• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Bangunan Akademi Kuliner Surabaya dalam Teori Fungsi Christian Norberg-Schulz

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tinjauan Bangunan Akademi Kuliner Surabaya dalam Teori Fungsi Christian Norberg-Schulz"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Setiap bangunan rumah tinggal pasti memiliki dapur sebagai salah satu tempat yang sangat diutamakan selain kamar tidur. Kebutuhan ruangnya bukan hanya harus disesuaikan dengan apa yang diinginkan oleh penggunanya tetapi harus disesuaikan dengan tingkat aksesibilitasnya. Secara luas, kebutuhan dapur yang ada di akademi kuliner akan lebih mencakup berbagai kalangan, oleh karena itu banyak inovasi yang mampu meningkatkan tingkat kreatifitas dalam memasak. Dengan adanya ruang luar pada penerapan ruang memasak akan memberikan sebuah suasana dan tekanan baru bagi penggunanya. Ruang luar yang akan ditunjukkan akan ditata sedemikian rupa sehingga bukan hanya memberikan efek kepada penggunanya tetapi juga pada penikmatnya. Beberapa elemen ini akan ditinjau secara jelas dengan teori fungsi dari Christian Norberg-Schulz untuk pencapaian fungsi secara maksimal

Kata Kunci—Akademi Kuliner Surabaya, Teori Christian Norberg-Schulz

I. PENDAHULUAN

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Makhluk hidup di dunia ini terdiri dari tiga jenis yaitu manusia, hewan, dan tumbuhan. Bagi tiap-tiap makhluk hidup di atas makanan dibutuhkan untuk hidup, tumbuh dan berkembang biak. Namun, khusus pada manusia fungsi makanan tidak hanya digunakan sebagai alat untuk membantu pertumbuhan dan perkembangbiakannya namun juga untuk memenuhi cita rasa maupun selera tiap individu dari manusia tersebut.

Pentingnya citarasa pada sebuah makanan menjadikan cara mengolah makanan itu sendiri menjadi hal yang penting. Animo masyarakat terhadap bidang kuliner semakin tahun juga semakin meningkat. Salah satu hal yang menandai peningkatan tersebut adalah makin maraknya acara pertelevisian yang menayangkan program masak-memasak dengan seorang celebrity chef. Selain itu, mulai menjamurnya bisnis makanan dengan munculnya restoran-restoran baru semakin meyakinkan bahwa bidang kuliner merupakan salah satu bidang yang menjanjikan. Baik atau tidaknya sebuah restoran ditentukan oleh rasa dan penyajian dari makanan yang disajikan. Pengolahan makanan yang berkualitas tersebut tentunya membutuhkan koki-koki yang handal.

Darimana kah asal koki-koki hebat terebut? Sekolah-sekolah kuliner membantu lahirnya koki-koki hebat untuk menciptakan makanan-makanan bercita rasa tinggi tersebut, namun pada kenyataannya jumlah sekolah kuliner di Indonesia khususnya Surabaya terbilang kurang. Di kota Surabaya misalnya, hanya terdapat 3 sekolah kuliner setara

Tinjauan Bangunan Akademi Kuliner Surabaya

dalam Teori Fungsi Christian Norberg-Schulz

Nadiar Pratiwi, dan Ir. Baskoro W. Isworo, M.Ars

Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

(2)

perguruan tinggi, yaitu Tristar Culinary Institute, Monas Pacific Culinary Academy, The Sages Institute International. Hal utama yang ada dalam bangunan akademi ini adalah dapur. Dimana dapur adalah elemen utama yang harus diperhatikan kenyamanan dan keamanannya. Banyak hal yang harus ditekankan pada pengolahan serta letak dapurny. Adanya inovasi penerapan ruang luar seperti dapur luar, lansekap, dan kebun merupakan modal utama untuk menambah kreatifitas dari setiap koki juga untuk pembebasan udara CO2 atau asap.

II. PENJELASAN TEORI FUNGSI

Christian Norberg-Schulz memunculkan empat fungsi yang dapat dilaksanakan oleh arsitektur untuk menjawab : apa tugas bangunan. Keempat fungsi tersebut adalah :

1. Physical control.

Peranan dari physical control pada fungsi dan peran bangunan meliputi pengontrolan iklim (udara, kelembaban, temperatur, angin, curah hujan, dll), cahaya, suara, bau, hal-hal lain seperti debu, asap, serangga, hewan dan manusia serta radioaktif. Kebanyakan dari faktor-faktor tersebut diatas bersifat geographis dan dapat dipahami bahwa semua aspek physical control berkaitan dengan hubungan antara bangunan dan lingkungannya. Lingkungan mempengaruhi bangunan dengan energi-energi yang harus dikontrol.

Jadi physical control terdiri dari hubungan-hubungan antara bangunan dengan lingkungannya, artinya physical control tergantung pada kegiatan manusia yang harus dilayani dan ditampung oleh bangunan.

2. Functional frame.

Pada functional frame akan banyak dibahas aspek-aspek fisik tingkah laku manusia. Pada dasarnya manusia selalu melakukan kegiatan, sehingga membutuhkan wadah arsitektural untuk menampung kegiatan tersebut. Perlu diingat bahwa dua bangunan dapat berperan dengan baik untuk fungsi yang sama tanpa harus menciptakan suasana yang sama. Suasana dapat berubah sejalan dengan sejarah, sementara fungsinya tetap. Fungsi akan berubah bila terjadi perubahan yang mendasar pada gaya hidup kita.

Fakta menyatakan bahwa setiap kegiatan membutuhkan ruang (space) tertentu. Ruang dapat memiliki ukuran yang tepat (misalnya lapangan tenis). Tetapi dapat pula bervariasi (lebih kurang). Fungsi tidak hanya menentukan ukuran ruang-ruang, tetapi biasanya juga menentukan bentuk. Sejumlah restoran untuk sejumlah pengunjung tertentu bisa berbentuk lingkaran, bujur sangkar, persegi panjang atau tidak beraturan. Yang penting bentuk tersebut harus dapat menampung kegiatan/fungsi makan dan pelayanan secara nyaman.

Functional frame harus dapat beradaptasi terhadap kekomplekan kegiatan. Secara umum dapat dikatakan bahwa functional frame harus merepresentasikan

(3)

sebuah struktur kegiatan dengan memanifestasikan spatial, tipologi, dan karakter dinamis dari fungsi-fungsi.

3. Social Millieu.

“Social millieu” bisa menjadi ekspresi statis, peranan, kelompok, perkumpulan, institusi dan sekelompok bangunan yang dapat mempresentasikan sistem sosial sebagai suatu kesatuan, suatu contoh Istana Raja dibuat lebih besar dari bangunan-bangunan lain dengan tujuan untuk menunjukan status sosial. Secara umum dapat dikatakan peran serta aturan-aturan dalam hubungan manusia membentuk sebagian dari peran bangunan. Bangunan dan lingkungannya memberikan dan menampung kehidupan manusia dan lingkungan yang tepat untuk kegiatan-kegiatan umum atau khusus.

4. Cultural Symbolization.

Arsitektur adalah obyek budaya dan juga merupakan hasil karya manusia yang melayani aktivitas-aktivitas manusia secara umum. Kita telah sepakat bahwa seni mengekspresikan nilai, sementara sains menerangkan fakta-fakta, dan seni adalah salah satu alat untuk menyatakan nilai-nilai budaya untuk kemudian dimasyarakatkan. Seni juga melambangkan obyek-obyek budaya. Bahwa arsitektur dapat melambangkan obyek-obyek budaya adalah fakta empiris, karena sejarah arsitektur menunjukan bahwa aspek ini telah membentuk sebuah bagian penting dari peranan bangunan. Karena struktur sosial didasari nilai-nilai umum dan sistem lambang (simbol), hal ini membuktikan bahwa simbol budaya berhubungan erat dengan formasi, social milleu.

Kita dapat menyimpulkan bahwa setiap milleu sosial tidak langsung melambangkan obyek-obyek budaya, sementara perlambangan budaya dapat juga terjadi secara langsung dengan membiarkan bentuk-bentuk arsitektur tertentu menunjukan obyek budaya tertentu. kedua kemungkinan tersebut bisa saja digabungkan. Jadi Christian Norberg-Schulz memahami fungsi sebagai tugas dan pekerjaan yang harus dijalankan oleh suatu lingkungan binaan.

III. PENERAPAN TEORI PADA RANCANGAN Mengacu kepada teori fungsi Christian Norberg-Schulz yang ditinjau dari sudut bidang arsitektur untuk menjawab : apa tugas bangunan. Maka analisa terhadap bangunan Akademi Kuliner Surabaya, adalah sebagai berikut:

1. Physical control

Peranan dari physical control pada fungsi dan peran bangunan meliputi pengontrolan iklim (udara, kelembaban, temperatur, angin, curah hujan, dll), cahaya, suara, bau, hal-hal lain seperti debu, asap, serangga, hewan dan manusia serta radioaktif. Kebanyakan dari faktor-faktor tersebut diatas bersifat geographis dan dapat dipahami bahwa semua aspek physical control berkaitan dengan hubungan antara bangunan dan lingkungannya

(4)

Gambar 3.1 Gambar proses pembuangan asap di dapur

kuliner.

Gambar 3.2 Gambar skema proses pembuangan asap di

dapur kuliner

Gambar 3.3 Gambar perletakan mesin AC (kondensor)

pada bangunan Akademi Kuliner Surabaya.

Gambar 3.4 Gambar fasad bangunan Akademi Kuliner

Surabaya. Jadi, Physical Control bergantung pada kegiatan

manusia yang harus dilayani dan ditampung oleh bangunan. Akademi Kuliner Surabaya merupakan sebuah sekolah masak sehingga respon utama adalah mengenai pengelolaan hasil buangan dapur sebagai jantung utama kegiatan pendidikan. Adanya aktifitas yang terjadi di dapur kuliner maupun pastry yang terdapat pada kompleks bangunan mengakibatkan terbenttuknya asap yang berlebih akibat proses memasak terebut, untuk itulah bangunan memerlukan suatu sistem pembuangan asap yang memadai.

Pada kasus ini dibuatlah sebuah sistem untuk memecahkan masalah tersebut, yaitu memberikan exhaust hood pada tiap kompor di dapur kuliner maupun di dapur pastry yang berfungsi membuang asap berlebih akibat proses memasak.

Proses pembuangan asap yang terjadi di dalam dapur kuliner sampai menuju pipa pembuangan akhir yaitu seperti gambar 3.1 yang menjelaskan sistem yang terjadi. Proses tersebut adalah asap berlebih dari hasil masakan dihisap oleh exhaust hood yang berada tepat di atas masing-masing kompor. Kemudian akan dialirkan melalui ducting menuju ESP. ESP adalah singkatan dari Electrostatic Precipitator yang merupakan alat pembersih udara yang dapat menyaring debu dan asap dalam udara. Dalam kasus ini ESP berfungsi menyaring asap makanan sehingga gas buangan yang dihasilkan tidak mengganggu aktifitas sekolah secara keseluruhan. Selanjutnya setelah asap difiltrasi oleh ESP selanjutnya dialirkan dengan ducting menuju luar ruangan. (lihat gambar 3.2)

Untuk penghawaan dalam ruangan digunakan sistem penghawaan buatan dengan menggunakan AC split, dengan kondensor yang menempel pada dinding luar bangunan. Terdapat kisi-kisi pada fasad bangunan yang digunakan untuk menutupi mesin AC tersebut. (lihat gambar 3.3)

Pencahayaan pada bangunan menggunakan pencahayaan alami pada bangunan yaitu banyaknya bukaan pada fasad bangunan Akademi Kuliner Surabaya yang merupakan ruangan kelas dan dibantu dengan pencahayaan buatan yaitu lampu. (lihat gambar 3.4)

2. Functional frame

Menurut functional frame sebuah karya arsitektur harus dapat mewadahi aktifitas atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Bangunan ini secara arsitektur dapat memenuhi kebutuhan pengguna akan sebuah sekolah masak modern yang dapat mengakomodasi kebutuhannya dengan baik.

Perancang menyediakan sebuah kelas bersama, seperti amphiteater dengan kitchenset berada di tengah ruangan sehingga seluruh mahasiswa dapat belajar bersama teori sekaligus prakteknya secara langsung dan kemudian masing-masing praktek di kelas praktekyaitu dapur kuliner dan dapur pastry. (lihat gambar 3.5 dan 3.6)

Sumber : image © Juni 2013 google.com

Sumber : dokumen pribadi

Sumber : dokumen pribadi Sumber : image © Juni 2013 google.com

(5)

Gambar 3.5 Gambar interior ruang kelas bersama pada

Akademi Kuliner Surabaya.

Gambar 3.6 Gambar interior dapur kuliner pada Akademi

Kuliner Surabaya.

Gambar 3.7 Gambar Siteplan Akademi Kuliner Surabaya.

Gambar 3.8 Gambar plaza sebagai ruang luar pemersatu

antar masa bangunan Akademi Kuliner Surabaya

Dapur Kuliner pada Akademi Surabaya menggunakan peralatan dapur modern untuk tiap mahasiswa sehingga mempermudah proses belajar dengan exhaust hood pada tiap peralatan dapur untuk menangani asap hasil masakan yang berlebih dengan sistem seperti gambar 3.2

3. Social Millieu.

“Social millieu” bisa menjadi ekspresi statis, peranan, kelompok, perkumpulan, institusi dan sekelompok bangunan yang dapat mempresentasikan sistem sosial sebagai suatu kesatuan. Secara umum dapat dikatakan peran serta aturan-aturan dalam hubungan manusia membentuk sebagian dari peran bangunan. Bangunan dan lingkungannya memberikan dan menampung kehidupan manusia dan lingkungan yang tepat untuk kegiatan-kegiatan umum atau khusus.

Sistem sosial yang terjadi pada bangunan ini adalah hubungan antar pengguna bangunan, yaitu antara mahasiswa dengan dosen, mahasiswa dengan mahasiswa maupun dosen dengan dosen. Sehingga diwujudkan dalam sebuah desain yang memiliki konsep adanya ruang luar yang menjadi pemersatu tiap masa bangunan dan sebagai pusat kegiatan di luar ruangan. (lihat gambar 3.7)

Pada desain yang memiliki lima masa bangunan utama diwujudkan dengan pemberian plasa di tengah-tengah site sebagai pemersatu antar masa bangunan dan juga dapat digunakan sebagai tempat aktivitas di luar ruangan seperti basar atau lomba memasak. (lihat gambar 3.8)

Plaza tersebut selain digunakan sebagai sarana pemersatu antar masa bangunan juga sebagai ruang transisi, dari zona publik yaitu, cafetaria dan fasilitas penunjang menuju zona privat yaitu, fasilitas pendidikan.

Area lain yang digunakan untuk menampung kegiatan bersama mahasiswa Akademi Kuliner Surabaya adalah balkon yang terdapat pada lantai dua fasilitas pendidikan utama. Balok tersebut juga menyatukan dua bangunan fasilitas pendidikan utama Akademi Kuliner Surabaya. (lihat gambar 3.9)

4. Cultural Symbolization.

Sebuah bangunan dapat menjadi simbol sebuah budaya tertentu, hal tersebut berkaitan erat dengan fungsi arsitektur poin ketiga yaitu social milieu, dimana social millieu mempengaruhi simbol yang terjadi.

Pada bangunan ini cultural symbolization yang terjadi adalah pada fasad bangunannya. Akademi Kuliner Surabaya merupakan bangunan dengan style modern. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk fasadnya yang didominasi dengan garis horisontal dan vertikal dengan atap miring. Bentuk bangunan seperti itu merupakan ciri khas bangunan dengan style modern, namun bukan merupakan ciri khas dari gaya bangunan di Surabaya atau bangunan tradisional Indonesia. (lihat gambar 3.10 dan 3.11)

Sumber : dokumen pribadi

Sumber : dokumen pribadi

Sumber : dokumen pribadi

(6)

Gambar 3.10 Gambar fasad bangunan Akademi Kuliner

Surabaya dalam beberapa sudut.

Gambar 3.11 Gambar bangunan Akademi Kuliner Surabaya

diambil dari sudut pandang mata burung.

Gambar 3.9 Gambar fasad bangunan Akademi Kuliner

Surabaya dalam beberapa sudut. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa obyek studi merupakan obyek yang dapat menajwab pertanyaan apa fungsi bangunan untuk memenuhi empat poin dalam teori fungsi Christian Norberg-Schulz. Namun, untuk poin terakhir yaitu Cultural Symbolization bangunan Akademi Kuliner.

Surabaya hanya dapat merepresentasikan waktu dimana bangunan itu dibuat tetapi kurang menyimbolkan budaya setempat yaitu Surabaya di mana Akademi Kuliner Surabaya didirikan.

UCAPANTERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing Ir. Baskoro W. Isworo, M. Ars dan Ir. M. Salatoen P., MT. Selaku dosen koordinator mata kuliah tugas akhir. Serta penulis menyampaikan ucapan terimakasih atas semua doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama proses pengerjaan tugas akhir dan penyelesaian jurnal ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Perkuliahan Seminar Arsitektur.

[2] Neufert, Ernest. 1980. Architect’s Data Second

(International) English Edition, Granada Publishing

[3] Architecture Ebook-Metric Handbook Planning and Design

Data.pdf

[4] New Metric Handbook 1981.

[5] Duerk, Donna P. 1993. Architectural Programming :

Information Management for Design. New York : Van Nostrand Reinhold.

[6] Antoniades, C. Anthony. 1990. Poetic of Architecture

[7] Joseph, De Chiara and Callender, John Handcock, Time

Saver Standar for Building Types 3rd, ed Singapore : Mc

Graw Hill company.1990

[8] Tschumi, Bernard dan Irene Cheng. 2004 . The State of

Architecture at The Beginning of The 21th Century. The

Monacelli Press.

[9] RDTRK Surabaya tahun anggaran 2008.Pemkot Surabaya

[10] Kilas Jurnal FTUI,Januari 2000,volume 2 nomor 1,halaman79

[11] Surasetja, R. Irawan.hand-out Mata Kuliah Pengantar Arsitektur-TA 110.2007.Bandung:Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan-FPTK-UPI.

Sumber : dokumen pribadi

Sumber : dokumen pribadi Sumber : dokumen pribadi

Referensi

Dokumen terkait

Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan Desa Pusong di Kota Lhokseumawe. Penentuan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa desa tersebut

di atas, penulis akan melakukan penelitian klasifikasi kendaraan bergerak dengan mempertimbangkan jumlah piksel dan luas square dari obyek dengan logika fuzzy dimana data video

LKS dengan menggunakan Pop Up Book dan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square pada materi bangun ruang dapat dimanfaatkan oleh guru untuk

III - 22 RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Rokan Hilir Visi : Terwujudnya Rokan Hilir sebagai Kawasan Industri guna menuju masyarakat madani dan mandiri yang

Pengaruh jenis bahan organik tidak tampak terhadap efikasi Trichoderma dalam mengendalikan penyakit BPBL pada peubah daun, batang, maupun

Contohnya, jika seekor anjing telah dilatih membengkokan kaki kirinya, maka ia juga akan memberikan respon membengkokan kaki kanannya seandainya respon yang asli (kaki

[r]

The changes reported numbers of AMPA receptors were reported to decline might be due to either a change in receptor number or an within the FD region, the number of NMDA