• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemapanan Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus) Pada Perkebunan Kakao dan Pengaruhnya Terhadap Serangan Hama Helopeltis spp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemapanan Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus) Pada Perkebunan Kakao dan Pengaruhnya Terhadap Serangan Hama Helopeltis spp."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Pemapanan Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus) Pada

Perkebunan Kakao dan Pengaruhnya Terhadap Serangan Hama

Helopeltis spp.

Establishment of Black Ant (Dolichoderus thoracicus) on Cocoa Plantation and Its Effects on Helopeltis spp. Infestation

Soekadar Wiryadiputra1)

Ringkasan

Semut hitam (Dolichoderus thoracicus) merupakan agens pengendali hayati yang cukup efisien untuk menanggulangi hama utama tanaman kakao. Sebagaimana telah dilaporkan, di samping dapat mengendalikan hama Helopeltis spp., agens hayati ini juga dapat mengendalikan hama penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella) dan hama Rodensia pada tanaman kakao. Namun demikian pengem-bangan semut hitam pada perkebunan kakao masih cukup sulit, terutama pemapanannya pada tanaman kakao. Penelitian ini bertujuan untuk menguji metode pemapanan semut hitam pada perkebunan kakao dalam rangka pengendalian hama utama tanaman kakao, terutama hama Helopeltis spp. Percobaan telah dilakukan pada dua tipe ekosistem pertanaman kakao yaitu tanaman kakao dengan penaung kelapa dan dengan penaung gamal (Gliricidia sepium). Sebanyak enam macam metode pemapanan semut diujicoba menggunakan kombinasi tipe sarang dan inokulasi kutu putih. Masing-masing perlakuan pada setiap ekosistem diulang tiga kali. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemapanan dengan menggunakan sarang daun kelapa yang dikombinasi inokulasi kutu putih (Cataenococcus hispidus) menggunakan sayatan kulit buah kakao cukup berhasil dan dapat menekan serangan dan populasi Helopeltis secara efektif, terutama pada tanaman kakao dengan penaung kelapa. Populasi Helopeltis pada petak dengan perlakuan tersebut pada empat bulan setelah pemapanan hanya satu ekor per 36 pohon, sedangkan pada petak kontrol mencapai 85 ekor per 36 pohon. Tingkat serangan (persentase pohon dengan Helopeltis dari 36 pohon contoh) pada periode yang sama untuk petak perlakuan hanya 1,04% sedangkan pada petak kontrol mencapai 27,86%. Pada tanaman kakao dengan penaung Gliricidia, perlakuan pemapanan juga cukup berhasil tetapi pengaruhnya terhadap serangan dan populasi Helopeltis belum nyata. Metode pemapanan semut hitam menggunakan sarang daun kelapa yang dikombinasi dengan inokulasi kutu putih menggunakan sayatan kulit buah kakao yang mengandung kutu putih dan perlakuan kutu putih yang diletakkan dalam kantong daun kakao adalah yang paling baik dan paling cepat untuk pengembangan semut dan kutu putih.

(2)

Summary

Black ant (Dolichoderus thoracicus) is the efficient biological control agent in suppressing main cocoa pests. It was reported that besides controlling the cocoa mirids, Helopeltis spp., this agent also can be used for biological control of cocoa pod borer (Conopomorpha cramerella) and rodents pest. Nevertheles, establishment of black ant in cocoa plantation is difficult. The objectives of re-search were to obtain the best method of black ant establisment and to know its effect on suppressing population and infestation of Helopeltis spp. The experi-ment was conducted on two cocoa ecosystems, namely cocoa plantation with co-conut shading trees and with Gliricidia sepium shading trees. There were six methods of black ant establisment tried using a combination between black ant nest types and innoculation of mealybug (Cataenococcus hispidus). A control plot also added on these trial, therefore seven treatments were tried in this experi-ment and each treatexperi-ment was replicated three times. The results revealed that on co-coa shaded by coconuts, ant establishment by the nests of coconut leaves com-bined with mealybug (Cataenococcus hispidus) inoculation on husk wedges were the best method and could effectively control Helopeltis infestation. Good re-sults of ant establishment also occurred on cocoa shaded by Gliricidia but its effect on Helopeltis infestation has not been significant. Four months after es-tablishment of black ant on cocoa with coconut shading trees, Helopeltis spp. population on the plots treated by coconut leaves nest combined with innoculation of mealybug using husk wedges were very low, namely only one Helopeltis per 36 cocoa trees, whereas on control plot reaches of 85 Helopeltis. Infestation of Helopeltis measured by percentage of trees occupied by Helopeltis per 36 co-coa trees in the same period and treatment plot revealed also very low, namely 1.04% compared to 27.86% on that of the control plot.

Key words : Cocoa, black ant (Dolichoderus thoracicus), coconut, Gliricidia sepium,

mealy-bug (Cataenococcus hispidus), Helopeltis spp.

PENDAHULUAN

Lebih dari 39 spesies semut dilaporkan terdapat pada habitat tanaman kakao dan jenis yang paling umum ditemukan adalah

Diacamma rugosum, Oecophylla smaragdina, Dolichoderus thoracicus, Anoplolepis longi-pes, Plagiolepis sp., dan Crematogaster sp.

(Maryati-Mohamed and Chung, 1995). Kajian yang dilakukan oleh Lim dan Pan (1986) menunjukkan bahwa mortalitas alami larva dan pupa penggerek buah kakao (PBK,

Conopomorpha cramerella) yang disebabkan

oleh berbagai jenis semut mencapai hampir 80%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa serangga semut memiliki potensi besar sebagai pengendali populasi serangga PBK dan jenis hama utama lain pada tanaman kakao. Jenis-jenis semut tersebut kebanyakan bertindak sebagai predator atau pemangsa terhadap berbagai jenis serangga hama. Jenis semut angrang (Oecophyla longinoda dan

O. smaragdina) dilaporkan bertindak sebagai

(3)

theobromae, Crematogaster spp., Helopeltis theobromae, Amblypelta theobromae, Pseudodoniella laensis, Panthorytes spp., Panthorytes biplagiatus, dan hama Rodentia

(Way and Khoo, 1992). Di Malaysia, semut hitam (Delichoderus thoracicus) juga dilaporkan memangsa telur hama Helopeltis

theobromae.

Pengendalian hama utama tanaman kakao saat ini masih mengandalkan pada penggunaan pestisida sehingga biaya pengen-dalian masih cukup tinggi. Pada per-kebunan besar negara di Jawa Timur, biaya pengendalian hama dan penyakit kakao masih cukup tinggi yaitu sekitar 30—40% dari biaya pemeliharaan kebun. Hal ini disebabkan karena pengendalian yang dilakukan masih mengandalkan pada penggunaan pestisida yang saat ini harganya cukup tinggi. Sementara itu, konsumen kakao di luar negeri saat ini cenderung menghendaki produk kakao yang aman bagi kesehatan, tidak mengandung residu bahan kimia berbahaya termasuk pestisida. Oleh karena itu sistem pengendalian hama dan penyakit tanpa pestisida harus terus dikembangkan dan diaplikasikan.

Serangga semut hitam (Dolichoderus

thoracicus, dahulu dikenal sebagai Doli-choderus bituberculatus) telah dikenal sejak

tahun 1917 sebagai agens pengendali hayati hama Helopeltis spp. pada tanaman kakao (Goot, 1917). Selama 30 tahun lebih, serangga semut hitam merupakan pengawal setia kebun kakao terutama di pulau Jawa sehingga terbebas dari serangan hama

Helopeltis. Sampai-sampai di salah satu

perkebunan kakao di Jawa Tengah terdapat

spanduk yang bertuliskan “Tanpa Semut Hitam Tidak ada Kakao (Zonder Zwarte Mieren geen Cacao)”. Penggunaan semut hitam pada tanaman kakao menjadi kurang diperhatikan sejak munculnya euforia peng-gunaan insektisida, terutama dengan adanya penemuan DDT dan sesudahnya. Pada saat itu kajian terhadap semut hitam memang difokuskan untuk pengendalian hama

Helopeltis. Namun demikian van der Goot

(1917) juga mengamati pengaruh semut hitam terhadap serangan hama PBK. Dari observasinya di lapangan dan laboratorium ditunjukkan penurunan serangan hama PBK, diduga karena semut berada pada permukaan buah kakao sehingga menghambat serangga dewasa PBK meletakkan telur. Namun demikian tidak seperti pada Helopeltis, pengaruh semut hitam pada serangan PBK dilaporkan kurang begitu nyata (Wessel, 1983).

Akhir-akhir ini penggunaan semut hitam untuk pengendalian hama utama kakao menjadi populer kembali dan banyak dilakukan penelitian dari berbagai aspek (Khoo, 1987; Khoo & Ho, 1992; Khoo & Chung, 1989; See & Khoo, 1996). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara serangga semut dengan hama utama tanaman kakao terutama dari jenis Helopeltis dan hama PBK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode pemapanan semut hitam pada perkebunan kakao dengan ekosistem yang berbeda. Di samping itu juga diteliti pengaruh semut hitam terhadap serangan hama Helopeltis, serta perkembangan semut hitam kaitannya dengan kutu putih.

(4)

METODOLOGI

Penelitian dilaksanakan di Kebun Kalisepanjang, PT. Perkebunan Nusantara XII di Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Lokasi penelitian memiliki ketinggian sekitar 320 m dpl dan tipe curah hujan B menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951). Areal pene-litian ditetapkan terletak di Afdeling Kempit, baik untuk penelitian pemapanan semut pada ekosistem tanaman kakao dengan penaung kelapa maupun penaung gamal. Pada ekosistem penaung kelapa (Cocos nucifera), percobaan terletak di gender VI—VII, Afdeling Kempit, pada tanaman kakao lindak tahun tanam (TT) 1980/1981, sedang pada ekosistem penaung gamal (Gliricidia

sepium) terletak di gender IV—V, afdeling

Kempit, pada kakao lindak TT. 1988/1989. Untuk masing-masing ekosistem dicoba sebanyak tujuh perlakuan, dan masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Macam perlakuan yang dicoba adalah sebagai berikut:

A = Sarang semut daun kelapa + sayatan kulit buah kakao + kutu putih. B = Sarang semut daun kelapa + kantong

daun kakao + kutu putih.

C = Sarang semut daun kelapa tanpa kutu putih.

D = Sarang semut daun kakao + sayatan kulit buah kakao + kutu putih. E = Sarang semut daun kakao + kantong

daun kakao + kutu putih.

F = Sarang semut daun kakao tanpa kutu putih.

K = Kontrol.

Setiap perlakuan dalam blok terdiri dari (10x10) pohon kakao. Antarplot dalam tiap blok dan antarblok dibatasi dengan mini-mal 3 baris tanaman kakao. Untuk menekan populasi Helopeltis serendah mungkin, pada lokasi penelitian dengan total areal sekitar 2 x 2,5 ha telah dilakukan pengendalian

Helopeltis menggunakan insektisida dengan

cara penyemprotan menyeluruh (blanket

spraying) menggunakan insektisida berbahan

aktif karbamat (BPMC = Emcindo 500 EC) dan piretroid (alfa sipermetrin = Bestox 50 EC). Penyemprotan dilakukan dua kali dengan interval waktu satu minggu, dengan konsentrasi untuk insektisida karbamat 0,2% formulasi dan piretroid 0,1% formulasi dan menggunakan alat semprot power sprayer dengan volume semprot 500 l per hektar. Penyemprotan pertama menggunakan jenis insektisida BPMC dan yang kedua meng-gunakan alfa sipermetrin.

Pemasangan sarang semut terdiri atas jenis sarang dari daun kelapa kering sebanyak kurang lebih 6000 sarang untuk dua seri percobaan (penaung kelapa dan gamal) dan sarang dari daun kakao kering juga sebanyak 6000 sarang. Pemasangan sarang dikerjakan dengan mengikatkan pada jorket, setiap pohon terdiri atas 3 sarang. Untuk setiap sarang terdiri atas 20 lembar daun kelapa dan sekitar 25 lembar daun kakao. Untuk inokulasi kutu putih (Cataenococ cus

hispidus), dilakukan dengan cara

menempel-kan sayatan kulit buah kaka o ya ng mengandung kutu putih dan dengan cara memasukkan kutu putih ke dalam daun kakao yang dibuat kantong (Ho, 1994) dan diletakkan tepat di atas buah kakao. Pada setiap pohon diberi 5 sayatan atau kantong kutu putih. Jumlah pohon kakao yang harus

(5)

diinokulasi kutu putih lebih kurang sebanyak 2400 pohon untuk dua seri percobaan.

Pengamatan dilakukan terhadap (6x6) pohon kakao yang berada di tengah pohon yang diberi sarang (10 x 10) pohon. Pengamatan dilakukan terhadap parameter intensitas serangan dan populasi Helopeltis spp., perkembangan pemapanan semut hitam dan kutu putih, populasi semut hitam dalam sarang, kondisi temperatur dan kelembaban dalam kebun, baik pada kebun lokasi penelitian maupun kebun kakao yang telah menerapkan pemapanan semut hitam. Intensitas serangan Helopeltis diamati dengan cara menghitung persentase pohon yang ada

Helopeltis-nya dari pohon contoh yang

diamati setiap plotnya (36 pohon) serta skor kerusakan buah kakao mengikuti metode yang dikembangkan oleh Way & Khoo (1989). Skor kerusakan buah kakao oleh Helopeltis ditetapkan sebagai berikut:

Skor 0 = Buah sehat: tidak tampak adanya bekas tusukan (bercak) hama

Helopeltis sp.

Skor 1 = Buah rusak ringan: Terdapat bekas tusukan hama Helopeltis sp. berupa bercak dengan luas kurang 10% dari seluruh permukaan buah.

Skor 2 = Buah rusak sedang: Terdapat bekas tusukan hama Helopeltis sp. berupa bercak dengan luas 11—25% dari seluruh permukaan buah.

Skor 3 = Buah rusak berat: Terdapat bekas tusukan hama Helopeltis sp. berupa bercak dengan luas 26—50% dari seluruh permukaan buah.

Skor 4 = Buah rusak sangat berat: apabila terdapat bekas tusukan hama

Helopeltis sp. berupa bercak dengan luas

lebih dari 50% dari seluruh permukaan buah.

Perkembangan pemapanan semut hitam dan kutu putih diam ati dengan c ara menghitung persentase sarang semut yang dihuni dan persentase pohon yang ada kutu putihnya. Pengamatan kondisi suhu dan kelembaban dalam kebun dilakukan pada siang hari jam 11:00—13:00 dan dibanding-kan pada kondisi ke bun yang telah diperlakukan dengan semut hitam dengan hasil cukup baik (tanpa dilakukan penyem-protan insektisida). Pengamatan dilakukan setiap bulan setelah pemasangan sarang.

HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi dan serangan Helopeltis

Pengaruh pemapanan semut hitam terhadap populasi serangga Helopeltis spp. tampak pada Tabel 1. Pada tanaman kakao dengan penaung kelapa, jenis perlakuan sarang daun kelapa yang diinokulasi dengan kutu putih pada sayatan kulit buah kakao (perlakuan A) populasi Helopeltis-nya ternyata paling rendah selama 5 bulan pengamatan, yaitu dengan kisaran rata-rata 0—1,33 ekor per 36 pohon yang diamati. Untuk tanaman kakao dengan penaung gamal keadaan populasi Helopeltis tidak konsisten pada perlakuan yang dicoba. Namun demikian perlakuan sarang daun kakao yang

(6)

tidak diinokulasi kutu putih (perlakuan F) relatif lebih rendah, yaitu berkisar 0—17,67 ekor/36 pohon. Pada petak kontrol (K) populasi Helopeltis pada tanaman dengan penaung kelapa berkisar 0—84,67 ekor dan pada penaung gamal 0—39 ekor.

Puncak populasi Helopeltis spp. pada tanaman kakao dengan penaung kelapa terjadi pada bulan Oktober, sedang pada penaung gamal pada bulan Agustus dan Oktober. Dari aspek populasi Helopeltis pada tanaman kakao dengan penaung kelapa,

Kelapa A1 ) 0.00 a3 ) 1.33 a 1.00 a 0.00 b 1.33 b 5.00 b

(Coconut, Cocos nucifera) B 0.00 a 0.33 a 13.33 a 3.67 ab 17.00 ab 5.33 ab

C 0.01 a 11.33 a 19.33 a 15.00 a 25.00 ab 9.33 a D 0.00 a 1.33 a 2.67 a 7.00 ab 43.00 ab 7.00 ab E 0.00 a 13.33 a 14.67 a 19.00 a 43.33 ab 4.33 b F 0.03 a 2.00 a 34.33 a 17.00 a 47.00 ab 3.67 b K 0.01 a 7.67 a 11.67 a 15.67 a 84.67 a 14.33 a Rerata (Average) 0.01 5.33 13.86 11.05 37.33 7.00

Gamal (Gliricidia sepium) A 0.00 a 4.00 a 11.00 ab 17.00 a 25.33 ab 5.00 ab

B 0.00 a 7.33 a 23.67 ab 11.67 a 18.33 ab 1.00 b C 0.00 a 2.00 a 15.33 ab 9.00 a 20.00 ab 2.67 ab D 0.00 a 2.33 a 12.67 ab 9.00 a 38.67 a 2.00 ab E 0.00 a 14.33 a 14.33 ab 7.67 a 11.33 b 0.33 b F 0.00 a 8.67 a 8.67 b 6.00 a 17.67 ab 2.00 ab K 0.00 a 7.33 a 39.00 a 19.00 a 19.67 ab 6.00 a Rerata (Average) 0.00 6.57 17.81 11.33 21.57 2.71

Tabel 1. Rerata populasi hama Helopeltis spp. selama 5 bulan pengamatan pada perlakuan berbagai metode pemapanan semut pada perkebunan kakao dengan penaung kelapa dan gamal

Table 1. Average of Helopeltis spp. population during 5 months observation on the trial of black ants establishment on cocoa plantation with shading trees of coconut and Gliricidia sepium

Jenis penaung

Shading trees

Kode perlk.

Treat.code

Pengamatan, bulan (Observation, month) Pendh.

Initial2)

Catatan (Notes):

1) Kode perlakuan (tratment codes): A= Sarang semut dari daun kelapa kering + sayatan kulit buah kakao dengan kutu putih (Ant nest made from dry coconut leaves + cocoa husk slives contained mealybugs). B= Sarang semut dari daun kelapa kering + kantong daun kakao dengan kutu putih (Ant nest made from dry coconut leaves +

cocoa leaves pocket contained of mealybugs). C= Sarang semut dari daun kelapa kering tanpa diberi kutu putih

(Ant nest made from dry coconut leaves without innoculation of mealybugs).D= Sarang semut dari daun kakao kering + sayatan kulit buah kakao dengan kutu putih (Ant nest made from dry cocoa leaves + cocoa husk slives

contained mealybugs). E= Sarang semut dari daun kakao kering + kantong daun kakao dengan kutu putih (Ant nest made from dry cocoa leaves + cocoa leaves pocket contained mealybugs). F= Sarang semut dari daun

kakao kering tanpa diberi kutu putih. (Ant nest made from dry cocoa leaves without innoculation of mealybugs). K= Kontrol, tanpa sarang semut dan tanpa inokulasi kutu putih (Control, without ant nests and mealybugs). 2) Pengamatan pendahuluan (Initial observation), 1 bsa (1 maa) = Satu bulan setelah aplikasi ( One month after

application), dst (etc).

3) Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji beda nyata terkecil dengan taraf nyata 5% ( The number followed by the same letter in the same column indicated not

significantly different according to Least Significantly Different (LSD) test at 5% level).

(7)

perlakuan pemapanan semut hitam meng-gunakan sarang daun kelapa dan diinokulasi menggunakan kutu putih pada sayatan kulit buah kakao adalah yang paling efektif dalam menekan populasi serangga tersebut. Secara umum, dari data pada Tabel 1 dapat di-nyatakan bahwa populasi hama Helopeltis pada tanaman kakao yang diperlakukan dengan semut rata-rata relatif lebih rendah dibanding pada petak perlakuan tanpa semut hitam (kontrol), sehingga penggunaan semut hitam pada pertanaman kakao secara nyata dapat menurunkan populasi Helopeltis.

Pengaruh semut hitam terhadap populasi

Helopeltis telah banyak diteliti oleh beberapa

peneliti. Penelitian tertua telah dilakukan pada tahun 1917 oleh van der Goot pada tanaman kakao di Jawa Tengah (Giesberger, 1983). Pada saat itu keberhasilan semut hitam untuk pengendalian hama Helopeltis cukup tinggi sehingga semut merupakan tumpuan utama dalam pengendalian hama tersebut.

Pada periode 1980-an, serangga semut dikembangkan kembali untuk mengatasi serangan Helopeltis pada tanaman kakao setelah sejak Perang Dunia II ditinggalkan karena adanya ’booming’ pestisida, baik di Indonesia maupun di Malaysia (Bakri & Redshaw, 1986; Hutauruk, 1988; Khoo, 1987; Khoo & Hoo, 1992; Khoo & Chung, 1989).

Mekanisme penekanan populasi

Helo-peltis oleh semut hitam dilaporkan sebagai

akibat keberadaan semut hitam yang me nyelimuti pe rmukaan buah kakao sehingga menghalau serangga Helopeltis untuk hinggap dalam aktivitas makan

dilaporkan pula bahwa semut hitam juga bertindak sebagai predator atau pemangsa telur dan nimfa serangga Helopeltis (Way & Khoo, 1992).

Untuk intensita s se rangan hama

Helopeltis, kecenderungannya sama dengan

kondisi populasi. Pada penaung tanaman kelapa, perlakuan A paling efektif dalam menekan tingkat serangan Helopeltis (Tabel 2). Intensitas serangan Helopeltis yang dinyatakan dengan persentase jumlah pohon yang ada Helopeltis-nya pada perlakuan A (sarang daun kelapa dan di-inokulasi kutu putih menggunakan sayatan kulit buah kakao) selama percobaan (5 bulan) berkisar antara 0 dan 2,83%; sedang pada perlakuan kontrol 0,68–27,86%. Ini berarti apabila diterapkan sistem pengendalian yang dipandu dengan SPD (sistem peringatan dini), maka pe rlakuan kontrol telah melampaui ambang batas intensitas serangan yang harus disemprot secara menyeluruh (blanket spraying), karena ambang batas intensitas untuk penyemprotan menyeluruh biasanya intensitas serangan 10%. Pada perlakuan B, yaitu introduksi semut hitam menggunakan sarang daun kelapa dan di-inokulasi dengan kutu putih dalam kantong daun kakao, intensitas hama Helopeltis juga relatif rendah yaitu berkisar 0–9,85%. Intensitas tertinggi yaitu pada pengamatan 4 bulan setelah introduksi sarang semut mencapai 9,85%, sehingga masih tergolong serangan sedang.

Pada tanaman kakao dengan penaung gamal, perlakuan introduksi semut mem-berikan hasil yang belum konsisten. Namun demikian ada kecenderungan bahwa serangan

(8)

dibanding kontrol. Perlakuan dengan rata-rata intensitas serangan paling rendah dijumpai pada sarang semut daun kakao yang tidak diinokulasi kutu putih (F), yaitu berkisar 0–15,49%. Pada perlakuan kontrol, rata-rata intensitas serangannya mencapai 0–24,81%.Rata-rata intensitas serangan

Helopeltis pada tanaman kakao dengan

penaung kelapa ternyata lebih rendah dibanding pada tanaman kakao dengan penaung gamal. Dari pengamatan meng-gunakan metode skoring terhadap buah kakao yang berukuran panjang lebih dari 10 cm diperoleh hasil bahwa persentase buah sehat pada pertanaman kakao dengan penaung kelapa untuk perlakuan sarang semut yang

dikombinasi dengan inokulasi kutu putih menggunakan sayatan kulit buah kakao secara nyata lebih tinggi dibanding kontrol. Rata-rata persen buah sehat mencapai 90,62% dibanding pada petak kontrol 76,92%. Namun, pada pertanaman kakao dengan penaung gamal tidak terdapat perbedaan yang nyata. Pada buah dengan ukuran kurang dari 10 cm untuk pertanaman kakao dengan penaung kelapa juga tidak terdapat perbedaan yang nyata antar-perlakuan. Namun, terdapat kecenderungan pada perlakuan A jauh lebih tinggi di-banding dengan kontrol atau perlakuan lainnya (Tabel 3). Kelapa (Coconut, A 0.35 a 2.00 a 2.83 a 0.00 b 1.04 b 0.00 b Cocos nucifera) B 0.00 a 1.01 a 7.44 a 5.05 ab 9.85 ab 5.05 ab C 0.71 a 3.92 a 8.60 a 11.49 a 19.14 ab 7.71 ab D 0.00 a 2.02 a 6.99 a 6.90 ab 16.95 ab 6.86 ab E 0.00 a 4.97 a 16.64 a 12.46 a 14.31 ab 4.63 ab F 0.35 a 1.90 a 9.52 a 8.57 ab 19.02 ab 5.71 ab K 0.68 a 7.49 a 14.06 a 13.30 a 27.86 a 11.95 a Rerata (Average) 0.30 3.33 9.44 8.25 15.45 5.99

Gamal (Gliricidia sepium) A 0.35 a 3.84 a 12.52 a 16.27 a 14.15 ab 6.06 ab

B 0.37 a 8.97 a 20.34 a 14.50 a 14.22 ab 3.23 ab C 0.00 a 4.76 a 9.59 a 11.62 a 16.71 ab 6.06 ab D 0.00 a 1.90 a 13.47 a 10.67 a 24.82 a 2.97 ab E 0.00 a 15.99 a 20.55 a 14.42 a 9.93 b 1.07 b F 0.00 a 9.42 a 10.34 a 7.49 a 15.49 ab 3.07 ab K 0.00 a 7.57 a 21.68 a 16.32 a 24.81 a 10.05 a Rerata (Average) 0.10 7.49 15.50 13.04 17.16 4.64

Tabel 2. Rerata tingkat serangan hama Helopeltis spp. selama 5 bulan pengamatan pada perlakuan berbagai metode pemapanan semut pada perkebunan kakao dengan penaung kelapa dan gamal

Table 2. Average infestation of Helopeltis spp. during 5 months observation on the trial of black ants establishment on cocoa plantataion with shading trees of coconut and Gliricidia sepium

Jenis penaung

Shading trees

Kode perlk.

Treat.code

Pengamatan, bulan (Observation, month) Pendh.

Initial2)

Catatan (Notes): Seperti pada Tabel 1 (Similar to Table 1).

(9)

Perkembangan semut hitam dan kutu putih

Tingkat perkembangan populasi semut hitam pada perlakuan pemapanan semut hitam pada pertanaman kakao dengan penaung kelapa dan gamal terlihat pada Tabel 4. Persentase jumlah sarang yang dihuni semut hitam, baik pada penaung kelapa maupun gamal terus meningkat sejalan dengan waktu pengamatan. Untuk penaung kelapa, persentase jumlah sarang yang dihuni semut hitam paling tinggi terjadi pada perlakuan A (sarang daun kelapa dan diinokulasi kutu putih pada sayatan kulit

buah kakao) dan perlakuan C (sarang daun kelapa tanpa inokulasi kutu putih), yaitu mencapai 91,98% dan 93,92%. Pada tanaman kakao dengan penaung gamal, tingkat hunian sarang pada pengamatan 5 bulan setelah introduksi paling tinggi terdapat pada perlakuan F (sarang daun kakao tanpa inokulasi kutu putih), E (sarang daun kakao dengan inokulasi kutu putih dalam kantong daun kakao) dan B (sarang daun kelapa dengan inokulasi kutu putih dalam kantong daun kakao), masing-masing adalah 97,62%; 97,39% dan 97,26%. Pada tanaman kakao dengan penaung gamal, untuk

Kelapa (Coconut) A 90.62 a 95.43 a B 78.44 b 91.74 a C 72.35 b 94.97 a D 78.94 ab 92.96 a E 74.50 b 92.73 a F 75.32 b 94.85 a K 76.92 b 89.12 a Rerata (Average) 78.16 93.12

Gamal (Gliricidia sepium) A 67.80 a 90.69 a

B 61.44 a 82.15 a C 66.87 a 87.98 a D 74.25 a 88.88 a E 63.86 a 85.40 a F 66.38 a 80.62 a K 72.96 a 89.88 a Rerata (Average) 67.65 86.51

Tabel 3. Persentase buah kakao sehat untuk buah kakao ukuran panjang > 10 cm dan < 10 cm pada pemapanan semut hitam di perkebunan kakao dengan penaung kelapa dan penaung gamal

Table 3. Percentage of healthy cocoa pod with measurement of more and less than 10 cm long on the establishment of black ant trial in cocoa plantation shaded by coconut and Gliricidia sepium

< 10 cm Jenis penaung

Shading trees

Kode perlakuan

Treatment code

Panjang buah kakao (Cocoa pod length) > 10 cm

(10)

hitam pada pengamatan 5 bulan turun dibanding pengamatan 4 bulan, yaitu dari 96,41% menjadi 86,68%. Keadaan ini disebabkan karena pada saat dilakukan pangkasan berat tanaman kakao pada bulan Oktober banyak sarang semut dari daun kelapa yang jatuh ke tanah sehingga ditinggalkan oleh semut yang telah menghuni sarang tersebut.

Dari segi kualitatif populasi semut kaitannya dengan tingkat pengendalian hama

Helopeltis, pada kedua ekosistem, mayoritas

semut hitam yang ada masih dalam kategori skor satu, yaitu semut hitam pada tanaman kakao kebanyakan masih berada dalam sarang dan baru sedikit sekali yang menyelimuti buah kakao. Semut yang berada pada buah kakao kebanyakan masih berada pada tangkai

buah dan pangkal buah. Jarang dijumpai semut hitam yang menyelimuti lebih dari 50% permukaan buah kakao. Oleh karena itu dalam aspek tingkat pengendalian

Helopeltis sebagaimana telah dibahas di atas,

intensitas serangan dan populasi Helopeltis masih agak tinggi, kecuali pada perlakuan A pada tanaman kakao dengan penaung kelapa. Untuk populasi kutu putih, metode pemapanan yang paling baik pada penaung kelapa adalah perlakuan D, B dan A, masing-masing dengan persentase jumlah pohon kakao yang ada kutu putihnya mencapai 87,09%; 86,87% dan 86,31% (Tabel 5).

Pada tanaman kakao dengan penaung gamal, persentase pohon kakao yang ada kutu putihnya paling tinggi terdapat pada

Catatan (Notes): Sebagaimana pada Tabel 1 (Similar to Table 1).

Kelapa (Coconut, A 47.92 a 48.35 a 68.07 a 83.59 a 91.98 a Cocos nucifera) B 28.28 ab 40.36 ab 65.74 a 73.46 a 87.41 a C 33.34 ab 33.21 ab 51.55 a 77.98 a 93.92 a D 25.11 ab 28.34 ab 52.05 a 59.11 a 89.80 a E 11.72 b 20.25 b 35.61 a 52.59 a 67.34 a F 21.08 ab 21.08 b 40.01 a 54.50 a 77.11 za Rerata (Average) 27.91 31.93 52.17 66.87 84.59

Gamal (Gliricidia sepium) A 53.07 ab 61.47 a 82.01 a 96.41 a 86.68 a

B 62.27 a 55.90 ab 63.76 ab 97.00 a 97.26 a C 45.12 abc 42.96 ab 55.73 ab 96.23 a 89.54 a D 20.37 c 23.09 b 39.37 b 88.49 a 95.06 a E 28.68 bc 19.97 b 38.81 b 86.10 a 97.39 a F 24.45 bc 22.85 b 35.59 b 90.49 a 97.62 a Rerata (Average) 38.99 37.71 52.55 92.45 93.93

Tabel 4. Tingkat hunian sarang semut hitam pada berbagai jenis sarang pada pertanaman kakao dengan penaung kelapa dan penaung gamal

Table 4. Percentage of occupied black ant nests on the different nest types on cocoa plantation shaded by coconuts and

Gliricidia sepium Jenis penaung

Shading trees

Kode perlk.

Treat.code

Pengamatan, bulan (Observation, month)

(11)

perlakuan B (97,85%), selanjutnya pada A (95,83%) dan D (94,11%). Antarperlakuan yang dicoba tidak dijumpai perbedaan yang nyata, baik pada pohon yang diinokulasi kutu putih maupun yang tidak diinokulasi. Bahkan pada perlakuan kontrol juga dijumpai adanya kutu putih dengan persentase pohon cukup tinggi. Hal ini dimungkinkan karena kondisi iklim pertanaman kakao yang digunakan untuk lokasi percobaan cukup mendukung untuk perkembangan serangga kutu putih. Rata-rata kelembaban relatif (RH) dan suhu udara pada pertanaman kakao lokasi percobaan berkisar antara 51,4—81,86% dan 24,71–35,05OC pada penaung kelapa serta 49,17–81,24% dan 24,43–35,02OC pada penaung gamal (Gambar 5).

Kondisi Iklim Mikro Lokasi Penelitian

Kondisi iklim mikro pada pertanaman kakao di lokasi penelitian untuk bulan Sep-tember sampai dengan November cukup kondusif bagi perkembangan kutu putih

Cataenococcus hispidus, yaitu kelembaban

rata-rata di bawah 70% dan suhu rata-rata di atas 25OC (Gambar 1). Dari segi kualitas perkembangan populasi kutu putih yang berkaitan dengan fungsinya sebagai penarik populasi semut, sebagaimana pada populasi semut, populasi kutu putih juga masih tersebar pada berbagai bagian tanaman kakao dan belum terkonsentrasi pada permukaan buah. Kebanyakan populasi kutu putih berada pada tangkai dan pangkal buah

Kelapa (Coconut, A 36.32 a 33.48 ab 28.54 a 85.02 a 86.31 a Cocos nucifera) B 23.23 ab 25.25 ab 35.35 a 63.55 ab 86.87 a C 22.32 ab 20.49 ab 24.08 a 84.63 a 83.64 a D 25.67 ab 38.56 a 34.25 a 69.61 ab 87.09 a E 29.65 ab 29.28 ab 22.97 a 63.43 ab 73.94 a F 11.86 b 25.80 ab 16.43 a 67.81 ab 78.32 a K 20.28 ab 18.10 b 14.48 a 51.01 b 68.77 a Rerata (Average) 24.19 27.28 25.16 69.29 80.71

Gamal (Gliricidia sepium) A 23.14 ab 30.90 bc 27.81 a 82.64 ab 95.83 ab

B 15.32 ab 31.94 bc 22.09 a 86.25 a 97.85 a C 20.35 ab 40.41 ab 31.01 a 84.23 ab 92.03 ab D 10.65 b 41.46 ab 27.90 a 82.81 ab 94.11 ab E 8.15 b 32.89 bc 21.59 a 84.77 a 93.55 ab F 12.75 ab 21.02 c 27.60 a 85.03 a 91.05 ab K 26.17 a 53.61 a 20.85 a 65.61 b 89.85 b Rerata (Average) 16.65 36.03 25.55 81.62 93.47

Tabel 5. Perkembangan kutu putih (Cataenococcus hispidus) sebagai simbion semut hitam pada perkebunan kakao dengan penaung kelapa dan penaung gamal

Table 5. Development of mealybug (Cataenococcus hispidus) as a symbiont of black ant in the cocoa plantation shaded by coconut and Gliricidia sepium

Jenis penaung

Shading trees

Kode perlk.

Treat.code

Pengamatan, bulan (Observation, month)

(12)

TEMPERATUR Bulan (Months) S uh u (T em pe ra tu re ), OC

Augts September October November

Kelapa (Coconut) Gamal (Glirisidia sepium) Kempit (Kempit Area)

Gamal (Gliricidia sepium) 40 35 30 25 20 15 10 5 0

Kempit (Kempit area) Kelapa (Coconut)

Kempit (Kempit area)

Gambar 1. Kondisi temperatur (atas) dan kelembaban relatif (bawah) pertanaman kakao yang digunakan untuk penelitian pemapanan semut hitam dibandingkan dengan kebun Kempit yang telah diterapkan pengendalian Helopeltis menggunakan semut hitam yang semutnya telah mapan.

Figure 1. Temperature (above) and humidity (below) conditions on cocoa plantation used as a black ant establishment experiment compared to Kempit garden as established black ant area in controlling Helopeltis.

Kelapa (Coconut) Gamal (Glirisidia sepium) Kempit (Kempit Area)

Gamal (Gliricidia sepium) Kelapa (Coconut)

Kempit (Kempit area)

K el em ba ba n r el at if ( H u m id it y) , % Bulan (Months)

Augts September October November 90 80 70 60 50 40 30 20 0 10

(13)

kakao, masih jarang dijumpai yang me-nyelimuti lebih dari 50% permukaan buah kakao. Dibandingkan dengan kondisi kebun Kempit yang telah menerapkan pengendalian

Helopeltis menggunakan semut hitam dan

kondisi semut hitam telah mapan pada kebun tersebut, kondisi temperatur dan kelembaban relatif pada lokasi percobaan memang agak berbeda. Kondisi temperatur agak lebih rendah dibanding kebun Kempit, sedangkan kondisi kelembaban relatif agak lebih tinggi (Gambar 1.)

Pada pengamatan temperatur dan kelembaban relatif dari bulan Agustus sampai dengan November, terdapat kecenderungan bahwa kondisi temperatur semakin naik dan kelembaban relatif semakin turun. Hal ini disebabkan karena musim kemarau yang berkepanjangan sehingga pada bulan Nopember belum turun hujan dalam jumlah yang cukup. Di samping itu sekitar per-tengahan bulan Oktober pihak kebun melakukan pangkasan berat pada pertanaman kakao sehingga kondisi tanaman terbuka dan temperatur dalam kebun cukup tinggi. Kondisi ini tampaknya juga mengakibatkan penurunan populasi Helopeltis secara keseluruhan sebagaimana tampak pada pengamatan bulan kelima (bulan Nopember) (Tabel 1).

Kondisi kelembaban dan temperatur pada mikroklimat pertanaman kakao berpengaruh terhadap perkembangan kutu putih Cataenococcus hispidus. Pada musim hujan dengan kelembaban tinggi, serangga kutu putih terhambat perkembangannya sehingga juga akan berpengaruh terhadap populasi semut hitam (Ang, 1988). Hal

Helopeltis. Serangga hama ini biasanya

populasinya meningkat selama musim hujan dan rendah pada saat musim kemarau (Ho & Khoo, 1992).

KESIMPULAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan dan disarankan hal-hal sebagai berikut: 1. Metode pemapanan semut hitam yang

paling baik pada pertanaman kakao dengan penaung tanaman kelapa maupun gamal adalah menggunakan sarang daun kelapa yang dikombinasi dengan inokulasi kutu putih menggunakan sayatan kulit buah kakao.

2. Penggunaan sarang daun kelapa lebih disukai untuk semut hitam dibanding sarang dari daun kakao dari aspek kecepatannya untuk dihuni semut hitam, namun dari aspek tingkat populasi semut ya ng a da dalam sa rang tidak a da perbedaan yang nyata. Sarang dari daun kakao cepat rusak sehingga populasi semut dalam sarang berkurang.

3. Tingkat populasi dan intensitas serangan

Helopeltis paling rendah pada pertanaman

kakao dengan penaung kelapa dijumpai pada perlakuan pemapa nan se mut menggunakan sarang daun kelapa yang dikombinasi dengan inokulasi kutu putih menggunakan sayatan kulit buah kakao. Pada pengamatan empat bulan setelah pemasangan sarang, rata-rata populasi dan intensitas serangan Helopeltis masing-masing adalah 1,33 ekor/36 pohon dan 1,04%. Pada perlakuan kontrol masing-masing mencapai 84,67 ekor/36 pohon

(14)

dengan penung gamal populasi dan intensitas serangan Helopeltis terendah adalah pada perlakuan E (sarang daun kakao dan diinokulasi dengan kutu putih menggunakan kantong daun kakao) yaitu rata-rata 11,33 ekor/36 pohon dan 9,93% sedang pada perlakuan kontrol 19,67 ekor dan 24,81%.

4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan sehingga bisa diikuti perkembangan dinamika populasi semut hitam dan kutu putih pada musim kemarau dan musim hujan dan pengaruh semut hitam terhadap produksi buah kakao diharapkan akan lebih nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Ang, B.N. (1988). The Cocoa Black

Ant–mea-lybug Relationship: Artifisial Establish-ment of Cataenococcus hispidus (Homoptera: Pseudococcidae) on Co-coa. Thesis, Universiti Pertanian

Ma-laysia.

Bakri, A.H. & M.J. Redshaw (1986). Pemberantasan Helopeltis secara terpadu dengan menggunakan semut hitam dan bahan kimia pada tanaman cokelat di Sumatera Utara. Makalah

disajikan dalam Temu Ilmiah Ento-mologi Perkebunan Indonesia, Medan.

Giesberger, G. (1983). Biological control of the Helopeltis pest of cocoa in Java. p. 91—180. In: H.T. Toxopeus and P.C. Wessel (Eds.), Cocoa Research in

Indo-nesia 1900—1950. Volume II. American

Cocoa Research Institute and Interna-tional Office of Cocoa and Chocolate. Goot, P. van der (1917). De zwarte cacao-mier (Dolichoderus bituberculatus Mayr) en haar beteekenis voor de cacao-cultuur

op Java. (The black cocoa ant,

Dolichoderus bituberculatus Mayr, and

its importance for the cocoa culture on Java). Mededeelingen Proefstation

Midden Java, 25, 1—124.

Ho, C.T. (1994). Methods toward efficient es-tablishment of introduced black cocoa ant, Dolichoderus thoracicus for natu-ral control of Helopeltis theivora dam-age in cocoa. The Planter, 70, 487— 495.

Ho, C.T. & K.C. Khoo (1992). Comparing three methods of introduction of the black cocoa ant Dolichoderus thoracicus (Smith) for control of mirid damage in cocoa of Peninsular Malaysis. Proc.

1991 Int. Cocoa Conf. , 247—261.

Hutauruk, Ch. (1988). Penggunaan semut hitam

Dolichoderus bituberculatus Mays

(Hymenoptera: Formicidae) untuk pengendalian hama pengisap buah

Helopeltis antonii Sign. (Hemiptera:

Miridae) pada kakao lindak (Theobroma

cacao L.). Prosiding Komunikasi Teknis Kakao 1988. Surabaya, 25—26 Oktober 1988, 188—211.

Khoo, K. C. (1987). The cocoa mirid in Pen-insular Malaysia and its management.

The Planter, 65, 516—520.

Khoo, K. C. & C. T. Ho (1992). The influ-ence of Dolichoderus thoracicus (Hy-menoptera: Formicidae) on losses due to Helopeltis theivora (Heteroptera: Miridae), black pod disease, and mam-malian pests in cocoa in Malaysia.

Bul-letin of Entomological Research, 82,

485—491.

Khoo, K.C. & G.F. Chung (1989). Use of the black cocoa ant to control mirid dam-age in cocoa. The Planter, 65, 370—383. Lim, G.T. & K. Y. Pan (1986). Observation

(15)

pupae of cocoa pod borer Acrocercops

cramerella Snellen. p. 293—297. In:

Pushparajah, E. & P.S. Chew (Eds.),

Cocoa and Coconuts: Progress and Out-look. Kuala Lumpur, Incorporated

So-ciety of Planters.

Maryati-Mohamed & A.Y.C. Chung (1995). Ants (Hymenoptera: Formicidae) of cocoa habitat. The Planter, 71, 171— 176.

Schmidt, F.H. & J.H.A. Ferguson (1951) Rain-fall types based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinee. Verhandelingen No. 42.

Kementerian Perhubungan, Djawatan Meteorologi dan Geofisika. Djakarta.

See, Y.A. & K.C. Khoo (1996). Influence of

Dolichoderus thoracicus

(Hymenop-tera: Formicidae) on cocoa pod dam-age by Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) in Ma-laysia. Bull. Ent. Res., 86, 467—474.

Way, M.J. & K.C. Khoo (1989). Relationships between Helopeltis theobromae dam-age and ants with special reference to Malaysian cocoa smallholdings. J. Pl.

Prot. Tropics, 6, 1—11.

Wessel, P.C. (1983). The cocoa pod borer moth (Acrocercops cramerella Sn.): Review of reserch in Indonesia 1900—1918. p. 35—62. In: H.T. Toxopeus and P.C.

Wessel (Eds.), Cocoa Research in Indonesia 1900—1950. Volume II.

American Cocoa research Institute and International Office of Cocoa and Chocolate.

Gambar

Tabel 1. Rerata populasi hama Helopeltis spp. selama 5  bulan pengamatan pada perlakuan  berbagai metode pemapanan semut pada perkebunan kakao dengan penaung kelapa dan gamal
Tabel 2. Rerata tingkat serangan hama Helopeltis spp. selama 5 bulan pengamatan pada perlakuan berbagai metode pemapanan semut pada perkebunan kakao dengan penaung kelapa dan gamal
Tabel 3. Persentase buah kakao sehat untuk buah kakao ukuran panjang &gt; 10 cm dan &lt; 10 cm pada pemapanan semut hitam di perkebunan kakao dengan penaung kelapa dan penaung gamal
Tabel 4. Tingkat hunian sarang semut hitam pada berbagai jenis sarang pada pertanaman kakao dengan penaung kelapa dan penaung gamal
+3

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada atau tidak ada perbedaan asertivitas remaja akhir ditinjau dari jenis kelamin pada mahasiswa

Berdasarkan parameter antrian jumlah kedatangan pelanggan dan waktu pelayanan setiap periode, diperoleh tingkat utilitas (tingkat kesibukan) antrian untuk periode 1 ( ρ 1

Perangkingan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat efisiensi relatif Instalasi Rawat Inap (IRNA) RSUD Caruban didasarkan pada Jumlah Pelayanan Sosial, Jumlah

Pada koefisiensi tidak langsung, pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan melalui keputusan pembelian sebagai variabel mediasi, menunjukan

proses kalsinasi berupa kalsium oksida (CaO) yang merupakan bahan baku pada proses pembuatan Precipitated Calcium Carbonat (PCC).. CaO yang terlarut dalam asam

Kedudukan sebagai instrumen utama pemerintah daerah, OPD memiliki peran yang sangat strategis yang dapat dilihat dalam tiga hal yakni: (1) OPD sebagai wadah dan kerangka

Berdasarkan hasil analisa melalui bantuan software Smart PLS, diperoleh nilai R 2 untuk variabel minat nasabah sebesar 0.565, yang artinya dari nilai tersebut

Dalam menindak lanjuti laporan konsumen atas dilanggarnya hak-hak konsumen oleh pelaku usaha atau tidak dilakukanya kewajiban pelaku usaha sehingga menyebabkan