PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK
DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG
SKRIPSI
Oleh :
DEWI IMROATUL AZIZAH 04120003
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
April 2009
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK
DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar
Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh :
DEWI IMROATUL AZIZAH 04120003
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
April, 2009
HALAMAN PERSETUJUAN
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG
SKRIPSI
Oleh:
DEWI IMROATUL AZIZAH 04120003
Telah Disetujui
Pada Tanggal 27 Maret 2009
Oleh
Dosen Pembimbing,
Hj. Rahmawati Baharuddin, MA. NIP. 150 318 021
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Drs. Moh. Padil, M.Pd.I NIP. 150 267 235
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG
SKRIPSI
Dipersiapkan dan disusun oleh Dewi Imroatul Azizah (04120003) telah dipertahankan di depan dewan penguji
pada tanggal 13 April 2009 dengan nilai A
dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
pada tanggal:13 April 2009
Panitia Ujian Tanda Tangan
Ketua Sidang
Hj. Rahmawati Baharuddin, MA. : NIP. 150 318 021
Sekretaris Sidang
Dra. Hj. Siti Annijat, M.Pd. : NIP. 131 121 923
Pembimbing,
Hj. Rahmawati Baharuddin, MA. : NIP. 150 318 021
Penguji,
Dr. Nur Ali, M.Pd. : NIP. 150 321 635
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang
Prof. Dr. H.M Djunaidi Ghony NIP. 150 042 031
PERSEMBAHAN
Skripsi ini äku persembahkan untuk yang selalu hidup
dalam jiwakü:
Allah swt yang telah membuka hati & pikirankü,
memberikan kemudahan & kelancaran.
Baginda Nabi Muhammad yang selalu küharap syafa atnya.
Bapak dan Ibukü yang tanpa kenal lelah memberikan kasih
sayang & motivasi demi keberhasilankü.
Saudarikü (mbak ilul) yang selalu memberi motivasi & dukungan. Keponakankü BåBå,semoga Allah memberikan masa
depan yang cerah.
Sobatkü Luluk Hied (almh), Semoga engkau mendapatkan
tempat yang lapang di sisi-Nya. Arek-arek al Ghazaly 3 04 (dantee, dinda, lia, ila & yayuk) & Akhwati SeCa of
Maganema, jerih payah kita dalam belajar sungguh tidak sia-sia. Sobat-sobatkü transferan dari D-2, akhirnya
kita lulus juga !!
Seluruh asatidz & ustadzat yang telah memberikan
ilmunya kepadakü. Dosen pembimbing (bu Rahma) yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan
MOTTO
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
Hj. Rahmawati Baharuddin, MA Dosen Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Negeri (UIN) Malang
NOTA DINAS PEMBIMBING
Hal : Skripsi Dewi Imroatul Azizah Malang, 27 Maret 2009 Lamp : 4 (empat) Eksemplar
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang Di
Malang
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut di bawah ini:
Nama : Dewi Imroatul Azizah NIM : 04120003
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul Skripsi : Pelaksanaan Pedidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Autistik Di Sekolah Inklusi SDN Sumbersari 1 Malang
Maka selaku pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan.
Demikian, mohon dimaklumi adanya.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Pembimbing,
Hj. Rahmawati Baharuddin, MA NIP. 150 318 021
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, 27 Maret 2009
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt, tempat memohon pertolongan dan ampunan,
tempat berlindung dari segala kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan.
Barangsiapa diberi petunjuk oleh-Nya, maka tidak akan ada yang mampu
menyesatkan dan barangsiapa disesatkan-Nya, maka tidak ada yang mampu
memberi petunjuk.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
yang telah diutus untuk membawa risalah dan membebaskan umat Islam dari
belenggu kebodohan.
Dalam penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah berjasa dan
senantiasa memberikan dukungan, bimbingan, arahan, dan motivasi sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak dan Ibuku tercinta yang telah memberikan dukungan moril dan
materiil selama menuntut ilmu.
2. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Malang.
3. Bapak Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony, selaku dekan Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
4. Bapak Drs. Moh. Padil M.Pd, selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
5. Hj. Rahmawati Baharuddin, MA., selaku dosen pembimbing yang telah
mencurahkan semua pikiran dan waktunya untuk memberikan arahan dan
bimbingan bagi penulisan skripsi ini.
6. Semua guru-guru dan dosen-dosenku yang telah memberikan ilmunya untuk
bekal di masa depanku.
7. Ibu Dra. Anita Rosemaria selaku kepala SD Negeri Sumbersari 1 Malang
yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian.
8. Kakak-kakak dan keponakanku yang selalu memberikan motivasi.
9. Segenap teman-teman dan semua pihak yang telah banyak memberikan
dukungan.
Tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini melainkan Dia yang Maha
Sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan pada semua pihak untuk
memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini. Semoga apa yang kami
hasilkan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, 27 Maret 2009
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1: Data Guru dan Karyawan SD Negeri Sumbersari 1...
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 2 : Surat Rekomendasi
Lampiran 3 : Surat Keterangan
Lampiran 4 : Bukti Konsultasi
Lampiran 5 : Pedoman Interview
Lampiran 6 : Pedoman Observasi
Lampiran 7 : Pedoman Dokumentasi
Lampiran 8 : Profil Sekolah
Lampiran 9 : Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Lampiran 10 : Model Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
ABSTRAK
Azizah, Dewi Imroatul. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan khusus Autistik Di Sekolah Inklusi SDN Sumbersari 1. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Hj. Rahmawati Baharuddin, MA.
Kata Kunci: Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, Sekolah Inklusi
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dengan adanya pendidikan, manusia dapat berkembang sesuai dengan fitrahnya. Begitu juga dengan anak-anak berkebutuhan khusus, mereka berhak mendapatkan layanan pendidikan sebagaimana yang didapatkan oleh anak-anak normal.
Upaya pemerintah dalam menyetarakan hak anak-anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan adalah dengan melakukan kerjasama dengan sekolah umum untuk melaksanakan program pendidikan inklusi. Tujuan program pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus adalah agar mereka dapat bersosialisasi dengan teman-teman yang normal, sehingga dapat membantu mempercepat kesembuhannya. Sedangkan tujuan pendidikan inklusi bagi anak normal adalah agar mereka dapat memahami bahwa di sekitar mereka banyak anak berkebutuhan khusus yang harus dihormati dan disayangi.
Pendidikan agama Islam sebagai bagian dari pendidikan, merupakan salah satu bidang studi di lembaga pendidikan umum dengan tujuan membantu anak didik untuk memperoleh kehidupan yang bermakna, sehingga mereka mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, baik secara individu maupun kelompok. Pendidikan agama Islam mengajari anak didik tata cara beribadah untuk mendekatkan diri dengan Tuhan dan tata cara berhubungan dengan sesama manusia, saling menghormati, menghargai dan menyayangi.
Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana konsep pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik sekolah inklusi? (2) Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi? (3) Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi? Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Mengetahui konsep pembelajaran pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi. (2) Mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi. (3) Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, interview dan dokumentasi. Teknik analisis data dengan cara
pengolahan data dan analisis data, sedangkan pengecekan keabsahan data dilakukan dengan ketekunan pengamatan dan triangulasi.
Hasil dari penelitian ini adalah (1) Kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah inklusi sesuai dengan kurikulum sekolah umum, tetapi sekolah inklusi berhak melakukan modifikasi. Metode dan media pembelajaran yang digunakan disesuaikan dengan materi yang sedang diajarkan, sedangkan evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi proses, post test dan evaluasi akhir semester. (2) Kurikulum pendidikan agama Islam yang digunakan adalah KTSP, metode pembelajaran yang seringkali dipakai adalah cermah, hafalan, tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi dan praktek, sedangkan media pembelajaran yang biasa dipakai adalah media visual. Materi yang diajarkan meliputi Al Quran, aqidah, akhlak, fiqih, dan tarikh. (3) Faktor pendukung: guru yang berkompeten, guru pembimbing khusus dan shadow untuk ABK; penambahan jam pelajaran pendidikan agama Islam; ruang khusus ABK dan permainan yang dapat mengasah otak. Faktor penghambat: konsentrasi dan mood ABK autistik seringkali berubah-ubah; ABK autistik kebanyakan mengalami lamban belajar dan mudah lupa; banyaknya jumlah ABK dalam satu kelas; shadow yang tidak kooperatif.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap Negara mempunyai landasan dalam kebijakannya. Di Indonesia,
landasan itu tertuang dalam undang-undang yang dibakukan dan dibukukan.
Dalam mukadimah Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia
tahun 1945, para father founding Indonesia menyebutkan:
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial 1
Redaksi pembukaan Undang-Undang Dasar di atas memberikan arti
bahwa tolok ukur keberhasilan pemerintah Indonesia paling tidak adalah
terwujudnya kesejahteraan umum, kehidupan bangsa yang cerdas dan
berperan aktif daam pergaulan internasional guna menciptakan perdamaian.
Kesemuanya adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia.
Sebagai anggota UNESCO, Indonesia juga menganut filsafat Education
For All, yaitu pendidikan untuk semua. Dalam batang tubuh UUD 1945 pasal
31 ayat 1 dinyatakan bahwa tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
Begitu juga dalam Undang Undang nomor 4 tahun 1997 pasal 5 disebutkan:
1
Dikutip dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Surabaya: CV Pustaka Agung Harapan), hlm 5.
setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam
aspek kehidupan dan penghidupan.
Dalam upaya mewujudkan demokratisasi pendidikan di Indonesia, perlu
diselaraskan dengan program UNESCO Education for All, hal tersebut perlu
didukung oleh lembaga formal, agar pendidikan dapat berjalan secara baik
perlu melibatkan masyarakat.
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan
suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Karena bagaimanapun juga, pendidikan merupakan wahana untuk mencetak
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan demikian,
dibutuhkan lembaga-lembaga yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan
nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No 20 Tahun 2003: Tujuan pendidikan nasional yaitu
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.2
Begitu pentingnya pendidikan, maka setiap anak berhak untuk
mendapatkan pendidikan yang layak tanpa memandang latar belakang agama,
suku bangsa, ekonomi dan status sosialnya. Hal ini didasarkan pada
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi
2
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Citra Umbara, 2006), hlm 76.
anak berkelainan. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus
disebutkan bahwa: pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan
pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang
memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau
berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah.3
Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan
bagi anak berkelainan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi. Secara
lebih operasional, hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah tentang
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
Program pemerintah berupa layanan pendidikan inklusi memungkinkan
anak-anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh ilmu pengetahuan di
sekolah umum sebagaimana yang diperoleh anak-anak normal. Dalam
program tersebut, anak-anak berkebutuhan khusus disekolahkan bersama
dengan anak normal di sekolah reguler, sehingga diharapkan anak
berkebutuhan khusus memiliki rasa percaya diri dan akhirnya mereka dapat
mandiri. Sebaliknya, anak-anak normal akan terdidik dan belajar toleransi
antar sesama manusia.
Pendidikan inklusi sebenarnya merupakan model penyelenggaraan
program pendidikan bagi anak berkelainan atau berkebutuhan khusus di mana
penyelenggaraannya dipadukan bersama anak normal dan bertempat di
3
sekolah umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga
bersangkutan.4
Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak
lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini
dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal
dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai satu komunitas.5
Oleh karena itu, anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang
sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di
sekolah terdekat. Pendidikan inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu
persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkelainan selama ini.
Karena tidak mungkin membangun SLB di tiap Kecamatan/Desa sebab
memakan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama.
Tujuan lain dari diadakannya pendidikan inklusi adalah untuk memberikan
pengertian pada anak didik bahwa dalam kehidupan di dunia ini mereka akan
menemui banyak perbedaan yang harus mereka hadapi dan hormati. Selain itu,
program ini akan membantu orang tua yang mempunyai anak-anak
berkebutuhan khusus untuk lebih memaksimalkan potensinya baik dalam
bidang sosial, emosional, fisik, kognitif maupun kemandiriannya dalam
lingkungan anak-anak yang beragam.
Karakteristik anak berkebutuhan khusus yang diterima di layanan
pendidikan inklusi adalah anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunawicara, tunalaras, anak berkesulitan belajar, anak lamban belajar, anak
4
Sukadari, Peran Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkelainan, (www.madina.com, diakses 8 Januari 2009)
5
autistik, anak dengan gangguan motorik, anak korban penyalahgunaan
narkoba atau anak dengan gabungan dua atau lebih jenis-jenis anak
berkebutuhan khusus. Di antara sekian banyak karakteristik tersebut, peneliti
tertarik untuk mengadakan penelitian tentang anak berkebutuhan khusus
autistik. Pemilihan ini dikarenakan setiap anak berkebutuhan khusus autistik
memiliki gangguan yang berbeda, sehingga penanganannyapun harus
dibedakan.
Anak berkebutuhan khusus autistik adalah anak yang mengalami
gangguan perkembangan dalam komunikasi, interaksi sosial dan perilaku.
Autisme sendiri sangat banyak variasi dan gangguan yang menyertainya.
Anak berkebutuhan khusus autistik yang dapat mengikuti layanan pendidikan
inklusi anak autis yang verbal atau mampu mengungkapkan diri dengan
kata-kata dan memiliki IQ rata-rata atau di atas normal.
Autistik merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks
menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi.6 Anak
autistik adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat yang
antara lain mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan
berhubungan dengan orang lain. Autisme juga merupakan gangguan
perkembangan organik yang mempengaruhi kemampuan anak-anak dalam
berinteraksi dan menjalani kehidupannya.7 Jadi, anak berkebutuhan khusus
autistik adalah anak yang mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang
6
Dyah Puspita, Kebijakan Pendidikan Bagi Anak Autis, (www.putrakembara.com, diakses 25 Nopember 2008)
7
Hanafi dalam Abdul Hadis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik (Bandung: Alfabeta, 2006), hlm 43.
komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku, dan
emosi.
Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa penyebab autistik yang sering
dijumpai adalah faktor genetika (keturunan).8 Selain itu, autis juga
dipengaruhi oleh virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur, nutrisi yang buruk,
pendarahan dan keracunan makanan pada saat kehamilan sehingga dapat
menghambat
pertumbuhan sel otak dan kemudian menyebabkan kelainan fungsi otak bayi
yang dikandung terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi.9
Sudah menjadi tugas orang tua, pendidik, dan mereka yang peduli akan
pendidikan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak agar
memperoleh pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam merupakan
pemenuh kebutuhan rohani yang paling vital dalam kehidupan manusia secara
keseluruhan, karena pada dasarnya, pendidikan agama Islam dilatarbelakangi
oleh hakikat manusia yang memiliki unsur jasmaniah dan rohaniah, sehingga
agama merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Dengan
pendidikan agama Islam, peserta didik diharapkan dapat menjadi manusia
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dengan memahami dan
mengamalkan ajaran Islam. Islam juga menganjurkan agar anak-anak yang
berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan seperti anak normal, sehingga
mereka dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya sebagai
makhluk yang bisa dididik.
8 Ibid.. 9
Dyah Puspita, Kebijakan Pendidikan Bagi Anak Autis, (www.putrakembara.com, diakses 25 Nopember 2008)
Islam juga menunjukkan betapa sangat berartinya manusia yang
sempurna berperan aktif dalam mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus
agar kelak tidak menjadi manusia yang lemah dan tidak menjadi beban bagi
kehidupan sosialnya. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kepedulian dan peran
aktif masyarakat luas terhadap anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti bermaksud melakukan
penelitian tentang anak berkebutuhan khusus autis yang mendapatkan
pelayanan pendidikan inklusi. Penelitian ini dilakukan di SDN Sumbersari 1
yang merupakan salah satu sekolah dasar umum yang memberikan layanan
pendidikan inklusi. SDN Sumbersari 1 merupakan sekolah inklusi yang dapat
memberikan layanan bagi anak berkebutuhan khusus dengan sangat baik,
bahkan sekolah ini menjadi salah satu sekolah inklusi percontohan di Jawa
Timur.10 Adapun judul penelitian ini adalah Pelaksanaan Pendidikan Agama
Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Autistik Di Sekolah Inklusi
SDN
Sumbersari 1 Malang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan
khusus autistik sekolah inklusi?
10
2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak
berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi?
3. Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan
agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan
khusus autistik di sekolah inklusi.
2. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak
berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi.
3. Untuk mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah
inklusi.
D. Kegunaan Penelitian 1. Untuk lembaga:
Penelitian ini dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk meningkatkan
mutu pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik.
2. Untuk peneliti:
Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan keilmuan
di sekolah inklusi, serta sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya.
3. Untuk UIN Malang:
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk menambah
khasanah keilmuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di
sekolah inklusi.
E. Ruang Lingkup Pembahasan
Untuk menghindari penyimpangan pembahasan dalam penelitian ini, maka
perlu ditentukan terlebih dahulu ruang lingkup pembahasan, sehingga dapat
membuahkan hasil yang maksimal seperti yang diharapkan. Adapun
pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada pelaksanaan pendidikan agama
Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Kelas Inklusi SDN Sumbersari 1
Malang yang meliputi:
1. Konsep pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik
di sekolah inklusi, yang meliputi: kurikulum, pendidik, anak didik, materi,
metode, media dan evaluasi pembelajaran.
2. Pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus
autistik di sekolah inklusi, yang meliputi: kurikulum, pendidik, anak didik,
materi, metode, media dan evaluasi pembelajaran.
3. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam
F. Definisi Operasional
1. Pendidikan Agama Islam adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik melalui penumbuhan dan
pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan
kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.
2. Anak berkebutuhan khusus autistik adalah anak yang mempunyai masalah
atau gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku.
3. Pendidikan inklusi adalah jenis layanan pendidikan yang memungkinkan
anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal di
sekolah umum.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk lebih mempermudah dalam menyajikan dan memahami isi dari
penulisan skripsi ini, maka dibuatlah sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan, yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, ruang lingkup penelitian, definisi
operasional, dan sistematika pembahasan.
BAB II: Kajian Pustaka, yang menjelaskan tentang pengertian pendidikan
agama Islam, dasar, fungsi, tujuan dan materinya;
komponen-komponen pelaksanaan pendidikan agama Islam; pengertian tentang
anak berkebutuhan khusus autistik, penyebab dan karakteristiknya;
pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus dalam setting pendidikan
inklusi.
BAB III: Metode Penelitian, yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian,
kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, pengecekan keabsahan data
dan tahapan-tahapan penelitian.
BAB IV: Bab ini berisi hasil penelitian.
BAB V : Bab ini berisi pembahasan hasil penelitian.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian tentang Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada
tiga kata, yaitu al tarbiyah, al ta lim dan al ta dib. Di antara ketiga kata
tersebut, kata al tarbiyah lebih populer dan lebih sering digunakan.
Meskipun demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga kata tersebut memiliki
kesamaan makna. Namun secara esensial, masing-masing makna memiliki
perbedaan secara tekstual maupun kontekstual. Adapun makna ketiga kata
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Al Tarbiyah
Kata al tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu:
1) Raba-yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh.11 Makna ini dapat
dilihat dalam firman Allah:
Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. (QS. Ar Rum: 39)12
2) Rabiya-yarba dengan wazn khafiya yakhfa berarti menjadi besar.13
Atas dasar inilah Ibnul Arabi mengatakan:
11
Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam, Terj. Herry Noer Ali (Bandung: CV. Diponegoro, Cet II: 1992), hlm 32.
12
Jika orang bertanya tentang diriku, maka Mekkah adalah tempat tinggalku dan di situlah aku dibesarkan.
3) Rabba-yarubbu dengan wazn madda yamuddu berarti memperbaiki,
menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.14
Dari beberapa makna di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
yang terkandung dalam kata al tarbiyah terdiri atas empat unsur, yaitu:
1) memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa
(baligh),
2) mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan,
3) mengarahkan seluruh fitrah menuju kebaikan dan kesempurnaan,
4) melaksanakan pendidikan secara bertahap.15
b. Al Ta lim
Kata al ta lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan
pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal
dibanding dengan kata al tarbiyah dan al ta dib.16
Rasyid Ridha mengartikan al ta lim sebagai proses transmisi
berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan
ketentuan tertentu. Hal ini merujuk pada firman Allah surat al Baqarah
ayat 151:
13
Abdurrahman an Nahlawi, op.cit, hlm 31. 14
Ibid., hlm 31 15
Ibid., hlm 32 16
Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan
kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al Baqarah: 151)17
Menurut Jalal, sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Ali
penggunaan istilah al ta lim dalam pendidikan mengandung beberapa
makna, yaitu:
1) Ta lim adalah proses pembelajaran secara terus menerus sejak
manusia lahir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran,
penglihatan dan hati.18 Pengertian ini diambil dari firman Allah surat
An Nahl ayat 78:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An Nahl: 78)19
2) Proses ta lim tidak berhenti pada pencapaian pada wilayah kognisi
semata, tetapi juga menjangkau wilayah psikomotor dan afeksi.20
Pengetahuan yang berada dalam batas-batas wilayah kognisi tidak
17
Al Qur an dan Terjemahnya, hlm 24. 18
Dalam Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), hlm 7. 19
Al Qur an dan Terjemahnya, hlm 276. 20
akan mendorong seseorang untuk mengamalkannya, dan
pengetahuan semacam itu biasanya diperoleh atas dasar prasangka
atau taklid.
Dari beberapa makna di atas, dapat disimpulkan bahwa makna kata
ta lim lebih universal dari pada kata tarbiyah. Hal ini dapat dilihat ketika
Rasulullah mengajarkan tilawatul qur an kepada kaum muslimin. Beliau
tidak hanya membuat mereka sekedar dapat membaca saja, melainkan
membaca dengan perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian,
tanggung jawab dan penanaman amanah.
Kegiatan ta lim sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah dapat
membawa kaum muslimin pada tazkiyah (pensucian), yaitu pensucian dan
pembersihan diri manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri itu
berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima hikmah
serta mempelajari segala apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak
diketahuinya.
c. Al Ta dib
Istilah al ta dib untuk menandai konsep pendidikan dalam Islam
ditawarkan oleh Al Attas. Menurutnya konsep inilah yang sebenarnya
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW pada umatnya dahulu. Sabda
Nabi SAW:
Berdasarkan konsep adab tersebut, Al Attas mendefinisikan pendidikan
sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur
ditanamkan ke dalam manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari
segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga
hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan
yang tepat di dalam tatanan wujud dan keperiadaan.21
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang term al tarbiyah, al ta dib
dan al ta lim, para ahli pendidikan telah mencoba memformulasikan
hakikat pendidikan Islam sebagaimana pemaparan berikut ini.
Menurut Muhaimin, pendidikan Islam adalah proses transformasi
dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik
melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai
keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.22 Pengertian
ini mempunyai lima prinsip pokok pendidikan Islam, yaitu:
a. Proses internalisasi dan transformasi, yaitu upaya pendidikan Islam
harus dilakukan secara bertahap, dan kontinu dengan upaya penanaman,
pengajaran, pembimbingan sesuatu yang dilakukan secara terencana dan
sistematis dengan menggunakan pola dan sistem tertentu.
b. Ilmu pengetahuan dan nilai-nilai, yaitu upaya yang diarahkan pada
pemberian dan penghayatan, serta pengamalan ilmu pengetahuan dan
nilai-nilai. Ilmu pengetahuan yang dimaksud di sini adalah ilmu
pengetahuan yang bercirikan Islami, yaitu ilmu pengetahuan yang
21
Ibid., hlm 10 22
Muhaimin & Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya), (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm 136.
memenuhi kriteria epistemologi Islami yang tujuan akhirnya hanya
untuk mengenal dan menyadari dari pribadi dan relasinya terhadap
Allah, sesama manusia dan alam semesta.
c. Pada diri anak didik, yaitu pendidikan diberikan pada anak didik yang
mempunyai potensi-potensi rohani.
d. Melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, yaitu tugas
pokok pendidikan Islam hanyalah menumbuhkan, mengembangkan,
memelihara dan menjaga potensi laten manusia agar ia dapat tumbuh
sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.
e. Guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala
aspeknya, yaitu tujuan akhir proses pendidikan Islam adalah
terbentuknya insan kamil yaitu manusia yang dapat menyelaraskan
kebutuhan hidup jasmani-rohani, struktur kehidupan dunia-akhirat,
keseimbangan pelaksanaan fungsi manusia sebagai hamba-khalifah
Allah dan keseimbangan pelaksanaan trilogi hubungan manusia.
Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan
jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.23
Sedangkan pengertian pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir adalah
bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia
berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.24 Pengertian
23
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT. Al Ma arif, Cet X: 1974), hlm 23.
24
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet VI: 2005), hlm 32.
pendidikan agama Islam menurut Samsul Nizar adalah suatu sistem yang
memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan
kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam.25
Zakiyah Daradjat memberi arti pendidikan agama Islam sebagai berikut:
Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha bimbingan dan usaha terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai pendidikannya, dapat memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya, pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akhirat.26
Dari beberapa definisi pendidikan Islam yang telah dikemukakan di
atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan yang
diberikan kepada seseorang agar dapat memahami Islam secara mendalam,
sehingga diharapkan ia dapat mengamalkan dan berkembang sesuai
dengan ajaran-ajaran Islam.
2. Dasar Pendidikan Islam
Dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam harus merupakan
sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat mengantar pada tujuan
yang telah dicita-citakan. Nilai yang terkandung harus mencerminkan nilai
yang dapat menaungi seluruh aspek kehidupan manusia dan merupakan
standar yang dapat mengevaluasi seluruh kegiatan yang selama ini
berjalan. Dasar pendidikan Islam mempunyai dua segi, yaitu dasar ideal
dan dasar operasional.
a. Dasar ideal pendidikan
25
Samsul Nizar, op.cit, hlm 32 26
Menurut Dr. Said Ismail Ali, dasar ideal pendidikan Islam terdiri atas
enam macam, yaitu:
1) Al Quran,
2) sunnah Nabi Muhammad SAW,
3) perkataan Sahabat,
4) kemasyarakatan umat (sosial),
5) nilai-nilai dan adat kebiasaan masyarakat,
6) hasil pemikiran para pemikir Islam.27
Keenam dasar ideal tersebut merupakan hirarki yang tidak dapat
diubah susunannya, walaupun pada hakikatnya keseluruhan dasar itu
telah mengkristal dalam Al Quran dan As Sunnah.
b. Dasar operasional pendidikan
Dasar operasional pendidikan Islam merupakan dasar yang
terbentuk sebagai aktualisasi dari dasar ideal. Menurut Prof. Dr. Hasan
Langgulung, dasar operasional pendidikan Islam terbagi menjadi enam
macam, yaitu:
1) Dasar historis yang memberi persiapan kepada pendidik dengan
hasil-hasil pengalaman di masa lalu, undang-undang dan
peraturannya, batas-batas dan kekurangan-kekurangannya.
2) Dasar sosial yang memberikan kerangka budaya di mana pendidikan
itu bertolak dan bergerak, serta memindah budaya, memilih dan
mengembangkannya.
27
Sebagaimana dikutip oleh Hasan Langgulung dalam buku Beberapa Pemikiran Pendidikan tentang Pendidikan Islam (Bandung: Al Ma arif, 1980), hlm 35.
3) Dasar ekonomi yang memberikan perspektif potensi manusia
dan keuangan, materi dan persiapan yang mengatur
sumber-sumbernya dan bertanggungjawab terhadap anggaran pembelanjaan.
4) Dasar politik dan administrasi yang memberikan bingkai ideologi
(aqidah) dasar, yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk
mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.
5) Dasar psikologis yang memberikan informasi tentang watak siswa,
guru, cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian,
serta pengukuran dan bimbingan.
6) Dasar filosofis yang memberikan kemampuan memilih yang lebih
baik, memberi arah suatu sistem, mengontrolnya dan memberi arah
kepada semua dasar operasional lainnya.28
Untuk lebih jelasnya, lihat skema berikut ini:
Skema 2.1: Dasar-Dasar Operasional Pendidikan Islam
28
Dalam Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Al Husna, Cet II: 1992), hlm 6-7.
Dasar Filosofis Dasar Politik dan
Administrasi
Dasar Ekonomi Dasar Historis Dasar Sosial Dasar Psikologis
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Menurut Kurshid Ahmad sebagaimana dikutip oleh Ramayulis
fungsi dasar pendidikan dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide nasional dan masyarakat.
b. Alat untuk perubahan, inovasi, perkembangan dan secara garis besar melalui pengetahuan dan skills (keterampilan) yang baru ditemukan dan melatih tenaga-tenaga manusia produktif untuk menemukan perimbangan perubahan sosial ekonomi.29
Dalam pendidikan Islam tidak hanya menyiapkan seorang anak
didik memainkan peranannya sebagai individu dan anggota masyarakat
saja, akan tetapi juga membina sikapnya terhadap agama, tekun beribadat,
mematuhi peraturan agama serta menghayati dan mengamalkan nilai luhur
agama dalam kehidupan sehari-hari.
Fungsi pendidikan agama Islam secara makro adalah memelihara
dan mengembangkan fitrah dan sumber daya insani yang ada pada subyek
didik menuju terbentuknya manusia yang seutuhnya (insan kamil) sesuai
dengan norma Islam atau menuju terbentuknya kepribadian muslim. Ada
beberapa fungsi pendidikan agama Islam, yaitu:
a. Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati diri manusia, alam sekitarnya dan mengenai kebesaran Ilahi, sehingga tumbuh kreativitas yang benar,
b. Mensucikan diri manusia dari syirik dan berbagai sikap hidup dan perilaku yang dapat mencemari fitrah kemanusiaannya dengan menginternalisasikan nilai-nilai insani dan Ilahi pada subjek didik, c. Mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menopang dan memajukan
kehidupan baik individu maupun sosial.30
29
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), hlm 19-20. 30
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet II: 2007), hlm 334.
Fungsi pendidikan agama Islam sebagaimana tercantum dalam
kurikulum pendidikan agama Islam adalah:
a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta
didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan
keluarga.
b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat.
c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan
dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,
pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya
atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan
menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.
f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, sistem
dan fungsionalnya.
g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat
secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri
dan bagi orang lain.31
4. Tujuan Pendidikan Islam
Konggres se-Dunia ke-II tentang pendidikan Islam tahun 1980 di
Islamabad menyatakan bahwa:
Education should aim at the balanced growth of the total personality of man through the training of Man s spirit, intellect, the rational self, feeling and bodily sense. Education should therefore cater for the growth of man in all its aspects, spiritual, intellectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individually and collectively and motivate all these aspects towards goodness and the attainment of perfection of complete submission to Allah on the level
of individual, the community and humanity at large.32
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan
pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang yang
dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia
yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya
mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek
spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara
individual maupun kolektif; dan mendorong semua aspek tersebut
berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir
pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna
kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat
manusia.
31
Dalam Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm134
32
Second World Conference on Muslim Education, Recommendations, Islamabad, 15th-20th March, 1980 dalam buku Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan (Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan), (Jakarta: Pustaka Al Husna, Cet II: 1989), hlm 206-207
Berdasarkan rumusan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan
Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik
secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik
sebagai muslim yang paripurna (insan kamil) yang dapat memadukan
fungsi iman, ilmu dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang
harmonis dunia dan akhirat.
Tujuan pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir adalah
terbentuknya muslim yang sempurna; manusia yang bertakwa, beriman
dan beribadah kepada Allah. Maksud dari manusia sempurna di sini adalah
manusia yang secara jasmani sehat dan kuat, berakal cerdas dan pandai,
dan bertakwa kepada Allah.33
Tujuan pendidikan Islam menurut Muhaimin adalah terbentuknya
insan kamil (manusia universal) yang mempunyai wajah-wajah qur ani;
terciptanya insan kaffah yang memiliki dimensi-dimensi religius, budaya
dan ilmiah; serta penyadaran fungsi manusia sebagai hamba, sebagai
khalifah Allah dan memberi bekal yang memadai dalam rangka
pelaksanaan fungsi tersebut.34
Dari beberapa rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah terbentuknya insan kamil yang dapat memadukan
fungsi iman, ilmu dan amal, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup
di dunia dan di akhirat.
33
Ahmad tafsir, op cit, hlm 51 34
5. Materi Pendidikan Islam
Materi pendidikan agama Islam adalah segala sesuatu yang hendak
diberikan kepada, dicerna, diolah, dihayati serta diamalkan oleh peserta
didik dalam proses kegiatan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan
Islam. Pada dasarnya materi yang diberikan kepada anak didik sangatlah
universal dan mengandung aturan berbagai aspek kehidupan manusia, baik
yang berhubungan dengan sesama manusia maupun dengan lainnya.
Pendidikan agama Islam berdasarkan pada Al Qur an dan As Sunnah,
sehingga jangkauannya sangatlah luas. Islam juga mendorong setiap
pemeluknya untuk memperoleh pendidikan tanpa kenal batas.
Islam memiliki tiga ajaran yang merupakan inti dasar dalam
mengatur kehidupan. Secara umum, dasar Islam yang dijadikan materi
pokok pendidikan Islam adalah:
a. Keimanan (Aqidah)
Pendidikan yang utama dan harus dilakukan pertama kali adalah
pembentukan keyakinan kepada Allah yang diharapkan dapat
melandasi sikap, tingkah laku, serta kepribadian anak didik.
Sebagaimana firman Allah dalam Surat Luqman ayat 13:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman:13)35
35
Ayat di atas menyebutkan bahwa Luqman mengajarkan kepada anaknya
agar tidak menyekutukan Allah. Hal ini dilakukan agar keimanan anak
kepada Allah bisa teguh, sehingga tidak akan menyekutukan Allah
dengan yang lainnya. Adapun langkah dasar yang dapat diambil untuk
membentuk tingkah laku anak yang berkepribadian Islam adalah
memberikan pemahaman kepada anak tentang tujuan hidupnya, yaitu
beribadah kepada Allah.
Adapun hakikat keimanan dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Secara etimologis, keimanan seseorang pada suatu hal dibuktikan
dengan pengakuan bahwa sesuatu itu merupakan kebenaran dan
keyakinan. Sedangkan menurut syara , keimanan adalah suatu
perkara yang diakui oleh hati dan dibenarkan dengan amaliah.36
2) Jika keimanan seseorang telah kuat, maka segala tindak tanduk
orang itu akan didasarkan pada pikiran-pikiran yang telah
dibenarkannya dan hatinyapun akan tenteram. Keimanan yang
benar merupakan landasan yang kokoh bagi konsep pendidikan
yang berkualitas. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa sistem
pendidikan yang berpijak pada dasar-dasar keimanan akan
mendatangkan hasil yang lebih berkualitas baik lahir maupun batin.
3) Keimanan yang di dalamnya terdapat pembenaran dan keyakinan,
kadang-kadang dijalankan secara tidak tepat. Oleh karena itu,
36
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm 84.
seorang mukmin memerlukan pengontrol yang dapat
memelihara daya pikirnya dari pengaruh keyakinan yang dikotori
khurafat.37
Ruang lingkup pengajaran keimanan meliputi rukun iman yang
enam, yaitu percaya kepada Allah, kepada para rasul Allah, kepada
para malaikat, kepada Kitab-Kitab suci yang diturunkan kepada para
rasul Allah, kepada Hari Akhirat dan kepada Qadha dan Qadar.38
b. Islam (Syari ah)
Syari ah adalah semua aturan Allah dan hukum-hukum-Nya yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia
dengan sesama dan hubungan manusia dengan alam sekitar. Namun
ada pengertian syari ah yang lebih dekat dengan fiqih, yaitu tatanan,
peraturan, perundang-undangan dan hukum yang mengatur segala
aspek kehidupan. Dalam al Quran disebutkan:
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS. Al
Baqarah: 21)39
Materi syari ah dalam pendidikan Islam diharapkan dapat menjadi
fungsional dalam hidup manusia. Manusia yang telah menerima
pendidikan agama Islam diharapkan memahami bentuk dan aturan
yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, hubungan
37
Ibid, hlm 85. 38
Zakiyah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, Cet III: 2004), hlm 67.
39
manusia dengan sesamanya dan hubungan antara manusia dengan alam
sekitar berlandaskan nilai-nilai Islam.
c. Ihsan (Akhlak)
Sejalan dengan usaha pembentukan keyakinan atau keimanan, juga
diperlukan pembentukan akhlak yang mulia. Akhlak merupakan jiwa
pendidikan Islam. Akhlak sendiri adalah amalan yang bersifat
pelengkap dan penyempurna bagi kedua amalan di atas, serta
mengajarkan tata cara pergaulan hidup manusia.
Pendidikan akhlak adalah pendidikan untuk mengarahkan anak
agar berperilaku, bermoral dan beretika baik. Pendidikan akhlak sangat
penting bagi anak. Apabila anak telah diajarkan keimanan (aqidah),
maka selanjutnya anak diajari untuk berakhlakul karimah. Tanpa
akhlak yang baik, maka tidak akan sempurna keimanan seseorang.
Sebagaimana tertuang dalam hadits:
Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda: Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang lebih baik
akhlaknya. (HR. Bukhari Muslim)40
Pendidikan akhlak sangat penting bagi anak agar dapat dijadikan
bekal dalam mencapai pribadi musim yang mendekati kesempurnaan.
Salah satu kewajiban utama bagi orang tua kepada anaknya adalah
40
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalihin jilid I, Terj. Ibnu Ruhi dkk, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007), hl 481
membentuk kepribadian anak yang didasarkan pada aqidah Islam dan tata
aturan syari ah Islam.
Sasaran pendidikan akhlak adalah keadaan jiwa, tempat berkumpul
segala rasa, pusat yang menghasilkan segala karsa. Tempat
terwujudnya kepribadian dan keimanan.41
6. Komponen-Komponen Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Kajian tentang komponen pelaksanaan pendidikan berarti kajian
tentang sistem pendidikan yang merupakan satu kesatuan, saling berkaitan
dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Adapun
komponen pelaksanaan pendidikan agama Islam adalah:
a) Kurikulum
Kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu currere yang
berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam
kegiatan berlari. Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan
terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta
nilai-nilai.42
Menurut Abuddin Nata, kurikulum adalah rancangan mata
pelajaran bagi suatu kegiatan jenjang pendidikan tertentu, dan dengan
menguasainya seseorang dapat dikatakan lulus dan berhak memperoleh
ijazah.43 Sedangkan pengertian kurikulum menurut Samsul Nizar
41
Zakiyah Daradjat, Opcit, hlm 72. 42
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm 1
43
adalah landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta
didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi
sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental.44
Kurikulum memiliki beberapa komponen, yaitu tujuan
pembelajaran, isi atau materi yang akan disampaikan pada anak didik,
metode atau proses belajar mengajar dan evaluasi yang berguna untuk
mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
Penyusunan kurikulum harus berdasarkan beberapa asas, yaitu:
1) Asas filosofis berperan sebagai penentu tujuan umum pendidikan.
2) Asas sosiologis berperan memberikan dasar untuk menentukan apa
saja yang dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3) Asas organisatoris berfungsi memberikan dasar-dasar penyusunan
kurikulum secara sistematis.
4) Asas psikologis berperan memberikan berbagai prinsip tentang
perkembangan anak didik.
b) Pendidik
Pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggungjawab
terhadap perkembangan anak didik. Tugas pendidik secara umum
adalah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi
44
anak didik, baik potensi kognitif, afektif atau psikomotor seoptimal mungkin
menurut ajaran Islam.45
Dalam literatur kependidikan Islam, seorang pendidik biasanya
disebut dengan ustadz, muallim, murabbi, mursyid, mudarris dan
mu addib. Kata ustadz biasanya digunakan untuk memanggil seorang
profesor, ini berarti bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen
terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Kata mu allim
berasal dari kata dasar ilm yang berarti menangkap hakikat sesuatu,
ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk mampu
menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang diajarkannya, dan
berusaha membangkitkan peserta didik untuk mengamalkannya.
Kata murabby berasal dari kata dasar Rabb, ini berarti tugas guru
adalah mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi
dan menjaga kreasinya agar tidak membahayakan diri sendiri,
masyarakat dan alam sekitarnya. Tugas guru yang terkandung dalam
kata mursyid adalah menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi
murid-muridnya.
Tugas guru sebagaimana terkandung dalam kata mudarris adalah
berusaha mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan
ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta melatih
keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan.
Sedangkan makna muaddib adalah orang yang beradab sekaligus
45
memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang berkualitas di
masa depan.46
Dari pengertian dan karakteristik di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakteristik pertama (ustadz) mendasari karakteristik-karakteristik
lainnya. Karakteristik ustadz akan selalu tercermin dalam aktivitasnya
sebagai muallim, murabbi, mursyid, mudarris dan mu addib.
Menurut M. Athiyah Al Abrasy, seorang pendidik harus memiliki
sifat-sifat berikut ini:
1) Zuhud, yaitu tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan
karena mengharapkan ridha Allah.
2) Memiliki jiwa dan tubuh yang bersih, jauh dari dosa, rasa iri dan
dengki, serta jauh dari sifat-sifat tercela lainnya.
3) Ikhlas dalam menjalankan tugas.
4) Bersifat pemaaf terhadap muridnya, dapat menahan diri, dapat
menahan marah, lapang hati dan sabar.
5) Kebapakan, yakni mencintai murid seperti mencintai anak sendiri.
6) Mengetahui karakter murid yang mencakup kebiasaan,
pembawaan, perasaan dan pemikiran.
7) Menguasai bidang studi dan materi yang diajarkan.47
c) Anak didik
Anak didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang,
baik secara fisik maupun psikologis untuk mencapai tujuan
46
Muhaimin, op.cit, hlm 49 47
M. Athiyah Al Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A. Gani & Johar Bahri (Djakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm 131
pendidikannya melalui lembaga pendidikan.48 Pengertian ini menunjukkan
bahwa anak didik adalah pribadi yang belum dewasa, sehingga
memerlukan bimbingan untuk menggali potensi-potensi yang
dimilikinya.
Berkaitan dengan anak didik, ada beberapa hal yang harus
dipahami, yaitu:
1) Anak didik bukanlah miniatur orang dewasa, tetapi memiliki dunia
sendiri. Oleh karena itu metode, media dan sumber belajar yang
digunakan tidak boleh disamakan dengan orang dewasa.
2) Anak didik mengikuti periode perkembangan dan pertumbuhan.
3) Anak didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi
kebutuhan itu semaksimal mungkin.
4) Anak didik memiliki perbedaan individual, baik disebabkan oleh
faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada.
5) Anak didik merupakan kesatuan dari dua unsur utama, yaitu
jasmani dan rohani.
6) Anak didik merupakan objek pendidikan yang aktif, kreatif dan
produktif, karena memiliki aktivitas dan kreativitas sendiri.49
d) Metode
Kata metode berasal dari dua kata, yaitu meta yang berarti melalui
dan hodos yang berarti jalan atau cara. Dari akar kata ini, metode
berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
48
Muhaimin, op.cit, hlm 177. 49
Menurut Abuddin Nata, metode pendidikan Islam adalah jalan untuk
menanamkan pengetahuan agama Islam pada diri seseorang sehingga
terlihat dalam pribadi sasaran, yaitu pribadi Islami.50
Dalam menyampaikan materi pendidikan, Al Quran menawarkan
berbagai macam pendekatan dan metode, di antaranya:
1) Metode teladan
Metode ini dilakukan dengan cara memberi contoh berupa
tingkah laku, sifat dan cara berpikir. Hal ini sebagaimana yang
dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan disebutkan dalam Al
Quran:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah. (QS. Al Ahzab: 21)51
2) Metode pembiasaan
Metode pembiasaan dilakukan dengan membiasakan
melakukan sesuatu secara bertahap termasuk merubah
kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan tidak sesuai dengan norma susila.
Metode ini hendaknya ditanamkan sejak anak masih kecil, karena
kebiasaan akan tertanam kuat dan sulit dirubah.
3) Metode Nasehat
50
Abuddin Nata, op.cit, hlm 92 51
Nasehat adalah penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan
dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasehati dari bahaya
dan menunjukkan jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan
manfaat.52 Dengan memberi nasehat, pendidik dapat menanamkan
pengaruh yang baik pada anak didiknya.
4) Metode motivasi dan intimidasi
Metode ini telah banyak digunakan oleh masyarakat luas.
Al Quran juga menggunakan metode ini ketika menggambarkan
surga dengan kenikmatannya dan neraka dengan kepedihan
siksanya, serta melipatgandakan pahala bagi orang yang
melakukan amal baik dan membalas keburukan dengan keburukan
yang setimpal.
5) Metode hukuman
Metode hukuman menjadi pro-kontra para pendidik,
sebagian di antara mereka menyetujui diberlakukannya hukuman
agar anak didik jera atas perbuatannya yang salah, sebagian lain
tidak menyetujui adanya hukuman karena akan membuat anak
berjiwa sempit, kehilangan semangat, senang berdusta dan
membuat tipu daya agar terhindar dari hukuman. Metode hukuman
merupakan metode terburuk, akan tetapi dalam kondisi tertentu
harus digunakan.
52
e) Evaluasi
Komponen terakhir dalam pembelajaran adalah evaluasi. Evaluasi
diterapkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik
dalam menyampaikan materi pelajaran, menemukan
kelemahan-kelemahan baik yang berkaitan dengan materi, metode, media ataupun
sarana.53
Kegunaan evaluasi adalah untuk membantu pendidik mengetahui
sejauh mana hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan tugasnya,
membantu anak didik agar dapat mengubah atau mengembangkan
tingkah lakunya secara sadar ke arah yang lebih baik, membantu para
pemikir pendidikan Islam mengetahui kelemahan teori pendidikan
Islam dan membantu mereka dalam merumuskan kembali teori-teori
pendidikan Islam yang relevan dengan arus dinamika zaman yang
senantiasa berubah, dan membantu para pengambil kebijakan
pendidikan Islam dalam membenahi sistem pengawasan dan
mempertimbangkan kebijakan pendidikan Islam yang akan diterapkan
dalam sistem pendidikan nasional.54
B. Kajian tentang Anak Berkebutuhan Khusus Autistik 1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Autistik
Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan
mengalami kelainan atau penyimpangan baik fisik, mental-intelektual,
53
Muhaimin & Abdul Mujib, op.cit, hlm 277 54
sosial, maupun emosional dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.55 Dengan demikian, meskipun
seorang anak mengalami kelainan atau penyimpangan tertentu, tetapi
kelainan atau penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka
tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan
termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Anak autistik merupakan bagian integral dari anak berkebutuhan
khusus. Anak autistik adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat yang dapat mempengaruhi cara seseorang untuk
berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain.56
Sebelum membahas tentang autisme, ada baiknya mengenal beberapa
istilah yang berkaitan dengannya, yaitu:
a. Autisme (autism) yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi,
sosial, prilaku pada anak.
b. Autis (autist) berarti anak yang mengalami ganguan autisme.
c. Anak autistik (autistic child) berarti keadaan anak yang mengalami
gangguan autisme.
Istilah Autisme berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme
yang berarti suatu aliran. Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya
pada dunianya sendiri. Autistik secara istilah berarti suatu gangguan
55
Mengenal Pendidikan Inklusi, (www.ditplb.or.id, diakses 22 Nopember 2007) 56
perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan
aktivitas imajinasi.57
Kartono mengemukakan beberapa definisi autisme sebagai berikut:
a. Gejala menyendiri atau menutup diri secara total dari dunia riil dan
tidak mau berkomunikasi lagi dengan dunia luar.
b. Cara berfikir dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri.
c. Menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, serta
menolak realitas.
d. Keasyikan ekstrim dengan fantasi dan fikiran sendiri.58
Anak autis menganggap dunia luar itu kotor dan jahat, penuh kepalsuan
dan mengandung banyak bahaya yang mengerikan, ia menganggap
dirinyalah yang paling baik dan benar. Oleh karena itu, ia lebih senang
melarikan diri ke dalam dunia fantasinya sendiri.
Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang
mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak
mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan
perilaku. Autisme biasanya terlihat sebelum anak mencapai usia tiga tahun
dan pada sebagian anak sudah terlihat sejak lahir. Autisme dapat terjadi
pada anak tanpa perbedaan ras, etnik, tingkat sosial ekonomi dan
pendidikan.59
57
Dyah Puspita, Kebijakan Pendidikan Bagi Anak Autis, (www.putrakembara.com, diakses 25 Nopember 2008)
58
Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm 222-223.
59