TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK
OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH: SURVEI BAGI
GURU-GURU SEKOLAH DASAR AFILIASI KATOLIK,
KRISTEN DAN NASIONAL DI KOTA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun oleh:
FR. Amelia Cesarani Purwaningrum
101134130
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini aku persembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasih, kekuatan, dan
anugerah tiada tara.
Kehidupanku sebagai calon pendidik yang professional.
Kedua orang tuaku Bapak Purwanto dan Ibu Ambar Rukmayanti atas
dukungan doa dan penyertaanya yang tiada henti demi kesuksesan
hidupku.
Adikku Lusia Milenia Pratiwi yang memberi motivasi dan hiburan untuk
tetap bersemangat menyelesaikan skripsi.
Dosen-dosenku pembimbing skripsiku, Ibu Catur Rismiati,
S.Pd.,M.A.,Ed.D dan Ibu Andri Anugrahana, S.Pd.,M.Pd yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membantu agar
skripsi ini dapat tersusun dengan baik.
Orang-orang terdekatku yang selalu memberi dukungan untuk
menyelesaikan penyusunan skripsi.
v MOTTO
Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Aku yang memilih
kamu dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi
dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya
yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu,
diberikannya kepadamu.
(Yohanes 15: 16)
Jangan takut bermimpi dan buat dirimu menjadi yang
terhebat
Education is the most weapon, which you can use to
change the world.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya maupun bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah lainnya.
Yogyakarta, 18 Juni 2014
Penulis
FR. Amelia Cesarani Purwaningrum
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKDEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : FR. Amelia Cesarani Purwaningrum
Nomor Mahasiswa : 101134130
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul:
TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU
PENGAMPU KELAS BAWAH: SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH
DASAR AFILIASI KATOLIK, KRISTEN DAN NASIONAL DI KOTA
YOGYAKARTA
Beserta perangkat yang diperlukan (jika ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan, dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data dan mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan ke dalam internet
atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya, atau
memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 18 Juni 2014
Yang menyatakan,
viii
ABSTRAK
TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH: SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH
DASAR AFILIASI KATOLIK, KRISTEN DAN NASIONAL DI KOTA YOGYAKARTA
FR. Amelia Cesarani Purwaningrum
Universitas Sanata Dharma
2014
Penelitian ini dilatarbelakangi keingintahuan peneliti untuk melihat tingkat implementasi pembelajaran tematik yang telah dilakukan oleh guru-guru sekolah dasar untuk melihat kesiapan para guru untuk menerima kurikulum 2013 dengan pembelajaran tematik integratifnya serta melihat faktor-faktor yang memberikan perbedaan bagi para guru dalam mengimplementasikan pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD di Kota Yogyakarta, 2) mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah SD di Kota Yogyakarta ditinjau dari latar belakang pendidikan guru, 3) mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah SD di Kota Yogyakarta ditinjau dari status kepegawaian guru.
Penelitian menggunakan jenis penelitian non eksperimental dengan cross sectional desain melalui metode survei. Populasi penelitian adalah seluruh guru pengampu kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen, dan nasional di Kota Yogyakarta yang berjumlah 111 guru. Sampel penelitian berjumlah 54 guru yang diambil dengan teknik purposive random sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru-guru SD di kota Yogyakarta termasuk dalam kategori rendah. Tidak terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD di Kota Yogyakarta ditinjau dari latar belakang pendidikan guru (U = 106,00, Z = -0,850, ρ > 0,05). Tidak terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD di Kota Yogyakarta ditinjau dari status kepegawaian guru (H(2) = 0.293, ρ > 0,05).
ix ABSTRACT
IMPLEMENTATION LEVEL OF THEMATIC INSTRUCTIONS BY LOWER GRADE TEACHERS: A SURVEY OF CATHOLIC, CRISTIAN,
AND NATIONAL SCHOOL TEACHERS IN YOGYAKARTA
FR. Amelia Cesarani Purwaningrum
Sanata Dharma University
2014
The background of this research is the curiosity of the writer to find out how far thematic instructions have been implemented in schools from which the foundation of preparedness measurement of the teachers to apply 2013 curriculum with its thematic integrative is drawn and to see the factors which differentiate the implementations of thematic instructions done by different teachers. The purposes of this research are: 1) to know the implementation level of thematic instructions by middle-low teachers of elementary school in Yogyakarta; 2) to know the differences implementation level of thematic instructions by middle-low teachers
seen from teacher’s educational backgrounds; 3) to know the differences of
implementation level of thematic instructions by middle-low teachers seen from teacher’s employment statuses.
This research was conducted through non-experimental method with cross-sectional design, aided by the results of survey. The population of the research comprises of lower grade teacher in Yogyakarta, the amount of which are 111 teachers. The samples took 54 teachers, picked with purposive random sampling technique. The technique of data collecting itself is through questionnaires
The results of this research show that the implementation level of thematic instructions by middle-low teachers of elementary school in Yogyakarta is of low. There is no difference of implementation level of thematic instructions by middle-low teachers seen from teacher’s educational backgrounds (U = 106,00, Z = -0,850, ρ > 0,05). There is no difference of implementation level of thematic instructions by middle-low teachers seen from teacher’s employment statuses (H(2) = 0.293, ρ > 0,05).
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur, peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
memberikan berkat dan kasih-Nya sehingga peneliti mampu menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Skripsi berjudul Tingkat Implementasi Pembelajaran
Tematik Oleh Guru Pengampu Kelas Bawah: Survei Bagi Guru-Guru
Sekolah Dasar Afiliasi Katolik, Kristen dan Nasional di Kota Yogyakarta ini
disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Peneliti menyadari bahwa
terciptanya skripsi ini tak lepas dari campur tangan banyak pihak, maka tak lupa
peneliti mengucapkan berjuta terimakasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma,
2. Rm. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J. S.S., BST., M.A., selaku kepala
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata
Dharma,
3. Ibu Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D, dan Ibu Andi Anugrahana, S.Pd.,
M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi I dan II yang telah banyak
memberikan waktu, tenaga, dan pikiran demi membimbing, memberi
petunjuk dan arahan selama proses penulisan skripsi,
4. Guru-guru kelas bawah Sekolah Dasar Katolik, Kristen, dan Nasional di
Kota Yogyakarta yang telah bersedia menjadi responden dalam
xi
5. Kedua orang tua serta adik yang telah memberikan semangat dan
dukungan baik secara moral maupun material;
6. Sahabat-sahabatku Maria Erika, Maria Wanti, Febrieny Wulan, Aloisia
Rani Meita, Saverinus E, Valentina Feti yang selalu memberi motivasi
agar penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik;
7. Teman-teman payung tematik Dian, Sita, Tesa, Anis, Deo, Ria, Aji yang
telah bekerja bersama dari awal; dan
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Skripsi ini tentu tidaklah sempurna, masih terdapat banyak kekurangan pada
banyak bagiannya, maka penulis sangat menerima jika terdapat kritik dan saran
demi perbaikan ke depan. Di tengah banyaknya kekurangan dari skripsi, peneliti
juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Terimakasih.
Yogyakarta, 18 Juni 2014
Peneliti
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
1. Reformasi pendidikan secara global ... 9
2. Reformasi pendidikan di Indonesia ... 11
3. Perubahan kurikulum di Indonesia ... 11
4. Kurikulum 2013 dan kurikulum 2006 ... 19
5. Pembelajaran Terpadu ... 22
6. Pembelajaran Tematik ... 25
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan reformasi ... 31
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 34
C. Kerangka Berpikir ... 40
xiii BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian ... 42
B. Waktu dan Tempat penelitian ... 44
C. Variabel Penelitian ... 44
D. Populasi dan Sampel ... 45
E. Teknik Pengumpulan Data ... 46
F. Instrumen Penelitian ... 46
G. Validitas Instrumen dan Reliabilitas instrumen ... 51
H. Prosedur Analisis Data ... 67
I. Uji Hipotesis ... 78
J. Waktu Penelitian... 84
BAB IV.DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ... 86
B. Tingkat pengembalian kuesioner ... 88
C. Hasil Penelitian ... 90
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 115
BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN A. Kesimpulan ... 120
B. Keterbatasan ... 120
C. Saran ... 121
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Keunggulan KBK dengan kurikulum 1994 ... 16
Tabel 2.2 Perubahan Kurikulum di Indonesia ... 18
Tabel 2.3 Landasan pengembangan kurikulum 2013 ... 19
Tabel 2.4 Perbedaan esensial kurikulum 2006 dengan kurikulum 2013 ... 22
Tabel 2.5 Landasan Pembelajaran Tematik ... 26
Tabel 3.1 Penjabaran Skor Kuesioner ... 47
Tabel 3.2 Sebaran item positif dan item negatif ... 48
Tabel 3.3 Kisi-kisi instrumen penelitian ... 51
Tabel 3.4 Kriteria Revisi ... 52
Tabel 3.5 Hasil expert judgment indikator kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa ... 53
Tabel 3.6 Hasil expert judgment indikator siswa mengalami pengalaman langsung dalam belajar ... 54
Tabel 3.7 Hasil expert judgment indikator pemisahan pada setiap mata pelajaran tidak begitu jelas ... 55
Tabel 3.8 Hasil expert judgment indikator pembelajaran yang menyajikan konsep dari satu mata pelajaran ... 56
Tabel 3.9 Hasil expert judgment indikator pembelajaran bersifat fleksibel 57
Tabel 3.10 Hasil expert judgment indikator hasil pembelajaran yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa ... 58
Tabel 3.11 Hasil expert judgment indikator prinsip belajar sambil bermain yang menyenangkan bagi siswa ... 60
Tabel 3.12 Validitas muka ... 61
Tabel 3.13 Hasil validitas implementasi pembelajaran tematik ... 64
Tabel 3.14 Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 65
Tabel 3.15 Hasil reliabilitas ... 66
Tabel 3.16 Waktu Penelitian ... 85
xv
Tabel 4.2 Hasil Penghitungan Daftar Distribusi ... 92
Tabel 4.3 Uji Normalitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Menengah ... 94
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Tinggi ... 97
Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Latar Belakang Pendidikan Guru ... 100
Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik Ditinjau dari Latar Belakang Pendidikan Guru ... 102
Tabel 4.7 Uji Normalitas Tingkat Implentasi Pemebelajaran Tematik dengan Jenjang Status Kepegawaian Guru Tidak Tetap Yayasan ... 104
Tabel 4.8 Uji Normalitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Status Kepegawaian Guru Tetap Yayasan ... 107
Tabel 4.9 Uji Normalitas Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Status Kepegawaian Pegawai Negeri ... 108
Tabel 4.10 Uji Homogenitas Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Status Kepegawaian Guru ... 112
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1Skema penelitian yang relevan ... 39
Gambar 3.1 Alur penelitian ... 43
Gambar 3.2 Rumus Product Moment ... 63
Gambar 3.3 Rumus Chronbach Alpha ... 66
Gambar 3.4 Rumus Jumlah Kelas ... 71
Gambar 3.5 Rumus Panjang Kelas ... 72
Gambar 3.6 Rumus Kolmogorov Smirnov ... 73
Gambar 3.7 Rumus Lavene’s Test ... 76
Gambar 3.8 Rumus Mann Whitney... 79
Gambar 3.9 Rumus Effect Size ... 80
Gambar 3.10 Rumus Koefisiensi Determinasi ... 81
Gambar 3.11 Rumus Kruskal Wallis ... 82
Gambar 4.1Hasil Uji P-P Plot Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Menengah ... 95
Gambar 4.2 Hasil Uji Histogram Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Menengah ... 96
Gambar 4.3 Hasil Uji P-P Plot Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Tinggi ... 98
Gambar 4.4 Hasil Uji Histogram Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Tinggi ... 99
Gambar 4.5 Hasil ji P-P Plot Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Tidak Tetap Yayasan ... 105
Gambar 4.6 Hasil Uji Histogram Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Tidak Tetap Yayasan ... 106
xvii
Gambar 4.8 Hasil Visualisasi Histogram Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Tetap Yayasan ... 109
Gambar 4.9 Hasil Visualisasi P-P Plot Data Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Negeri ... 110
Gambar 4.10 Hasil Visualisasi Histogram Data Tingkat Implementasi
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ... 125
Lampiran 2 Surat Izin Telah Melakukan Penelitian ... 136
Lampiran 3 Expert Judgement ... 144
Lampiran 4 Validitas Muka ... 231
Lampiran 5 Data Validitas ... 242
Lampiran 6 Hasil Validitas Konstruk ... 243
Lampiran 7 Data Reliabilitas ... 244
Lampiran 8 Hasil Reliabilitas ... 245
Lampiran 9 Kuesioner Sebelum dan Sesudah Revisi ... 248
Lampiran 10 Contoh Kuesioner yang Telah Diisi ... 255
Lampiran 11 Data Asli... 259
Lampiran 12 Output Deskripsi Implementasi Pembelajaran Tematik ... 262
Lampiran 13 Hasil Perhitungan Distribusi Frekuensi ... 263
Lampiran 14 Hasil Uji Normalitas Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Menengah ... 264
Lampiran 15 Hasil Uji Normalitas Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Jenjang Pendidikan Tinggi ... 268
Lampiran 16 Hasil Uji Homogenitas Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Latar Belakang Pendidikan ... 272
Lampiran 17 Hasil Uji Hipotesis Implementasi Pembelajaran Tematik ditinjau dari Latar Belakang Pendidikan Guru ... 273
Lampiran 18 Hasil Uji Normalitas Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Tidak Tetap Yayasan ... 274
Lampiran 19 Hasil Uji Normalitas Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Tetap Yayasan ... 278
Lampiaran 20 Hasil Uji Normalitas Implementasi Pembelajaran Tematik dengan Pegawai Negeri ... 282
xix
Lampiran 22 Hasil Uji Hipotesis Implementasi Pemebelajaran Tematik Ditinjau
dari Status Kepegawaian Guru ... 287
Lampiran 23 Tabel Krejcie ... 288
Lampiran 24 Ketentuan r tabel ... 289
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan penelitian terdiri dari enam sub judul, yaitu latar belakang
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan definisi operasional dari penelitian.
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2008: 326) diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan juga dianggap sebagai wahana
pengembang sumber daya manusia yang mampu menjadi subyek pengembang
IPTEK dan globalisasi (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 1). Tujuan
pendidikan sebagai pengembang sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan
perkembangan IPTEK dan globalisasi turut menuntut pendidikan untuk
berkembang memenuhi perkembangan IPTEK dan globalisasi. Tuntutan terhadap
kemampuan peserta didik pun semakin bertambah.
Hernawan (2012: 6.10) mencatatkan beberapa kemampuan yang perlu
dimiliki oleh para lulusan sekolah dasar di abad ke 21, berupa 1) mengenali dan
berprilaku sesuai dengan ajaran agama yang dimiliki; 2) mengenali dan
menjalankan hak dan kewajiban diri, beretos kerja, dan peduli terhadap
lingkungan; 3) berpikir logis, kritis dan kreatif serta berkomunikasi melalui
berbagai media termasuk teknologi informasi; 4) menikmati dan menghargai
bangga terhadap tanah air. Syarat seperti yang disampaikan Hernawan telah
menyiratkan bahwa peserta didik di abad 21 perlu menguasai kemampuan pada
hampir seluruh lini kehidupan. Kemampuan yang membekali diri masing-masing
peserta didik untuk mengimbangi pekembangan global.
Hasil studi tentang peserta didik salah satunya yang dilakukan PISA
(Program for International Student Assessment) sepertinya belum menunjukan
hasil bahwa peserta didik di Indonesia telah melewati syarat-syarat seperti yang
telah dipaparkan. Hasil studi PISA menempatkan peringkat Indonesia baru
menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara (Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2012: 9). Hasil studi PISA ini tentu menjadi salah satu pandangan
bagi para pelaku pendidikan untuk membenahi tatanan pendidikan agar
mendapatkan hasil yang lebih baik ke depan.
Perubahan terhadap pendidikan telah beberapa kali dilakukan di Indonesia,
terutama perubahan dalam bidang kurikulum. Hidayat (2013) mengungkapkan
bahwa terhitung sejak kemerdekaan tahun 1945, Indonesia telah mengalami
beberapa kali perubahan kurikulum, yaitu pada tahun 1947; 1952; 1964; 1968;
1975; 1984; 1994; 2004; 2006; dan 2013. Setiap kurikulum memiliki ciri dan
karakteristik masing-masing dalam pergantiannya. Rencana pelajaran 1947
menekankan pada pembentukan watak dan karakter bangsa dengan semangat
Pancasila. Kurikulum 1952 merupakan pengembangan dari kurikulum 1947
karena ditahun ini para pelaku pendidikan sudah diharapkan untuk
mengembangkan isi pembelajaran dengan mengaitkannya pada kehidupan
pembelajaran tidak dihubungkan dengan kehidupan faktual. Kurikulum 1975 telah
mengenal istilah tujuan instuksional khusus dari setiap pokok bahasan. Kurikulum
1984 yang menekankan pada pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif)
Kurikulum ini menekankan agar siswa selalu aktif dalam setiap pembelajaran.
Kurikulum 1994 yang menekankan pemberian materi pembelajaran yang cukup
padat dengan pembagian waktu berdasarkan sistem caturwulan. Kurikulum 2004
mengacu pada pendidikan yang menyiapkan individu untuk mampu melakukan
seperangkat kompetensi. Kurikulum 2006, kompetensi belajar siswa menjadi
otonomi bagi tingkat satuan pendidikan sesuai dengan karakteristik setiap satuan
pendidikan, pembelajaran di kelas bawah menggunakan tema agar konsep belajar
siswa lebih tertata atau dikenal dengan pembelajaran tematik. Kurikulum 2013
merupakan kurikulum pengembang dari kurikulum 2006 yang mengurangi
muatan pembelajaran dan menggabungkannya pada mata pelajaran lain dengan
mengacu pada tema yang sejalan atau dikenal dengan nama tematik integratif.
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema
untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan
pengalaman bermakna pada siswa (Depdiknas, 2009: 6). Pembelajaran tematik
dianggap sebagai pembelajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak
yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (holistic), pembelajaran
yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah akan menyebabkan kurang
berkembanganya anak untuk berpikir secara holistik dan membuat kesulitan bagi
peserta didik (Depdiknas, 2009: 4). Pembelajaran tematik dianggap mampu untuk
dilihat secara utuh dalam naungan sebuah tema. Pembelajaran menjadi lebih
terkonsep dan pola pikir peserta didik terarah tidak terpisah-pisah.
Pengembangan pembelajaran tematik yang terjadi menjadi landasan
dilakukannya penelitian ini. Penelitian melihat tingkat implementasi pembelajaran
tematik yang telah dilakukan oleh para guru sehingga guru dapat dikatakan siap
untuk menerima pengembangan pendidikan yang lebih baru. Depdiknas (2008: 5)
masih menangkap indikasi kekurangan implementasi pembelajaran tematik yang
dilakukan oleh para guru, seperti (1) sebagian besar guru mengalami kesulitan
dalam menyusun RPP tematik khususnya guru kelas awal SD, (2) guru-guru
masih mengalami kesulitan dalam menjabarkan SK dan KD untuk pemetaan tema,
(3) guru masih mengalami kesulitan dalam sistem penilaian dalam desain
pembelajaran tematik, (4) kemampuan guru dalam menyusun pengembangan
silabus dari kompetensi dasar ke indikator masih kurang, dan (5) pemahaman
tentang pembelajaran terpadu diantara guru SD masih kurang.
Indikasi kekurangan yang implementasi pembelajaran yang dilaporkan
Depdiknas perlu diminimalisir keberadaannya sebab guru merupakan ujung
tombak pendidikan yang nantinya akan meneruskan inti dari perubahan untuk
dikembangkan dalam proses pembelajaran pada peserta didik. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kesiapan para guru dalam melaksanakan pembelajaran seperti
yang diterangkan Chairunniza (2012: 10) yaitu usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status kepegawaian, status pernikahan, masa kerja dan pelatihan yang
diikuti perlu diberikan perhatian. Faktor-faktor yang terbukti memberikan
mendapatkan perhatian lebih lanjut agar implementasi pembelajaran menjadi lebih
baik. Peserta didik pun lebih berkembang karena ditangani oleh guru-guru yang
profesional.
B. Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada usaha untuk melihat tingkat implementasi
pembelajaran tematik yang telah dilakukan oleh para guru kelas bawah sekolah
dasar swasta afiliasi Katholik, Kristen, dan nasional di kota Yogyakarta. Guru
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adalah guru-guru kelas 1, 2, dan 3
sebagai pelakana pembelajaran tematik pada kurikulum 2006. Indikasi
kekurangan yang implementasi pembelajaran yang dilaporkan Depdikas, seperti
(1) sebagian besar guru mengalami kesulitan dalam menyusun RPP tematik
khususnya guru kelas awal SD; (2) guru-guru masih mengalami kesulitan dalam
menjabarkan SK dan KD untuk pemetaan tema; (3) guru masih mengalami
kesulitan dalam sistem penilaian dalam desain pembelajaran tematik; (4)
kemampuan guru dalam menyusun pengembangan silabus dari kompetensi dasar
ke indikator masih kurang; dan (5) pemahaman tentang pembelajaran terpadu
diantara guru SD masih kurang perlu diminimalisir keberadaannya.
Kekurangan-kekurangan yang telah disebutkan Depdiknas perlu diminimalisir keberadaannya.
Faktor-faktor pengaruh kesiapan guru yang terbukti memberikan perbedaan bagi
para guru untuk mengimplementasikan pembelajaran perlu untuk mendapatkan
C. Rumusan Masalah
Terdapat 3 rumusan masalah yang akan diteliti pada penelitian ini.
1. Bagaimana tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu
kelas bawah di SD afiliasi Katolik, Kristen, dan nasional di Kota Yogyakarta?
2. Apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh
guru kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen, dan nasional di Kota
Yogyakarta ditinjau dari latar belakang pendidikan guru?
3. Apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh
guru kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen, dan nasional di Kota
Yogyakarta ditinjau dari status kepegawaian guru?
D. Tujuan Penelitian
Beberapa tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu
kelas bawah di SD afiliasi Katolik, Kristen, dan nasional di Kota Yogyakarta.
2. Mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran
tematik oleh guru kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen, dan nasional di
Kota Yogyakarta ditinjau dari latar belakang pendidikan guru.
3. Mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran
tematik oleh guru kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen, dan nasional di
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Bagi guru
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan refleksi atas tingkat implementasi
pembelajaran tematik yang telah dilakukannya.
2. Bagi peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk melihat gambaran tentang tingkat
implementasi pembelajaran tematik yang telah berlaku di sekolah-sekolah
dasar.
3. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian terutama faktor yang mempengaruhi implementasi
pembelajaran dapat dijadikan acuan dalam pembenahan faktor-fakktor
tersebut.
F. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Reformasi adalah perubahan yang dilakukan oleh suatu negara untuk
perbaikan di bidang sosial, politik, dan agama.
2. Kurikulum adalah seperangkat rencana yang digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan.
3. Pembelajaran tematik adalah pendekatan yang mengintegrasikan kompetensi
sehingga dapat memberikan pengalaman belajar bermakna kepada peserta
didik di SD kelas rendah (tematik integratif).
4. Demografi adalah faktor yang dapat mempengaruhi perilaku atau tingkah
laku seseorang.
5. Guru adalah seseorang yang berperan penting dalam menentukan
keberhasilan dalam proses pendidikan.
6. Implementasi adalah pelaksanaan dari kurikulum yang telah dibuat
7. Survei adalah kegiatan atau penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi dari populasi.
8. Afiliasi adalah pertalian sebagai anggota atau cabang.
9. Latar belakang pendidikan adalah kemampuan dasar yang dimiliki seseorang
sebagai bekal dalam menjalankan tuganya.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
Bab II membahas mengenai tinjauan teoritik, penelitian-penelitian yang
relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.
A. Tinjauan Teoritik
Tinjauan teoritik berisi tentang teori-teori relevan yang akan melandasi
pembahasan dalam penelitian ini. Tinjauan teoritik pada penelitian ini terdiri atas
teori-teori tentang: reformasi pendidikan secara global, reformasi pendidikan di
Indonesia, perubahan kurikulum di Indonesia, kurikulum 2006 dan kurikulum
2012, pembelajaran terpadu. Pembelajaran tematik, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi implementasi pelaksanaan reformasi.
1. Reformasi Pendidikan Secara Global
Reformasi oleh Depdiknas (2008: 1154) diartikan sebagai perubahan secara
drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, agama) dalam suatu masyarakat
atau Negara. Merefleksikan arti dari kata reformasi yang telah dijelaskan oleh
Depdiknas, maka dapat disimpulkan bahwa reformasi harus terus menerus
digalakkan agar terciptanya perbaikan dalam kehidupan masyarakat, termasuk di
dalamnya adalah reformasi dalam bidang pendidikan. Irianto (2009: 209) bahkan
menyatakan hal yang lebih mendalam, bahwa:
“Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses yang berlangsung seumur
hidup dari sejak dalam kandungan, kemudian melalui seluruh proses dan
siklus kehidupan, oleh karenanya pembangunan pendidikan merupakan
upaya-upaya pembangunan pendidikan pada dasarnya diarahkan untuk
mewujudkan kesejahteraan manusia itu sendiri”.
Hidayat (2013: 2) menambahkan bahwa jika sistem pendidikan tidak ingin
terjebak dalam stagnasi, maka semangat perubahan perlu terus dilakukan dan
merupakan suatu keniscayaan. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis
karena terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan IPTEK
dalam masyarakat berbangsa dan bernegara (Hidayat, 2013: 111). Semangat untuk
melakukan reformasi di bidang pendidikan perlu untuk dilakukan sebagai
konsekuensi dari bagian kehidupan lain di luar dunia pendidikan agar
perkembangan terjadi terus menerus secara merata.
Reformasi dalam pendidikan dimaksudkan untuk membenahi tatanan dan
menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam dunia global. Abad ke
19-20, siapa saja yang tidak bisa memenuhi persyaratan global atau tidak bisa
mengikuti perkembangan zaman akan tersingkir secara sendirinya (Suyanto dan
Hisyam dalam Hanaky, 2009:1). Sistem pendidikan selalu diarahkan pada
orientasi penyediaan sumber daya manusia yang unggul dalam interaksi dan
pergaulan dunia global. Manusia yang memiliki toleransi dan inisiatif yang baik
untuk melakukan suatu tindakan berkaitan dengan perubahan yang terjadi disebut
dengan manusia pro aktif (Hanaky, 2009: 2). Manusia yang aktif menanggapi
reformasi menjadi sangat diperlukan jika ia dapat membenahi tatanan
2. Reformasi Pendidikan di Indonesia
Pendidikan nasional masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang
menonjol, yaitu 1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; 2)
masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan; dan 3) masih lemahnya
manajemen pendidikan (Jalal dan Supriadi, 2001: XXXI). Permasalahan ini
menjadi perkerjaan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk melakukan
pembangunan terhadap pendidikan nasional. Irianto (2011: 3) menyatakan bahwa:
“Pembangunan pendidikan nasional merupakan upaya bersama seluruh
komponen pemerintah dan masyarakat yang dilakukan secara terencana dan
sistematis untuk mewujudkan peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Salah satu bentuk inovasi pendidikan yang dikembangkan pemerintah guna
meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum
(Hidayat, 2013: 13). Indonesia sendiri sejak kemerdekaannya di tahun 1945 telah
mengalami sepuluh kali masa pergantian. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk
turut membantu pendidikan di Indonesia untuk menjawab permasalahan yang ada.
3. Perubahan Kurikulum di Indonesia
Sejak kemerdekaannya di tahun 1945, Indonesia terhitung telah mengalami
sepuluh kali perubahan kurikulum. Kurikulum pertama kali dikembangkan pada
tahun 1947, dikembangkan lagi di tahun 1952, tahun 1964, tahun 1968, tahun
Rencana pelajaran 1947 merupakan kurikulum yang dilandasi semangat
zaman dan suasana kehidupan berbangsa dengan spirit merebut kemerdekaan
maka pendidikan di tahun ini lebih menekankan pada pembentukan karakter
manusia Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain,
kesadaran bernegara dan masyarakat (Hidayat, 2013: 2). Rencana pelajaran 1947
mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat dengan
materi pelajaran yang dihubungkan pada kejadian sehari-hari berlandaskan
Pancasila (Muzamiroh, 2013: 41). Rencana pelajaran 1947 dapat disimpulkan
sebagai kurikulum yang menekankan pada pembentukan watak dan karakter
bangsa melalui semangat Pancasila dengan harapan agar bangsa Indonesia yang
baru saja memperoleh kemerdekaan lebih mencintai negaranya sehingga tidak
mudah lagi dikuasai oleh bangsa lain.
Kurikulum 1952 merupakan kurikulum penyempurna dari rencana
pembelajaran 1947. Ciri utama dari kurikulum 1952 adalah bahwa setiap rencana
pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari masyarakat Indonesia itu sendiri (Muzamiroh, 2013: 42). Kurikulum
1952 ini lebih merinci setiap mata pelajarannya sehingga diberi nama Rencana
Pelajaran Terurai 1952 yang berfungsi membimbing para guru dalam kegiatan
mengajar di sekolah dasar (Hidayat, 2013: 3). Ahmad (Muzamiroh, 2013: 42)
menambahkan silabus pada kurikulum ini jelas sekali dan seorang guru mengajar
satu mata pelajaran. Pernyataan yang telah disampaikan para tokoh jelas
menyatakan bahwa kurikulum 1952 merupakan penyempurnaan dari kurikulum
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat namun pada kurikulum
1952 setiap kegiatan telah terperinci pada setiap mata pelajaran dan silabus
pelajarannya.
Pemerintah pada kurikulum 1964 mempunyai keinginan agar rakyat
mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga
pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik dalam Hidayat,
2013: 3). Program Pancawardhana adalah program pembelajaran yang
menekankan pada perkembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik,
keprigelan, dan jasmani (Muzamiroh, 2013: 43). Program Pancawardhana ini
akhirnya yang menjadi ciri khas dari kurikulum 1964. Program Pancawardhana
menjadikan kemampuan yang harus dimiliki siswa lebih terarah.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964, yaitu
dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana
menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus
(Muzamiroh, 2013: 43). Pendidikan pada kurikulum 1968 oleh Hidayat (2013: 4)
disebutkan sebagai kurikulum yang bertujuan untuk membentuk manusia
Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama dengan isi
pendidikan yang diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Muatan materi
pelajaran pada kurikulum 1968 bersifat lebih teoritis karena tidak mengaitkan
dengan permasalahan faktual di lapangan (Muzamiroh, 2013: 44). Pendidikan
kurikulum-kurikulum yang telah berkembang sebelumnya. Kurikulum 1968
menjujung tinggi pembentukan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan
khusus namun melalui hal-hal yang bersifat teoritis tidak dihubungkan dengan
kehidupan masyarakat seperti pada kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Kurikulum 1975 dikenalkan sebuah rencana pembelajaran yang pada saat itu
bernama satuan pelajaran. Satuan pelajaran berisi petunjuk umum, tujuan
instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi (Muzamiroh, 2013: 44). Kurikulum 1975 menganut
beberapa prinsip yang tujuannya sebagai perbaikan bagi perkembangan
pendidikan kedepan. Prinsip-prinsip yang melandasi kurikulum 1975 adalah 1)
berorientasi pada tujuan, 2) menganut pendekatan integratif, 3) menekankan pada
efisiensi dan efektivitas dalam daya dan waktu, 4) menganut pendekatan sistem
yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instuksional (PPSI), dan 5)
dipengaruhi dengan psikologi behaviorisme (Hidayat, 2013: 6). Kurikulum 1975
memiliki sistem pelajaran yang lebih tertata walaupun akhirnya kurikulum ini
kembali mendapat kritikan karena dianggap terlalu membebani guru.
Kurikulum 1984 lahir sebagai perbaikan dari kurikulum 1975. Hidayat (2013:
9) menjabarkan ciri-ciri khusus dari kurikulum 1984, yaitu 1) berorientasi kepada
tujuan pembelajaran, 2) pendekatan pembelajaran berpusat pada anak didik
melalui cara belajar siswa aktif (CBSA), 3) materi dikemas dengan menggunakan
pendekatan spiral, 4) menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan
latihan, 5) materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa,
pada kurikulum 1984 adalah pembelajaran yang sangat menekankan pada
keaktifan siswa. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar dimulai dari
proses mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan
(Muzamiroh, 2013: 45).
Idris dan Jamal (Trianto, 2010: 61) kurikulum 1994 mengenal pelaksanaan
pendidikan dasar Sembilan tahun, menerapkan kurikulum muatan lokal, dan
penyempurnaan tiga kemampuan dasar (membaca, menulis, dan berhitung).
Pembagian tahapan pelajaran menggunakan sistem caturwulan dengan materi
pelajaran yang cukup padat (Hidayat, 2013: 11). Kurikulum 1994 menganjurkan
gurunya untuk memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif
dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial (Hidayat, 2013: 11).
Kurikulum 1994 kembali melakukan pendekatan pembelajaran dengan melibatkan
keaktifan siswa namun dikemas dengan materi yang cukup padat.
Kurikulum 2004 mengacu pada pendidikan yang berupaya menyiapkan
individu yang mampu melaksanakan perangkat kompetensi yang ditentukan
(Hidayat, 2013: 9). Kurikulum berbasis kompetensi tercipta sebagai jawaban dari
berbagai kritikan masyarakat terhadap kurikulum 1994. KBK secara yuridis
tercipta sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No 22 tahun 1999
tentang pemerintahan daerah, yang telah diubah dengan UU No 32 tahun 2004,
dan UU No 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan
provinsi sebagai daerah otonom yang telah diubah dengan UU No 33 tahun 2004,
(Triyanto, 2010: 63). Tabel 2.1 menunjukkan keunggulan KBK apabila
dibandingkan dengan kurikulum 1994.
Tabel 2.1
Keunggulan KBK dibanding Kurikulum 1994
Subjek Kurikulum 1994 KBK
Yang utama Penguasaan materi Hasil belajar dan kompetensi. Paradigma
pembelajaran
Versi UNESCO: belajar mengetahui, belajar untuk bertindak, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi diri sendiri. Silabus Disamakan dengan sekolah lain Silabus menjadi tanggung jawab
guru.
Jumlah jam pelajaran 40 jam per minggu
32 jam per minggu, namun jumlah mata pelajaran belum bisa dikurangi.
Metode pembelajaran Keterampilan proses Tercipta metode pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan) dan CTL
(Contextual Teaching Learning).
Sistem penilaian Terfokus pada aspek kognitif
Pemaduan keseimbangan aspek
Tabel 2.1 menerangkan bahwa kurikulum 2004 lebih unggul dibandingkan
kurikulum 1994. Kurikulum 2004 terlihat lebih mengutamakan pengembangan
kompetensi siswa dibanding kurikulum 1994. Pengembangan kompetensi
dilakukan memacu keaktifan siswa dalam belajar yang dimulai dengan penerapan
model-model pembelajaran yang inovatif.
Kurikulum 2006 atau kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan
kurikulum penegas dari kurikulum 2004. KTSP merupakan kurikulum operasional
dan perbedaan daerah (desentralistik). KTSP merupakan suatu cara
pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif dan
berprestasi. KTSP bertujuan untuk memandirikan dan memberdayakan satuan
pendidikan melalui kewenangan kepada lembaga pendidikan. Esensi isi dan arah
pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket
kompetensi (Hidayat, 2013: 17).
Trianto (2010: 67) menyebukan ada tujuh prinsip pengembangan KTSP, 1)
berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
dengan lingkungannya. Siswa memliki posisi sentral atau kegiatan pembelajaran
yang dilaksanakan berpusat pada siswa; 2) beragam dan terpadu. Pengembangan
kurikulum disusun secara terpadu dalam keterkaitan dan berkesinambungan
dengan memperhatikan keragaman karakteristik siswa dan tidak ada perbedaan
SARA (Suku, Ras, dan Agama); 3) tanggap terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. IPTEK dan seni berkembang secara dinamis.; 4)
berkaitan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan oleh
guru dan kepala sekolah tetapi melibatkan seluruh stakeholders (masyarakat, komite sekolah, guru, dll) agar sesuai dengan kebutuhan hidup termasuk dalam
kehidupan kemasyarakatan; 5) menyeluruh dan berkesinambungan. Isi dari
kurikulum mencakup keseluruhan kompetensi bidang kajian keilmuan dan mata
pelajaran disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan; 6)
long life education. Proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan
siswa berlangsung sepanjang hayat. Lingkungan yang selalu berkembang
kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kepentingan nasional dan
kepentingan daerah saling mengisi sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Ringkasan perubahan kurikulum yang pernah terjadi di Indonesia dapat dilihat
pada tabel 2.2.
Tabel 2.2
Perubahan Kurikulum di Indonesia
Tahun Nama Kurikulum Ide pokok
1947 Rencana
Pembelajaran 1947
Pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat dengan materi pelajaran yang dihubungkan pada kejadian sehari-hari berlandaskan Pancasila.
1952 Rencana pelajaran terurai 1952
Isi pembelajaran pada kurikulum 1952 dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat namun pada kurikulum 1952 setiap kegiatan telah terperinci pada setiap mata pelajaran dan silabus pelajarannya. 1964 Kurikulum 1964 Pancawardhana. Pembelajaran yang menekankan
pada perkembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan, dan jasmani.
1968 Kurikulum 1968 Menjujung tinggi pembentukan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus namun melalui hal-hal yang bersifat teoritis.
1975 Satuan pelajaran 1975 Satuan pelajaran berisi petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
1984 Kurikulum 1984 Siswa diposisikan sebagai subyek belajar dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
1994 Kurikulum 1994 Pembagian tahapan pelajaran menggunakan sistem caturwulan dengan materi pelajaran yang cukup padat.
2004 Kurikulum 2004 Pendidikan yang berupaya menyiapkan individu yang mampu melaksanakan perangkat kompetensi yang ditentukan.
2006 Kurikulum 2006 Tercipta metode pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) dan CTL
(Contextual Teaching Learning).
Tabel 2.2 menjelaskan secara ringkas bahwa dalam setiap perubahannya
kurikulum di Indonesia selalu mengalami perkembangan. Perubahan dapat
kurikulum di tahun itu merupakan usaha dari pemerintah dan masyarakat untuk
menjawab tantangan global serta kondisi yang sedang berkembang disaatnya.
4. Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006
Kurikulum 2013 merupakan tindak lanjut dari kurikulum berbasis kompetensi
(KBK) yang pernah diujicobakan pada tahun 2004 (Mulyasa, 2013: 66).
Kurikulum 2013 memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi oleh
para siswa dan memungkinkan para guru menilai hasil belajar siswa dalam proses
pencapaian tujuan belajar yang mencerminkan pemahaman terhadap mata
pelajaran. Empat landasan dalam kurikulum 2013 dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3
Landasan Pengembangan Kurikulum 2013
Tabel 2.3 menjelaskan bahwa kurikulum 2013 dilandasi oleh dasar-dasar
pembelajaran yang relevan untuk meningkatkan perkembangan peserta didik.
Kurikulum 2013 berkembang atas empat landasan pokok, yaitu landasan yuridis,
landasan filosofis, landasan empiris, dan landasan teoritis.
Kurikulum 2013 memiliki beberapa keunggulan dibanding dengan
kurikulum-kurikulum pendahulunya (Mulyasa, 2013: 163). Pertama, kurikulum
2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah karena berangkat, berfokus,
dan bermura pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai
kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Kedua, kurikulum 2013
berbasis karakter dan kompetensi yang mendasari pengembangan
kemampuan-kemampuan lain. Ketiga, bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu
berkembang lebih tepat karena menggunakan pendekatan kompetensi, terutama
yang berkaitan dengan keterampilan. Keunggulan-keunggulan yang telah
diterangkan menjelaskan bahwa kurikulum 2013 didasari oleh kompetensi yang
berasal dari dalam diri siswa, kemudian kompetensi inilah yang akan menjadi
sumber belajar bagi para siswa dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan
lain sehingga hasilnya akan dinikmati juga oleh siswa itu sendiri.
Perubahan kurikulum dari kurikulum 2006 berganti menjadi kurikulum 2013
memang perlu dilakukan, terutama jika melihat masih adanya adanya
kelemahan-kelemahan dalam kurikulum 2006. Mulyasa (2013:60-61) menjelaskan bahwa
kurikulum 2006 memiliki beberapa kelemahan, meliputi 1) masih adanya mata
pelajaran dengan kesukaran yang melampaui tingkat perkembangan anak; 2)
pendidikan nasional; 3) kompetensi yang dikembangkan belum menggambarkan
pribadi siswa sepenuhnya; 4) kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat belum terakomodasi; 5) kurikulum belum tanggap
dengan berbagai perubahan sosial; 6) pembelajaran masih berpusat pada guru
karena urutan pelajaran belum dirinci dengan baik; 7) penilaian yang dilakukan
belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi, serta layanan
remediasi dan pengayaan belum diberikan dengan tegas. Kelemahan-kelemahan
yang terjadi pada kurikulum 2006 menjadi patokan dalam perubahan kurikulum.
Penyempurnaan pola pikir perumusan kurikulum 2013 ditunjukan melalui
hal-hal berikut, (1) standar kompetensi lulusan yang diturunkan dari kebutuhan,
(2) standar isi yang diturunkan dari standar kompetensi lulusan melalui
kompetensi inti bebas mata pelajaran, (3) semua mata pelajaran harus
berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan dan pengetahuan, (4)
mata pelajaran yang diturunkan dari kompetensi yang dicapai, dan (5) semua mata
pelajaran diiikat oleh kompetensi inti (Kemendikbud, 2013: 13). Mulyasa
memberikan penjelasan yang lebih esensial tentang perbedaan antara kurikulum
2006 dan kurikulum 2013. Ringkasan perbedaan Kurikulum yang terjadi antara
kurikulum 2006 dengan kurikulum 2013 menurut Mulyasa dapat dilihat pada tabel
Tabel 2.4
Perbedaan Esensial Kurikulum 2006 dengan Kurikulum 2013
KTSP 2006 Kurikulum 2013
Mata pelajaran tertentu mendukung kompetensi tertentu
Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik.
Mata pelajaran disusun secara sendiri dan mempunyai kompetensi sendiri
Mata pelajaran disusun saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya dan juga mempunyai kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti tiap kelas.
Bahasa Indonesia sejajar dengan mata pelajaran yang lain
Bahasa Indonesia sebagai penghubung mata pelajaran lain.
Setiap mata pelajaran diajarakan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda
Semua mata pelajaran dilakukan dengan pendekatan yang sama.
Tiap jenis konten pembelajaran diajarkan terpisah Bermacam-macam jenis konten pembelajaran diajarkan terpadu antara yang satu dengan yang lainnya.
Konten ilmu pengetahuan diitegrasikan dan dijadikan penggerak pembelajaran yang lainnya.
Tematik untuk kelas bawah (I. II. dan III) Tematik Integratif untuk kelas I, II,II dan IV.
Tabel 2.4 menjelaskan secara singkat bahwa kurikulum 2013
mengembangkan kompetensi yang lebih beragam dibanding kurikulum 2006
namun dikemas dengan muatan pembelajaran yang lebih singkat sehingga tidak
membebani siswa. Pembelajaran dilakukan dengan tematik integratif untuk kelas
I, II, III, dan IV tidak hanya pada kelas I, II, dan III seperti pada kurikulum 2006.
Pembelajaran dilaksanakan secara terpadu.
5. Pembelajaran Terpadu
Tinjauan teoritik tentang pembelajaran terpadu membahas terbagi menjadi
tiga bagian, yaitu: pengertian pembelajaran terpadu, model-model pembelajaran
terpadu, dan ciri-ciri pembelajaran terpadu.
a. Pengertian Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu oleh Shoemaker (Indrawati, 2009: 17) diartikan sebagai
pendidikan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga melintasi batas-batas
bermakna untuk memfokuskan siswa pada wilayah studi yang luas. Hadisubroto
(Trianto, 2010: 56) berpendapat yang senada, bahwa:
“Pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok
bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep
tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau
direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam
pengalaman belajar anak, maka pembelajaran lebih bermakna.”
Pembelajaran terpadu dapat disimpulkan sebagai pembelajaran yang mengacu
pada satu tema namun dibahas dalam berbagai konsep dan pandangan.
Pembelajaran yang bermakna bagi siswa menjadi tujuan utama pembelajaran
terpadu. Pembelajaran terpadu mengembangkan pengalaman belajar yang berasal
dari anak.
b. Model-Model Pembelajaran Terpadu
Fogarty (Trianto, 2010: 38) menerangkan bahwa terdapat sepuluh model dari
pembelajaran terpadu, yaitu the fragmented model (model tergambar), the connected model (model terhubung), the nested model (model tersarang), the
sequence model (model terurut), the shared model (model terbagi), the webbed model (model jejaring) the threaded model (model tertali), the integrated model (model terpadu), the immersed model (model terbenam), dan the networked model
(model jaringan).
The fragmented model memiliki karakteristik yaitu berbagai disiplin ilmunya masih berbeda dan saling terpisah serta pemanduan yang hanya terbatas untuk
pembelajaran yang dipadukan oleh induk mata pelajaran namun antar disiplin
ilmu belum ada keterkaitan. The nested model memiliki karakteristik yaitu
keterampilan-keterampilan sosial, berpikir, dan konten dicapai dalam satu mata
pelajaran. The sequence model memiliki karakteristik yaitu persamaan-persamaan
yang ada diajarkan secara bersamaan, meskipun termasuk dalam mata pelajaran
yang berbeda. The shared model memiliki karakteristik yaitu perencanaan pengajaran yang melibatkan dua disiplin difokuskan pada konsep, keterampilan,
dan sikap-sikap yang sama. The webbed model memiliki karakteristik yaitu pembelajaran menggunakan suatu tema sebagai dasar pembelajaran dalam
berbagai disiplin mata pelajaran. The threaded model memiliki karakteristik yaitu
keterampilan-keterampilan sosial, berpikir, berbagai jenis kecerdasan, dan
keterampilan belajar direntangkan melalui berbagai disiplin ilmu. Model
keterpaduan dalam the integrated model merupakan keterpaduan dari sejumlah topik dari mata pelajaran yang berbeda-beda, namun memiliki arti yang sama
sebagai sebuah topik tertentu. The immersed model memiliki karakteristik yaitu pelajar memadukan apa yang dipelajari dengan cara memandang seluruh
pengajaran melalui perspektif bidang yang disukai. The networked model
memiliki karakteristik yaitu pelajar melakukan proses pemaduan topik yang
dipelajari melalui pemilihan jejaring pakar dan sumber daya.
c. Ciri-ciri Pembelajaran Terpadu
Karli dan Margareta (Indrawati, 2009: 22) menjelaskan bahwa terdapat tiga
ciri pokok dalam pembelajaran terpadu, yaitu 1) holistik artinya bahwa suatu
bermakna artinya bahwa keterkaiatan antara beberapa konsep menambah
kebermaknaan konsep yang dipelajari; 3) aktif artinya bahwa pembelajaran yang
menggunakan pendekatan diskoveri-inkuiri secara tidak langsung akan
memotivasi siswa untuk belajar sehingga siswa terlibat aktif dalam proses
pembelajaran.
6. Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik terbagi menjadi empat bagian, yaitu pengertian
pembelajaran tematik, karakteristik pembelajaran tematik, keuntungan dan
kelemahan pembelajaran tematik, dan implikasi pembelajaran tematik.
a. Pengertian Pembelajaran Tematik
Rusman (2010: 253) pembelajaran tematik adalah salah satu model dalam
pembelajaran terpadu (intregrated instruction) yang merupakan suatu sistem
pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun
kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan
secara holistik, bermakna, dan autentik. Departemen Pendidikan Nasional (2009:
7) menerangkan hal yang sama bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran
terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran
sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tujuan
penggunaan tema bukan hanya untuk menguasai konsep-konsep dalam suatu mata
pelajaran, tetapi juga keterkaitannya dengan konsep-konsep dari mata pelajaran
lain (Rusman, 2010: 254). Pembelajaran tematik dapat disimpulkan sebagai
pembelajaran yang menggunakan tema dalam menggaitkan konsep-konsep dari
Depdiknas (2009: 8) menyebutkan ada tiga landasan diterapkannya
pembelajaran tematik. Landasan tersebut antara lain landasan filosofis, landasan
psikologis, dan landasan yuridis. Penjelasan mengenai ketiga landasan tersebut
ada pada tabel 2.5.
Tabel 2.5
Landasan Pembelajaran Tematik
Landasan Filosofis Landasan Psikologis Landasan Yuridis
a. Progresivisme, aliran ini
pembelajaran tematik, yaitu berpusat pada siswa, memberikan pengalaman
langsung, pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, menyajikan konsep dari
berbagai mata pelajaran, bersifat fleksibel, hasil pembelaratan sesuai dengan
menyenangkan. Depdiknas (2009: 9) menyatakan hal yang sama bahwa
kararkteristik pembelajaran tematik yaitu berpusat pada siswa, memberikan
pengalaman langsung, pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, menyajikan
konsep dari berbagai mata pelajaran, bersifat fleksibel, hasil pembelajaran sesuai
dengan minat dan kebutuhan siswa, menggunakan prinsip belajar sambil bermain
dan menyenangkan.
Berpusat pada siswa, artinya siswa ditempatkan ditempatkan sebagai subjek
belajar. Guru hanya berperan sebagai fasilitator yang memberikan
kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Pembelajaran
difokuskan pada usaha aktif siswa untuk mau belajar secara mandiri. Memberikan
pengalaman langsung, artinya bahwa siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata
dan konkrit sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. Pemisahan
mata pelajaran tidak begitu jelas, artinya bahwa pembelajaran tidak lagi
berdasarkan mata pelajaran tertentu namun berdasarkan tema sehingga jarak
antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya tidak jelas. Fokus
pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat dengan
kehidupan siswa. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, artinya
konsep-konsep pembelajaran disajikan secara utuh sehingga membantu siswa
untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Bersifat fleksibel, artinya bahwa pembelajaran bersifat luwes. Guru dapat
menyajikan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain bahkan
mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan sekitar. Hasil
kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilki sesuai dengan minat dan
kebutuhan siswa sendiri. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan
menyenangkan, artinya bahwa pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai
cara yang paling penting adalah siswa merasa senang untuk mengikuti
pembelajaran.
b. Keuntungan dan kelemahan pembelajaran tematik
Pembelajaran tematik mempunyai banyak keuntungan.
Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain: 1) siswa mudah memusatkan perhatian pada
suatu tema tertentu, 2) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan
mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema
yang sama, 3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan
berkesan, 4) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan
mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa, 5) Siswa
mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan
dalam konteks tema yang jelas (Depdiknas, 2009: 7). Rusman (2010: 258)
mengemukakan beberapa manfaat dari penggunaan pembelajaran tematik, antara
lain 1) tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan; 2) siswa dapat
melihat hubungan-hubungan yang bemakna; 3) pembelajaran tidak
terpecah-pecah; 4) mempertinggi kesempatan transfer belajar (transfer of learning); dan 5)
adanya pemaduan antarmata pelajaran, maka penugasan materi pembelajaran akan
semakin baik dan meningkat.
Pembelajaran tematik memberikan banyak keuntungan bagi penggunannya.
tematik adalah membantu siswa untuk lebih memahami hal yang ia pelajari karena
konsep pembelajaran disajikan secara utuh sehingga cara berpikir siswa juga tidak
terpecah-pecah. Pembelajaran tematik memiliki banyak keuntungan namun juga
memiliki kelemahan yang perlu mendapat perhatian khusus dalam bentuk
kreativitas agar kelemahan dapat terkontrol.
Indrawati (2009:24) mengemukakan bahwa keterbatasan/kelemahan
pembelajaran tematik terletak dalam pelaksanaannya, yaitu pada perancangan dan
pelaksanaan evaluasi. Guru dituntut untuk selalu melakukan evaluasi pada
kegiatan belajar yang telah dilakukan. Evaluasi yang dilakukan oleh guru akan
mengurangi banyak waktu yang dimiliki oleh guru.
c. Implikasi Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik sebagai sebuah inovasi menimbulkan beberapa
implikasi pembelajaran. Pembelajaran tematik menimbulkan implikasi bagi guru,
siswa, sarana, prasarana, sumber belajar dan media, ruangan, serta metode.
Implikasi yang ditimbulkan perlu untuk diperhatikan agar pembelajaran berjalan
dengan lebih baik.
Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan
kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari
berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih
bermakna, menarik, menyenangkan, dan utuh (Depdiknas, 2009: 11). Persiapan
yang dilakukan tidak dapat dilaksanakan secara sembarang, Rusman (2013: 282)
menjelaskan bahwa guru perlu untuk mempertimbangkan alokasi waktu setiap
sekitar siswa, dan memilih tema-tema yang terdekat dan familiar dengan anak.
Pembelajaran tematik nyatanya memang termasuk dalam inovasi yang baru bagi
dunia pendidikan, maka diperlukan guru yang kreatif untuk mengimplementasikan
pembelajaran ini terhadap para siswa, agar siswa dapat menerima pembelajaran
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Keberadaan pembelajaran tematik tidak hanya menuntut para guru untuk
dapat mempersiapkan dan mengimplementasikan pembelajaran dengan kreatif
namun juga menuntut para siswa untuk dapat mengikuti pembelajaran secara
seksama dan mendapatkan hasil yang bermakna. Siswa harus siap untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dimungkinkan
untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal
dan mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif (Depdiknas,
2009: 11).
Pembelajaran tematik yang menekankan pada siswa baik secara individu
ataupun kelompok untuk aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta
prinsip-prinsip secara holistik dan otentik berpengaruh terhadap pelaksanaannya
yang memerlukan berbagai sarana dan prasarana pendukung dalam belajar
(Trianto, 2010: 122). Sarana dan prasarana berupa sumber belajar yang lengkap
dengan pengelolaan yang professional. Sumber belajar dapat yang sifatnya
didesain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran tematik (by
design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang tidak didesain untuk kepentingan pembelajaran, namun dapat dimanfaatkan (Rusman, 2013:
Pelakasanaan pembelajaran tematik memerlukan pengaturan ruang agar
suasana belajar menyenangkan (Depdiknas, 2009: 11). Pengaturan ruang
disesuaikan dengan tema. Susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah
disesuaikan dengan keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung. Peserta
didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet. Kegiatan dapat
dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Dinding kelas dapat
dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan dimanfaatkan sebagai
sumber belajar. Alat, sarana, dan sumber belajar dikelola dengan baik agar
memudahkan siswa dalam menggunakan dan menyimpannya.
Pelaksana pembelajaran tematik perlu menvariasi pembelajaran menggunakan
multi metode (Depdiknas, 2009: 12). Pembelajaran tematik menuntut guru untuk
menggunakan kreatifitas para guru untuk menggabungkan beberapa metode
pembelajaran.
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Pelaksanaan
Reformasi
Gibson (Supardi, 2013: 19) menyebutkan bahwa kinerja guru dalam
melakukan aktivitasnya dipengaruhi oleh tiga kelompok faktor. Faktor pertama
yaitu faktor individu, meliputi: kemampuan dan keterampilan mental fisik; latar
belakang keluarga, tingkat sosial, dan pengalaman; demografis. Faktor kedua
yaitu faktor organisasi, meliputi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan struktur,
dan desain pekerjaan. Faktor ketiga yaitu faktor psikologis, meliputi: persepsi,
Chairunniza (2012:10) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi pegawai dalam hal ini guru dalam melakukan pekerjaannya yaitu
faktor demografi, antara lain: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status
kepegawaian, masa kerja, status perkawinan dan pelatihan yang diikuti.
Wexley (Chairunniza, 2012: 11) menjelaskan bahwa usia 20-30 tahun
mempunyai motivasi kerja yang relatif rendah dibandingkan dengan pekerja yang
memiliki usia yang lebih muda. Pernyataan tersebut mengartikan bahwa usia guru
yang relatif lebih tua mempengaruhi guru untuk semakin termotivasi
melaksanakan pekerjaannya.
Jenis kelamin dibagi dalam menjadi perempuan dan laki-laki. Shye
(Chairunniza, 2012: 11) menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan produktivitas
kerja antara wanita maupun laki-laki. Jenis kelamin diartikan sebagai kelompok
yang terbentuk dalam suatu spesies yang dijadikan sebagai sarana dalam proses
reproduksi seksual untuk mempertahankan kelangsungan spesies tersebut.
Perubahan reformasi dimungkinkan dapat terjadi karena adanya jenis kelamin
yang berbeda.
Sihombing (Chairunniza, 2012: 12) mengartikan tingkat pendidikan
merupakan suatu proses jangka panjang yang menggunakan aturan yang
sistematis dimana pekerja mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk
tujuan umum. Pendidikan adalah keahlian dasar yang akan mendukung
kemampuan seoarang guru dalam menjalankan tugasnya, artinya tinggi atau
rendah motivasi seorang guru akan terlihat dari upaya yang dilakukan dalam