• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN MASYARAKAT DAN PARTISIPASI POLITIK PADA PEMILIHAN LEGISLATIF 2014 (PILEG) DI GAMPONG SIMPANG PEUT KECAMATAN ARONGAN LAMBALEK KABUPATEN ACEH BARAT - Repository utu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENDIDIKAN MASYARAKAT DAN PARTISIPASI POLITIK PADA PEMILIHAN LEGISLATIF 2014 (PILEG) DI GAMPONG SIMPANG PEUT KECAMATAN ARONGAN LAMBALEK KABUPATEN ACEH BARAT - Repository utu"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BABI PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik.Secara umum dalam masyarakat tradisional yang sifat kepemimpinan politiknya lebih ditentukan oleh segolongan elit penguasa, keterlibatan warga negara dalam ikut serta memengaruhi pengambilan keputusan, dan memengaruhi kehidupan bangsa relatif sangat kecil. Warga negara yang hanya terdiri dari masyarakat sederhana cenderung kurang diperhitungkan dalam proses-proses politik (Sudijono, 2004: h.56)

Kemajuan perkembangan politik suatu Negara dapat dilihat dari baik buruknya partisipasi masyarakatnya, seperti yang dikemukakan oleh Rauf (2001: h.12) bahwa kemajuan di bidang politik yang terjadi di negara-negara modern oleh masyarakat akan menjadi inspirasi untuk menilai perkembangan politik negara. Setiap orang dapat mengetahui perkembangan demokrasi dan politik di negaranya melalui pandangannya terhadap partisipasi masyarakat di bidang politik dan pemerintahan di negaranya.

Partisipasi merupakan proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakatdalam suatu kegiatan.Di Indonesia berpartisipasi politik dijamin oleh negara. Hal ini tercantum di pasal 28 dalam UUD 1945 yang berbunyi; "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang".Selain itu, diatur pula di dalam UU No 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, di mana

(2)

poin hak yang harus dilindungi oleh negara mengenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama di hadapan hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan, dan lain-lain.

Menurut Budiardjo (2009: h.367), partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Dengan demikian, partisipasi politik erat kaitannya dengan kesadaran politik, karena semakin sadar dirinya diperintah orang kemudian menuntut diberikan hak bersuara dalam penyelenggaraan pemerintahan. Terkait hal tersebut, salah satu tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemilu di tanah air dewasa ini adalah menurunnya tingkat partisipasi politik masyarakat.Kondisi itu setidaknya dapat dilihat dari beberapa hasil pelaksanaan pemilu legislatif (pileg) sebelumnya, yaitu Pemilu 1999 dengan tingkat partisipasi politik masyarakat mencapai 92,74 persen, pemilu 2004 dengan 84,07 persen dan pemilu 2009 dengan tingkat partisipasi masyarakat sebesar 71 persen.

(3)

Hasil survei dari LSI (Lembaga Survei Indonesia) merata-ratakan total partisipasi politik rakyat dalam Pilkada sekitar 60 persen atau dengan kata lain rata-rata jumlah Golput mencapai 40 persen. Sejatinya Golput adalah fenomena yang alamiah. Fenomena ini ada di setiap pemilihan umum di manapun itu, tidak terkecuali di Amerika Serikat.

Salah satu hal mendasar menyebabkan besarnya jumlah Golput adalah adanya motivasi yang beragam dari para peserta pemilu. Motivasi tersebut lebih cenderung pada kepentingan politik semata dengan mengabaikan hal-hal ini seprti pendidikan politik rakyat. Istilah pendidikan politik sering disamakan dengan istilah political socialization.Istilah political sosialization jika diartikan secara harfiah bermakna sosialisasi politik. Oleh karena itu, dengan menggunakan istilah political sosialization banyak yang mensinonimkan istilah pendidikan politik dengan istilah Sosialisasi Politik, karena keduanya memiliki makna yang hampir sama.

Sosialisasi politik adalah pendidikan politik dalam arti sempit.Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.

(4)

demokratis paling kurang dalam dua hal yaitu memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh komponen masyarakat, ke dua untuk memilih wakil rakyat yang akan di tugasi mengawal dan mengawasi jalannya pemerintah.Secara lebih tegas lagimengenaipendidikanpolitikdapat dilihat dalam Pasal 31 UU Nomor 2 tahun 2008, yang menyatakan bahwa Partai politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dan tujuannya antara lain:Meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat, meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.Atas dasar ini pendidikan politik rakyat adalah hal yang strategis untuk menimbulkan efek Pemilu yang lebih berkualitas. Melihat penyebab munculnya Golput di Indonesia karena kurangnya sosialisasi dan pemahaman politik yang benar, maka pendidikan politik ini juga berpotensi untuk meningkatkan tingkat partisipasi politik rakyat.

(5)

pendidikan politik merupakan proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga Negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut pasal tersebut jelas dikatakan bahwa partai politik berhak memberikan pendidikan politik kepada setiap warga Negara dan seiap warga Negara juga berhak menerima pendidikan itu. Misalnya pendidikan politik yang diberikan oleh partai politik kepada masyarakat, disini partai politik memberikan pendidikan politik secara berkala kepada masyarakat.

Menurut Ramlan Surbakti (2000: h.117) dalam memberikan pengertian tentang pendidikan politik harus dijelaskan terlebih dahulu mengenai sosialisasi politik bahwa sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.

(6)

politikus atau pegawai negeri. Partisipasi politik ini pun bersifat sukarela dan bukan dimobilisasi oleh Negara maupun partai yang berkuasa (Basri, 2011: h.97). Partisipasi politik itu merupakan suatu hal yang bersifat suka rela terhadap masyarakat yang aktif dalam perpolitikan di Indonesia ini. Disini dapat kita lihat bahwa masyarakat sebagai subjek dalam pembangunan untuk ikut serta dalam menentukan keputusan yang menyangkut keputusan bersama (umum). Oleh karena itu di dalam mengambil keputusan dibutuhkannya kerja sama antara partai politik dan masyarakat untuk memberikan keputusan yang baik dalam perpolitikan bagi negaranya.

Berdasarkan hasil observasi awal dilapangan pada gampong Simpang Peut KecamatanArongan Lambalek merupakan suatu lingkungan yang sebagian masyarakatnya ikut berperan atau ikut dalam suatu organisasi partai politik. Masyarakat yang tinggal di mukim tersebut pada dasarnya adalah mempunyai pekerjaan yang berbeda-beda, mulai dari pekerjaan sebagai petani, pegawai negeri sipil dan lain-lain. Akan teteapi terdapat sebagian dari masyarakat masih merasa tidak penting untuk mengikuti kegiatan politik khusunya pada saat pemilu terutama pada pemilihan caleg bulan april lalu tahun 2014. Masyarakat merasa ikut atau berpartisipasi dalam pemilu caleg tidak juga akan merubah kehidupan mereka, dimana mereka juga harus tetap banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sedangkan para caleg menikmati kehidupan mereka di bangku DPR nantinya.

(7)

DPR. Masyarakat merasa kecewa dan merasa bahwa setiap caleg yang naik selalu akan melakukan hal yang sama.

Dari latar belakang diatas penulis merasa tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Pendidikan Masyarakat Dan Partisipasi Politik Pada Pemilihan Legislatif 2014(PILEG) di Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanapendidikan masyarakat pada pemilihan caleg 2014di Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek dalam partai politik atau yang lain?

2. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat terhadap politik di Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek berdasarkan tingkat pendidikan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan tersebut, maka penelitian ini bertujuan:

(8)

2. Untuk mengetahui bagaimanabentuk partisipasi masyarakat terhadap politik di Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek berdasarkan tingkat pendidikan?

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, manfaat yang akan diperoleh dengan diadakannya penelitian ini:

1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Penulis

Menambah wawasan penulis sebagai bahan perbandingan antara teori yang telah dipelajari dengan praktek yang telah diterapkan berdasarkan hasil data Kantor Gampong atau Mukim dan hasil pengamatan dilapangan.

2. Lingkungan Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam menambah bahan bacaan bagi mahasiswa Universitas Teuku Umar khususnya bagi mahasiswa Fakultas FISIP.

1.4.2 Manfaat Praktis

(9)

1.5 Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: 1. BabPertama, Pendahuluan

Terdiri dari: a. Latar Belakang b. Rumusan Masalah c. Tujuan Penelitian d. Manfaat Penelitian e. Sistematika Pembahasan. 2. Bab Kedua, Tinjauan Pustaka

Terdiri dari:

a. Tijauan Tentangkajian terdahulu b. Tinjauan Tentang Pendidikan c. Tijauan Tentang Partisipasi

d. Tinjauan TentangHubungan Politik dan Pendidikan e. Tinjauan Tentang Peran Politik dan Pendidikan f. Tinjauan Tentang Teori Partisipasi Politik Easton 3. Bab Ketiga, Metode Penelitian

Terdiri dari:

a. Jenis Penelitian

b. Waktu dan Lokasi Penelitian c. Instrumen Penelitian

d. Subyek Penelitian

(10)

f. Tekhnik Analisis Data

4. Bab Keempat, Hasil dan Pembahasan Terdiri dari:

a. Masalah tentang Hasil Penelitian

b. Masalah tentang Pembahasan Hasil Penelitian 5. Bab Kelima, Penutup

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Dani Wahyu Rahma (2010) Universitas Negeri Semarangyang mengangkat judul “Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pelaksanaan Pemilu Tahun 2009 di Desa Puguh

Kecamatan Boja Kabupaten Kendal”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

bentuk partisipasi politik pemilih pemula dalam pelaksanaan pemilu tahun 2009 di Desa Puguh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal terbagi dalam bentuk pemberian suara,kampanye, dan berbicara masalah politik. Tingkat Partisipasi politik pemilih pemula dalam Pemilu legislatif tahun 2009 di Desa Puguh kecamatan Boja Kabupaten Kendal yaitu pemberian suara, bentuk partisipasi politik ini dilakukan 95% pemilih pemula yang terdaftar dalam DPT Desa Puguh dan sesuai daftar kehadiran.

Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh Sri Budi Eko Wardani (2004) dengan judul “Penelitian Pemilu yang Memberdayakan Masyarakat” kepedulian

masyarakat terhadap pemilu sebetulnya sudah tinggi. Partisipasi pemilih berada di atas 70%.

Penelitian yang dilakukan oleh Budi Utomo, (2010) dengan judul “pengaruh perilaku partai politik terhadap partisipasi politik pemilih” persiapan

pilkada langsung sebagai referensi adalah keberadaan, eksistensi dan perilaku parpol di dalam menjalankan fungsi-fungsi politiknya. Perilaku setiap partai politik menentukan pola hubungan dengan pemilih yang ditentukan oleh

(12)

batas lingkungan tertentu (wilayah, ideologi dan informasi). Begitu halnya dengan perilaku PDI Perjuangan dalam rangka pemilihan kepala daerah di Kabupaten Bekasi. Masyarakat di Kabupaten Bekasi dalam batas-batas lingkungan tertentu memberikan apresiasi yang besar terhadap apa yang ditampilkan dan dilakukan oleh PDI Perjuangan, baik secara personal melalui aktivitas para kader atau fungsionaris partai maupun oleh kebijakan-kebijakan yang diambil oleh PDI Perjuangan.

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah, pada

penelitian ini peneliti hanya meniliti tentang pendidikan politik dan partisipasi

politik masyarakat pada pemilihan legislatif 2014 di gampong Arongan

Lambalek.Dimana yang menjadi informan adalah masyarakat yang sudah dapat

melakukan hak pilih dan yang melihat berapa besar partisipasi masyarakat pada

pemilihan caleg 2014.

2.2 Pendidikan

2.2.1 Pengertian Pendidikan

Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Menurut kamus Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata „didik‟ dan mendapat imbuhan „pe‟ dan akhiran „an‟, maka kata ini mempunyai

(13)

adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Menurut Ki Hajar Dewantara (1977: h.32) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Istilah pendidikan berasal dari bahasa yunani, paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput dinamakan paedagogos. Dalam bahasa romawi, pendidikan diistilahkan dengan educate yang artinya mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual. (Noeng Muhadjir, 2002: h.21).

John Dewey memandang pendidikan sebagai sebuah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman agar lebih bermakna, sehingga pengalaman tersebut dapat mengarah pengalaman yang didapat berikutnya (Jhon Dewel, 2004: h.89-90).

(14)

disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat (media) yang disususn sedemikian rupa, sehingga pendididkan dapat digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan. (Wiji Suwarno, 2006: h.20)

2.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan di Indonesia dapat diartikan sebagai perwujudan proses pembelajaran di sekolah sebagai penyelenggara pendidikan formal. Sedangkan pengertian sekolah adalah lembaga pendidikan yang secara resmi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara sisitematis, berencana dan terarah, yang dilakukan oleh pendidika yang profesional, dengan program yang diruangkan dalam kurikulum tertentu dan diikuti oleh peserta didik pada setiap jenjang tertentu (Daryanto, 2002: h.42)

Sementara pengertian pendidikan formal sendiri menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun (2003, No. 20) adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar (SD), pendidikan menengah (SLTP dan SLTA), dan pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi), dimana masing-masing jenjang memiliki kurikulum dan target capaiannya, yang meliputi :

(15)

2. Sedangkan sekolah menengah baik menengah pertama dan atas bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki karakter, kecakapan, dan ketrampilan yang kuat untuk mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan lebih lanjut. 3. Adapun perguruan tinggi ditujukan untuk mengembangkan kemampuan

efektif, psikomotorik, serta kemampuan analisis guna dapat meneyelesaikan persoalan sosial.

2.1.3 Penyelenggaraan Pendidikan

MenurutEngkos(2007: h.548-549) Pengertian penyelenggaraan berasal dari pada kata “selenggara” yang artinya menguras dan mengusahakan sesuatu

(seperti memelihara dan merawat)melakukan atau melaksanakan (perintah, undang-undang, rencana dan sebagainya). Yang kemudian mendapat imbuhan

pe,yang berubah menjadi “penyelenggara” yang maknanya, pemelihara, pemiara;

orang yang menyelenggarakan. Kemudian mendapatkan imbuan pe- dan -an, berubah menjadi “penyelenggaraan” yang maknanya, pemeliharaan, pemiaraan,

proses, perbuatan, cara menyelenggarakan dalam berbagai-bagai arti(seperti pelaksanaan,penunaian). Jadi penyelenggaraan memiliki makna suatu proses dalam pelaksanaan sesuatu kegiatan agar terlaksana.

(16)

kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (UU Pendidikan tahun 2003 pasal 54 ayat 1). Masyarakat tersebut dapat berperanan sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan (UU Pendidikan tahun 2003 pasal 54 ayat 2). Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis masyarakat, dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (UU Pendidikan tahun 2003 pasal 55 ayat 1 dan 2). Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan/atau sumber lain.

2.3 Partisipasi

2.3.1 PengertianPartisipasi

Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi oleh tiga faktor pendukungnya yaitu:

1. Adanya kemauan 2. Adanya kemampuan

3. Adanya kesempatanuntuk berpartisipasi (Slamet, 2004: h.56).

(17)

Partisipasi dapat diartikanmenjadi beberapa pengertian, yaitu:

1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan

2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembanguna

3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri

4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu

5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak social 6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,

kehidupan, dan lingkungan mereka. 2.3.2 Tipe Partisipasi

Tipe partisipasi masyarakat yaitu: a. Partisipasi pasif/manipulatif

b. Partisipasi dengan cara memberikan informasi, c. Partisipasi melalui konsultasi,

d. Partisipasi untuk insentif materil e. Partisipasi fungsional

(18)

Ada beberapa tingkatan partisipasi masyarakat dirinci dari partisipasi terendah ke tinggi yaitu :

1. Partisipasi serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang tersedia. Jenis partisipasi ini adalah jenis yang paling umum (ironisnya dunia pendidikan kita). Pada tingkatan ini masyarakat hanya memanfaatkan jasa sekolah untuk mendidik anak-anak mereka.

2. Partisipasi serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga. Pada partisipasi jenis ini masyarakat berpartisipasi dalam perawatan dan pembangunan fisik sekolah dengan menyumbangkan dana, barang, atau tenaga.

3. Partisipasi serta secara pasif. Masyarakat dalam tingkatan ini menyetujui dan menerima apa yang diputuskan pihak sekolah (komite sekolah), misalnya komite sekolah memutuskan agar orang tua membayar iuran bagi anaknya yang bersekolah dan orang tua menerima keputusan itu dengan mematuhinya. 4. Partisipasi serta melalui adanya konsultasi. Pada tingkatan ini, orang tua datang ke sekolah untuk berkonsultasi tentang masalah pembelajaran yang dialami anaknya

5. Partisipasi serta dalam pelayanan. Orang tua/masyakarat terlibat dalam kegiatan sekolah, misalnya orang tua ikut membantu sekolah ketika ada studi tur, pramuka, kegiatan keagamaan, dsb.

(19)

anak usia sekolah di lingkungannya agar sekolah dapat menampungnya, menjadi nara sumber, guru bantu, dan sebagainya.

7. Partisipasi serta dalam pengambilan keputusan. Orang tua/masyarakat terlibat dalam pembahasan masalah pendidikan baik akademis maupun non akademis, dan ikut dalam proses pengambilan keputusan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS).

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Pengertian Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program juga dapat berasal dari unsur luar/lingkungan.Isbandi (2007: h.27)

Menurut Isbandi (2007: h.27) ada beberapa poin yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat yang berasal dari luar/lingkungan, yaitu: a. Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat, antara warga

masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem sosial di dalam masyarakat dengan sistem di luarnya

(20)

c. Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan lingkungan serta proses dan struktur sosial, sistem nilai dan norma-norma yang memungkinkan dan mendorong terjadinya partisipasi sosial

d. Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Lingkungan di dalam keluarga masyarakat atau lingkungan politik, sosial, budaya yang memungkinkan dan mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa, gagasan, perseorangan atau kelompok.

Partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:

a. Usia

Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap

b. Jenis kelamin

Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.

c. Pendidikan

(21)

d. Pekerjaan dan penghasilan

Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat.

e. Lamanya tinggal

Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang.

2.3.4 Landasan Partisipasi Politik

Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang melakukan kegiatan partisipasi politik. Huntington dan Nelson (2003: h.67) membagi landasan partisipasi politik ini menjadi:

1. kelas – individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa.

2. kelompok atau komunal – individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang serupa.

3. lingkungan – individu-individu yang jarak tempat tinggal (domisilinya) berdekatan.

4. partai – individu-individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan.

(22)

patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat.

2.3.5 Bentuk Partisipasi Politik

Jika mode partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik tersebut. Huntington dan Nelson (2003: h.69) membagi bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi:

1. Kegiatan Pemilihan, yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;

2. Lobby, yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu; 3. Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik

selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;

4. Contacting, yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka 5. Tindakan Kekerasan (violence), yaitu tindakan individu atau kelompok guna

mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.

(23)

membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini.Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson belumlah relatif lengkap karena keduanya belum memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam skala subyektif individu.

Thomas M. Magstadt (2004: h.55) menyebutkan bentuk-bentuk partisipasi politik dapat meliputi:

1. Opini publik

Opini publik adalah gagasan serta pandangan yang diekspresikan oleh para pembayar pajak dan konstituen pemilu.Opini publik yang kuat dapat saja mendorong para legislator ataupun eksekutif politik mengubah pandangan mereka atas suatu isu.

2. Polling

(24)

Straw polls adalah survey yang tidak ilmiah karena bersifat sederhana,

murah, dan amat terbuka untuk penyalahgunaan dan manipulasi. Straw polls dianggap tidak ilmiah karena tidak memertimbangkan representasi populasi yang menjadi responden polling. Penentuan responden bersifat serampangan, dan terkadang hanya menggunakan sampel yang hanya merupakan bagian tertentu dari populasi.

Random sampling adalah metode polling yang melibatkan canvassing atas

populasi secara acak. Lawan dari random sampling adalah stratified sampling. Lawan dari random sampling adalah stratified sampling. Metode ini adalah cara menentukan responden polling, yang diadakan akibat munculnya keterbatasan untuk melakukan random sampling. Dalam stratified sampling, pihak yang menyelenggarakan polling memilih populasi yang cukup kecil tetapi memiliki karakteristik khusus (agama, usia, income, afiliasi partai politik, dan sejenisnya).

Exit polling adalah polling yang memungkinkan jaringan televisi

memrediksi pemenang suatu pemilihan umum segera setelah pemungutuan suara usai. Teknik yang dilakukan adalah menyurvei pemberi suara di TPS-TPS tertentu.

Tracking polls adalah polling yang dilakukan atas responden yang sama

(25)

3. Pemilihan umum

Pemilihan umum (Pemilu) erat hubungannya dengan polling. Pemilu hakikatnya adalah polling "paling lengkap" karena menggunakan seluruh warga negara benar-benar punya hak pilih (tidak seperti polling yang menggunakan sampel).

4. Demokrasi langsung.

Demokrasi langsung adalah suatu situasi di mana pemilih (konstituen) sekaligus menjadi legislator. Demokrasi langsung terdiri atas plebisit dan referendum. Plebisit adalah pengambilan suara oleh seluruh komunitas atas kebijakan publik dalam masalah tertentu. Misalnya, dalam kasus kenaikan harga BBM ketika parlemen mengalami deadlock dengan eksekutif, diambilah plebisit apakah naik atau tidak. Referendum adalah pemberian suara dengan mana warganegara dapat memutuskan suatu undang-undang. Misalnya, apakah undang-undang otonomi daerah perlu direvisi ataukah tidak, dan parlemen mengalami deadlock, dilakukanlah referendum.

2.4 Hubungan Politik dan Pendidikan

Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam sistem sosial politik di setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Keduanya sering dilihat sebagai bagian-bagian yang terpisah, yang satu sama lain tidak memiliki hubungan apa-apa. Padahal, keduanya bahu membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat di suatu negara.

(26)

sebatas dukungan moral kepada para peserta didik, melainkan juga dalam bidang administrasi, keuangan, dan kurikulum.Tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga pendidikan merupakan salah satu konstalasi politik. Peranan yang dimainkan oleh masjid-masjid dan madrasah-madrasah dalam mengokohkan kekuasaan politik para penguasa dapat dilihat dalam sejarah. Pada pihak lain, ketergantungan kepada uluran tangan para penguasa secara ekonomis, membuat lembaga-lembaga tersebut harus sejalan dengan nuansa politik yang berlaku.

Berdasarkan kutipan di atas, dapat diketahui bahwa madrasah merupakan salah satu lembaga yang menjadi corong pesan-pesan politik, sebagai contoh madrasah Nizhamiyah di Baghdad. Hal ini dapat dipahami, bahwa madrasah Nizhamiyah merupakan instrumen kebijakan politik yang salah satu fungsi utamanya adalah untuk menanamkan doktrin kenegaraan yang memperkuat kerajaan. Pada masa itu, perkembangan kegiatan-kegiatan kependidikan banyak dipengaruhi oleh para penguasa dan para penguasa memerlukan dukungan institusi-intitusi pendidikan untuk membenarkan dan mempertahankan kekuasaan mereka, sebab tujuan pemerintahan Islam.

(27)

pendidikan. Kedua, karena motivasi politik, sebab di dalam Islam antara politik dan agama sulit untuk dipisahkan. Para penguasa Muslim sering menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk menanamkan paham-paham keagamaan, menanamkan ideologi negara dengan tujuan lahirnya kesamaan ide antara penguasa dan masyarakat umum sehingga memudahkan pengaturan masalah-masalah kenegaraan. Jadi pada masa kesultanan dan kerajaan Islam terdahulu, pendidikan disinkronisasikan dengan misi dakwah

(28)

sampai batas tertentu, dipengaruhi oleh pendidikan mereka. Jadi hubungan antara budaya politik dan pendidikan bersifat tidak langsung. Ini berarti pendidikan tidak secara final membentuk pelaku politik. Akan tetapi, pendidikan memberi dasar-dasar kepada tiap calon pelaku politik. Jika dasar-dasar-dasar-dasar ini baik dan kokoh, besar kemungkinan (probabilitasnya) akan lahir pelaku-pelaku politik yang baik. Namun, jika dasar-dasar yang diberikan oleh pendidikan jelek dan rapuh, kemungkinan besarnya ialah yang akan muncul di kemudian hari adalah pelaku-pelaku politik yang jelek dan rapuh pula.

Berdasarkan generalisasi ini dapat dipahami mengapa perilaku para pelaku politik dari masyarakat dengan sistem pendidikan yang baik berbeda dengan perilaku pelaku politik yang berasal dari masyarakat dengan sistem pendidikan yang kurang memadai. Para pelaku politik dengan latar belakang pendidikan pesantren yang baik, berbeda perilakunya dari pelaku politik yang datang dari pendidikan pesantren yang kurang terpelihara atau dari latar belakang pendidikan yang berbau aristokrasi dan meritokrasi feodal atau militer.

2.5 Peranan Politik dalam Pendidikan

(29)

Menurut Abernethy dan Coombe (2003: h.287) menulis sebagai berikut: A goverment's education policy reflects, and sometimes betray, its view of society or political creed. The formulation of policy, being a function of government, is essentially part of the political process, as are the demands made on government by the public for its revision (kebijakan pendidikan suatu pemerintahan merefleksikan dan terkadang merusak pandangannya terhadap masyarakat atau keyakinan politik. Sebagai fungsi pemerintahan, formulasi kebijakan secara esensial merupakan bagian dari proses politik, sebagai tuntutan-tuntutan publik pemerintah untuk melakukan perubahan). Pada gilirannya, implementasi dari suatu kebijakan pendidikan berdampak pada kehidupan politik. Berbagai kebijakan pendidikan berdampak langsung pada akses, minat dan kepentingan pendidikann para stakeholder pendidikan terutama orangtua dan peserta didik, dan masyarakat pada umumnya. Sedang empat aspek kehidupan masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, yaitu lapangan kerja, mobilitas sosial, ide-ide, dan sikap.

(30)

Dinamika hubungan timbal balik antara pendidikan dan politik dalam suatu masyarakat terus meningkat, seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Di negara-negara berkembang, dinamika tersebut cenderung lebih tinggi karena perubahan-perubahan di negara-negara tersebut terjadi lebih intens.

Abernethy dan Coombe (2003: h.288) mengamati hal-hal berikut ini. Secara umum, signifikansi politik pendidikan dalam masyarakat kontemporer meningkat dengan derajat perubahan yang sedang berlangsung dalam masyarakat. Perubahan-perubahan besar yang telah dialami oleh negara-negara berkembang dan perubahan-perubahan, baik yang disengaja atau tidak disengaja, yang sedang berproses, semuanya memperlihatkan hubungan timbal balik antara politik dan pendidikan

(31)

teknik-teknik berburu dan mencari ikan, metode-metode berperang, dan sebagainya. Selain itu, mereka juga menanamkan pada generasi muda mereka kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi, dan mempersiapkan mereka untuk berperan secara politis.

Masyarakat yang lebih maju dan berorientasi teknologi, dan mengadopsi nilai-nilai dari lembaga Barat, pola hubungan antara pendidikan dan politik umumnya sama dengan pola hubungan pendidikan dan politik di negara-negara Barat. Ada satu perbedaan bahwa di negara-negara berkembang yang lebih maju, pendidikan formal memainkan peran yang sangat penting dan nyata dalam mencapai perubahan politik, dan dalam proses rekruitmen dan pelatihan pemimpin dan elite politik baru.

(32)

politik. Keputusan-keputusan tentang pendidikan sring dipengaruhi oleh faktor-faktor keuangan pemerintah.Jika politik dipahami sebagai 'praktik kekuatan, kekuasaan, dan otoritas dalam masyarakat dan pembuatan keputusan otoritatif tentang alokasi sumber daya dan nilai-nilai sosial' (Harman, 2002: h.9).

Menurut para pakar pendidikan banyak yang mengatakan bahwa masalah pendidikan tidak mungkin dilepaskan dari masalah sosio-politik, karena bagaimanapun kebijakan politik sangat menentukan arah pembinaan dan pengembangan pendidikan.

2.6 Teori Easton dan Gabriel Tentang Partisipasi Politik

Pengertian sistem politik menurut David Easton masih memegang posisi kunci dalam studi politik negara. Pengertian struktural fungsional dari Gabriel Almond mempertajam konsep David Easton tersebut. Sistem adalah kesatuan seperangkat struktur yang memiliki fungsi masing-masing yang bekerja untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem politik adalah kesatuan (kolektivitas) seperangkat struktur politik yang memiliki fungsi masing-masing yang bekerja untuk mencapai tujuan suatu negara. Pendekatan sistem politik ditujukan untuk memberi penjelasan yang bersifat ilmiah terhadap fenomena politik. Pendekatan sistem politik dimaksudkan juga untuk menggantikan pendekatan klasik ilmu politik yang hanya mengandalkan analisis pada negara dan kekuasaan. Pendekatan sistem politik diinspirasikan oleh sistem yang berjalan pada makhluk hidup (dari disiplin biologi).

(33)

dan lain sebagainya. Sistem politik sendiri merupakan abstraksi (realitas yang diangkat ke alam konsep) seputar pendistribusian nilai di tengah masyarakat.

Masyarakat tidak hanya terdiri atas satu struktur (misalnya sistem politik saja), melainkan terdiri atas multi struktur. Sistem yang biasanya dipelajari kinerjanya adalah sistem politik, sistem ekonomi, sistem agama, sistem sosial, atau sistem budaya-psikologi. Dari aneka jenis sistem yang berbeda tersebut, ada persamaan maupun perbedaan. Perbedaan berlingkup pada dimensi ontologis (hal yang dikaji) sementara persamaan berlingkup pada variabel-variabel (konsep yang diukur) yang biasanya sama antara satu sistem dengan lainnya.Variabel-variabel kunci dalam memahami sebuah sistem adalah adalah struktur, fungsi, aktor, nilai, norma, tujuan, input, output,respon, dan umpan balik.

Struktur adalah lembaga politik yang memiliki keabsahan dalam menjalankan suatu fungsi sistem politik. Dalam konteks negara (sistem politik) misal dari struktur ini struktur input, proses, dan output. Struktur input bertindak selaku pemasok komoditas ke dalam sistem politik, struktur proses bertugas mengolah masukan dari struktur input, sementara struktur output bertindak selaku mekanisme pengeluarannya. Hal ini mirip dengan organisme yang membutuhkan makanan, pencernaan, dan metabolisme untuk tetap bertahan hidup.

(34)

konsep Trias Politika (pemisahan kekuasaan) seperti digagas para pionirnya di masalah abad pencerahan seperti John Locke dan Montesquieu.

Nilai adalah komoditas utama yang berusaha didistribusikan oleh struktur-struktur di setiap sistem politik yang wujudnya adalah:

(1) Kekuasaan,

(2) Pendidikan atau penerangan; (3) Kekayaan;

(4) Kesehatan; (5) Keterampilan; (6) Kasih sayang;

(7) Kejujuran dan keadilan; (8) Keseganan, dan respek.

Nilai-nilai tersebut diasumsikan dalam kondisi yang tidak merata persebarannya di masyarakat sehingga perlu campur tangan struktur-struktur yang punya kewenangan (otoritas) untuk mendistribusikannya pada elemen-elemen masyarakat yang seharusnya menikmati. Struktur yang menyelenggarakan pengalokasian nilai ini, bagi Easton, tidak dapat diserahkan kepada lembaga yang tidak memiliki otoritas: Haruslah negara dan pemerintah sebagai aktornya.

(35)

otoritas dalan penyelesaikan konflik. Setiap negara memiliki norma yang berlainan sehingga konsep norma ini dapat pula digunakan sebagai parameter dalam melakukan perbandingan kerja sistem politik suatu negara dengan negara lain.

Tujuan sistem politik, seperti halnya norma, juga terdapat di dalam konstitusi. Umumnya, tujuan suatu sistem politik terdapat di dalam mukadimah atau pembukaan konstitusi suatu negara.Tujuan sistem politik Indonesia termaktub di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, sementara tujuan sistem politik Amerika Serikat termaktub di dalam Declaration of Independence.

Input dan output adalah dua fungsi dalam sistem politik yang berhubungan erat. Apapun output suatu sistem politik, akan dikembalikan kepada struktur input. Struktur input akan bereaksi terhadap apapun output yang dikeluarkan, yang jika positif akan memunculkan dukungan atas sistem, sementara jika negatif akan mendampak muncultuntutanatas sistem. Umpan balik (feedback) adalah situasi di mana sistem politik berhasil memproduksi suatu keputusan ataupun tindakan yang direspon oleh struktur output.

2.6.1 Pendekatan Sistem Politik Easton

(36)

kegiatan politik yang tercerai-berai ke dalam suatu penjelasan yang runtut dan tertata rapi.

Easton mendefinisikan politik sebagai proses alokasi nilai dalam masyarakat secara otoritatif. Kata secara otoritatif membuat konsep sistem politik Easton langsung terhubungan dengan negara. Atas definisi Easton ini Michael Saward menyatakan adanya konsekuensi-konsekuensi logis berikut:

1. Bagi Easton hanya ada satu otoritas yaitu otoritas negara;

2. Peran dalam mekanisme output (keputusan dan tindakan) bersifat eksklusif yaitu hanya di tangan lembaga yang memiliki otoritas;

3. Easton menekankan pada keputusan yang mengikat dari pemerintah, dan sebab itu: (a) keputusan selalu dibuat oleh pemerintah yang legitimasinya bersumber dari konstitusi dan (b) Legitimasi keputusan oleh konstitusi dimaksudkan untuk menghindari chaos politik; dan

4. Bagi Easton sangat penting bagi negara untuk selalu beroperasi secara legitimate.

Menurut Chilcote, dalam tulisannya di The Political System, Easton mengembangkan empat asumsi (anggapan dasar) mengenai perlunya suatu teori umum (grand theory) sebagai cara menjelaskan kinerja sistem politik, dan Chilcote menyebutkan terdiri atas:

1. Ilmu pengetahuan memerlukan suatu konstruksi untuk mensistematisasikan fakta-fakta yang ditemukan.

(37)

3. Riset sistem politik terdiri atas dua jenis data: data psikologis dan data situasional. Data psikologisterdiri atas karakteristik personal serta motivasi para partisipan politik. Data situasional terdiri atas semua aktivitas yang muncul akibat pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan ini muncul dari lingkungan fisik (topografi, geografis), lingkungan organis nonmanusia (flora, fauna), dan lingkungan sosial (rakyat, aksi dan reaksinya).

4. Sistem politik harus dianggap berada dalam suatu disequilibrium (ketidakseimbangan).

Fakta cenderung tumpang-tindih dan semrawut tanpa adanya identifikasi. Dari kondisi chaos ini, ilmu pengetahuan muncul sebagai obor yang menerangi kegelapan lalu peneliti dapat melakukan klasifikasi secara lebih jelas.Ilmu pengetahuan melakukan pemetaan dengan cara menjelaskan hubungan antar fakta secara sistematis. Politik adalah suatu ilmu pengetahuan dan sebagai ilmu pengetahuan politik memiliki dimensi ontologis, epistemologis, dan aksiologis.Easton memaksudkan teori yang dibangunnya mampu mewakili ketiga unsur ilmiah tersebut.

(38)

politik bersifat menyeluruh, bukan parsial. Misalnya, pengamatan atas meningkatnya tuntutan di struktur input tidak dilakukan secara per senmelainkan harus pula melihat keputusan dan tindakanyang dilakukan dalam struktur output.

Easton juga memandang sistem politik tidak dapat lepas dari konteksnya.Sebab itu pengamatan atas suatu sistem politik harus mempertimbangkan pengaruh lingkungan.Pengaruh lingkungan ini disistematisasi ke dalam dua jenis data, psikologis dan situasional.Kendati masih abstrak, Easton sudah mengantisipasi pentingnya data di level individu.Namun, level ini lebih dimaksudkan pada tingkatan unit-unit sosial dalam masyarakat ketimbang perilaku warganegara (seperti umum dalam pendekatan behavioralisme).Easton menekankan pada motif politik saat suatu entitas masyarakat melakukan kegiatan di dalam sistem politik. Menarik pula dari Easton ini yaitu antisipasinya atas pengaruh lingkungan anorganik seperti lokasi geografis ataupun topografi wilayah yang ia anggap punya pengaruh tersendiri atas sistem politik, selain tentunya lingkungan sistem sosial (masyarakat) yang terdapat di dalam ataupun di luar sistem politik. Easton juga menghendaki dilihatnya penempatan nilai dalam kondisi disequilibriun (tidak seimbang).Ketidakseimbangan inilah yang merupakan bahan bakarsehingga sistem politik dapat selalu bekerja.

(39)

Lebih lanjut, Chilcote menjelaskan bahwa setelah mengajukan empat asumsi seputar perlunya membangun suatu teori politik yang menyeluruh (dalam hal ini teori sistem politik), Easton mengidentifikasi empat atribut yang perlu diperhatikan dalam setiap kajian sistem politik, yang terdiri atas:

1. Unit-unit dan batasan-batasan suatu sistem politik

Serupa dengan paradigma fungsionalisme, dalam kerangka kerja sistem politik pun terdapat unit-unit yang satu sama lain saling berkaitan dan saling bekerja sama untuk mengerakkan roda kerja sistem politik. Unit-unit ini adalah lembaga-lembaga yang sifatnya otoritatif untuk menjalankan sistem politik seperti legislatif, eksekutif, yudikatif, partai politik, lembaga masyarakat sipil, dan sejenisnya. Unit-unit ini bekerja di dalam batasan sistem politik, misalnya dalam cakupan wilayah negara atau hukum, wilayah tugas, dan sejenisnya. 2. Input-output

(40)

3. Diferensiasi dalam sistem

Sistem yang baik harus memiliki diferensiasi (pembedaan dan pemisahan) kerja.Di masyarakat modern yang rumit tidak mungkin satu lembaga dapat menyelesaikan seluruh masalah. Misalkan saja dalam proses penyusunan Undang-undang Pemilu, tidak bisa hanya mengandalkan DPR sebagai penyusun utama, melainkan pula harus melibatkan Komisi Pemilihan Umum, lembaga-lembaga pemantau kegiatan pemilu, kepresidenan, ataupun kepentingan-kepentingan partai politik, serta lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Sehingga dalam konteks undang-undang pemilu ini, terdapat sejumlah struktur (aktor) yang masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri. 4. Integrasi dalam sistem

Integrasi adalah keterpaduan kerja antar unit yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama. Undang-undang Pemilihan Umum tidak akan diputuskan serta ditindaklanjuti jika tidak ada kerja yang terintegrasi antara DPR, Kepresidenan, KPU, Bawaslu, Partai Politik, dan media massa.

Unit-unit dalam sistem politik menurut Easton adalah tindakan politik (political actions) yaitu kondisi seperti pembuatan UU, pengawasan DPR terhadap Presiden, tuntutan elemen masyarakat terhadap pemerintah, dan sejenisnya. Dalam awal kerjanya, sistem politik memperoleh masukan dari unit input.

(41)

sembako), berkenaan dengan regulasi (misalnya keamanan umum, hubungan industrial), ataupun berkenaan dengan partisipasi dalam sistem politik (misalnya mendirikan partai politik, kebebasan berorganisasi).

Di dalam karyanya yang lain - A Framework for Political Analysis (1965) dan A System Analysis of Political Life (1965) Chilcote menyebutkan bahwa Easton mulai mengembangkan serta merinci konsep-konsep yang mendukung karya sebelumnya – penjelasan-penjelasannya yang abstrak – dengan coba mengaplikasikannya pada kegiatan politik konkrit dengan menegaskan hal-hal sebagai berikut:

 Masyarakat terdiri atas seluruh sistem yang terdapat di dalamnya serta bersifat terbuka;

 Sistem politik adalah seperangkat interaksi yang diabstraksikan dari totalitas perilaku sosial, dengan mana nilai-nilai dialokasikan ke dalam masyarakat secara otoritatif. Kalimat ini sekaligus merupakan definisi politik dari Easton; dan

 Lingkungan terdiri atas intrasocietal dan extrasocietal.

Lingkungan intrasocietal terdiri atas lingkungan fisik serta sosial yang terletak di luar batasan sistem politik tetapi masih di dalam masyarakat yang sama. Lingkungan intrasocietal terdiri atas:

 Lingkungan ekologis (fisik, nonmanusia). Misalnya dari lingkungan ini

(42)

 Lingkungan biologis (berhubungan dengan keturunan ras). Misal dari

lingkungan ini adalah semitic, teutonic, arianic, mongoloid, skandinavia, anglo-saxon, melayu, austronesia, caucassoid dan sejenisnya;

 Lingkungan psikologis. Misal dari lingkungan ini adalah postcolonial, bekas penjajah, maju, berkembang, terbelakang, ataupun superpower; dan  Lingkungan sosial. Misal dari lingkungan ini adalah budaya, struktur

sosial, kondisi ekonomi, dan demografis.

Lingkungan extrasocietal adalah bagian dari lingkungan fisik serta sosial yang terletak di luar batasan sistem politik dan masyarakat tempat sistem politik berada. Lingkungan extrasocietal terdiri atas:

Sistem Sosial Internasional. Misal dari sistem sosial internasional adalah

kondisi pergaulan masyarakat dunia, sistem ekonomi dunia, gerakan feminisme, gerakan revivalisme Islam, dan sejenisnya, atau mudahnya apa yang kini dikenal dalam terminologi International Regime (rezim internasional) yang sangat banyak variannya.

Sistem ekologi internasional. Misal dari sistem ekologi internasional

adalah keterpisahan negara berdasar benua (amerika, eropa, asia, australia, afrika), kelangkaan sumber daya alam, geografi wilayah berdasar lautan (asia pasifik, atlantik), isu lingkungan seperti global warming atau berkurangnya hutan atau paru-paru dunia.

Sistem politik internasional. Misal dari sistem politik internasional adalah

(43)
(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan fakta yang sudah ada dan mendeskriptifkan sesuai fenomena. Menurut Sanapiah (2007: h.30) jenis penelitian deskriptif ialah pengungkapan dan pengklarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat, situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-prosesyang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.

Melalui metode ini penulis akan menggambarkan masalah yang dibahas berdasarkan data-data yang relevan diperoleh serta menafsirkan data-data yang dimaksud sebagai suatu proses analisa untuk mencari relevansi antar variabel. Penelitian akan mendeskripsikan fakta dan data tentang Pendidikan Masyarakat Dan Partisipasi Politik Pada Pemilihan Legislatif 2014(PILEG) di Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat.

(45)

3.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu pengumpulan dan pengolahan data tentang variabel-variabel yang diteliti. Secara garis besar, instrumen terbagi 2 yaitu instrumen tes dan instrumen nontes. Instrumen tes dapat berupa tes objektif dan tes uraian, sedangkan instrumen yang tergolong nontes diantaranya dapat berupan angket, wawancara, observasi atau studi dokumentasi (Subana dan Sudrajat, 2009: h.127).

Dalam penelitian tentang Pendidikan Masyarakat dan Partisipasi Politik Pada Pemilihan Legislatif 2014(PILEG) di Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Baratyang menjadi instrumen penelitian adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.

3.3 Informan Penelitian

(46)

dikarenakan informan yang ditetapkan ini dianggap lebih mengetahui dan memahami masalah penelitian.

Informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kepala Desa 1 Orang

b. Masyarakat 8 Orang

c. Ketua KIP 1 Orang

d. Petugas KIP 2 Orang

12 Orang

3.4 Tekhnik Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data asli yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti untuk menjawab masalah penelitian secara khusus. Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan cara:

a. Pengamatan (Observasi)

Metode ini dilakukan untuk melihat dan mengamati secara langsung keadaan dilapangan agar memperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan yang diteliti.Peneliti melakukan pengamatan langsung dilapangan untuk mengamati sambil terus melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap segala bentuk informasi yang berkaitan dengan Pendidikan Masyarakat dan Partisipasi Politik Pada Pemilihan Legislatif 2014 (PILEG) diGampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat.

b. Wawancara (Interview)

(47)

memberikan informasi dan keterangan yang sesuai dengan apa yang dibutuh oleh peneliti.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu cara atau metode dalam mengumpulkan data dari dokumen barang-barang tertulis. Metode ini dilakukan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan objek penelitian yang diperoleh dari instansi terkait.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, bukan oleh peneliti sendiri. Metode pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara dokumentasi yaitu pengumpulan data dari dokumen barang-barang tertulis dan dokumen lainnya.

3.5 Tehnik Analisa Data

Analisa data yang dilakukan meliputi 3 kegiatan yaitu: 1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang dilakukan dengan cara menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai, selain itu melakukan pembuangan terhadap data yang dianggap tidak perlu sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan-kesimpula final yang diverifikasikan.

2. Penyajian Data

(48)

tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3. Verifikasi atau menarik kesimpulan

Dalam tahap ini peneliti membuat rumusan dengan prinsip logika, mengangkatnya sebagai temuan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji secara berulang-ulang terhadap data yang ada, pengelompokkan data yang telah terbentuk dan telah dirumuskan.Langkah selanjutnya yaitu melaporkan hasil penelitian lengkap dengan temuan baru yang berbeda dari temuan yang sudah ada.

3.6 Waktu dan Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah di Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat.Penentuan lokasi tersebut dilakukan dengan cara sengaja (Purporsive), dikarenakan desa tersebutmerupakan Gampong yang terdekat dengan tempat tinggal peneliti dan desa ini paling dominan jumlah pemilih tetap untuk PEMILU tahun 2014.

Adapun tabel jadwal penelitian yang dilaksanakan dari bulan Desember 2013 dan berakhir pada bulan Maret 2014.

Tabel 3.1 3 Penelitian awal dan Seminar

proposal

4 Penelitian Lapangan 5 Pengolahan Data dan

Penulisan Hasil penelitian 6 Seminar Hasil dan Sidang

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Geografis Lokasi Penelitian

Kecamatan Arongan Lambalek adalah salah atu kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Barat. Pada Kecamatan Arongan Lambalek terdiri dari 2 Mukim yaitu mukin Arongan dan mukim Lambalek. Desa Simpang Peut berada pada mukim Lambalek Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat.Adapun batas-batas wilayah yaitu :

Sebelah Utara : Gampong Simpang Sebelah Selatan : Gampong Panton Makmu Sebelah Barat : Gampong Rimba Langgeh Sebelah Timur : Gampong Suak Ie Beusoh Lama

Jarak Gampong Simpang Peut dengan Ibu kota Provinsi adalah 250 Km, sedangkan jarak Gampong Simpang Peut dengan Ibu kota Kabupaten adalah 44 Km dan jarak Gampong Simpang Peut dengan Ibu Kota Kecamatan adalah 3 Km. Gampong Simpang Peut terdiri dari 3 dusun yaitu dusun Keude Simpang Peut dengan jumlah penduduk sebanyak 253 jiwa, dusun Teungoh dengan jumlah penduduk 188 jiwa dan dusun Jaya Baru dengan jumlah penduduk sebanyak 440 jiwa. Dengan demikian jumlah penduduk Gampong Simpang Peut adalah sebanyak 881 jiwa. Jumlah penduduk yang berumur 18 tahun keatas dan sudah dapat mengikuti PEMILU di Gampong Simpang Peut adalah sebanyak 539 jiwa.

(50)

4.2 Hasil Penelitian

Partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan PEMILU khusunya pemilihan legislatif pada bulan April tahun 2014 lalu sangat dibutuhkan. Hal ini dikarenakan hak pilih masyarakat dalam hal ini adalah suara masyarakat dalam memilih merupakan penentu bagi kemajuan suatu daerah khusunya bagi Kabupaten Aceh Barat. Untuk melihat dan mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat Gampong Simpang Peut dalam pemilihan legislatif bulan April Tahun 2014 dan apakah partsipasi masyarakat tersebut tergantung pada tingkat pendidikan masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak Sudirman sebagai Keuchik Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, berdasarkan hasil wawancara, sebagai berikut :

“Partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara dalam menggunakan hak pilihnya, dalam hal ini kesadaran masyarakat untuk menggunakan suaranya dalam memilih pemimpin daerah dan negara.” (Wawancara, 22 Agustus 2014).

Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Dahlan selaku masyarakat Gampong Simpang Peut dan mahasiswa yaitu:

“Partisipasi politik adalah suatu tindakan seseorang/kelompok dalam kehidupan politik yang dapat mempengaruhi kebijakan umum baik itu secara langsung ataupun tidak langsung.. (Wawancara, 23 Agustus2014).

Pernyataan lain juga di disampaikan oleh Desi Safriani selaku masyarakat Gampong Simpang Peut dan mahasiswa, berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut :

(51)

Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Suriyantoselaku masyarakat Gampong Simpang Peut dan mahasiswa, berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut :

“Partisipasi politik adalah suatu kegiatan masyarakat yang bertujuan untuk mempengaruhi dalam pengambilan keputisan politik (Wawancara, 24 Agustus 2014).

Pernyataan lain juga di lontarkan oleh Asri Asyra, selaku masyarakat Gampong Simpang Peut dan mahasiswa, berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut :

“Partisipasi politik adalah keikut sertaan masyarakat dalam memberikan hak pilihnya sebagai warga negara yang baik dan ikut serta dalam menentukan pemimpin-pemimpin bangsa. (Wawancara, 24 Agustus 2014).

a. Pendidikan dalam Partisipasi Masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek pada Pemilihan Legislatif 2014

Peran pendidikan dalam hal politik sangat sering di perbincangkan, dimana dalam partai politik sangat menentukan tingkat pendidikan seseorang baik yang menjadi calon legislatif maupun anggota partai politiknya. Pada masyarakat hal tersebut juga menjadi tolak ukur yang sangat nyata, dimana kebanyakan masyarakat yang ikut serta menggunakan hak pilihnya adalah masyarakat yang memiliki pendidikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Sudirman selaku Keuchik GampongSimpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, dalam hal ini menyatakan bahwa:

(52)

Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Dahlan selaku mahasiswa dan masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, menyatakan bahwa:

“pendidikan masyarakat tidak terlalu berpengaruh kepada partisipasi politik. Hal ini dikarenakan kenyataan dilapangan dimana saat ini masyarakat yang saat ini ikut serta dalam pasrtisipasi politik khusunya dalam organisasi politik adalah mereka yang memiliki banyak uang , mampu nmengambil keputusan yang tepat, tegas, berani dan mampu memberikan solusi bagi kemajuan bangsa dan organisasi politiknya.. (Wawancara, 23 Agustus 2014).

Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Desi Safrianiselaku mahasiswa dan masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, menyatakan bahwa:

“tidak ada hubungan yang erat antara pendidikan masyarakat dengan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak suaranya pada pemilihan legislatif April lalu. Hal ini dikarenakan partisipasi masyarakat pada legislatif April lalu ditentukan oleh masing-masing pribadi masyarakat itu sendiri, dimana masyarakat yang merasakan ingin memilih maka akan menggunakan haknya sebagai pemilih, sedangkan masyarakat yang tidak merasa ingin memilih maka tidak menggunakan hak pilihnya sebagai pemilih(Wawancara, 23 Agustus 2014).

Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Suriyanto, selaku Mahasiswa dan masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, menyatakan bahwa:

(53)

Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Asri Asyra , selaku salah satu masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Baratmenyatakan bahwa:

“pendidikan sangat mempengaruhi partisipasi politik masyarakat, hal ini dikarenakan politik tidak akan berjalan dengan baik dan benar sesuai dengan harapan masyarakat jika masyarakat yang menggunakan hak pilihnya hanya memilih asal-asalan, maksudnya dengan adanya pendidikan maka masyarakat akan mengunakan hak ;pilihnya sesuai dengan pertimbangan dan harapan yang ingin dicapainya. (Wawancara, 24 Agustus 2014).

b. Partisipasi Masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek pada Pemilihan Legislatif 2014

Partisipasi masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat sangat berperan penting dalam menentukan hak pilih atau menentukan suara hak pilih mereka untuk memilih wakil rakyat yang dapat membawa perubahan bagi daerah dan negara ini. Akan tetapi partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya telah banyak dipengaruh oleh hal-hal yang menurut mereka menjanjikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Sudirman selaku Keuchik GampongSimpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, dalam hal ini menyatakan bahwa:

“kebanyakan masyarakat khusunya diri saya sendiri memiliki pertimbangan sendiri dalam menggunakan hak pilih pada pemilihan legislatif April lalu, dimana saya memilih calon legislatif yang dapat memberikan perubahan baik bagi Gampong kami, seperti para legislatif yang berjanji akan membangun Gampong dan memperhatikan Gampong-gampong terpencil yang membutuhkan (Wawancara, 22 Agustus 2014).

(54)

“dalam berpartisipasi politik khusunya pada pemilihan legislatif April lalu banyak yang mempengaruhi masyarakat khusunya saya, dimana ada calon kandidiat legislatif dari partai-partai tertentu yang yang meminta masyarakat untuk memilih dirinya dengan imbalan atau janji-janji yang menggiurkan masyarakat. Hal ini membuat masyarakat tertarik, untuk memilih (Wawancara, 23 Agustus 2014).

Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Suriyanto, selaku Mahasiswa dan masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, menyatakan bahwa:

“dalam melakukan pemilihan banyak yang mempengaruhi saya dan masyarakat sekitar, hal ini tyerjadi karena kekuasaan, dengan kekuasaan seseorang dapat mempengaruhi pihak lain untuk berfikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak orang yang mempengaruhi. (Wawancara, 24 Agustus 2014).

Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Asri Asyra , selaku salah satu masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat menyatakan bahwa:

“banyak dari para calon legislatif yang mempengaruhi masyarakat, dalam hal ini adalah saya selaku masyarakat. Dimana para calon legislatif melakukan pertemuan-pertemuan dan pendekatan-pendekatan dengan masyarakat dengan berbagai cara sehingga masyarakat akan memilih dirinya.(Wawancara, 24 Agustus 2014).

(55)

“saya mengikuti pemilihan umum legislatif bulan April lalu, hal ini saya lakukan karena itu meryupakan hak saya sebagai warga negara selain itu dalam pemilihan legislatif sangat menentukan pemimpin wakil rakyat yang memperhatikan rakyat nantinya. (Wawancara, 22 Agustus 2014).

Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Desi Safriani selaku mahasiswa dan masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, menyatakan bahwa:

“saya mengikuti pemilihan legislatif karena, itu merupakan salah satu kewajiban saya sebagai warga negara dan senagai penentu pemimpin wakil rakyat untuk 5 tahun yang akan datang(Wawancara, 23 Agustus 2014).

Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Suriyanto, selaku Mahasiswa dan masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, menyatakan bahwa:

“saya mengikuti pemilihan legislatif bulan April lalu karena saya ingin memilih wakil rakyat yang sesuai dengan harapan saya. (Wawancara, 24 Agustus 2014).

Setiap masyarakat yang menggunakan hak pilihya dalam hal ini mengikuti pemilihan legislatif pada bulan April lalu adalah karena alasan-alasan tertentu serta masyarakat juga memiliki pilihan sendiri untuk dipilih sesuai dengan apa yang dinginkan dan diharapkan. Hal inisebagaimanahasil wawancara dengan keuchik Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat (Bapak Sudirman), sebagai berikut:

“sikap saya terhadap pemilihan legislatif bulan April lalu adalah sangat kooperatif, dim,ana saya memilih wakil rakyat yang menurut saya layak, yang memiliki kriteria adil dan jujur. (Wawancara, 22 Agustus 2014).

(56)

“sikap saya pemilihan legislatif bulan April lalu adalah kurang menyenangkan, hal ini karena orang yang saya harap terpilih menjadi wakil rakyat ternyata tidak terpilih. Padahal saya memiliki kriteria sendiri dalam memilih wakil rakyat yaitu wakil rakyat yang dapat menghindari korupsi dan membantas korupsi.(Wawancara, 23 Agustus 2014).

Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Dahlan, selaku Mahasiswa dan masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, menyatakan bahwa:

“sikap saya adalah sangat memuasklan, karena wakil rakyat yang saya pilih, terpilih menjadi legislatif. Saya m,emiliki kriteria sendiri dalam menggunakan hak pilih saya dimana saya memilih wakil rakyat yang jelas yang dapat menjadi instrumen yang bisa mencegah calon-calon bermasalah masuk sebagai waakil rakyat. (Wawancara, 24 Agustus 2014).

Pernyataan serupa juga di sampaikan oleh Suriyanto, selaku salah satu masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat menyatakan bahwa:

“saya sangat puas dengan hasil pemilihan legislatif bulan April lalu, hal ini dikarenakan wakil rakyat pilihan saya terpilih. Saya memiliki kriteria sendiri dalam menggunakan hak pilih saya yaitu orang yang memiliki standar pencalonan anggota legislatif yang tegas dan ketat.(Wawancara, 24 Agustus 2014).

c. Hasil Partisipasi Masyarakat Gampong Simpang Peut Kecamatan Arongan Lambalek pada Pemilihan Legislatif 2014

Pada pemilihan legislative 2014 partisipasi masyarakat sangat diharapkan. Hal ini dikarenakan hasil dari partisipasi tersebut akan melahirkan pemimpin dan wakil rakyat sesuai dengan harapan masyarakat.Untuk melihat hasil dari partisipasi politik masyarakat pada legislative 2014, dapat diketahui dari hasil perhitungan suara. Dalam hal dapat diketahui dari pernyataan Bapak Herman selaku ketua KIP Kabupaten Aceh Barat, dalam hal ini menyatakan bahwa:

Gambar

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sagala sebagaimana dikutip oleh Siti Aminah, dlkk., (2015) menjelaskan bahwa tujuan diterapkannya MBS adalah untuk: (a) meningkatkan efesiensi penggunaan sumber daya

Seseorang yang menyatakan setuju pada variabel keamanan, kepercayaan dan variabel keberagaman produk memiliki peluang untuk ingin melakukan pembelian secara online melalui

Berdasarkan jenis alat penangkap ikan, dari 5 jenis perikanan yang dibandingkan maka terdapat 3 (tiga) dalam keadaan cukup berkelanjutan yaitu perikanan pancing

Terjemah I merupakan mata kuliah yang diminati banyak mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan mereka menjumpai beberapa kesulitan dalam mengekuievalensikan struktur

Uğur Sezer ugursezeranka@gmail.com – 0532 797 25 38 Sayfa 55 Şekil 5.7 Turba tabakası için boşluk suyu basınçlarının tanımlanması.. İpucu: Kümeye özgü serbest su

Hotel Resty Menara merupakan hotel berbintang tiga (***) yang terletak di pangkal jalan Sisingamangaraja, No. Hotel Resty Menara Pekanbaru memberikan motivasi kepada

Sebagai trader FOREX perkara utama yang harus dititik beratkan adalah tentang jumlah kerugian yang sanggup kita tanggung sebelum membuat entry. Didalam pengurusan risiko, hanya

Dapur Kuliner pada Akademi Surabaya menggunakan peralatan dapur modern untuk tiap mahasiswa sehingga mempermudah proses belajar dengan exhaust hood pada tiap