• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah: survei bagi guru-guru Sekolah Dasar Afiliasi Katolik, Kristen dan Nasional di Kota Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah: survei bagi guru-guru Sekolah Dasar Afiliasi Katolik, Kristen dan Nasional di Kota Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
310
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK

OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH: SURVEI BAGI

GURU-GURU SEKOLAH DASAR AFILIASI KATOLIK,

KRISTEN DAN NASIONAL DI KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh:

FR. Amelia Cesarani Purwaningrum

101134130

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasih, kekuatan, dan

anugerah tiada tara.

Kehidupanku sebagai calon pendidik yang professional.

Kedua orang tuaku Bapak Purwanto dan Ibu Ambar Rukmayanti atas

dukungan doa dan penyertaanya yang tiada henti demi kesuksesan

hidupku.

Adikku Lusia Milenia Pratiwi yang memberi motivasi dan hiburan untuk

tetap bersemangat menyelesaikan skripsi.

Dosen-dosenku pembimbing skripsiku, Ibu Catur Rismiati,

S.Pd.,M.A.,Ed.D dan Ibu Andri Anugrahana, S.Pd.,M.Pd yang telah

banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membantu agar

skripsi ini dapat tersusun dengan baik.

Orang-orang terdekatku yang selalu memberi dukungan untuk

menyelesaikan penyusunan skripsi.

(5)

v MOTTO

Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Aku yang memilih

kamu dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi

dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya

yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu,

diberikannya kepadamu.

(Yohanes 15: 16)

Jangan takut bermimpi dan buat dirimu menjadi yang

terhebat

Education is the most weapon, which you can use to

change the world.

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya maupun bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah lainnya.

Yogyakarta, 18 Juni 2014

Penulis

FR. Amelia Cesarani Purwaningrum

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKDEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : FR. Amelia Cesarani Purwaningrum

Nomor Mahasiswa : 101134130

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul:

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU

PENGAMPU KELAS BAWAH: SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH

DASAR AFILIASI KATOLIK, KRISTEN DAN NASIONAL DI KOTA

YOGYAKARTA

Beserta perangkat yang diperlukan (jika ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan, dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data dan mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan ke dalam internet

atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya, atau

memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 18 Juni 2014

Yang menyatakan,

(8)

viii

ABSTRAK

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH: SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH

DASAR AFILIASI KATOLIK, KRISTEN DAN NASIONAL DI KOTA YOGYAKARTA

FR. Amelia Cesarani Purwaningrum

Universitas Sanata Dharma

2014

Penelitian ini dilatarbelakangi keingintahuan peneliti untuk melihat tingkat implementasi pembelajaran tematik yang telah dilakukan oleh guru-guru sekolah dasar untuk melihat kesiapan para guru untuk menerima kurikulum 2013 dengan pembelajaran tematik integratifnya serta melihat faktor-faktor yang memberikan perbedaan bagi para guru dalam mengimplementasikan pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD di Kota Yogyakarta, 2) mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah SD di Kota Yogyakarta ditinjau dari latar belakang pendidikan guru, 3) mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah SD di Kota Yogyakarta ditinjau dari status kepegawaian guru.

Penelitian menggunakan jenis penelitian non eksperimental dengan cross sectional desain melalui metode survei. Populasi penelitian adalah seluruh guru pengampu kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen, dan nasional di Kota Yogyakarta yang berjumlah 111 guru. Sampel penelitian berjumlah 54 guru yang diambil dengan teknik purposive random sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru-guru SD di kota Yogyakarta termasuk dalam kategori rendah. Tidak terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD di Kota Yogyakarta ditinjau dari latar belakang pendidikan guru (U = 106,00, Z = -0,850, ρ > 0,05). Tidak terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD di Kota Yogyakarta ditinjau dari status kepegawaian guru (H(2) = 0.293, ρ > 0,05).

(9)

ix ABSTRACT

IMPLEMENTATION LEVEL OF THEMATIC INSTRUCTIONS BY LOWER GRADE TEACHERS: A SURVEY OF CATHOLIC, CRISTIAN,

AND NATIONAL SCHOOL TEACHERS IN YOGYAKARTA

FR. Amelia Cesarani Purwaningrum

Sanata Dharma University

2014

The background of this research is the curiosity of the writer to find out how far thematic instructions have been implemented in schools from which the foundation of preparedness measurement of the teachers to apply 2013 curriculum with its thematic integrative is drawn and to see the factors which differentiate the implementations of thematic instructions done by different teachers. The purposes of this research are: 1) to know the implementation level of thematic instructions by middle-low teachers of elementary school in Yogyakarta; 2) to know the differences implementation level of thematic instructions by middle-low teachers

seen from teacher’s educational backgrounds; 3) to know the differences of

implementation level of thematic instructions by middle-low teachers seen from teacher’s employment statuses.

This research was conducted through non-experimental method with cross-sectional design, aided by the results of survey. The population of the research comprises of lower grade teacher in Yogyakarta, the amount of which are 111 teachers. The samples took 54 teachers, picked with purposive random sampling technique. The technique of data collecting itself is through questionnaires

The results of this research show that the implementation level of thematic instructions by middle-low teachers of elementary school in Yogyakarta is of low. There is no difference of implementation level of thematic instructions by middle-low teachers seen from teacher’s educational backgrounds (U = 106,00, Z = -0,850, ρ > 0,05). There is no difference of implementation level of thematic instructions by middle-low teachers seen from teacher’s employment statuses (H(2) = 0.293, ρ > 0,05).

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah

memberikan berkat dan kasih-Nya sehingga peneliti mampu menyelesaikan

skripsi ini dengan baik. Skripsi berjudul Tingkat Implementasi Pembelajaran

Tematik Oleh Guru Pengampu Kelas Bawah: Survei Bagi Guru-Guru

Sekolah Dasar Afiliasi Katolik, Kristen dan Nasional di Kota Yogyakarta ini

disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Peneliti menyadari bahwa

terciptanya skripsi ini tak lepas dari campur tangan banyak pihak, maka tak lupa

peneliti mengucapkan berjuta terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma,

2. Rm. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J. S.S., BST., M.A., selaku kepala

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata

Dharma,

3. Ibu Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D, dan Ibu Andi Anugrahana, S.Pd.,

M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi I dan II yang telah banyak

memberikan waktu, tenaga, dan pikiran demi membimbing, memberi

petunjuk dan arahan selama proses penulisan skripsi,

4. Guru-guru kelas bawah Sekolah Dasar Katolik, Kristen, dan Nasional di

Kota Yogyakarta yang telah bersedia menjadi responden dalam

(11)

xi

5. Kedua orang tua serta adik yang telah memberikan semangat dan

dukungan baik secara moral maupun material;

6. Sahabat-sahabatku Maria Erika, Maria Wanti, Febrieny Wulan, Aloisia

Rani Meita, Saverinus E, Valentina Feti yang selalu memberi motivasi

agar penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik;

7. Teman-teman payung tematik Dian, Sita, Tesa, Anis, Deo, Ria, Aji yang

telah bekerja bersama dari awal; dan

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Skripsi ini tentu tidaklah sempurna, masih terdapat banyak kekurangan pada

banyak bagiannya, maka penulis sangat menerima jika terdapat kritik dan saran

demi perbaikan ke depan. Di tengah banyaknya kekurangan dari skripsi, peneliti

juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Terimakasih.

Yogyakarta, 18 Juni 2014

Peneliti

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

1. Reformasi pendidikan secara global ... 9

2. Reformasi pendidikan di Indonesia ... 11

3. Perubahan kurikulum di Indonesia ... 11

4. Kurikulum 2013 dan kurikulum 2006 ... 19

5. Pembelajaran Terpadu ... 22

6. Pembelajaran Tematik ... 25

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan reformasi ... 31

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 34

C. Kerangka Berpikir ... 40

(13)

xiii BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian ... 42

B. Waktu dan Tempat penelitian ... 44

C. Variabel Penelitian ... 44

D. Populasi dan Sampel ... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ... 46

F. Instrumen Penelitian ... 46

G. Validitas Instrumen dan Reliabilitas instrumen ... 51

H. Prosedur Analisis Data ... 67

I. Uji Hipotesis ... 78

J. Waktu Penelitian... 84

BAB IV.DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ... 86

B. Tingkat pengembalian kuesioner ... 88

C. Hasil Penelitian ... 90

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 115

BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN A. Kesimpulan ... 120

B. Keterbatasan ... 120

C. Saran ... 121

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keunggulan KBK dengan kurikulum 1994 ... 16

Tabel 2.2 Perubahan Kurikulum di Indonesia ... 18

Tabel 2.3 Landasan pengembangan kurikulum 2013 ... 19

Tabel 2.4 Perbedaan esensial kurikulum 2006 dengan kurikulum 2013 ... 22

Tabel 2.5 Landasan Pembelajaran Tematik ... 26

Tabel 3.1 Penjabaran Skor Kuesioner ... 47

Tabel 3.2 Sebaran item positif dan item negatif ... 48

Tabel 3.3 Kisi-kisi instrumen penelitian ... 51

Tabel 3.4 Kriteria Revisi ... 52

Tabel 3.5 Hasil expert judgment indikator kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa ... 53

Tabel 3.6 Hasil expert judgment indikator siswa mengalami pengalaman langsung dalam belajar ... 54

Tabel 3.7 Hasil expert judgment indikator pemisahan pada setiap mata pelajaran tidak begitu jelas ... 55

Tabel 3.8 Hasil expert judgment indikator pembelajaran yang menyajikan konsep dari satu mata pelajaran ... 56

Tabel 3.9 Hasil expert judgment indikator pembelajaran bersifat fleksibel 57

Tabel 3.10 Hasil expert judgment indikator hasil pembelajaran yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa ... 58

Tabel 3.11 Hasil expert judgment indikator prinsip belajar sambil bermain yang menyenangkan bagi siswa ... 60

Tabel 3.12 Validitas muka ... 61

Tabel 3.13 Hasil validitas implementasi pembelajaran tematik ... 64

Tabel 3.14 Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 65

Tabel 3.15 Hasil reliabilitas ... 66

Tabel 3.16 Waktu Penelitian ... 85

(15)

xv

Tabel 4.2 Hasil Penghitungan Daftar Distribusi ... 92

Tabel 4.3 Uji Normalitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Menengah ... 94

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Tinggi ... 97

Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Latar Belakang Pendidikan Guru ... 100

Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik Ditinjau dari Latar Belakang Pendidikan Guru ... 102

Tabel 4.7 Uji Normalitas Tingkat Implentasi Pemebelajaran Tematik dengan Jenjang Status Kepegawaian Guru Tidak Tetap Yayasan ... 104

Tabel 4.8 Uji Normalitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Status Kepegawaian Guru Tetap Yayasan ... 107

Tabel 4.9 Uji Normalitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Status Kepegawaian Pegawai Negeri ... 108

Tabel 4.10 Uji Homogenitas Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Status Kepegawaian Guru ... 112

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1Skema penelitian yang relevan ... 39

Gambar 3.1 Alur penelitian ... 43

Gambar 3.2 Rumus Product Moment ... 63

Gambar 3.3 Rumus Chronbach Alpha ... 66

Gambar 3.4 Rumus Jumlah Kelas ... 71

Gambar 3.5 Rumus Panjang Kelas ... 72

Gambar 3.6 Rumus Kolmogorov Smirnov ... 73

Gambar 3.7 Rumus Lavene’s Test ... 76

Gambar 3.8 Rumus Mann Whitney... 79

Gambar 3.9 Rumus Effect Size ... 80

Gambar 3.10 Rumus Koefisiensi Determinasi ... 81

Gambar 3.11 Rumus Kruskal Wallis ... 82

Gambar 4.1Hasil Uji P-P Plot Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Menengah ... 95

Gambar 4.2 Hasil Uji Histogram Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Menengah ... 96

Gambar 4.3 Hasil Uji P-P Plot Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Tinggi ... 98

Gambar 4.4 Hasil Uji Histogram Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Tinggi ... 99

Gambar 4.5 Hasil ji P-P Plot Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Tidak Tetap Yayasan ... 105

Gambar 4.6 Hasil Uji Histogram Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Tidak Tetap Yayasan ... 106

(17)

xvii

Gambar 4.8 Hasil Visualisasi Histogram Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Tetap Yayasan ... 109

Gambar 4.9 Hasil Visualisasi P-P Plot Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Negeri ... 110

Gambar 4.10 Hasil Visualisasi Histogram Data Tingkat Implementasi

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ... 125

Lampiran 2 Surat Izin Telah Melakukan Penelitian ... 136

Lampiran 3 Expert Judgement ... 144

Lampiran 4 Validitas Muka ... 231

Lampiran 5 Data Validitas ... 242

Lampiran 6 Hasil Validitas Konstruk ... 243

Lampiran 7 Data Reliabilitas ... 244

Lampiran 8 Hasil Reliabilitas ... 245

Lampiran 9 Kuesioner Sebelum dan Sesudah Revisi ... 248

Lampiran 10 Contoh Kuesioner yang Telah Diisi ... 255

Lampiran 11 Data Asli... 259

Lampiran 12 Output Deskripsi Implementasi Pembelajaran Tematik ... 262

Lampiran 13 Hasil Perhitungan Distribusi Frekuensi ... 263

Lampiran 14 Hasil Uji Normalitas Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Menengah ... 264

Lampiran 15 Hasil Uji Normalitas Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Tinggi ... 268

Lampiran 16 Hasil Uji Homogenitas Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Latar Belakang Pendidikan ... 272

Lampiran 17 Hasil Uji Hipotesis Implementasi Pembelajaran Tematik ditinjau dari Latar Belakang Pendidikan Guru ... 273

Lampiran 18 Hasil Uji Normalitas Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Tidak Tetap Yayasan ... 274

Lampiran 19 Hasil Uji Normalitas Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Tetap Yayasan ... 278

Lampiaran 20 Hasil Uji Normalitas Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Negeri ... 282

(19)

xix

Lampiran 22 Hasil Uji Hipotesis Implementasi Pemebelajaran Tematik Ditinjau

dari Status Kepegawaian Guru ... 287

Lampiran 23 Tabel Krejcie ... 288

Lampiran 24 Ketentuan r tabel ... 289

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pendahuluan penelitian terdiri dari enam sub judul, yaitu latar belakang

masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan definisi operasional dari penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 2008: 326) diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan juga dianggap sebagai wahana

pengembang sumber daya manusia yang mampu menjadi subyek pengembang

IPTEK dan globalisasi (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 1). Tujuan

pendidikan sebagai pengembang sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan

perkembangan IPTEK dan globalisasi turut menuntut pendidikan untuk

berkembang memenuhi perkembangan IPTEK dan globalisasi. Tuntutan terhadap

kemampuan peserta didik pun semakin bertambah.

Hernawan (2012: 6.10) mencatatkan beberapa kemampuan yang perlu

dimiliki oleh para lulusan sekolah dasar di abad ke 21, berupa 1) mengenali dan

berprilaku sesuai dengan ajaran agama yang dimiliki; 2) mengenali dan

menjalankan hak dan kewajiban diri, beretos kerja, dan peduli terhadap

lingkungan; 3) berpikir logis, kritis dan kreatif serta berkomunikasi melalui

berbagai media termasuk teknologi informasi; 4) menikmati dan menghargai

(21)

bangga terhadap tanah air. Syarat seperti yang disampaikan Hernawan telah

menyiratkan bahwa peserta didik di abad 21 perlu menguasai kemampuan pada

hampir seluruh lini kehidupan. Kemampuan yang membekali diri masing-masing

peserta didik untuk mengimbangi pekembangan global.

Hasil studi tentang peserta didik salah satunya yang dilakukan PISA

(Program for International Student Assessment) sepertinya belum menunjukan

hasil bahwa peserta didik di Indonesia telah melewati syarat-syarat seperti yang

telah dipaparkan. Hasil studi PISA menempatkan peringkat Indonesia baru

menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara (Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan, 2012: 9). Hasil studi PISA ini tentu menjadi salah satu pandangan

bagi para pelaku pendidikan untuk membenahi tatanan pendidikan agar

mendapatkan hasil yang lebih baik ke depan.

Perubahan terhadap pendidikan telah beberapa kali dilakukan di Indonesia,

terutama perubahan dalam bidang kurikulum. Hidayat (2013) mengungkapkan

bahwa terhitung sejak kemerdekaan tahun 1945, Indonesia telah mengalami

beberapa kali perubahan kurikulum, yaitu pada tahun 1947; 1952; 1964; 1968;

1975; 1984; 1994; 2004; 2006; dan 2013. Setiap kurikulum memiliki ciri dan

karakteristik masing-masing dalam pergantiannya. Rencana pelajaran 1947

menekankan pada pembentukan watak dan karakter bangsa dengan semangat

Pancasila. Kurikulum 1952 merupakan pengembangan dari kurikulum 1947

karena ditahun ini para pelaku pendidikan sudah diharapkan untuk

mengembangkan isi pembelajaran dengan mengaitkannya pada kehidupan

(22)

pembelajaran tidak dihubungkan dengan kehidupan faktual. Kurikulum 1975 telah

mengenal istilah tujuan instuksional khusus dari setiap pokok bahasan. Kurikulum

1984 yang menekankan pada pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif)

Kurikulum ini menekankan agar siswa selalu aktif dalam setiap pembelajaran.

Kurikulum 1994 yang menekankan pemberian materi pembelajaran yang cukup

padat dengan pembagian waktu berdasarkan sistem caturwulan. Kurikulum 2004

mengacu pada pendidikan yang menyiapkan individu untuk mampu melakukan

seperangkat kompetensi. Kurikulum 2006, kompetensi belajar siswa menjadi

otonomi bagi tingkat satuan pendidikan sesuai dengan karakteristik setiap satuan

pendidikan, pembelajaran di kelas bawah menggunakan tema agar konsep belajar

siswa lebih tertata atau dikenal dengan pembelajaran tematik. Kurikulum 2013

merupakan kurikulum pengembang dari kurikulum 2006 yang mengurangi

muatan pembelajaran dan menggabungkannya pada mata pelajaran lain dengan

mengacu pada tema yang sejalan atau dikenal dengan nama tematik integratif.

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema

untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan

pengalaman bermakna pada siswa (Depdiknas, 2009: 6). Pembelajaran tematik

dianggap sebagai pembelajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak

yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (holistic), pembelajaran

yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah akan menyebabkan kurang

berkembanganya anak untuk berpikir secara holistik dan membuat kesulitan bagi

peserta didik (Depdiknas, 2009: 4). Pembelajaran tematik dianggap mampu untuk

(23)

dilihat secara utuh dalam naungan sebuah tema. Pembelajaran menjadi lebih

terkonsep dan pola pikir peserta didik terarah tidak terpisah-pisah.

Pengembangan pembelajaran tematik yang terjadi menjadi landasan

dilakukannya penelitian ini. Penelitian melihat tingkat implementasi pembelajaran

tematik yang telah dilakukan oleh para guru sehingga guru dapat dikatakan siap

untuk menerima pengembangan pendidikan yang lebih baru. Depdiknas (2008: 5)

masih menangkap indikasi kekurangan implementasi pembelajaran tematik yang

dilakukan oleh para guru, seperti (1) sebagian besar guru mengalami kesulitan

dalam menyusun RPP tematik khususnya guru kelas awal SD, (2) guru-guru

masih mengalami kesulitan dalam menjabarkan SK dan KD untuk pemetaan tema,

(3) guru masih mengalami kesulitan dalam sistem penilaian dalam desain

pembelajaran tematik, (4) kemampuan guru dalam menyusun pengembangan

silabus dari kompetensi dasar ke indikator masih kurang, dan (5) pemahaman

tentang pembelajaran terpadu diantara guru SD masih kurang.

Indikasi kekurangan yang implementasi pembelajaran yang dilaporkan

Depdiknas perlu diminimalisir keberadaannya sebab guru merupakan ujung

tombak pendidikan yang nantinya akan meneruskan inti dari perubahan untuk

dikembangkan dalam proses pembelajaran pada peserta didik. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kesiapan para guru dalam melaksanakan pembelajaran seperti

yang diterangkan Chairunniza (2012: 10) yaitu usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, status kepegawaian, status pernikahan, masa kerja dan pelatihan yang

diikuti perlu diberikan perhatian. Faktor-faktor yang terbukti memberikan

(24)

mendapatkan perhatian lebih lanjut agar implementasi pembelajaran menjadi lebih

baik. Peserta didik pun lebih berkembang karena ditangani oleh guru-guru yang

profesional.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada usaha untuk melihat tingkat implementasi

pembelajaran tematik yang telah dilakukan oleh para guru kelas bawah sekolah

dasar swasta afiliasi Katholik, Kristen, dan nasional di kota Yogyakarta. Guru

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adalah guru-guru kelas 1, 2, dan 3

sebagai pelakana pembelajaran tematik pada kurikulum 2006. Indikasi

kekurangan yang implementasi pembelajaran yang dilaporkan Depdikas, seperti

(1) sebagian besar guru mengalami kesulitan dalam menyusun RPP tematik

khususnya guru kelas awal SD; (2) guru-guru masih mengalami kesulitan dalam

menjabarkan SK dan KD untuk pemetaan tema; (3) guru masih mengalami

kesulitan dalam sistem penilaian dalam desain pembelajaran tematik; (4)

kemampuan guru dalam menyusun pengembangan silabus dari kompetensi dasar

ke indikator masih kurang; dan (5) pemahaman tentang pembelajaran terpadu

diantara guru SD masih kurang perlu diminimalisir keberadaannya.

Kekurangan-kekurangan yang telah disebutkan Depdiknas perlu diminimalisir keberadaannya.

Faktor-faktor pengaruh kesiapan guru yang terbukti memberikan perbedaan bagi

para guru untuk mengimplementasikan pembelajaran perlu untuk mendapatkan

(25)

C. Rumusan Masalah

Terdapat 3 rumusan masalah yang akan diteliti pada penelitian ini.

1. Bagaimana tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu

kelas bawah di SD afiliasi Katolik, Kristen, dan nasional di Kota Yogyakarta?

2. Apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh

guru kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen, dan nasional di Kota

Yogyakarta ditinjau dari latar belakang pendidikan guru?

3. Apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh

guru kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen, dan nasional di Kota

Yogyakarta ditinjau dari status kepegawaian guru?

D. Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu

kelas bawah di SD afiliasi Katolik, Kristen, dan nasional di Kota Yogyakarta.

2. Mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran

tematik oleh guru kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen, dan nasional di

Kota Yogyakarta ditinjau dari latar belakang pendidikan guru.

3. Mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran

tematik oleh guru kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen, dan nasional di

(26)

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut:

1. Bagi guru

Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan refleksi atas tingkat implementasi

pembelajaran tematik yang telah dilakukannya.

2. Bagi peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk melihat gambaran tentang tingkat

implementasi pembelajaran tematik yang telah berlaku di sekolah-sekolah

dasar.

3. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian terutama faktor yang mempengaruhi implementasi

pembelajaran dapat dijadikan acuan dalam pembenahan faktor-fakktor

tersebut.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Reformasi adalah perubahan yang dilakukan oleh suatu negara untuk

perbaikan di bidang sosial, politik, dan agama.

2. Kurikulum adalah seperangkat rencana yang digunakan untuk mencapai

tujuan pendidikan.

3. Pembelajaran tematik adalah pendekatan yang mengintegrasikan kompetensi

(27)

sehingga dapat memberikan pengalaman belajar bermakna kepada peserta

didik di SD kelas rendah (tematik integratif).

4. Demografi adalah faktor yang dapat mempengaruhi perilaku atau tingkah

laku seseorang.

5. Guru adalah seseorang yang berperan penting dalam menentukan

keberhasilan dalam proses pendidikan.

6. Implementasi adalah pelaksanaan dari kurikulum yang telah dibuat

7. Survei adalah kegiatan atau penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan

informasi dari populasi.

8. Afiliasi adalah pertalian sebagai anggota atau cabang.

9. Latar belakang pendidikan adalah kemampuan dasar yang dimiliki seseorang

sebagai bekal dalam menjalankan tuganya.

(28)

9

BAB II

KAJIAN TEORI

Bab II membahas mengenai tinjauan teoritik, penelitian-penelitian yang

relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

A. Tinjauan Teoritik

Tinjauan teoritik berisi tentang teori-teori relevan yang akan melandasi

pembahasan dalam penelitian ini. Tinjauan teoritik pada penelitian ini terdiri atas

teori-teori tentang: reformasi pendidikan secara global, reformasi pendidikan di

Indonesia, perubahan kurikulum di Indonesia, kurikulum 2006 dan kurikulum

2012, pembelajaran terpadu. Pembelajaran tematik, dan faktor-faktor yang

mempengaruhi implementasi pelaksanaan reformasi.

1. Reformasi Pendidikan Secara Global

Reformasi oleh Depdiknas (2008: 1154) diartikan sebagai perubahan secara

drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, agama) dalam suatu masyarakat

atau Negara. Merefleksikan arti dari kata reformasi yang telah dijelaskan oleh

Depdiknas, maka dapat disimpulkan bahwa reformasi harus terus menerus

digalakkan agar terciptanya perbaikan dalam kehidupan masyarakat, termasuk di

dalamnya adalah reformasi dalam bidang pendidikan. Irianto (2009: 209) bahkan

menyatakan hal yang lebih mendalam, bahwa:

“Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses yang berlangsung seumur

hidup dari sejak dalam kandungan, kemudian melalui seluruh proses dan

siklus kehidupan, oleh karenanya pembangunan pendidikan merupakan

(29)

upaya-upaya pembangunan pendidikan pada dasarnya diarahkan untuk

mewujudkan kesejahteraan manusia itu sendiri”.

Hidayat (2013: 2) menambahkan bahwa jika sistem pendidikan tidak ingin

terjebak dalam stagnasi, maka semangat perubahan perlu terus dilakukan dan

merupakan suatu keniscayaan. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis

karena terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan IPTEK

dalam masyarakat berbangsa dan bernegara (Hidayat, 2013: 111). Semangat untuk

melakukan reformasi di bidang pendidikan perlu untuk dilakukan sebagai

konsekuensi dari bagian kehidupan lain di luar dunia pendidikan agar

perkembangan terjadi terus menerus secara merata.

Reformasi dalam pendidikan dimaksudkan untuk membenahi tatanan dan

menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam dunia global. Abad ke

19-20, siapa saja yang tidak bisa memenuhi persyaratan global atau tidak bisa

mengikuti perkembangan zaman akan tersingkir secara sendirinya (Suyanto dan

Hisyam dalam Hanaky, 2009:1). Sistem pendidikan selalu diarahkan pada

orientasi penyediaan sumber daya manusia yang unggul dalam interaksi dan

pergaulan dunia global. Manusia yang memiliki toleransi dan inisiatif yang baik

untuk melakukan suatu tindakan berkaitan dengan perubahan yang terjadi disebut

dengan manusia pro aktif (Hanaky, 2009: 2). Manusia yang aktif menanggapi

reformasi menjadi sangat diperlukan jika ia dapat membenahi tatanan

(30)

2. Reformasi Pendidikan di Indonesia

Pendidikan nasional masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang

menonjol, yaitu 1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; 2)

masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan; dan 3) masih lemahnya

manajemen pendidikan (Jalal dan Supriadi, 2001: XXXI). Permasalahan ini

menjadi perkerjaan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk melakukan

pembangunan terhadap pendidikan nasional. Irianto (2011: 3) menyatakan bahwa:

“Pembangunan pendidikan nasional merupakan upaya bersama seluruh

komponen pemerintah dan masyarakat yang dilakukan secara terencana dan

sistematis untuk mewujudkan peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.

Salah satu bentuk inovasi pendidikan yang dikembangkan pemerintah guna

meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum

(Hidayat, 2013: 13). Indonesia sendiri sejak kemerdekaannya di tahun 1945 telah

mengalami sepuluh kali masa pergantian. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk

turut membantu pendidikan di Indonesia untuk menjawab permasalahan yang ada.

3. Perubahan Kurikulum di Indonesia

Sejak kemerdekaannya di tahun 1945, Indonesia terhitung telah mengalami

sepuluh kali perubahan kurikulum. Kurikulum pertama kali dikembangkan pada

tahun 1947, dikembangkan lagi di tahun 1952, tahun 1964, tahun 1968, tahun

(31)

Rencana pelajaran 1947 merupakan kurikulum yang dilandasi semangat

zaman dan suasana kehidupan berbangsa dengan spirit merebut kemerdekaan

maka pendidikan di tahun ini lebih menekankan pada pembentukan karakter

manusia Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain,

kesadaran bernegara dan masyarakat (Hidayat, 2013: 2). Rencana pelajaran 1947

mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat dengan

materi pelajaran yang dihubungkan pada kejadian sehari-hari berlandaskan

Pancasila (Muzamiroh, 2013: 41). Rencana pelajaran 1947 dapat disimpulkan

sebagai kurikulum yang menekankan pada pembentukan watak dan karakter

bangsa melalui semangat Pancasila dengan harapan agar bangsa Indonesia yang

baru saja memperoleh kemerdekaan lebih mencintai negaranya sehingga tidak

mudah lagi dikuasai oleh bangsa lain.

Kurikulum 1952 merupakan kurikulum penyempurna dari rencana

pembelajaran 1947. Ciri utama dari kurikulum 1952 adalah bahwa setiap rencana

pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan

sehari-hari masyarakat Indonesia itu sendiri (Muzamiroh, 2013: 42). Kurikulum

1952 ini lebih merinci setiap mata pelajarannya sehingga diberi nama Rencana

Pelajaran Terurai 1952 yang berfungsi membimbing para guru dalam kegiatan

mengajar di sekolah dasar (Hidayat, 2013: 3). Ahmad (Muzamiroh, 2013: 42)

menambahkan silabus pada kurikulum ini jelas sekali dan seorang guru mengajar

satu mata pelajaran. Pernyataan yang telah disampaikan para tokoh jelas

menyatakan bahwa kurikulum 1952 merupakan penyempurnaan dari kurikulum

(32)

dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat namun pada kurikulum

1952 setiap kegiatan telah terperinci pada setiap mata pelajaran dan silabus

pelajarannya.

Pemerintah pada kurikulum 1964 mempunyai keinginan agar rakyat

mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga

pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik dalam Hidayat,

2013: 3). Program Pancawardhana adalah program pembelajaran yang

menekankan pada perkembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik,

keprigelan, dan jasmani (Muzamiroh, 2013: 43). Program Pancawardhana ini

akhirnya yang menjadi ciri khas dari kurikulum 1964. Program Pancawardhana

menjadikan kemampuan yang harus dimiliki siswa lebih terarah.

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964, yaitu

dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana

menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus

(Muzamiroh, 2013: 43). Pendidikan pada kurikulum 1968 oleh Hidayat (2013: 4)

disebutkan sebagai kurikulum yang bertujuan untuk membentuk manusia

Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan

keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama dengan isi

pendidikan yang diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan

keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Muatan materi

pelajaran pada kurikulum 1968 bersifat lebih teoritis karena tidak mengaitkan

dengan permasalahan faktual di lapangan (Muzamiroh, 2013: 44). Pendidikan

(33)

kurikulum-kurikulum yang telah berkembang sebelumnya. Kurikulum 1968

menjujung tinggi pembentukan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan

khusus namun melalui hal-hal yang bersifat teoritis tidak dihubungkan dengan

kehidupan masyarakat seperti pada kurikulum-kurikulum sebelumnya.

Kurikulum 1975 dikenalkan sebuah rencana pembelajaran yang pada saat itu

bernama satuan pelajaran. Satuan pelajaran berisi petunjuk umum, tujuan

instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan

belajar-mengajar, dan evaluasi (Muzamiroh, 2013: 44). Kurikulum 1975 menganut

beberapa prinsip yang tujuannya sebagai perbaikan bagi perkembangan

pendidikan kedepan. Prinsip-prinsip yang melandasi kurikulum 1975 adalah 1)

berorientasi pada tujuan, 2) menganut pendekatan integratif, 3) menekankan pada

efisiensi dan efektivitas dalam daya dan waktu, 4) menganut pendekatan sistem

yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instuksional (PPSI), dan 5)

dipengaruhi dengan psikologi behaviorisme (Hidayat, 2013: 6). Kurikulum 1975

memiliki sistem pelajaran yang lebih tertata walaupun akhirnya kurikulum ini

kembali mendapat kritikan karena dianggap terlalu membebani guru.

Kurikulum 1984 lahir sebagai perbaikan dari kurikulum 1975. Hidayat (2013:

9) menjabarkan ciri-ciri khusus dari kurikulum 1984, yaitu 1) berorientasi kepada

tujuan pembelajaran, 2) pendekatan pembelajaran berpusat pada anak didik

melalui cara belajar siswa aktif (CBSA), 3) materi dikemas dengan menggunakan

pendekatan spiral, 4) menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan

latihan, 5) materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa,

(34)

pada kurikulum 1984 adalah pembelajaran yang sangat menekankan pada

keaktifan siswa. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar dimulai dari

proses mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan

(Muzamiroh, 2013: 45).

Idris dan Jamal (Trianto, 2010: 61) kurikulum 1994 mengenal pelaksanaan

pendidikan dasar Sembilan tahun, menerapkan kurikulum muatan lokal, dan

penyempurnaan tiga kemampuan dasar (membaca, menulis, dan berhitung).

Pembagian tahapan pelajaran menggunakan sistem caturwulan dengan materi

pelajaran yang cukup padat (Hidayat, 2013: 11). Kurikulum 1994 menganjurkan

gurunya untuk memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif

dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial (Hidayat, 2013: 11).

Kurikulum 1994 kembali melakukan pendekatan pembelajaran dengan melibatkan

keaktifan siswa namun dikemas dengan materi yang cukup padat.

Kurikulum 2004 mengacu pada pendidikan yang berupaya menyiapkan

individu yang mampu melaksanakan perangkat kompetensi yang ditentukan

(Hidayat, 2013: 9). Kurikulum berbasis kompetensi tercipta sebagai jawaban dari

berbagai kritikan masyarakat terhadap kurikulum 1994. KBK secara yuridis

tercipta sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No 22 tahun 1999

tentang pemerintahan daerah, yang telah diubah dengan UU No 32 tahun 2004,

dan UU No 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan

provinsi sebagai daerah otonom yang telah diubah dengan UU No 33 tahun 2004,

(35)

(Triyanto, 2010: 63). Tabel 2.1 menunjukkan keunggulan KBK apabila

dibandingkan dengan kurikulum 1994.

Tabel 2.1

Keunggulan KBK dibanding Kurikulum 1994

Subjek Kurikulum 1994 KBK

Yang utama Penguasaan materi Hasil belajar dan kompetensi. Paradigma

pembelajaran

Versi UNESCO: belajar mengetahui, belajar untuk bertindak, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi diri sendiri. Silabus Disamakan dengan sekolah lain Silabus menjadi tanggung jawab

guru.

Jumlah jam pelajaran 40 jam per minggu

32 jam per minggu, namun jumlah mata pelajaran belum bisa dikurangi.

Metode pembelajaran Keterampilan proses Tercipta metode pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan

Menyenangkan) dan CTL

(Contextual Teaching Learning).

Sistem penilaian Terfokus pada aspek kognitif

Pemaduan keseimbangan aspek

Tabel 2.1 menerangkan bahwa kurikulum 2004 lebih unggul dibandingkan

kurikulum 1994. Kurikulum 2004 terlihat lebih mengutamakan pengembangan

kompetensi siswa dibanding kurikulum 1994. Pengembangan kompetensi

dilakukan memacu keaktifan siswa dalam belajar yang dimulai dengan penerapan

model-model pembelajaran yang inovatif.

Kurikulum 2006 atau kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan

kurikulum penegas dari kurikulum 2004. KTSP merupakan kurikulum operasional

(36)

dan perbedaan daerah (desentralistik). KTSP merupakan suatu cara

pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif dan

berprestasi. KTSP bertujuan untuk memandirikan dan memberdayakan satuan

pendidikan melalui kewenangan kepada lembaga pendidikan. Esensi isi dan arah

pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket

kompetensi (Hidayat, 2013: 17).

Trianto (2010: 67) menyebukan ada tujuh prinsip pengembangan KTSP, 1)

berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik

dengan lingkungannya. Siswa memliki posisi sentral atau kegiatan pembelajaran

yang dilaksanakan berpusat pada siswa; 2) beragam dan terpadu. Pengembangan

kurikulum disusun secara terpadu dalam keterkaitan dan berkesinambungan

dengan memperhatikan keragaman karakteristik siswa dan tidak ada perbedaan

SARA (Suku, Ras, dan Agama); 3) tanggap terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni. IPTEK dan seni berkembang secara dinamis.; 4)

berkaitan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan oleh

guru dan kepala sekolah tetapi melibatkan seluruh stakeholders (masyarakat, komite sekolah, guru, dll) agar sesuai dengan kebutuhan hidup termasuk dalam

kehidupan kemasyarakatan; 5) menyeluruh dan berkesinambungan. Isi dari

kurikulum mencakup keseluruhan kompetensi bidang kajian keilmuan dan mata

pelajaran disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan; 6)

long life education. Proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan

siswa berlangsung sepanjang hayat. Lingkungan yang selalu berkembang

(37)

kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kepentingan nasional dan

kepentingan daerah saling mengisi sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Ringkasan perubahan kurikulum yang pernah terjadi di Indonesia dapat dilihat

pada tabel 2.2.

Tabel 2.2

Perubahan Kurikulum di Indonesia

Tahun Nama Kurikulum Ide pokok

1947 Rencana

Pembelajaran 1947

Pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat dengan materi pelajaran yang dihubungkan pada kejadian sehari-hari berlandaskan Pancasila.

1952 Rencana pelajaran terurai 1952

Isi pembelajaran pada kurikulum 1952 dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat namun pada kurikulum 1952 setiap kegiatan telah terperinci pada setiap mata pelajaran dan silabus pelajarannya. 1964 Kurikulum 1964 Pancawardhana. Pembelajaran yang menekankan

pada perkembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan, dan jasmani.

1968 Kurikulum 1968 Menjujung tinggi pembentukan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus namun melalui hal-hal yang bersifat teoritis.

1975 Satuan pelajaran 1975 Satuan pelajaran berisi petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.

1984 Kurikulum 1984 Siswa diposisikan sebagai subyek belajar dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan,

mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

1994 Kurikulum 1994 Pembagian tahapan pelajaran menggunakan sistem caturwulan dengan materi pelajaran yang cukup padat.

2004 Kurikulum 2004 Pendidikan yang berupaya menyiapkan individu yang mampu melaksanakan perangkat kompetensi yang ditentukan.

2006 Kurikulum 2006 Tercipta metode pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) dan CTL

(Contextual Teaching Learning).

Tabel 2.2 menjelaskan secara ringkas bahwa dalam setiap perubahannya

kurikulum di Indonesia selalu mengalami perkembangan. Perubahan dapat

(38)

kurikulum di tahun itu merupakan usaha dari pemerintah dan masyarakat untuk

menjawab tantangan global serta kondisi yang sedang berkembang disaatnya.

4. Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006

Kurikulum 2013 merupakan tindak lanjut dari kurikulum berbasis kompetensi

(KBK) yang pernah diujicobakan pada tahun 2004 (Mulyasa, 2013: 66).

Kurikulum 2013 memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi oleh

para siswa dan memungkinkan para guru menilai hasil belajar siswa dalam proses

pencapaian tujuan belajar yang mencerminkan pemahaman terhadap mata

pelajaran. Empat landasan dalam kurikulum 2013 dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3

Landasan Pengembangan Kurikulum 2013

(39)

Tabel 2.3 menjelaskan bahwa kurikulum 2013 dilandasi oleh dasar-dasar

pembelajaran yang relevan untuk meningkatkan perkembangan peserta didik.

Kurikulum 2013 berkembang atas empat landasan pokok, yaitu landasan yuridis,

landasan filosofis, landasan empiris, dan landasan teoritis.

Kurikulum 2013 memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan

kurikulum-kurikulum pendahulunya (Mulyasa, 2013: 163). Pertama, kurikulum

2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah karena berangkat, berfokus,

dan bermura pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai

kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Kedua, kurikulum 2013

berbasis karakter dan kompetensi yang mendasari pengembangan

kemampuan-kemampuan lain. Ketiga, bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu

berkembang lebih tepat karena menggunakan pendekatan kompetensi, terutama

yang berkaitan dengan keterampilan. Keunggulan-keunggulan yang telah

diterangkan menjelaskan bahwa kurikulum 2013 didasari oleh kompetensi yang

berasal dari dalam diri siswa, kemudian kompetensi inilah yang akan menjadi

sumber belajar bagi para siswa dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan

lain sehingga hasilnya akan dinikmati juga oleh siswa itu sendiri.

Perubahan kurikulum dari kurikulum 2006 berganti menjadi kurikulum 2013

memang perlu dilakukan, terutama jika melihat masih adanya adanya

kelemahan-kelemahan dalam kurikulum 2006. Mulyasa (2013:60-61) menjelaskan bahwa

kurikulum 2006 memiliki beberapa kelemahan, meliputi 1) masih adanya mata

pelajaran dengan kesukaran yang melampaui tingkat perkembangan anak; 2)

(40)

pendidikan nasional; 3) kompetensi yang dikembangkan belum menggambarkan

pribadi siswa sepenuhnya; 4) kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan

perkembangan masyarakat belum terakomodasi; 5) kurikulum belum tanggap

dengan berbagai perubahan sosial; 6) pembelajaran masih berpusat pada guru

karena urutan pelajaran belum dirinci dengan baik; 7) penilaian yang dilakukan

belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi, serta layanan

remediasi dan pengayaan belum diberikan dengan tegas. Kelemahan-kelemahan

yang terjadi pada kurikulum 2006 menjadi patokan dalam perubahan kurikulum.

Penyempurnaan pola pikir perumusan kurikulum 2013 ditunjukan melalui

hal-hal berikut, (1) standar kompetensi lulusan yang diturunkan dari kebutuhan,

(2) standar isi yang diturunkan dari standar kompetensi lulusan melalui

kompetensi inti bebas mata pelajaran, (3) semua mata pelajaran harus

berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan dan pengetahuan, (4)

mata pelajaran yang diturunkan dari kompetensi yang dicapai, dan (5) semua mata

pelajaran diiikat oleh kompetensi inti (Kemendikbud, 2013: 13). Mulyasa

memberikan penjelasan yang lebih esensial tentang perbedaan antara kurikulum

2006 dan kurikulum 2013. Ringkasan perbedaan Kurikulum yang terjadi antara

kurikulum 2006 dengan kurikulum 2013 menurut Mulyasa dapat dilihat pada tabel

(41)

Tabel 2.4

Perbedaan Esensial Kurikulum 2006 dengan Kurikulum 2013

KTSP 2006 Kurikulum 2013

Mata pelajaran tertentu mendukung kompetensi tertentu

Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik.

Mata pelajaran disusun secara sendiri dan mempunyai kompetensi sendiri

Mata pelajaran disusun saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya dan juga mempunyai kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti tiap kelas.

Bahasa Indonesia sejajar dengan mata pelajaran yang lain

Bahasa Indonesia sebagai penghubung mata pelajaran lain.

Setiap mata pelajaran diajarakan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda

Semua mata pelajaran dilakukan dengan pendekatan yang sama.

Tiap jenis konten pembelajaran diajarkan terpisah Bermacam-macam jenis konten pembelajaran diajarkan terpadu antara yang satu dengan yang lainnya.

Konten ilmu pengetahuan diitegrasikan dan dijadikan penggerak pembelajaran yang lainnya.

Tematik untuk kelas bawah (I. II. dan III) Tematik Integratif untuk kelas I, II,II dan IV.

Tabel 2.4 menjelaskan secara singkat bahwa kurikulum 2013

mengembangkan kompetensi yang lebih beragam dibanding kurikulum 2006

namun dikemas dengan muatan pembelajaran yang lebih singkat sehingga tidak

membebani siswa. Pembelajaran dilakukan dengan tematik integratif untuk kelas

I, II, III, dan IV tidak hanya pada kelas I, II, dan III seperti pada kurikulum 2006.

Pembelajaran dilaksanakan secara terpadu.

5. Pembelajaran Terpadu

Tinjauan teoritik tentang pembelajaran terpadu membahas terbagi menjadi

tiga bagian, yaitu: pengertian pembelajaran terpadu, model-model pembelajaran

terpadu, dan ciri-ciri pembelajaran terpadu.

a. Pengertian Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu oleh Shoemaker (Indrawati, 2009: 17) diartikan sebagai

pendidikan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga melintasi batas-batas

(42)

bermakna untuk memfokuskan siswa pada wilayah studi yang luas. Hadisubroto

(Trianto, 2010: 56) berpendapat yang senada, bahwa:

“Pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok

bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep

tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau

direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam

pengalaman belajar anak, maka pembelajaran lebih bermakna.”

Pembelajaran terpadu dapat disimpulkan sebagai pembelajaran yang mengacu

pada satu tema namun dibahas dalam berbagai konsep dan pandangan.

Pembelajaran yang bermakna bagi siswa menjadi tujuan utama pembelajaran

terpadu. Pembelajaran terpadu mengembangkan pengalaman belajar yang berasal

dari anak.

b. Model-Model Pembelajaran Terpadu

Fogarty (Trianto, 2010: 38) menerangkan bahwa terdapat sepuluh model dari

pembelajaran terpadu, yaitu the fragmented model (model tergambar), the connected model (model terhubung), the nested model (model tersarang), the

sequence model (model terurut), the shared model (model terbagi), the webbed model (model jejaring) the threaded model (model tertali), the integrated model (model terpadu), the immersed model (model terbenam), dan the networked model

(model jaringan).

The fragmented model memiliki karakteristik yaitu berbagai disiplin ilmunya masih berbeda dan saling terpisah serta pemanduan yang hanya terbatas untuk

(43)

pembelajaran yang dipadukan oleh induk mata pelajaran namun antar disiplin

ilmu belum ada keterkaitan. The nested model memiliki karakteristik yaitu

keterampilan-keterampilan sosial, berpikir, dan konten dicapai dalam satu mata

pelajaran. The sequence model memiliki karakteristik yaitu persamaan-persamaan

yang ada diajarkan secara bersamaan, meskipun termasuk dalam mata pelajaran

yang berbeda. The shared model memiliki karakteristik yaitu perencanaan pengajaran yang melibatkan dua disiplin difokuskan pada konsep, keterampilan,

dan sikap-sikap yang sama. The webbed model memiliki karakteristik yaitu pembelajaran menggunakan suatu tema sebagai dasar pembelajaran dalam

berbagai disiplin mata pelajaran. The threaded model memiliki karakteristik yaitu

keterampilan-keterampilan sosial, berpikir, berbagai jenis kecerdasan, dan

keterampilan belajar direntangkan melalui berbagai disiplin ilmu. Model

keterpaduan dalam the integrated model merupakan keterpaduan dari sejumlah topik dari mata pelajaran yang berbeda-beda, namun memiliki arti yang sama

sebagai sebuah topik tertentu. The immersed model memiliki karakteristik yaitu pelajar memadukan apa yang dipelajari dengan cara memandang seluruh

pengajaran melalui perspektif bidang yang disukai. The networked model

memiliki karakteristik yaitu pelajar melakukan proses pemaduan topik yang

dipelajari melalui pemilihan jejaring pakar dan sumber daya.

c. Ciri-ciri Pembelajaran Terpadu

Karli dan Margareta (Indrawati, 2009: 22) menjelaskan bahwa terdapat tiga

ciri pokok dalam pembelajaran terpadu, yaitu 1) holistik artinya bahwa suatu

(44)

bermakna artinya bahwa keterkaiatan antara beberapa konsep menambah

kebermaknaan konsep yang dipelajari; 3) aktif artinya bahwa pembelajaran yang

menggunakan pendekatan diskoveri-inkuiri secara tidak langsung akan

memotivasi siswa untuk belajar sehingga siswa terlibat aktif dalam proses

pembelajaran.

6. Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik terbagi menjadi empat bagian, yaitu pengertian

pembelajaran tematik, karakteristik pembelajaran tematik, keuntungan dan

kelemahan pembelajaran tematik, dan implikasi pembelajaran tematik.

a. Pengertian Pembelajaran Tematik

Rusman (2010: 253) pembelajaran tematik adalah salah satu model dalam

pembelajaran terpadu (intregrated instruction) yang merupakan suatu sistem

pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun

kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan

secara holistik, bermakna, dan autentik. Departemen Pendidikan Nasional (2009:

7) menerangkan hal yang sama bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran

terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran

sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tujuan

penggunaan tema bukan hanya untuk menguasai konsep-konsep dalam suatu mata

pelajaran, tetapi juga keterkaitannya dengan konsep-konsep dari mata pelajaran

lain (Rusman, 2010: 254). Pembelajaran tematik dapat disimpulkan sebagai

pembelajaran yang menggunakan tema dalam menggaitkan konsep-konsep dari

(45)

Depdiknas (2009: 8) menyebutkan ada tiga landasan diterapkannya

pembelajaran tematik. Landasan tersebut antara lain landasan filosofis, landasan

psikologis, dan landasan yuridis. Penjelasan mengenai ketiga landasan tersebut

ada pada tabel 2.5.

Tabel 2.5

Landasan Pembelajaran Tematik

Landasan Filosofis Landasan Psikologis Landasan Yuridis

a. Progresivisme, aliran ini

pembelajaran tematik, yaitu berpusat pada siswa, memberikan pengalaman

langsung, pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, menyajikan konsep dari

berbagai mata pelajaran, bersifat fleksibel, hasil pembelaratan sesuai dengan

(46)

menyenangkan. Depdiknas (2009: 9) menyatakan hal yang sama bahwa

kararkteristik pembelajaran tematik yaitu berpusat pada siswa, memberikan

pengalaman langsung, pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, menyajikan

konsep dari berbagai mata pelajaran, bersifat fleksibel, hasil pembelajaran sesuai

dengan minat dan kebutuhan siswa, menggunakan prinsip belajar sambil bermain

dan menyenangkan.

Berpusat pada siswa, artinya siswa ditempatkan ditempatkan sebagai subjek

belajar. Guru hanya berperan sebagai fasilitator yang memberikan

kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Pembelajaran

difokuskan pada usaha aktif siswa untuk mau belajar secara mandiri. Memberikan

pengalaman langsung, artinya bahwa siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata

dan konkrit sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. Pemisahan

mata pelajaran tidak begitu jelas, artinya bahwa pembelajaran tidak lagi

berdasarkan mata pelajaran tertentu namun berdasarkan tema sehingga jarak

antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya tidak jelas. Fokus

pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat dengan

kehidupan siswa. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, artinya

konsep-konsep pembelajaran disajikan secara utuh sehingga membantu siswa

untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Bersifat fleksibel, artinya bahwa pembelajaran bersifat luwes. Guru dapat

menyajikan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain bahkan

mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan sekitar. Hasil

(47)

kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilki sesuai dengan minat dan

kebutuhan siswa sendiri. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan

menyenangkan, artinya bahwa pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai

cara yang paling penting adalah siswa merasa senang untuk mengikuti

pembelajaran.

b. Keuntungan dan kelemahan pembelajaran tematik

Pembelajaran tematik mempunyai banyak keuntungan.

Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain: 1) siswa mudah memusatkan perhatian pada

suatu tema tertentu, 2) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan

mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema

yang sama, 3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan

berkesan, 4) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan

mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa, 5) Siswa

mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan

dalam konteks tema yang jelas (Depdiknas, 2009: 7). Rusman (2010: 258)

mengemukakan beberapa manfaat dari penggunaan pembelajaran tematik, antara

lain 1) tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan; 2) siswa dapat

melihat hubungan-hubungan yang bemakna; 3) pembelajaran tidak

terpecah-pecah; 4) mempertinggi kesempatan transfer belajar (transfer of learning); dan 5)

adanya pemaduan antarmata pelajaran, maka penugasan materi pembelajaran akan

semakin baik dan meningkat.

Pembelajaran tematik memberikan banyak keuntungan bagi penggunannya.

(48)

tematik adalah membantu siswa untuk lebih memahami hal yang ia pelajari karena

konsep pembelajaran disajikan secara utuh sehingga cara berpikir siswa juga tidak

terpecah-pecah. Pembelajaran tematik memiliki banyak keuntungan namun juga

memiliki kelemahan yang perlu mendapat perhatian khusus dalam bentuk

kreativitas agar kelemahan dapat terkontrol.

Indrawati (2009:24) mengemukakan bahwa keterbatasan/kelemahan

pembelajaran tematik terletak dalam pelaksanaannya, yaitu pada perancangan dan

pelaksanaan evaluasi. Guru dituntut untuk selalu melakukan evaluasi pada

kegiatan belajar yang telah dilakukan. Evaluasi yang dilakukan oleh guru akan

mengurangi banyak waktu yang dimiliki oleh guru.

c. Implikasi Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik sebagai sebuah inovasi menimbulkan beberapa

implikasi pembelajaran. Pembelajaran tematik menimbulkan implikasi bagi guru,

siswa, sarana, prasarana, sumber belajar dan media, ruangan, serta metode.

Implikasi yang ditimbulkan perlu untuk diperhatikan agar pembelajaran berjalan

dengan lebih baik.

Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan

kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari

berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih

bermakna, menarik, menyenangkan, dan utuh (Depdiknas, 2009: 11). Persiapan

yang dilakukan tidak dapat dilaksanakan secara sembarang, Rusman (2013: 282)

menjelaskan bahwa guru perlu untuk mempertimbangkan alokasi waktu setiap

(49)

sekitar siswa, dan memilih tema-tema yang terdekat dan familiar dengan anak.

Pembelajaran tematik nyatanya memang termasuk dalam inovasi yang baru bagi

dunia pendidikan, maka diperlukan guru yang kreatif untuk mengimplementasikan

pembelajaran ini terhadap para siswa, agar siswa dapat menerima pembelajaran

sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Keberadaan pembelajaran tematik tidak hanya menuntut para guru untuk

dapat mempersiapkan dan mengimplementasikan pembelajaran dengan kreatif

namun juga menuntut para siswa untuk dapat mengikuti pembelajaran secara

seksama dan mendapatkan hasil yang bermakna. Siswa harus siap untuk

mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dimungkinkan

untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal

dan mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif (Depdiknas,

2009: 11).

Pembelajaran tematik yang menekankan pada siswa baik secara individu

ataupun kelompok untuk aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta

prinsip-prinsip secara holistik dan otentik berpengaruh terhadap pelaksanaannya

yang memerlukan berbagai sarana dan prasarana pendukung dalam belajar

(Trianto, 2010: 122). Sarana dan prasarana berupa sumber belajar yang lengkap

dengan pengelolaan yang professional. Sumber belajar dapat yang sifatnya

didesain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran tematik (by

design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang tidak didesain untuk kepentingan pembelajaran, namun dapat dimanfaatkan (Rusman, 2013:

(50)

Pelakasanaan pembelajaran tematik memerlukan pengaturan ruang agar

suasana belajar menyenangkan (Depdiknas, 2009: 11). Pengaturan ruang

disesuaikan dengan tema. Susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah

disesuaikan dengan keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung. Peserta

didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet. Kegiatan dapat

dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Dinding kelas dapat

dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan dimanfaatkan sebagai

sumber belajar. Alat, sarana, dan sumber belajar dikelola dengan baik agar

memudahkan siswa dalam menggunakan dan menyimpannya.

Pelaksana pembelajaran tematik perlu menvariasi pembelajaran menggunakan

multi metode (Depdiknas, 2009: 12). Pembelajaran tematik menuntut guru untuk

menggunakan kreatifitas para guru untuk menggabungkan beberapa metode

pembelajaran.

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Pelaksanaan

Reformasi

Gibson (Supardi, 2013: 19) menyebutkan bahwa kinerja guru dalam

melakukan aktivitasnya dipengaruhi oleh tiga kelompok faktor. Faktor pertama

yaitu faktor individu, meliputi: kemampuan dan keterampilan mental fisik; latar

belakang keluarga, tingkat sosial, dan pengalaman; demografis. Faktor kedua

yaitu faktor organisasi, meliputi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan struktur,

dan desain pekerjaan. Faktor ketiga yaitu faktor psikologis, meliputi: persepsi,

(51)

Chairunniza (2012:10) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi pegawai dalam hal ini guru dalam melakukan pekerjaannya yaitu

faktor demografi, antara lain: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status

kepegawaian, masa kerja, status perkawinan dan pelatihan yang diikuti.

Wexley (Chairunniza, 2012: 11) menjelaskan bahwa usia 20-30 tahun

mempunyai motivasi kerja yang relatif rendah dibandingkan dengan pekerja yang

memiliki usia yang lebih muda. Pernyataan tersebut mengartikan bahwa usia guru

yang relatif lebih tua mempengaruhi guru untuk semakin termotivasi

melaksanakan pekerjaannya.

Jenis kelamin dibagi dalam menjadi perempuan dan laki-laki. Shye

(Chairunniza, 2012: 11) menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan produktivitas

kerja antara wanita maupun laki-laki. Jenis kelamin diartikan sebagai kelompok

yang terbentuk dalam suatu spesies yang dijadikan sebagai sarana dalam proses

reproduksi seksual untuk mempertahankan kelangsungan spesies tersebut.

Perubahan reformasi dimungkinkan dapat terjadi karena adanya jenis kelamin

yang berbeda.

Sihombing (Chairunniza, 2012: 12) mengartikan tingkat pendidikan

merupakan suatu proses jangka panjang yang menggunakan aturan yang

sistematis dimana pekerja mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk

tujuan umum. Pendidikan adalah keahlian dasar yang akan mendukung

kemampuan seoarang guru dalam menjalankan tugasnya, artinya tinggi atau

rendah motivasi seorang guru akan terlihat dari upaya yang dilakukan dalam

Gambar

Gambar 4.10 Hasil Visualisasi Histogram Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Negeri ..........................
Tabel 2.1 menerangkan bahwa kurikulum 2004 lebih unggul dibandingkan
Tabel 3.1 Penjabaran Skor Lembar Kuesioner
Tabel 3.3 merupakan kisi-kisi instrumen penelitian yang benar-benar terdapat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Implementasi Kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Implementasi Kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan di Provinsi

(1) Objek Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum,

Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia; dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang

Guna memenuhi standar kompetensi dasar Widyaiswara sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Nomor

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh analisis fundamental dan teknikal pada saham syariah di Indonesia, apakah dengan menggabungkan kedua

Berdasarkan pada hasil penelitian terhadap 50 perternak sampel menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pengetahuan perternak mengenai Pengendalian virus ND adalah

Selain itu untuk meningkatkan kinerja yang maksimal perlu diberikan reward yang terus meningkat dari waktu ke waktu, serta menciptakan suasana yang menyenangkan