• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG SKRIPSI"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK

DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG

SKRIPSI

Oleh :

DEWI IMROATUL AZIZAH 04120003

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG

April 2009

(2)

PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK

DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh :

DEWI IMROATUL AZIZAH 04120003

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG

April, 2009

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG

SKRIPSI

Oleh:

DEWI IMROATUL AZIZAH 04120003

Telah Disetujui

Pada Tanggal 27 Maret 2009

Oleh

Dosen Pembimbing,

Hj. Rahmawati Baharuddin, MA. NIP. 150 318 021

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

Drs. Moh. Padil, M.Pd.I NIP. 150 267 235

(4)

PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG

SKRIPSI

Dipersiapkan dan disusun oleh Dewi Imroatul Azizah (04120003) telah dipertahankan di depan dewan penguji

pada tanggal 13 April 2009 dengan nilai A

dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

pada tanggal:13 April 2009

Panitia Ujian Tanda Tangan

Ketua Sidang

Hj. Rahmawati Baharuddin, MA. : NIP. 150 318 021

Sekretaris Sidang

Dra. Hj. Siti Annijat, M.Pd. : NIP. 131 121 923

Pembimbing,

Hj. Rahmawati Baharuddin, MA. : NIP. 150 318 021

Penguji,

Dr. Nur Ali, M.Pd. : NIP. 150 321 635

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang

Prof. Dr. H.M Djunaidi Ghony NIP. 150 042 031

(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini äku persembahkan untuk yang selalu hidup

dalam jiwakü:

Allah swt yang telah membuka hati & pikirankü,

memberikan kemudahan & kelancaran.

Baginda Nabi Muhammad yang selalu küharap syafa atnya.

Bapak dan Ibukü yang tanpa kenal lelah memberikan kasih

sayang & motivasi demi keberhasilankü.

Saudarikü (mbak ilul) yang selalu memberi motivasi & dukungan. Keponakankü BåBå,semoga Allah memberikan masa

depan yang cerah.

Sobatkü Luluk Hied (almh), Semoga engkau mendapatkan

tempat yang lapang di sisi-Nya. Arek-arek al Ghazaly 3 04 (dantee, dinda, lia, ila & yayuk) & Akhwati SeCa of

Maganema, jerih payah kita dalam belajar sungguh tidak sia-sia. Sobat-sobatkü transferan dari D-2, akhirnya

kita lulus juga !!

Seluruh asatidz & ustadzat yang telah memberikan

ilmunya kepadakü. Dosen pembimbing (bu Rahma) yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan

(6)

MOTTO

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang

(7)

Hj. Rahmawati Baharuddin, MA Dosen Fakultas Tarbiyah

Universitas Islam Negeri (UIN) Malang

NOTA DINAS PEMBIMBING

Hal : Skripsi Dewi Imroatul Azizah Malang, 27 Maret 2009 Lamp : 4 (empat) Eksemplar

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang Di

Malang

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut di bawah ini:

Nama : Dewi Imroatul Azizah NIM : 04120003

Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)

Judul Skripsi : Pelaksanaan Pedidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Autistik Di Sekolah Inklusi SDN Sumbersari 1 Malang

Maka selaku pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan.

Demikian, mohon dimaklumi adanya.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Pembimbing,

Hj. Rahmawati Baharuddin, MA NIP. 150 318 021

(8)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, 27 Maret 2009

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt, tempat memohon pertolongan dan ampunan,

tempat berlindung dari segala kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan.

Barangsiapa diberi petunjuk oleh-Nya, maka tidak akan ada yang mampu

menyesatkan dan barangsiapa disesatkan-Nya, maka tidak ada yang mampu

memberi petunjuk.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad

yang telah diutus untuk membawa risalah dan membebaskan umat Islam dari

belenggu kebodohan.

Dalam penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah berjasa dan

senantiasa memberikan dukungan, bimbingan, arahan, dan motivasi sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak dan Ibuku tercinta yang telah memberikan dukungan moril dan

materiil selama menuntut ilmu.

2. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku rektor Universitas Islam Negeri

(UIN) Malang.

3. Bapak Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony, selaku dekan Fakultas Tarbiyah

Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.

4. Bapak Drs. Moh. Padil M.Pd, selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam

(10)

5. Hj. Rahmawati Baharuddin, MA., selaku dosen pembimbing yang telah

mencurahkan semua pikiran dan waktunya untuk memberikan arahan dan

bimbingan bagi penulisan skripsi ini.

6. Semua guru-guru dan dosen-dosenku yang telah memberikan ilmunya untuk

bekal di masa depanku.

7. Ibu Dra. Anita Rosemaria selaku kepala SD Negeri Sumbersari 1 Malang

yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian.

8. Kakak-kakak dan keponakanku yang selalu memberikan motivasi.

9. Segenap teman-teman dan semua pihak yang telah banyak memberikan

dukungan.

Tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini melainkan Dia yang Maha

Sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan pada semua pihak untuk

memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini. Semoga apa yang kami

hasilkan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, 27 Maret 2009

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1: Data Guru dan Karyawan SD Negeri Sumbersari 1...

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 : Surat Rekomendasi

Lampiran 3 : Surat Keterangan

Lampiran 4 : Bukti Konsultasi

Lampiran 5 : Pedoman Interview

Lampiran 6 : Pedoman Observasi

Lampiran 7 : Pedoman Dokumentasi

Lampiran 8 : Profil Sekolah

Lampiran 9 : Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Lampiran 10 : Model Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus

(13)
(14)

ABSTRAK

Azizah, Dewi Imroatul. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Berkebutuhan khusus Autistik Di Sekolah Inklusi SDN Sumbersari 1. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Hj. Rahmawati Baharuddin, MA.

Kata Kunci: Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, Sekolah Inklusi

Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dengan adanya pendidikan, manusia dapat berkembang sesuai dengan fitrahnya. Begitu juga dengan anak-anak berkebutuhan khusus, mereka berhak mendapatkan layanan pendidikan sebagaimana yang didapatkan oleh anak-anak normal.

Upaya pemerintah dalam menyetarakan hak anak-anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan adalah dengan melakukan kerjasama dengan sekolah umum untuk melaksanakan program pendidikan inklusi. Tujuan program pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus adalah agar mereka dapat bersosialisasi dengan teman-teman yang normal, sehingga dapat membantu mempercepat kesembuhannya. Sedangkan tujuan pendidikan inklusi bagi anak normal adalah agar mereka dapat memahami bahwa di sekitar mereka banyak anak berkebutuhan khusus yang harus dihormati dan disayangi.

Pendidikan agama Islam sebagai bagian dari pendidikan, merupakan salah satu bidang studi di lembaga pendidikan umum dengan tujuan membantu anak didik untuk memperoleh kehidupan yang bermakna, sehingga mereka mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, baik secara individu maupun kelompok. Pendidikan agama Islam mengajari anak didik tata cara beribadah untuk mendekatkan diri dengan Tuhan dan tata cara berhubungan dengan sesama manusia, saling menghormati, menghargai dan menyayangi.

Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana konsep pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik sekolah inklusi? (2) Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi? (3) Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi? Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Mengetahui konsep pembelajaran pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi. (2) Mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi. (3) Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, interview dan dokumentasi. Teknik analisis data dengan cara

(15)

pengolahan data dan analisis data, sedangkan pengecekan keabsahan data dilakukan dengan ketekunan pengamatan dan triangulasi.

Hasil dari penelitian ini adalah (1) Kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah inklusi sesuai dengan kurikulum sekolah umum, tetapi sekolah inklusi berhak melakukan modifikasi. Metode dan media pembelajaran yang digunakan disesuaikan dengan materi yang sedang diajarkan, sedangkan evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi proses, post test dan evaluasi akhir semester. (2) Kurikulum pendidikan agama Islam yang digunakan adalah KTSP, metode pembelajaran yang seringkali dipakai adalah cermah, hafalan, tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi dan praktek, sedangkan media pembelajaran yang biasa dipakai adalah media visual. Materi yang diajarkan meliputi Al Quran, aqidah, akhlak, fiqih, dan tarikh. (3) Faktor pendukung: guru yang berkompeten, guru pembimbing khusus dan shadow untuk ABK; penambahan jam pelajaran pendidikan agama Islam; ruang khusus ABK dan permainan yang dapat mengasah otak. Faktor penghambat: konsentrasi dan mood ABK autistik seringkali berubah-ubah; ABK autistik kebanyakan mengalami lamban belajar dan mudah lupa; banyaknya jumlah ABK dalam satu kelas; shadow yang tidak kooperatif.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap Negara mempunyai landasan dalam kebijakannya. Di Indonesia,

landasan itu tertuang dalam undang-undang yang dibakukan dan dibukukan.

Dalam mukadimah Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

tahun 1945, para father founding Indonesia menyebutkan:

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial 1

Redaksi pembukaan Undang-Undang Dasar di atas memberikan arti

bahwa tolok ukur keberhasilan pemerintah Indonesia paling tidak adalah

terwujudnya kesejahteraan umum, kehidupan bangsa yang cerdas dan

berperan aktif daam pergaulan internasional guna menciptakan perdamaian.

Kesemuanya adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia.

Sebagai anggota UNESCO, Indonesia juga menganut filsafat Education

For All, yaitu pendidikan untuk semua. Dalam batang tubuh UUD 1945 pasal

31 ayat 1 dinyatakan bahwa tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

Begitu juga dalam Undang Undang nomor 4 tahun 1997 pasal 5 disebutkan:

1

Dikutip dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Surabaya: CV Pustaka Agung Harapan), hlm 5.

(17)

setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam

aspek kehidupan dan penghidupan.

Dalam upaya mewujudkan demokratisasi pendidikan di Indonesia, perlu

diselaraskan dengan program UNESCO Education for All, hal tersebut perlu

didukung oleh lembaga formal, agar pendidikan dapat berjalan secara baik

perlu melibatkan masyarakat.

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan

suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

Karena bagaimanapun juga, pendidikan merupakan wahana untuk mencetak

Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan demikian,

dibutuhkan lembaga-lembaga yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan

nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional No 20 Tahun 2003: Tujuan pendidikan nasional yaitu

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggungjawab.2

Begitu pentingnya pendidikan, maka setiap anak berhak untuk

mendapatkan pendidikan yang layak tanpa memandang latar belakang agama,

suku bangsa, ekonomi dan status sosialnya. Hal ini didasarkan pada

Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional yang memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi

2

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Citra Umbara, 2006), hlm 76.

(18)

anak berkelainan. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus

disebutkan bahwa: pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan

pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang

memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau

berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan

menengah.3

Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan

bagi anak berkelainan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi. Secara

lebih operasional, hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah tentang

Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.

Program pemerintah berupa layanan pendidikan inklusi memungkinkan

anak-anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh ilmu pengetahuan di

sekolah umum sebagaimana yang diperoleh anak-anak normal. Dalam

program tersebut, anak-anak berkebutuhan khusus disekolahkan bersama

dengan anak normal di sekolah reguler, sehingga diharapkan anak

berkebutuhan khusus memiliki rasa percaya diri dan akhirnya mereka dapat

mandiri. Sebaliknya, anak-anak normal akan terdidik dan belajar toleransi

antar sesama manusia.

Pendidikan inklusi sebenarnya merupakan model penyelenggaraan

program pendidikan bagi anak berkelainan atau berkebutuhan khusus di mana

penyelenggaraannya dipadukan bersama anak normal dan bertempat di

3

(19)

sekolah umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga

bersangkutan.4

Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak

lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini

dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal

dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai satu komunitas.5

Oleh karena itu, anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang

sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di

sekolah terdekat. Pendidikan inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu

persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkelainan selama ini.

Karena tidak mungkin membangun SLB di tiap Kecamatan/Desa sebab

memakan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama.

Tujuan lain dari diadakannya pendidikan inklusi adalah untuk memberikan

pengertian pada anak didik bahwa dalam kehidupan di dunia ini mereka akan

menemui banyak perbedaan yang harus mereka hadapi dan hormati. Selain itu,

program ini akan membantu orang tua yang mempunyai anak-anak

berkebutuhan khusus untuk lebih memaksimalkan potensinya baik dalam

bidang sosial, emosional, fisik, kognitif maupun kemandiriannya dalam

lingkungan anak-anak yang beragam.

Karakteristik anak berkebutuhan khusus yang diterima di layanan

pendidikan inklusi adalah anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,

tunawicara, tunalaras, anak berkesulitan belajar, anak lamban belajar, anak

4

Sukadari, Peran Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkelainan, (www.madina.com, diakses 8 Januari 2009)

5

(20)

autistik, anak dengan gangguan motorik, anak korban penyalahgunaan

narkoba atau anak dengan gabungan dua atau lebih jenis-jenis anak

berkebutuhan khusus. Di antara sekian banyak karakteristik tersebut, peneliti

tertarik untuk mengadakan penelitian tentang anak berkebutuhan khusus

autistik. Pemilihan ini dikarenakan setiap anak berkebutuhan khusus autistik

memiliki gangguan yang berbeda, sehingga penanganannyapun harus

dibedakan.

Anak berkebutuhan khusus autistik adalah anak yang mengalami

gangguan perkembangan dalam komunikasi, interaksi sosial dan perilaku.

Autisme sendiri sangat banyak variasi dan gangguan yang menyertainya.

Anak berkebutuhan khusus autistik yang dapat mengikuti layanan pendidikan

inklusi anak autis yang verbal atau mampu mengungkapkan diri dengan

kata-kata dan memiliki IQ rata-rata atau di atas normal.

Autistik merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks

menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi.6 Anak

autistik adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat yang

antara lain mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan

berhubungan dengan orang lain. Autisme juga merupakan gangguan

perkembangan organik yang mempengaruhi kemampuan anak-anak dalam

berinteraksi dan menjalani kehidupannya.7 Jadi, anak berkebutuhan khusus

autistik adalah anak yang mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang

6

Dyah Puspita, Kebijakan Pendidikan Bagi Anak Autis, (www.putrakembara.com, diakses 25 Nopember 2008)

7

Hanafi dalam Abdul Hadis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik (Bandung: Alfabeta, 2006), hlm 43.

(21)

komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku, dan

emosi.

Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa penyebab autistik yang sering

dijumpai adalah faktor genetika (keturunan).8 Selain itu, autis juga

dipengaruhi oleh virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur, nutrisi yang buruk,

pendarahan dan keracunan makanan pada saat kehamilan sehingga dapat

menghambat

pertumbuhan sel otak dan kemudian menyebabkan kelainan fungsi otak bayi

yang dikandung terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi.9

Sudah menjadi tugas orang tua, pendidik, dan mereka yang peduli akan

pendidikan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak agar

memperoleh pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam merupakan

pemenuh kebutuhan rohani yang paling vital dalam kehidupan manusia secara

keseluruhan, karena pada dasarnya, pendidikan agama Islam dilatarbelakangi

oleh hakikat manusia yang memiliki unsur jasmaniah dan rohaniah, sehingga

agama merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Dengan

pendidikan agama Islam, peserta didik diharapkan dapat menjadi manusia

beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dengan memahami dan

mengamalkan ajaran Islam. Islam juga menganjurkan agar anak-anak yang

berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan seperti anak normal, sehingga

mereka dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya sebagai

makhluk yang bisa dididik.

8 Ibid.. 9

Dyah Puspita, Kebijakan Pendidikan Bagi Anak Autis, (www.putrakembara.com, diakses 25 Nopember 2008)

(22)

Islam juga menunjukkan betapa sangat berartinya manusia yang

sempurna berperan aktif dalam mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus

agar kelak tidak menjadi manusia yang lemah dan tidak menjadi beban bagi

kehidupan sosialnya. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kepedulian dan peran

aktif masyarakat luas terhadap anak-anak dengan kebutuhan khusus.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti bermaksud melakukan

penelitian tentang anak berkebutuhan khusus autis yang mendapatkan

pelayanan pendidikan inklusi. Penelitian ini dilakukan di SDN Sumbersari 1

yang merupakan salah satu sekolah dasar umum yang memberikan layanan

pendidikan inklusi. SDN Sumbersari 1 merupakan sekolah inklusi yang dapat

memberikan layanan bagi anak berkebutuhan khusus dengan sangat baik,

bahkan sekolah ini menjadi salah satu sekolah inklusi percontohan di Jawa

Timur.10 Adapun judul penelitian ini adalah Pelaksanaan Pendidikan Agama

Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Autistik Di Sekolah Inklusi

SDN

Sumbersari 1 Malang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan penelitian

sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan

khusus autistik sekolah inklusi?

10

(23)

2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak

berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi?

3. Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan

agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan

khusus autistik di sekolah inklusi.

2. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak

berkebutuhan khusus autistik di sekolah inklusi.

3. Untuk mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan

pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di sekolah

inklusi.

D. Kegunaan Penelitian 1. Untuk lembaga:

Penelitian ini dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk meningkatkan

mutu pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik.

2. Untuk peneliti:

Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan keilmuan

(24)

di sekolah inklusi, serta sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian

selanjutnya.

3. Untuk UIN Malang:

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk menambah

khasanah keilmuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan

pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik di

sekolah inklusi.

E. Ruang Lingkup Pembahasan

Untuk menghindari penyimpangan pembahasan dalam penelitian ini, maka

perlu ditentukan terlebih dahulu ruang lingkup pembahasan, sehingga dapat

membuahkan hasil yang maksimal seperti yang diharapkan. Adapun

pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada pelaksanaan pendidikan agama

Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Kelas Inklusi SDN Sumbersari 1

Malang yang meliputi:

1. Konsep pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus autistik

di sekolah inklusi, yang meliputi: kurikulum, pendidik, anak didik, materi,

metode, media dan evaluasi pembelajaran.

2. Pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus

autistik di sekolah inklusi, yang meliputi: kurikulum, pendidik, anak didik,

materi, metode, media dan evaluasi pembelajaran.

3. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam

(25)

F. Definisi Operasional

1. Pendidikan Agama Islam adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu

pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik melalui penumbuhan dan

pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan

kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.

2. Anak berkebutuhan khusus autistik adalah anak yang mempunyai masalah

atau gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku.

3. Pendidikan inklusi adalah jenis layanan pendidikan yang memungkinkan

anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal di

sekolah umum.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih mempermudah dalam menyajikan dan memahami isi dari

penulisan skripsi ini, maka dibuatlah sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan, yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, ruang lingkup penelitian, definisi

operasional, dan sistematika pembahasan.

BAB II: Kajian Pustaka, yang menjelaskan tentang pengertian pendidikan

agama Islam, dasar, fungsi, tujuan dan materinya;

komponen-komponen pelaksanaan pendidikan agama Islam; pengertian tentang

anak berkebutuhan khusus autistik, penyebab dan karakteristiknya;

(26)

pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus dalam setting pendidikan

inklusi.

BAB III: Metode Penelitian, yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian,

kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, teknik

pengumpulan data, teknik analisis data, pengecekan keabsahan data

dan tahapan-tahapan penelitian.

BAB IV: Bab ini berisi hasil penelitian.

BAB V : Bab ini berisi pembahasan hasil penelitian.

(27)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam

Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada

tiga kata, yaitu al tarbiyah, al ta lim dan al ta dib. Di antara ketiga kata

tersebut, kata al tarbiyah lebih populer dan lebih sering digunakan.

Meskipun demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga kata tersebut memiliki

kesamaan makna. Namun secara esensial, masing-masing makna memiliki

perbedaan secara tekstual maupun kontekstual. Adapun makna ketiga kata

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Al Tarbiyah

Kata al tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu:

1) Raba-yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh.11 Makna ini dapat

dilihat dalam firman Allah:

Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah

pada sisi Allah. (QS. Ar Rum: 39)12

2) Rabiya-yarba dengan wazn khafiya yakhfa berarti menjadi besar.13

Atas dasar inilah Ibnul Arabi mengatakan:

11

Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam, Terj. Herry Noer Ali (Bandung: CV. Diponegoro, Cet II: 1992), hlm 32.

12

(28)

Jika orang bertanya tentang diriku, maka Mekkah adalah tempat tinggalku dan di situlah aku dibesarkan.

3) Rabba-yarubbu dengan wazn madda yamuddu berarti memperbaiki,

menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.14

Dari beberapa makna di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan

yang terkandung dalam kata al tarbiyah terdiri atas empat unsur, yaitu:

1) memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa

(baligh),

2) mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan,

3) mengarahkan seluruh fitrah menuju kebaikan dan kesempurnaan,

4) melaksanakan pendidikan secara bertahap.15

b. Al Ta lim

Kata al ta lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan

pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal

dibanding dengan kata al tarbiyah dan al ta dib.16

Rasyid Ridha mengartikan al ta lim sebagai proses transmisi

berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan

ketentuan tertentu. Hal ini merujuk pada firman Allah surat al Baqarah

ayat 151:

13

Abdurrahman an Nahlawi, op.cit, hlm 31. 14

Ibid., hlm 31 15

Ibid., hlm 32 16

(29)

Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan

kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al Baqarah: 151)17

Menurut Jalal, sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Ali

penggunaan istilah al ta lim dalam pendidikan mengandung beberapa

makna, yaitu:

1) Ta lim adalah proses pembelajaran secara terus menerus sejak

manusia lahir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran,

penglihatan dan hati.18 Pengertian ini diambil dari firman Allah surat

An Nahl ayat 78:

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,

penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An Nahl: 78)19

2) Proses ta lim tidak berhenti pada pencapaian pada wilayah kognisi

semata, tetapi juga menjangkau wilayah psikomotor dan afeksi.20

Pengetahuan yang berada dalam batas-batas wilayah kognisi tidak

17

Al Qur an dan Terjemahnya, hlm 24. 18

Dalam Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), hlm 7. 19

Al Qur an dan Terjemahnya, hlm 276. 20

(30)

akan mendorong seseorang untuk mengamalkannya, dan

pengetahuan semacam itu biasanya diperoleh atas dasar prasangka

atau taklid.

Dari beberapa makna di atas, dapat disimpulkan bahwa makna kata

ta lim lebih universal dari pada kata tarbiyah. Hal ini dapat dilihat ketika

Rasulullah mengajarkan tilawatul qur an kepada kaum muslimin. Beliau

tidak hanya membuat mereka sekedar dapat membaca saja, melainkan

membaca dengan perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian,

tanggung jawab dan penanaman amanah.

Kegiatan ta lim sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah dapat

membawa kaum muslimin pada tazkiyah (pensucian), yaitu pensucian dan

pembersihan diri manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri itu

berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima hikmah

serta mempelajari segala apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak

diketahuinya.

c. Al Ta dib

Istilah al ta dib untuk menandai konsep pendidikan dalam Islam

ditawarkan oleh Al Attas. Menurutnya konsep inilah yang sebenarnya

diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW pada umatnya dahulu. Sabda

Nabi SAW:

(31)

Berdasarkan konsep adab tersebut, Al Attas mendefinisikan pendidikan

sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur

ditanamkan ke dalam manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari

segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga

hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan

yang tepat di dalam tatanan wujud dan keperiadaan.21

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang term al tarbiyah, al ta dib

dan al ta lim, para ahli pendidikan telah mencoba memformulasikan

hakikat pendidikan Islam sebagaimana pemaparan berikut ini.

Menurut Muhaimin, pendidikan Islam adalah proses transformasi

dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik

melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai

keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.22 Pengertian

ini mempunyai lima prinsip pokok pendidikan Islam, yaitu:

a. Proses internalisasi dan transformasi, yaitu upaya pendidikan Islam

harus dilakukan secara bertahap, dan kontinu dengan upaya penanaman,

pengajaran, pembimbingan sesuatu yang dilakukan secara terencana dan

sistematis dengan menggunakan pola dan sistem tertentu.

b. Ilmu pengetahuan dan nilai-nilai, yaitu upaya yang diarahkan pada

pemberian dan penghayatan, serta pengamalan ilmu pengetahuan dan

nilai-nilai. Ilmu pengetahuan yang dimaksud di sini adalah ilmu

pengetahuan yang bercirikan Islami, yaitu ilmu pengetahuan yang

21

Ibid., hlm 10 22

Muhaimin & Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya), (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm 136.

(32)

memenuhi kriteria epistemologi Islami yang tujuan akhirnya hanya

untuk mengenal dan menyadari dari pribadi dan relasinya terhadap

Allah, sesama manusia dan alam semesta.

c. Pada diri anak didik, yaitu pendidikan diberikan pada anak didik yang

mempunyai potensi-potensi rohani.

d. Melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, yaitu tugas

pokok pendidikan Islam hanyalah menumbuhkan, mengembangkan,

memelihara dan menjaga potensi laten manusia agar ia dapat tumbuh

sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.

e. Guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala

aspeknya, yaitu tujuan akhir proses pendidikan Islam adalah

terbentuknya insan kamil yaitu manusia yang dapat menyelaraskan

kebutuhan hidup jasmani-rohani, struktur kehidupan dunia-akhirat,

keseimbangan pelaksanaan fungsi manusia sebagai hamba-khalifah

Allah dan keseimbangan pelaksanaan trilogi hubungan manusia.

Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan

jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada

terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.23

Sedangkan pengertian pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir adalah

bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia

berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.24 Pengertian

23

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT. Al Ma arif, Cet X: 1974), hlm 23.

24

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet VI: 2005), hlm 32.

(33)

pendidikan agama Islam menurut Samsul Nizar adalah suatu sistem yang

memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan

kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam.25

Zakiyah Daradjat memberi arti pendidikan agama Islam sebagai berikut:

Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha bimbingan dan usaha terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai pendidikannya, dapat memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya, pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akhirat.26

Dari beberapa definisi pendidikan Islam yang telah dikemukakan di

atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan yang

diberikan kepada seseorang agar dapat memahami Islam secara mendalam,

sehingga diharapkan ia dapat mengamalkan dan berkembang sesuai

dengan ajaran-ajaran Islam.

2. Dasar Pendidikan Islam

Dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam harus merupakan

sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat mengantar pada tujuan

yang telah dicita-citakan. Nilai yang terkandung harus mencerminkan nilai

yang dapat menaungi seluruh aspek kehidupan manusia dan merupakan

standar yang dapat mengevaluasi seluruh kegiatan yang selama ini

berjalan. Dasar pendidikan Islam mempunyai dua segi, yaitu dasar ideal

dan dasar operasional.

a. Dasar ideal pendidikan

25

Samsul Nizar, op.cit, hlm 32 26

(34)

Menurut Dr. Said Ismail Ali, dasar ideal pendidikan Islam terdiri atas

enam macam, yaitu:

1) Al Quran,

2) sunnah Nabi Muhammad SAW,

3) perkataan Sahabat,

4) kemasyarakatan umat (sosial),

5) nilai-nilai dan adat kebiasaan masyarakat,

6) hasil pemikiran para pemikir Islam.27

Keenam dasar ideal tersebut merupakan hirarki yang tidak dapat

diubah susunannya, walaupun pada hakikatnya keseluruhan dasar itu

telah mengkristal dalam Al Quran dan As Sunnah.

b. Dasar operasional pendidikan

Dasar operasional pendidikan Islam merupakan dasar yang

terbentuk sebagai aktualisasi dari dasar ideal. Menurut Prof. Dr. Hasan

Langgulung, dasar operasional pendidikan Islam terbagi menjadi enam

macam, yaitu:

1) Dasar historis yang memberi persiapan kepada pendidik dengan

hasil-hasil pengalaman di masa lalu, undang-undang dan

peraturannya, batas-batas dan kekurangan-kekurangannya.

2) Dasar sosial yang memberikan kerangka budaya di mana pendidikan

itu bertolak dan bergerak, serta memindah budaya, memilih dan

mengembangkannya.

27

Sebagaimana dikutip oleh Hasan Langgulung dalam buku Beberapa Pemikiran Pendidikan tentang Pendidikan Islam (Bandung: Al Ma arif, 1980), hlm 35.

(35)

3) Dasar ekonomi yang memberikan perspektif potensi manusia

dan keuangan, materi dan persiapan yang mengatur

sumber-sumbernya dan bertanggungjawab terhadap anggaran pembelanjaan.

4) Dasar politik dan administrasi yang memberikan bingkai ideologi

(aqidah) dasar, yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk

mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.

5) Dasar psikologis yang memberikan informasi tentang watak siswa,

guru, cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian,

serta pengukuran dan bimbingan.

6) Dasar filosofis yang memberikan kemampuan memilih yang lebih

baik, memberi arah suatu sistem, mengontrolnya dan memberi arah

kepada semua dasar operasional lainnya.28

Untuk lebih jelasnya, lihat skema berikut ini:

Skema 2.1: Dasar-Dasar Operasional Pendidikan Islam

28

Dalam Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Al Husna, Cet II: 1992), hlm 6-7.

Dasar Filosofis Dasar Politik dan

Administrasi

Dasar Ekonomi Dasar Historis Dasar Sosial Dasar Psikologis

(36)

3. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Menurut Kurshid Ahmad sebagaimana dikutip oleh Ramayulis

fungsi dasar pendidikan dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a. Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide nasional dan masyarakat.

b. Alat untuk perubahan, inovasi, perkembangan dan secara garis besar melalui pengetahuan dan skills (keterampilan) yang baru ditemukan dan melatih tenaga-tenaga manusia produktif untuk menemukan perimbangan perubahan sosial ekonomi.29

Dalam pendidikan Islam tidak hanya menyiapkan seorang anak

didik memainkan peranannya sebagai individu dan anggota masyarakat

saja, akan tetapi juga membina sikapnya terhadap agama, tekun beribadat,

mematuhi peraturan agama serta menghayati dan mengamalkan nilai luhur

agama dalam kehidupan sehari-hari.

Fungsi pendidikan agama Islam secara makro adalah memelihara

dan mengembangkan fitrah dan sumber daya insani yang ada pada subyek

didik menuju terbentuknya manusia yang seutuhnya (insan kamil) sesuai

dengan norma Islam atau menuju terbentuknya kepribadian muslim. Ada

beberapa fungsi pendidikan agama Islam, yaitu:

a. Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati diri manusia, alam sekitarnya dan mengenai kebesaran Ilahi, sehingga tumbuh kreativitas yang benar,

b. Mensucikan diri manusia dari syirik dan berbagai sikap hidup dan perilaku yang dapat mencemari fitrah kemanusiaannya dengan menginternalisasikan nilai-nilai insani dan Ilahi pada subjek didik, c. Mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menopang dan memajukan

kehidupan baik individu maupun sosial.30

29

Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), hlm 19-20. 30

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet II: 2007), hlm 334.

(37)

Fungsi pendidikan agama Islam sebagaimana tercantum dalam

kurikulum pendidikan agama Islam adalah:

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta

didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan

keluarga.

b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan

hidup di dunia dan di akhirat.

c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan

dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.

d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,

kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,

pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.

e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya

atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan

menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.

f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, sistem

dan fungsionalnya.

g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat

(38)

secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri

dan bagi orang lain.31

4. Tujuan Pendidikan Islam

Konggres se-Dunia ke-II tentang pendidikan Islam tahun 1980 di

Islamabad menyatakan bahwa:

Education should aim at the balanced growth of the total personality of man through the training of Man s spirit, intellect, the rational self, feeling and bodily sense. Education should therefore cater for the growth of man in all its aspects, spiritual, intellectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individually and collectively and motivate all these aspects towards goodness and the attainment of perfection of complete submission to Allah on the level

of individual, the community and humanity at large.32

Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan

pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang yang

dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia

yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya

mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek

spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara

individual maupun kolektif; dan mendorong semua aspek tersebut

berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir

pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna

kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat

manusia.

31

Dalam Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm134

32

Second World Conference on Muslim Education, Recommendations, Islamabad, 15th-20th March, 1980 dalam buku Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan (Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan), (Jakarta: Pustaka Al Husna, Cet II: 1989), hlm 206-207

(39)

Berdasarkan rumusan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan

Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik

secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik

sebagai muslim yang paripurna (insan kamil) yang dapat memadukan

fungsi iman, ilmu dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang

harmonis dunia dan akhirat.

Tujuan pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir adalah

terbentuknya muslim yang sempurna; manusia yang bertakwa, beriman

dan beribadah kepada Allah. Maksud dari manusia sempurna di sini adalah

manusia yang secara jasmani sehat dan kuat, berakal cerdas dan pandai,

dan bertakwa kepada Allah.33

Tujuan pendidikan Islam menurut Muhaimin adalah terbentuknya

insan kamil (manusia universal) yang mempunyai wajah-wajah qur ani;

terciptanya insan kaffah yang memiliki dimensi-dimensi religius, budaya

dan ilmiah; serta penyadaran fungsi manusia sebagai hamba, sebagai

khalifah Allah dan memberi bekal yang memadai dalam rangka

pelaksanaan fungsi tersebut.34

Dari beberapa rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan

pendidikan Islam adalah terbentuknya insan kamil yang dapat memadukan

fungsi iman, ilmu dan amal, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup

di dunia dan di akhirat.

33

Ahmad tafsir, op cit, hlm 51 34

(40)

5. Materi Pendidikan Islam

Materi pendidikan agama Islam adalah segala sesuatu yang hendak

diberikan kepada, dicerna, diolah, dihayati serta diamalkan oleh peserta

didik dalam proses kegiatan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan

Islam. Pada dasarnya materi yang diberikan kepada anak didik sangatlah

universal dan mengandung aturan berbagai aspek kehidupan manusia, baik

yang berhubungan dengan sesama manusia maupun dengan lainnya.

Pendidikan agama Islam berdasarkan pada Al Qur an dan As Sunnah,

sehingga jangkauannya sangatlah luas. Islam juga mendorong setiap

pemeluknya untuk memperoleh pendidikan tanpa kenal batas.

Islam memiliki tiga ajaran yang merupakan inti dasar dalam

mengatur kehidupan. Secara umum, dasar Islam yang dijadikan materi

pokok pendidikan Islam adalah:

a. Keimanan (Aqidah)

Pendidikan yang utama dan harus dilakukan pertama kali adalah

pembentukan keyakinan kepada Allah yang diharapkan dapat

melandasi sikap, tingkah laku, serta kepribadian anak didik.

Sebagaimana firman Allah dalam Surat Luqman ayat 13:

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)

adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman:13)35

35

(41)

Ayat di atas menyebutkan bahwa Luqman mengajarkan kepada anaknya

agar tidak menyekutukan Allah. Hal ini dilakukan agar keimanan anak

kepada Allah bisa teguh, sehingga tidak akan menyekutukan Allah

dengan yang lainnya. Adapun langkah dasar yang dapat diambil untuk

membentuk tingkah laku anak yang berkepribadian Islam adalah

memberikan pemahaman kepada anak tentang tujuan hidupnya, yaitu

beribadah kepada Allah.

Adapun hakikat keimanan dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Secara etimologis, keimanan seseorang pada suatu hal dibuktikan

dengan pengakuan bahwa sesuatu itu merupakan kebenaran dan

keyakinan. Sedangkan menurut syara , keimanan adalah suatu

perkara yang diakui oleh hati dan dibenarkan dengan amaliah.36

2) Jika keimanan seseorang telah kuat, maka segala tindak tanduk

orang itu akan didasarkan pada pikiran-pikiran yang telah

dibenarkannya dan hatinyapun akan tenteram. Keimanan yang

benar merupakan landasan yang kokoh bagi konsep pendidikan

yang berkualitas. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa sistem

pendidikan yang berpijak pada dasar-dasar keimanan akan

mendatangkan hasil yang lebih berkualitas baik lahir maupun batin.

3) Keimanan yang di dalamnya terdapat pembenaran dan keyakinan,

kadang-kadang dijalankan secara tidak tepat. Oleh karena itu,

36

Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm 84.

(42)

seorang mukmin memerlukan pengontrol yang dapat

memelihara daya pikirnya dari pengaruh keyakinan yang dikotori

khurafat.37

Ruang lingkup pengajaran keimanan meliputi rukun iman yang

enam, yaitu percaya kepada Allah, kepada para rasul Allah, kepada

para malaikat, kepada Kitab-Kitab suci yang diturunkan kepada para

rasul Allah, kepada Hari Akhirat dan kepada Qadha dan Qadar.38

b. Islam (Syari ah)

Syari ah adalah semua aturan Allah dan hukum-hukum-Nya yang

mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia

dengan sesama dan hubungan manusia dengan alam sekitar. Namun

ada pengertian syari ah yang lebih dekat dengan fiqih, yaitu tatanan,

peraturan, perundang-undangan dan hukum yang mengatur segala

aspek kehidupan. Dalam al Quran disebutkan:

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan

orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS. Al

Baqarah: 21)39

Materi syari ah dalam pendidikan Islam diharapkan dapat menjadi

fungsional dalam hidup manusia. Manusia yang telah menerima

pendidikan agama Islam diharapkan memahami bentuk dan aturan

yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, hubungan

37

Ibid, hlm 85. 38

Zakiyah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, Cet III: 2004), hlm 67.

39

(43)

manusia dengan sesamanya dan hubungan antara manusia dengan alam

sekitar berlandaskan nilai-nilai Islam.

c. Ihsan (Akhlak)

Sejalan dengan usaha pembentukan keyakinan atau keimanan, juga

diperlukan pembentukan akhlak yang mulia. Akhlak merupakan jiwa

pendidikan Islam. Akhlak sendiri adalah amalan yang bersifat

pelengkap dan penyempurna bagi kedua amalan di atas, serta

mengajarkan tata cara pergaulan hidup manusia.

Pendidikan akhlak adalah pendidikan untuk mengarahkan anak

agar berperilaku, bermoral dan beretika baik. Pendidikan akhlak sangat

penting bagi anak. Apabila anak telah diajarkan keimanan (aqidah),

maka selanjutnya anak diajari untuk berakhlakul karimah. Tanpa

akhlak yang baik, maka tidak akan sempurna keimanan seseorang.

Sebagaimana tertuang dalam hadits:

Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda: Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang lebih baik

akhlaknya. (HR. Bukhari Muslim)40

Pendidikan akhlak sangat penting bagi anak agar dapat dijadikan

bekal dalam mencapai pribadi musim yang mendekati kesempurnaan.

Salah satu kewajiban utama bagi orang tua kepada anaknya adalah

40

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalihin jilid I, Terj. Ibnu Ruhi dkk, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007), hl 481

(44)

membentuk kepribadian anak yang didasarkan pada aqidah Islam dan tata

aturan syari ah Islam.

Sasaran pendidikan akhlak adalah keadaan jiwa, tempat berkumpul

segala rasa, pusat yang menghasilkan segala karsa. Tempat

terwujudnya kepribadian dan keimanan.41

6. Komponen-Komponen Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Kajian tentang komponen pelaksanaan pendidikan berarti kajian

tentang sistem pendidikan yang merupakan satu kesatuan, saling berkaitan

dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Adapun

komponen pelaksanaan pendidikan agama Islam adalah:

a) Kurikulum

Kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu currere yang

berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam

kegiatan berlari. Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan

terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan peserta didik untuk

mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta

nilai-nilai.42

Menurut Abuddin Nata, kurikulum adalah rancangan mata

pelajaran bagi suatu kegiatan jenjang pendidikan tertentu, dan dengan

menguasainya seseorang dapat dikatakan lulus dan berhak memperoleh

ijazah.43 Sedangkan pengertian kurikulum menurut Samsul Nizar

41

Zakiyah Daradjat, Opcit, hlm 72. 42

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm 1

43

(45)

adalah landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta

didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi

sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental.44

Kurikulum memiliki beberapa komponen, yaitu tujuan

pembelajaran, isi atau materi yang akan disampaikan pada anak didik,

metode atau proses belajar mengajar dan evaluasi yang berguna untuk

mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan.

Penyusunan kurikulum harus berdasarkan beberapa asas, yaitu:

1) Asas filosofis berperan sebagai penentu tujuan umum pendidikan.

2) Asas sosiologis berperan memberikan dasar untuk menentukan apa

saja yang dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3) Asas organisatoris berfungsi memberikan dasar-dasar penyusunan

kurikulum secara sistematis.

4) Asas psikologis berperan memberikan berbagai prinsip tentang

perkembangan anak didik.

b) Pendidik

Pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggungjawab

terhadap perkembangan anak didik. Tugas pendidik secara umum

adalah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi

44

(46)

anak didik, baik potensi kognitif, afektif atau psikomotor seoptimal mungkin

menurut ajaran Islam.45

Dalam literatur kependidikan Islam, seorang pendidik biasanya

disebut dengan ustadz, muallim, murabbi, mursyid, mudarris dan

mu addib. Kata ustadz biasanya digunakan untuk memanggil seorang

profesor, ini berarti bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen

terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Kata mu allim

berasal dari kata dasar ilm yang berarti menangkap hakikat sesuatu,

ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk mampu

menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang diajarkannya, dan

berusaha membangkitkan peserta didik untuk mengamalkannya.

Kata murabby berasal dari kata dasar Rabb, ini berarti tugas guru

adalah mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi

dan menjaga kreasinya agar tidak membahayakan diri sendiri,

masyarakat dan alam sekitarnya. Tugas guru yang terkandung dalam

kata mursyid adalah menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi

murid-muridnya.

Tugas guru sebagaimana terkandung dalam kata mudarris adalah

berusaha mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan

ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta melatih

keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan.

Sedangkan makna muaddib adalah orang yang beradab sekaligus

45

(47)

memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang berkualitas di

masa depan.46

Dari pengertian dan karakteristik di atas, dapat disimpulkan bahwa

karakteristik pertama (ustadz) mendasari karakteristik-karakteristik

lainnya. Karakteristik ustadz akan selalu tercermin dalam aktivitasnya

sebagai muallim, murabbi, mursyid, mudarris dan mu addib.

Menurut M. Athiyah Al Abrasy, seorang pendidik harus memiliki

sifat-sifat berikut ini:

1) Zuhud, yaitu tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan

karena mengharapkan ridha Allah.

2) Memiliki jiwa dan tubuh yang bersih, jauh dari dosa, rasa iri dan

dengki, serta jauh dari sifat-sifat tercela lainnya.

3) Ikhlas dalam menjalankan tugas.

4) Bersifat pemaaf terhadap muridnya, dapat menahan diri, dapat

menahan marah, lapang hati dan sabar.

5) Kebapakan, yakni mencintai murid seperti mencintai anak sendiri.

6) Mengetahui karakter murid yang mencakup kebiasaan,

pembawaan, perasaan dan pemikiran.

7) Menguasai bidang studi dan materi yang diajarkan.47

c) Anak didik

Anak didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang,

baik secara fisik maupun psikologis untuk mencapai tujuan

46

Muhaimin, op.cit, hlm 49 47

M. Athiyah Al Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A. Gani & Johar Bahri (Djakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm 131

(48)

pendidikannya melalui lembaga pendidikan.48 Pengertian ini menunjukkan

bahwa anak didik adalah pribadi yang belum dewasa, sehingga

memerlukan bimbingan untuk menggali potensi-potensi yang

dimilikinya.

Berkaitan dengan anak didik, ada beberapa hal yang harus

dipahami, yaitu:

1) Anak didik bukanlah miniatur orang dewasa, tetapi memiliki dunia

sendiri. Oleh karena itu metode, media dan sumber belajar yang

digunakan tidak boleh disamakan dengan orang dewasa.

2) Anak didik mengikuti periode perkembangan dan pertumbuhan.

3) Anak didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi

kebutuhan itu semaksimal mungkin.

4) Anak didik memiliki perbedaan individual, baik disebabkan oleh

faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada.

5) Anak didik merupakan kesatuan dari dua unsur utama, yaitu

jasmani dan rohani.

6) Anak didik merupakan objek pendidikan yang aktif, kreatif dan

produktif, karena memiliki aktivitas dan kreativitas sendiri.49

d) Metode

Kata metode berasal dari dua kata, yaitu meta yang berarti melalui

dan hodos yang berarti jalan atau cara. Dari akar kata ini, metode

berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.

48

Muhaimin, op.cit, hlm 177. 49

(49)

Menurut Abuddin Nata, metode pendidikan Islam adalah jalan untuk

menanamkan pengetahuan agama Islam pada diri seseorang sehingga

terlihat dalam pribadi sasaran, yaitu pribadi Islami.50

Dalam menyampaikan materi pendidikan, Al Quran menawarkan

berbagai macam pendekatan dan metode, di antaranya:

1) Metode teladan

Metode ini dilakukan dengan cara memberi contoh berupa

tingkah laku, sifat dan cara berpikir. Hal ini sebagaimana yang

dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan disebutkan dalam Al

Quran:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut

Allah. (QS. Al Ahzab: 21)51

2) Metode pembiasaan

Metode pembiasaan dilakukan dengan membiasakan

melakukan sesuatu secara bertahap termasuk merubah

kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan tidak sesuai dengan norma susila.

Metode ini hendaknya ditanamkan sejak anak masih kecil, karena

kebiasaan akan tertanam kuat dan sulit dirubah.

3) Metode Nasehat

50

Abuddin Nata, op.cit, hlm 92 51

(50)

Nasehat adalah penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan

dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasehati dari bahaya

dan menunjukkan jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan

manfaat.52 Dengan memberi nasehat, pendidik dapat menanamkan

pengaruh yang baik pada anak didiknya.

4) Metode motivasi dan intimidasi

Metode ini telah banyak digunakan oleh masyarakat luas.

Al Quran juga menggunakan metode ini ketika menggambarkan

surga dengan kenikmatannya dan neraka dengan kepedihan

siksanya, serta melipatgandakan pahala bagi orang yang

melakukan amal baik dan membalas keburukan dengan keburukan

yang setimpal.

5) Metode hukuman

Metode hukuman menjadi pro-kontra para pendidik,

sebagian di antara mereka menyetujui diberlakukannya hukuman

agar anak didik jera atas perbuatannya yang salah, sebagian lain

tidak menyetujui adanya hukuman karena akan membuat anak

berjiwa sempit, kehilangan semangat, senang berdusta dan

membuat tipu daya agar terhindar dari hukuman. Metode hukuman

merupakan metode terburuk, akan tetapi dalam kondisi tertentu

harus digunakan.

52

(51)

e) Evaluasi

Komponen terakhir dalam pembelajaran adalah evaluasi. Evaluasi

diterapkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik

dalam menyampaikan materi pelajaran, menemukan

kelemahan-kelemahan baik yang berkaitan dengan materi, metode, media ataupun

sarana.53

Kegunaan evaluasi adalah untuk membantu pendidik mengetahui

sejauh mana hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan tugasnya,

membantu anak didik agar dapat mengubah atau mengembangkan

tingkah lakunya secara sadar ke arah yang lebih baik, membantu para

pemikir pendidikan Islam mengetahui kelemahan teori pendidikan

Islam dan membantu mereka dalam merumuskan kembali teori-teori

pendidikan Islam yang relevan dengan arus dinamika zaman yang

senantiasa berubah, dan membantu para pengambil kebijakan

pendidikan Islam dalam membenahi sistem pengawasan dan

mempertimbangkan kebijakan pendidikan Islam yang akan diterapkan

dalam sistem pendidikan nasional.54

B. Kajian tentang Anak Berkebutuhan Khusus Autistik 1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Autistik

Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan

mengalami kelainan atau penyimpangan baik fisik, mental-intelektual,

53

Muhaimin & Abdul Mujib, op.cit, hlm 277 54

(52)

sosial, maupun emosional dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya

dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka

memerlukan pelayanan pendidikan khusus.55 Dengan demikian, meskipun

seorang anak mengalami kelainan atau penyimpangan tertentu, tetapi

kelainan atau penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka

tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan

termasuk anak dengan kebutuhan khusus.

Anak autistik merupakan bagian integral dari anak berkebutuhan

khusus. Anak autistik adalah anak yang mengalami gangguan

perkembangan berat yang dapat mempengaruhi cara seseorang untuk

berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain.56

Sebelum membahas tentang autisme, ada baiknya mengenal beberapa

istilah yang berkaitan dengannya, yaitu:

a. Autisme (autism) yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi,

sosial, prilaku pada anak.

b. Autis (autist) berarti anak yang mengalami ganguan autisme.

c. Anak autistik (autistic child) berarti keadaan anak yang mengalami

gangguan autisme.

Istilah Autisme berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme

yang berarti suatu aliran. Autisme berarti suatu paham yang tertarik hanya

pada dunianya sendiri. Autistik secara istilah berarti suatu gangguan

55

Mengenal Pendidikan Inklusi, (www.ditplb.or.id, diakses 22 Nopember 2007) 56

(53)

perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan

aktivitas imajinasi.57

Kartono mengemukakan beberapa definisi autisme sebagai berikut:

a. Gejala menyendiri atau menutup diri secara total dari dunia riil dan

tidak mau berkomunikasi lagi dengan dunia luar.

b. Cara berfikir dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri.

c. Menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, serta

menolak realitas.

d. Keasyikan ekstrim dengan fantasi dan fikiran sendiri.58

Anak autis menganggap dunia luar itu kotor dan jahat, penuh kepalsuan

dan mengandung banyak bahaya yang mengerikan, ia menganggap

dirinyalah yang paling baik dan benar. Oleh karena itu, ia lebih senang

melarikan diri ke dalam dunia fantasinya sendiri.

Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang

mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak

mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan

perilaku. Autisme biasanya terlihat sebelum anak mencapai usia tiga tahun

dan pada sebagian anak sudah terlihat sejak lahir. Autisme dapat terjadi

pada anak tanpa perbedaan ras, etnik, tingkat sosial ekonomi dan

pendidikan.59

57

Dyah Puspita, Kebijakan Pendidikan Bagi Anak Autis, (www.putrakembara.com, diakses 25 Nopember 2008)

58

Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm 222-223.

59

Referensi

Dokumen terkait

Dari grafik dapat dilihat bahwa secara keseluruhan penggunaan katalis NaOH lebih baik dalam menurunkan angka asam dibandingkan dengan menggunakan katalis KOH ini

Kesan perlakuan ke atas aktiviti spesifik enzim ALP bagi setiap kumpulan tikus berbanding kumpulan teraruh kanser hepar bagi tempoh 3 bulan. Kesan perIakuan ke atas aktiviti

Jadi kemampuan berpikir kreatif mahasiswa program studi pendidikan ekonomi angkatan 2015 yang paling menonjol adalah suka berpikir lunak, suka humor dan santai dalam hal positif,

Dari hasil penelitian pada tiap ruas jalan di Kota Sukadana umumnya memiliki kinerja jalan yang cukup baik Hal ini ditunjukkan oleh nilai DS tertinggi terdapat

Karya Ilmiah (skripsi) Lisdiana Putra Jurusan Hukum Publik Islam UIN Sunan Ampel Surabaya Pada Tahun 2017 yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap

Kemudian hasil gelatin yang diperoleh akan dikarakterisasi menggunakan metode FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) untuk mengetahui spektrum gugus fungsi

Setelah melakukan penelitian hubungan posisi kerja pada pekerja industri batu bata dengan kejadian low back pain peneliti dapat menyimpulkan mayoritas responden berusia