaan (P2KP)
(1) (2) (3) (4)
Tabel 7.9
Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Kegiatan Pemberdayaan
No. Kecamatan
C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa
permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain :
Penataan Lingkungan Permukiman :
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL
untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan
infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;
Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi
utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan
permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran
daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara :
Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif
dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar,
sedang, kecil di seluruh Indonesia;
Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan
dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan,
kenyamanan dan kemudahan);
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan
Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan
kurang mendapat perhatian;
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta
rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan
efisien;
Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau :
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka,
sarana olah raga.
Kapasitas Kelembagaan Daerah :
Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan
penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan
peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan
Permasalahan yang
No. Aspek PBL Tantangan
Pengembangan
Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Aspek Kelembagaan
Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
7.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota,
hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang
dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010, seperti yang telah dijelaskan
pada Subbab 8.2.1.
Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK),
pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan
bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
1) RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai
panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan
untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan
lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan
lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi,
ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian
pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi :
Program Bangunan dan Lingkungan;
Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
Rencana Investasi;
Ketentuan Pengendalian Rencana;
Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
2) RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang
dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan
Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung
dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan
dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang
digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif
maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan
konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana
Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu
10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang
terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada
kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi
pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan
Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat
rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana
kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta
benda.
3) Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan
Permukiman Tradisional adalah :
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek
manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk
menjamin kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi
masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis
dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
4) Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen
PU No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM
juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan
lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan
dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel 7.11, yang dapat
dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan
sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan.
Indikator Nilai
100% 2014 Dinas yang membidangi
100% 2014 Dinas yang membidangi Pekerjaan Umum
VIII. Penataan Ruang Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik
23. Tersedianya luasan RTH publik sebesar 20% dari luas wilayah kota/kawasan perkotaan
25% 2014 Dinas/SKPD yang membidangi Penataan Ruang
Standar Pelayanan Minimal
Tabel 7.11
SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Jenis Pelayanan Dasar Waktu
Pencapa
No Keterangan
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi :
1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi
persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan,
kenyamanan dan kemudahan);
2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah
Negara;
3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.
Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan
rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata
HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis
penataan bangunan gedung.
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan
kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan
P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP
pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok
2. Ruang Terbuka M2
3. PSD unit
Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan Tabel 7.12
Kebutuhan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Uraian Satuan
Kebutuhan
Ket
7.2.4. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari :
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan
Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang
mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda
dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping,
pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan
menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur
dibangun.
Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah :
Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung Kriteria Khusus :
• Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan
Gedung;
• Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG
Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis
Komunitas
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan
Permukiman Berbasis Komunitas :
• Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;
• Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada
PJM Pronangkis-nya;
• Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan
masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kriteria
Lokasi :
• Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;
• Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
• Kawasan yang dilestarikan/heritage;
• Kawasan rawan bencana;
• Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi
sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra
• Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi
Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan
rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;
• Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka
Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk
elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana
dan pelaksanaan serta DAED/DED.
Kriteria Umum :
• Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan
RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;
• Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan
wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);
• Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi
Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan
Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan
Revitalisasi Kawasan :
• Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;
• Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;
• Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan
masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
• Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka
Hijau:
• Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan
• Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam
(UU No. 26/2007 tentang Tata ruang);
• Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20%
dari luas wilayah kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman
Tradisional Bersejarah :
• Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat
(kota/kabupaten);
• Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas
dan estetis;
• Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan
masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi
Kebakaran (RISPK) :
• Ada Perda Bangunan Gedung;
• Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;
• Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi
• Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008
tentang Tata Ruang;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan
masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan
Permukiman Tradisional/Ged Bersejarah :
• Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman
Tradisional-Bersejarah;
• Ada DDUB;
• Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;
• Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional,
diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi
prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan
masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran :
• Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah
(minimal SK/peraturan bupati/walikota);
• Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan
dengan DPRD);
• Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;
• Ada lahan yg disediakan Pemda;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan
masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan
Lingkungan :
• Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;
• Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat
peribadatan, terminal, stasiun, bandara);
• Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial
masyarakat (taman, alun-alun);
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
7.2.5. Usulan Program dan Kegiatan
Pada bagian ini usulan program dan kegiatan Penataan Bangunan dan
Instansi Waktu Usulan
Penyelenggara Penyelenggaraan Peraturan Kegiatan
Lainnya
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Dinas PU April PNS/Aparat/ Pelatihan
Masyarakat terkait
2 BAPPEDA Juni PNS/Aparat/ Pelatihan
Masyarakat terkait
3 Bagian Hukum Agustus PNS/Aparat/ Pelatihan Masyarakat
terkait
Keterangan Sasaran
Materi
UUBG PPBC Permen Perda Perda Bupati
TAHUN 2015 Tabel 7.13
USULAN DESIMINASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN SORONG
USULAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DI KABUPATEN SORONG
Usulan Pembinaan Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara Di Kabupaten Sorong Tahun 2015
Kepmen Kimpraswil NO. 332/KTPS/M/2002
Juknis PT Keppres NO. 80/th
2003 HSBGN Kepmen 29 th 2006
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Dinas Pekerjaan Umum Mei PNS/Aparatur/Masyarakat
TAHUN 2015
NO
PEMBINAAN TEKNIS PEMBANGUNAN GEDUNG NEGARA
Sasaran
Materi Waktu
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Distrik Aimas 61.000 1 Distrik - kawasan kota baru APBD I - kesiapan -
-- kawasan fungsi hunian lahan
- kawasan pusat - prasarana
pertumbuhan baru pendukung
2 Distrik Salawati 66.300 1 Distrik - pembangunan kawasan APBD I - kesiapan -
baru lahan
- kawasan fungsi hunian - prasarana
- kawasan pusat pendukung
pertumbuhan baru
No
TABEL 7.16
USULAN PENYUSUNAN RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) KABUPATEN SORONG
TAHUN 2015
Nama Lokasi Luas Lingkungan (Ha) Cakupan Wilayah
administrasi Karakter Lokasi Propinsi Kabupaten Masyarakat Swasta
Bangunan Hunian
Bangunan
Sarana Umum Jalan Lingkungan Drainase
Air Bersih Sanitasi Sanitasi
Persampaha
n Propinsi Kabupaten Masyarakat Swasta
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 NO Nama Lokasi Luas Lingkungan
(Ha)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
TABEL 7.17
USULAN PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA PENINGKATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KAWASAN PESISIR/NELAYAN KABUPATEN SORONG
TAHUN 2015
JUMLAH BANGUNAN (UNIT) KETERSEDIAAN PSD
7.3. Sektor Pengembangan SPAM
7.3.1. Gambaran Kondisi Pelayanan Air Minum
Sub Bidang Air Minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan
Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan pelayanan
Air Minum di perdesaan maupun perkotaan, khususnya bagi masyarakat miskin di
kawasan rawan air selain itu meningkatkan keikutsertaan swasta dalam investasi
dalam pembangunan Prasarana dan Sarana Air Minum (PSAM) di perkotaan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Pemerintah Kabupaten Sorong menyusun
sebagai kerangaka dasar Investasi Prasarana dan Sarana Air Minum (PSAM) di
Kabupaten Sorong.
Air merupakan kebutuhan pokok penduduk yang vital, misalnya untuk air minum,
memasak, mencuci, mandi dan lain-lain. Untuk keperluan air minum penduduk
Kabupaten Sorong biasanya memperoleh yang bersumber dari air hujan, sungai,
sumur gali, sumur bor, mata air dan sebagian kecil dari PDAM. Dari gambaran ini
maka Kabupaten Sorong sangat membutuhkan Investasi Prasarana dan Sarana
Air Minum (PSAM) sehingga penduduk Kabupaten Sorong bisa mendapatkan
pelayanan air minum yang baik dan layak untuk dikomsumsi.
1. Gambaran Umum Sistem Penyediaan dan Pengelolaan
Sistem penyediaan air minum di Kabupaten Sorong yang dipakai saat ini adalah
sebagai berikut:
Membuat penampungan air hujan (mengunakan drum)
Membuat penampungan air sungai (mengunakan drum)
Mengunakan pompa listrik (untuk sumur bor)
Mengunakan jaringan selang plastik untuk ditampung di bak
penampungan air (untuk mata air)
PDAM
Sistem pengelolaan adalah secara Individu (untuk air hujan, air sungai, sumur
gali, sumur bor), kelompok (untuk mata air) dan PDAM (intek dipompa ke reservoir
dan disalurkan)
Secara umum Kabupaten Sorong berada pada ketinggian 0–25 Meter dari
permukaan laut (MDPL) dengan bentuk permukaan lahan relatif datar .
Kemiringan lereng wilayah sangat bervariasi yaitu antara 0–2 %, 2–15 % dan 15–
25 %. Kondisi topografi (ketinggian dan kemiringan lereng) tersebut dikategorikan
Gambar 7.5
Kondisi Prasarana Air Bersih di Kabupaten Sorong
2. Kondisi sistem prasarana dan sarana penyediaan dan pengelolaan air
minum.
a. Sistem Non Perpipaan
Aspek Teknis
Sarana dan prasarana penyediaan dan pengelolaan air minum di
Kabupaten Sorong pada umumnya masih tradisional yaitu masih
mengunakan drem sebagai penampung air, sehingga kualitas air
yang di tampung kurang baik dan kuantitas air yang ditampung relatif
sedikit (hanya bisa bertahan 10 hari), dan kalau tidak hujan (musim
kemarau) penduduk mengambil air ke sungai atau membeli ke
pedagang air yang diambil dari sumur bor sehingga kontinuitas
penyedian air minum sangat rawan/buruk.
Aspek Pendanaan
Sistem penyediaan air minum di kabupaten sorong sangat buruk
karena masih mengunakan drem sebagai penampung air. Untuk
meningkatkan sistem penyediaan dan pengelolaan air minum yang
mengingat pendapatan rata-rata penduduk Kabupaten Sorong sangat
rendah.
Aspek Kelembagaan dan Peraturan
Pengelolaan penyediaan air minum non-perpipaan di Kabupaten
Sorong pada umumnyua dikelola secara individu.
b. Sistem Perpipaan
Penyediaan air minum sistem perpipaan di Kabupaten Sorong dikelola
oleh Dinas Pekerjaan Umum. Sistem perpiaan yang dipakai adalah dari
Intake dipompa ke reservoir kemudian dialirkan ke rumah penduduk.
Aspek Teknis
Area Pelayanan
Daerah Pelayanan air minum yang menggunakan sistem
perpipaan masih terbatas, saat ini daerah yang terlayani
Kelurahan Aimas dan Kampung Makbon, Kampung Majaran.
Tingkat Pelayanan Total
Daerah yang ada pelayanan air bersih dengan sistem perpipaan
masih tiga kampung.
Tingkat pelayanan dengan sambungan langsung ( SR )
Tingkat pelayanan air minum dengan sambungan langsung ( SR)
± 6 % dari jumlah penduduk.
Tingkat pelayanan dengan sambungan lain (non domestik, sosial,
pendidikan, komersial, industri dll )
Tingkat pelayanan air minum untuk sambungan non domestik
belum tersedia.
Pemakaian air perhari persambungan (l/samb/hr) untuk domestik
sebanyak l/det
Pemakaian air perorangan/hari adalah 130 lt/org/hr
Pemakain persambungan/hari (lt/samb/hr) untuk non domestik
Tingkat kebocoran teknis dan non teknis (administrasi)
- Tingkat kebocoran air secara teknis ± 10 %
Jam pelayanan (jam)
Jam pelayanan adalah setiap hari pada jam 10.00 s/d jam 14.00.
Jumlah pemakai persambungan
Kondisi sumber-sumber
Kondisi sumber-sumber air baku yang sudah digunakan/
termanfaatkan
Kapasitas, kualitas, dan kontinuitas sumber air baku
Sumber air minum perpipaan yang digunakan oleh masyarakat
adalah sumur bor dengan kondisi sebagai berikut:
Kapasitas: masih kurang. Perlu pemanfaatan yang lebih baik.
Kualitas air cukup baik
Unit air baku dan bangunan pelengkapnya
- Pipa transmisi dan pipa distribusi
- Reservoir
- Pompa
Cara pengambilan, mengunakan sistem gravitasi atau
pemompaan
- Menggunakan pompa
- Dialirkan dengan teknik gravitasi
Kapasitas pengambilan/penyadapan
Bangunan unit air baku dan pelengkapnya disertai dengan jenis
konstruksi dan tahun pembangunan/pemasangan
Kondisi sumber-sumber air baku yang sudah digunakan/
termanfaatkan
Kapasitas, kualitas, dan kontinuitas sumber air baku
Sumber air minum perpipaan yang digunakan oleh masyarakat
adalah sumur bor dengan kondisi sebagai berikut:
Kapasitas: masih kurang. Perlu pemanfaatan yang lebih baik.
Kualitas air cukup baik
Unit air baku dan bangunan pelengkapnya
- Pipa transmisi dan pipa distribusi
- Reservoir
Cara pengambilan, mengunakan sistem gravitasi atau pemompaan
- Menggunakan pompa
- Dialirkan dengan teknik gravitasi
Kapasitas pengambilan/penyadapan
Bangunan unit air baku dan pelengkapnya disertai dengan jenis
konstruksi dan tahun pembangunan/pemasangan
Kondisi sumber air baku yang belum digunakan/termanfaatkan
Kapasitas, kualitas, dan kantinuitas sumber air baku
Sumber air baku yang belum termanfaatkan adalah sungai mariat,
sungat warsamson dengan kapasitas dan kualitas air cukup baik
dan tersedia dalam jumlah yang cukup banyak.
Bangunan yang dibutuhkan:
- Unit Pengolahan Air atau Water Treatment Plant (WTP)
- Jaringan Pipa Transmisi
- Jaringan Pipa Distribusi
- Pompa
- Reservoir
Nilai investasi rencana (perhitungan kasar dari sistem yang sudah
dilaksanakan)
Unit Transmisi
Dimensi pipa (diameter dan panjang pipa) atau saluran
- Dimensi pipa ø 4”
- Panjang Pipa.
Jenis pipa (PVC, Steel, Gip, atau yang lain-lai) dan tahun
pemasangan
- Jenis Pipa: GIP
- Tahun Pemasangan 1999
Cara pengaliran (gravitasi atau pemompaan) dan kapasitas
pemompaan (jika menggunakan pompa)
- Cara pengaliran: Gabungan antara Pemompaan dan
Gravitasi
Kapasitas unit transmisi Unit Produksi
Jenis/type unit produksi (IPA Paket, IPA beton, Saringan Pasir
lambat (SPL), atau lain-lain
Kapasitas terpasang unit produksi
Kapasitas produksi unit produksi
Tahun pembangunan / pemasangan unit produksi
Unit distribusi
Cara pengaliran (gravitasi dan atau pemompaan)
Jumlah, kapasitas, jenis, dan tahun pemasangan pompa (jika
menggunakan pompa)
Dimensi (diameter), panjang dan jenis pipa (PVC, Steel HDPE,
dll) yang digunakan baik dijaringan distribusi utama (JDU),
jaringan distribusi pembagi (JDB), maupun jaringan distribusi
pelayanan (JDL), serta tahun pemasangan jaringan pipa tersebut.
Peta jaringan distribusi
Jenis reservoir (grund reservoir atau elevated reservoir), termasuk
konstruksi dan tahun pemasngan
Tekanan air pada titik kritis (meter)
Tekanan Maksimum (peta skematis yang ada)
Jumlah truk tangki dan tahun pengadaan
Kapasitas distribusi sistem
Unit Pelayanan
Jenis unit pelayanan sambungan rumah, sambungan non
domestik, dan hidran umum / terminal air/kran umum.
Sambungan pelanggan (jenis pelanggan dan masing-masing
jumlah jenis pelanggan)
Kapasitas / debit air terjual
Aspek Pendanaan/Aspek Keuangan
Dalam melakukan kegiatan pembangunan maupun pemeliharaan
terhadap prasarana dan sarana air bersih di Kabupaten Sorong