BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Model Migrasi
Secara umum persamaan model skedul migrasi model penuh yang dikemukakan oleh Rogers (1978) dapat digambarkan menjadi sebuah grafik yang diberikan pada gambar berikut ini:
Gambar 1 Skedul migrasi model penuh
Grafik di atas dengan menggunakan simulasi dapat dikaji sebagai berikut: 1. Kurva pra-angkatan kerja (pre-labor force), berupa persamaan eksponensial
dengan angka penurunan sebesar α1 yaitu :
f1(x) = a1 exp(-α1x) ; ∀x ≥ 0 ,
dengan nilai-nilai parameter a1 = 0,008 ; α1 = 0,062
Gambar 2 Kurva migrasi pra-angkatan kerja
Kurva di atas menggambarkan bahwa pola migrasi pra-angkatan kerja (usia 5-15 tahun) mengalami penurunan sejalan dengan meningkatnya umur. Pada usia tersebut mereka memiliki resiko yang sama. Artinya mereka masih tergantung pada orangtua. Jadi kemanapun orangtua mereka pergi akan selalu diikutsertakan. Sehingga pada tahap ini semakin bertambahnya umur maka tingkat ketergantungan mereka terhadap orangtua akan semakin kecil. Hal ini akan berakibat tingkat migrasi semakin rendah.
2. Kurva angkatan kerja (labor force), berupa persamaan eksponensial ganda dengan satu titik puncak, dengan usia rata-rata µ2, serta memiliki angka
kenaikan λ2 dan penurunan α2 yaitu :
f2(x) = a2 exp{-α2(x - µ2) – exp[-λ2(x-µ2)]} ; ∀x ≥ 0,
dengan nilai-nilai parameter a2 = 0,029 ; α2 = 0,075 ; µ2 = 19,45 ; λ2 = 0,365
Gambar 3 Kurva migrasi angkatan kerja
Kurva di atas menggambarkan bahwa pola migrasi angkatan kerja (15-60 tahun) umumnya mereka memiliki resiko yang berbeda. Artinya mereka tidak tergantung pada orangtua, karena mereka umumnya akan belajar mandiri dan menentukan tujuan hidup. Sehingga mengakibatkan tingkat migrasi pada usia 15-25 tahun mengalami peningkatan, sedangkan pada usia 25-60 tahun
0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 f1 (x ) umur (th) ‐0.005 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 f2(x ) umur (th)
mengalami penurunan tingkat migrasi, hal ini disebabkan mereka umumnya sudah mempunyai keinginan untuk menetap dan membina rumah tangga. 3. Kurva pasca-angkatan kerja (post-labor force), berupa persamaan
eksponensial ganda, dengan usia rata-rata µ3, serta memiliki angka kenaikan λ3 dan penurunan α3 yaitu :
f3(x) = a3 exp{-α3(x - µ3) – exp[-λ3(x-µ3)]} ; ∀x ≥ 0
dengan nilai-nilai parameter a3 = 0,003 ; α3 = 0,155 ; µ3 = 75,35 ; λ3 = 0,073
Gambar 4 Kurva migrasi pasca angkatan kerja
Kurva di atas menggambarkan bahwa pola migrasi pasca-angkatan kerja (usia
≥ 60 tahun) tingkat migrasi yang terjadi sangat kecil bila dibandingkan dengan tahap pekerja. Sebagian dari mereka umumnya melakukan migrasi ke daerah asal karena keinginan mereka untuk menetap dan menghabiskan usia pensiun, dan sebagian lagi akan menetap di daerah yang baru.
4. Suatu konstanta c, yaitu suatu persamaan: f4(x) = c ; ∀x ≥ 0
dengan nilai-nilai parameter c = 0,0006
Gambar 5 Kurva konstanta
Kuva di atas menggambarkan suatu persamaan yang diperlukan untuk memperbaiki ketepatan matematis penaksiran skedul.
‐0.0005 0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 f3 (x ) Umur (th) 0 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 f4 (x ) umur (th)
Gambar 1 menggambarkan skedul migrasi model “penuh” yang mempunyai 11 parameter: a1, α1, a2, µ2, α2, λ2, a3, α3, µ3, λ3 dan c. Dari sebelas parameter
tersebut mencerminkan hal-hal sebagai berikut:
1. Parameter yang menyatakan tingkat (level), yaitu: a1, a2, a3, dan c.
2. Parameter yang menyatakan pola (profil), yaitu: α1, α2, µ2, λ2, α3, µ3 dan λ3.
Perubahan dalam pola akan mengubah ketujuh parameter ini, tetapi belum tentu mengubah keempat parameter lainnya.
Beberapa hal yang menarik dari Gambar 1 adalah terdapatnya tiga titik istimewa dalam pola migrasi menurut kelompok umur, yaitu:
1. x1 yang merupakan titik terendah angka migrasi pada usia pra angkatan kerja.
Angka migrasi atau M(x) pada titik ini biasanya merupakan angka terendah. 2. xh sebagai titik puncak atau tertinggi, yatu titik yang menghasilkan M(x)
tertinggi pada usia angkatan kerja. Pada titik tersebut M(x) merupakan titik tertinggi jika dibandingkan dengan titik-titik lain di luar usia angkatan kerja. 3. xr yang merupakan titik tertinggi pada usia pasca-angkatan kerja. Titik ini
lebih rendah daripada xh.
Dari ketiga titik istimewa di atas (lihat dari Gambar 1), diperoleh tiga hal lain yaitu:
1. “Pergeseran angkatan kerja” (labor force shift) X = xh – x1, yaitu perbedaan
umur antara titik terendah dan titik tertinggi. Atau tahun yang dibutuhkan dari x1 ke xh.
2. “Lompatan” (jump) B, yang merupakan perbedaan antara M(x) yang dihasilkan oleh x1 dan xh.
3. “Gesekan orang tua” (parental shift) A, yang mencerminkan hubungan erat antara migrasi anak-anak dan migrasi orang tua. Nilai ini diperoleh dengan menghitung selisih antara nilai x pada usia pra-angkatan kerja dan angkatan kerja untuk M(x) yang sama. Rata-rata selisih dua usia untuk suatu M(x) tersebut disebut dengan A (gesekan orang tua)
Karakteristik model skedul migrasi juga dapat dilihat dari kaitan antara kelompok umur pra-angkatan kerja dan angkatan kerja. Model skedul dikatakan memiliki puncak awal, jika µ2 kurang dari 19 tahun. Artinya rata-rata migran
normal dapat terjadi jika µ2 lebih dari atau sama dengan 19 tahun dan kurang dari
22 tahun. Sedangkan model skedul dikatakan puncak lambat jika memiliki µ2
lebih besar atau sama dengan 22 tahun.
Perbandingan puncak-puncak komponen pra-angkatan kerja dan angkatan kerja dapat direfleksikan oleh perbandingan antara a1 dan a2. Rasio ini
mencerminkan “tingkat dominasi tenaga kerja” (degree of labor dominant), yang dinotasikan oleh δ12, dengan δ12 = a1/a2. Suatu model skedul dikatakan didominasi
tenaga kerja (labor dominant) jika δ12 kurang dari 0,2. Jika nilai δ12 lebih dari atau
sama dengan 0,2 dan kurang dari 0,4, maka skedul tersebut dikatakan normal. Sedangkan δ12 lebih besar atau sama dengan 0,4 maka skedul dikatakan dominasi
anak-anak (child dependent).
Jika dominasi tenaga kerja menggambarkan tingkat perbandingan (level) dari migran berusia pra-angkatan kerja terhadap usia angkatan kerja, maka asimetri tenaga kerja (labor asymmetry) menggambarkan kemencengan bentuk kurva puncak migrasi usia angkatan kerja. Nilai ini dinotasikan oleh σ2 yaitu rasio
antara λ2 dan α2 (σ2 = λ2/α2). Jika σ2 kurang dari 2, maka model skedul dikatakan
simetris. Model skedul dikatakan asimetri normal jika σ2 lebih dari atau sama
dengan 2 dan kurang dari 5. Model skedul dikatakan asimetris, jika σ2 memiliki
nilai lebih besar atau sama dengan 5.
Umur puncak dan umur terendah kurva model secara matematis dapat dicari dengan menggunakan turunan pertama dari persamaan model, yaitu:
= -a1α1 + {-α2 + λ2
+ a3{ (43)
Dari persamaan (43) untuk menentukan umur puncak dan umur terendah dari kurva model dapat diketahui dengan cara 0. Persamaan (43) cukup rumit bila diselesaikan secara analitis, sehingga dalam menentukan umur puncak dan umur terendah serta ASMR dikerjakan secara numerik dengan dibantu Software Mathematica 6.0. Selisih antara umur puncak dan umur terendah pada kurva angkatan kerja disebut sebagai “Labor Jump” yang dinotasikan dengan B dapat diperoleh dengan mencari selisih ASMR puncak dan ASMR terendah pada kurva angkatan kerja.
4.2 Analisis Kurva Angkatan Kerja
Kajian ini akan menganalisa bagaimana perubahan nilai beberapa parameter penting dalam model skedul. Untuk menganalisis kesesuaian ini akan difokuskan pada sifat kurva eksponensial ganda yang digambarkan oleh komponen angkatan kerja sebagai berikut:
f2(x) = a2 exp{-α2(x - µ2) – exp[-λ2(x-µ2)]} (44)
akan diamati bahwa jika α2 = λ2 maka xh = µ2 dan fungsi f2(x) berada pada max yh
Bukti:
Turunan pertama dari f2(x) adalah :
′ = [a
2 exp{-α2(x - µ2) – exp[-λ2(x-µ2)]}] [ λ2 exp [-λ2(x-µ2)]-α2] (45)
Jika ′ = 0, maka akan diperoleh :
[a2 exp{-α2(x - µ2) – exp[-λ2(x-µ2)]}] = 0, (46)
dan
[ λ2 exp [-λ2(x-µ2)]-α2] = 0. (47)
Selanjutnya akan dicari nilai maksimum dari f2(x). Dari persamaan (47)
[ λ2 exp [-λ2(x-µ2)]-α2] = 0, maka nilai x dapat diperoleh sebagai berikut:
[ λ2 exp [-λ2(x-µ2)]-α2] = 0. [ λ2 exp [-λ2(x-µ2)] = α2 exp [-λ2(x-µ2) = ln[exp [-λ2(x-µ2)] = ln[ ] [-λ2(x-µ2)] = ln[ ] Misal x = xh , maka (xh - µ2) = - ln[ ] xh = µ2 - ln[ ] (48)
Untuk menentukan nilai xh , maka ada beberapa kasus:
1. Jika α2 = λ2 maka nilai xh = µ2 - ln[ ] akan diperoleh :
xh = µ2 - ln[ ]
xh = µ2
2. Jika α2 < λ2 maka nilai xh = µ2 - ln[ ] akan diperoleh
3. Jika α2 > λ2 maka nilai xh = µ2 - ln[ ] akan diperoleh
xh < µ2 (karena ln[ ] > 0 )
Dari beberapa kasus di atas ternyata nilai µ2 mempengaruhi xh. Sehingga pada
kurva angkatan kerja menggambarkan variasi xh sebagai fungsi dari α2 dan λ2.
Setelah diperoleh nilai xh maka dapat ditentukan maksimum f2(x). Telah
dibuktikan bahwa f2(x) merupakan maksimum kurva angkatan kerja. (Lihat
Lampiran 17). Dalam menentukan maksimum f2(x), persamaaan (48)
disubstitusikan ke persamaan (44), sehingga diperoleh : f2(x) = a2 exp{-α2(x - µ2) – exp[-λ2(x-µ2)]}
= a2 exp{-α2(µ2 - ln[ ] - µ2) – exp[-λ2(µ2 - ln[ ]-µ2)]}
= a2 exp{ ln[ ] – exp[ ln[ ]]}
= a2 exp[ (49)
Misalkan yh = f2(x), maka yh = a2 exp[ .
Untuk menentukan nilai yh di atas maka ada beberapa kasus:
1. Jika α2 = λ2 maka nilai yh = a2 exp[ sehingga yh = .
2. Jika α2 < λ2 maka nilai yh > a2
3. Jika α2 > λ2 maka nilai yh < a2 ,
Dari beberapa kasus di atas ternyata nilai yh tidak tergantung pada µ2, tetapi
tergantung pada a2 . Dengan demikian variasinya bergantung hanya pada dua
variabel α2 dan λ2. Semakin meningkatnya λ2 maka akan memperlandai bentuk
kurva tenaga kerja produktif.
4.3 Arus Migrasi Keluar dari Wilayah Jawa Bali
Pola migrasi biasanya dapat menunjukkan tingkat perkembangan pembangunan di suatu wilayah. Wilayah Sumatera yang secara geografis letaknya lebih dekat dengan Pulau Jawa ternyata menjadi tujuan utama para migran (lihat Tabel 1). Selama kurun waktu tahun 2000 – 2005 migran keluar wilayah Jawa Bali sebagian besar menetap di Propinsi Lampung yaitu 15,09 persen, diikuti ke
Propinsi Sumatera Selatan 10,34 persen, Sumatera Utara 10,23 persen, Kalimantan Tengah 6,29 persen, Sumatera Barat 5,98 persen, Kalimantan Timur 5,57 persen, Riau 5,4 persen dan sisanya menyebar ke propinsi lain. Pada Tabel 1 dan Gambar 6 berikut ini menunjukkan propinsi tujuan dan jumlah migran keluar dari wilayah Jawa Bali menuju wilayah Luar Jawa Bali yang berjumlah 510 129 jiwa.
Tabel 1 Distribusi migran keluar dari wilayah Jawa Bali menurut propinsi tujuan
No Propinsi Tujuan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 NAD 17 996 3,53 2 Sumatra Utara 52 197 10,23 3 Sumatra Barat 30 501 5,98 4 Riau 27 528 5,40 5 Jambi 20 135 3,95 6 Sumatra Selatan 52 770 10,34 7 Bengkulu 9 661 1,89 8 Lampung 77 001 15,09 9 Kep Riau 2 943 0,58 10 Bangka Belitung 8 389 1,64 11 NTB 22 807 4,47 12 NTT 18 797 3,68 13 Kalimantan Barat 24 183 4,74 14 Kalimantan Tengah 32 078 6,29 15 Kalimantan selatan 15 358 3,01 16 Kalimantan Timur 28 402 5,57 17 Sulawesi Utara 7 332 1,44 18 Sulawesi Tengah 6 352 1,25 19 Sulawesi Selatan 20 667 4,05 20 Sulawesi Tenggara 5 032 0,99 21 Maluku 6 639 1,30 22 Maluku Utara 7 028 1,38 23 Gorontalo 645 0,13 24 Papua 15 688 3,08 Jumlah 510 129 100,00
Gambar 6 Distribusi migran keluar dari wilayah Jawa Bali menurut propinsi tujuan.
Sedangkan pengirim utama migran yang berasal dari wilayah Jawa Bali adalah didominasi dari propinsi Jawa Timur yaitu sebesar 22,18 persen, kemudian disusul Jawa Barat yaitu 20,75 persen, Jawa Tengah yaitu 17,63 persen, DKI 16,69 persen, DIY 10,9 persen dan sisanya diikuti oleh propinsi selainnya di Jawa Bali. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 7 di bawah ini: Tabel 2 Distribusi migran keluar dari wilayah Jawa Bali menurut propinsi asal
No Propinsi Asal Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 Banten 35 654 6,99 2 DKI 85 154 16,69 3 Jawa Barat 105 857 20,75 4 Jawa Tengah 89 961 17,63 5 DIY 55 623 10,90 6 Jawa Timur 113 143 22,18 7 Bali 24 737 4,85 Jumlah 510 129 100,00
Sumber: Diolah dari data SUPAS 2005
Gambar 7 Distribusi migran keluar dari wilayah Jawa Bali menurut propinsi asal 0 20000 40000 60000 80000 100000 NA D S u mat ra Ut ara Su m a tra Ba ra t Ri au ja m b i Sum a tr a Sel a ta n Bengk ul u Lampun g K ep Ri au Ba ngka bel it ung NTB NTT K a limant a n Ba rat Kal imant an T en gah K a liman tan s e lat a n Kal imant an T imur Sul aw es i ut ar a S ulawesi Tengah Su la w e s i S e la ta n Sul a w e s i Tengg ara Ma luk u Ma luk u Ut ar a G or ont al o P apua Ju mlah migr an (jiwa) Prop. tujuan 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000
Banten DKI Jawa
Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Bali JUm lah igr an (jiwa) Prop. asal
4.4 Arus Migrasi Keluar dari Wilayah Luar Jawa Bali
Dari tujuh propinsi yang menjadi propinsi tujuan migran selama kurun waktu tahun 2000 - 2005, maka propinsi yang paling diminati mereka adalah Propinsi Jawa Timur yaitu 28,57 persen, kemudian disusul Jawa Tengah 24,48 persen, DKI yaitu 18,22 persen, Jawa Barat 16,49 persen, dan sisanya menyebar ke propinsi lain di Jawa Bali. Tabel 3 dan Gambar 8 di bawah ini menunjukkan propinsi tujuan dan jumlah migran keluar dari wilayah Luar Jawa Bali menuju wilayah Jawa Bali yang berjumlah 563 984 jiwa.
Tabel 3 Distribusi migran keluar dari wilayah Luar Jawa Bali menurut propinsi tujuan
No Propinsi Tujuan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 Banten 17 315 3,07 2 DKI 102 778 18,22 3 Jawa Barat 93 021 16,49 4 Jawa Tengah 138 049 24,48 5 DIY 32 174 5,70 6 Jawa Timur 161 106 28,57 7 Bali 19 541 3,46 Jumlah 563 984 100,00
Sumber: Diolah dari data SUPAS 2005
Gambar 8 Distribusi migran keluar dari wilayah Luar Jawa Bali menurut propinsi tujuan
Sedangkan pengirim utama migran yang berasal dari Luar Jawa Bali adalah didominasi dari Propinsi Kepulauan Riau yaitu sebesar 12,5 persen, kemudian disusul oleh Lampung yaitu 11,47 persen, Kalimantan Timur yaitu 10,57 persen, Riau 8,47 persen, Sumatera Barat 6,55 persen, Sumatera Utara 6,37 persen dan sisanya diikuti oleh propinsi selainnya di Luar Jawa Bali. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 9 berikut:
0 50000 100000 150000 200000
Banten DKI Jawa
Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Bali JU ml ah mi gr an (j iw a) Prop tujuan
Tabel 4 Distribusi migran keluar dari wilayah Luar Jawa Bali menurut propinsi asal
No Propinsi Asal Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 Sumatra Utara 35 925 6,37 2 Sumatra Barat 36 966 6,55 3 Riau 47 776 8,47 4 Jambi 24 151 4,28 5 Sumatra Selatan 30 543 5,42 6 Bengkulu 10 947 1,94 7 Lampung 64 678 11,47 8 Kepulauan Riau 70 509 12,50 9 Bangka Belitung 7 589 1,35 10 NTB 15 698 2,78 11 NTT 15 473 2,74 12 Kalimantan Barat 15 570 2,76 13 Kalimantan Tengah 22 264 3,95 14 Kalimantan Selatan 29 330 5,20 15 Kalimantan Timur 59 587 10,57 16 Sulawesi Utara 5 375 0,95 17 Sulawesi Tengah 9 472 1,68 18 Sulawesi Selatan 30 934 5,48 19 Sulawesi Tenggara 6 759 1,20 20 Maluku 3 844 0,68 21 Maluku Utara 2 076 0,37 22 Gorontalo 2 294 0,41 23 Papua 16 224 2,88 Jumlah 563 984 100,00
Sumber: Diolah dari data SUPAS 2005
Gambar 9 Distribusi migran keluar dari wilayah Luar Jawa Bali menurut propinsi asal 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 Sum atr a Uta ra Su ma tr a Ba ra t Ria u Jam bi Su ma tr a Se lata n B eng kulu L am pun g Kep ulau an R iau B ang ka B eli tung NT B NTT Ka lim an tan Bar at Ka lim an tan Te ng ah K a liman tan selat a n Ka lim ant an Tim ur Sula w e si uta ra Su law esi T eng ah S u law e si sela tan S u la w e s i Te ng ga ra Ma lu ku Ma luku U ta ra G or onta lo P apu a Ju m lah migr a n (j iw a) Prop. asal
4.5 Model Skedul Migrasi Keluar dari Wilayah Jawa Bali
Berdasarkan pengolahan terhadap data yang ada maka pola migrasi keluar dari wilayah Jawa Bali adalah sebagai berikut:
Gambar 10 Plot scatter diagram migran keluar dari wilayah Jawa Bali
Berdasarkan pengamatan pada scatter diagram terlihat adanya pola keteraturan yang khas. Kajian ini menawarkan 5 macam model untuk dipilih salah satu model terbaik berdasarkan nilai Proportional Error (PE) paling kecil. Dari 5 macam model tersebut 3 model diantaranya adalah model yang ditawarkan Rogers (1984). Sedangkan 2 model lain adalah model polinom berderajat-7 dan model polinom berderajat-15.
Berdasarkan fitting data yang dilakukan terhadap 3 model yang ditawarkan Rogers diperoleh nilai-nilai dugaan parameter sebagai berikut:
Tabel 5 Hasil dugaan parameter migran keluar dari wilayah Jawa Bali Parameter model
Penuh tidak penuh sederhana
a1 5,0819×10-2 -3,7222×10-3 3,6369×10-1 a2 1,2608×10-2 1,3646×10-2 1,2683×10-2 a3 1,4380×10-3 1,2029×10-1 - α1 7,6472×10-4 6,2739×10-3 8,9754×10-5 α2 1,0087×10-1 1,2696×10-1 1,0780×10-1 α3 1,4497×10-1 -1,8832×10-3 - µ2 18,5611 18,7839 18,6257 µ3 77,0189 - - λ2 8,5742×10-1 7,7419×10-1 8,5160×10-1 λ3 7,0484×10-2 - - c 4,7609×10-2 -8,0314×10-2 -3,6045×10-1 0 20 40 60 80 100 0.002 0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 umur th AS M R
Berdasarkan tabel di atas dan nilai-nilai parameter yang diperoleh, persamaan model penuh dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut: M(x) = 5,0819×10-2 exp(-6,2739×10-3x) + 1,2608×10-2 exp{-1,0087×10-1(x - 18,5611) – exp[-8,5742×10-1(x - 18,5611)]} + 1,4380×10-3 exp{-1,4497×10-1(x - 77,0189) – exp[-7,0484×10-2(x - 77,0189)]} + 4,7609×10-2 ; x ≥ 5
dimana M(x) menyatakan tingkat migrasi keluar wilayah Jawa Bali dan x menyatakan umur migran.
Perbandingan data dan model penuh migrasi keluar wilayah Jawa Bali diperoleh plot sebagai berikut:
Gambar 11 Plot pendugaan parameter model penuh migran risen keluar dari Jawa Bali
Model selanjutnya adalah model tidak penuh, persamaan model tersebut dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut:
M(x) = -3,7222×10-3 exp(-7,6472×10-4 x) + 1,3646×10-2 exp{-1,2696×10-1 (x - 18,7839) – exp[-7,7419×10-1 (x - 18,7839)]} + 1,2029×10-1 exp(-1,8832×10-3x) +
(-8,0314×10-2 ) ; x ≥ 5
Perbandingan data dan model tidak penuh migrasi keluar wilayah Jawa Bali diperoleh plot sebagai berikut:
Gambar 12 Plot pendugaan parameter model tidak penuh migran risen keluar dari Jawa Bali
0 20 40 60 80 100 0.002 0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 umur th AS M R 0 20 40 60 80 100 0.002 0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 umur th AS M R
Model yang ketiga adalah model sederhana, persamaan model tersebut dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut:
M(x) = 3,6369×10-1 exp(-8,9754×10-5 x) + 1,2683×10-2 exp{-1,0780×10-1 (x - 18,6257) – exp[-8,5160×10-1 (x - 18,6257)]} + (-3,6045×10-1 ) ; x ≥ 5
Perbandingan data dan model sederhana migrasi keluar wilayah Jawa Bali diperoleh plot sebagai berikut:
Gambar 13 Plot pendugaan parameter model sederhana migran risen keluar dari Jawa Bali
Berdasarkan tiga model di atas secara umum nampak adanya pola keteraturan yang khas terutama untuk model penuh pada usia pasca angkatan kerja terjadi sedikit kenaikan tingkat migran meskipun tidak sebanyak pada usia angkatan kerja, sehingga dari sisi demografi lebih menarik untuk dikaji karena bisa menjelaskan perilaku migran usia pasca-angkatan kerja.
Untuk melihat apakah model yang ditawarkan Rogers secara umum bisa menjelaskan perilaku migran menurut kelompok umur maka dalam kajian ini ditawarkan model pembanding berupa persamaan polinom berderajat-7 dan polinom berderajat-15.
Berdasarkan fitting data terhadap model polinom berderajat-7 maka diperoleh nilai-nilai parameter a0 = 2,1681×10-2, a1 = -6,1756×10-3,
a2 = 6,6843×10-4, a3 = -3,1489×10-5, a4 = 7,5791×10-7, a5 = -9,7949×10-9,
a6 = 6,4793×10-11, a7 = -1,7239×10-13.
Persamaan model polinom berderajat-7 dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut:
P(x) = a0 + a1x + a2x2 + a3x3 + a4x4 + a5x5 + a6x6 + a7x7 ; x ≥ 5 0 20 40 60 80 100 0.002 0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 umur th AS MR
dimana P(x) menyatakan tingkat migrasi keluar wilayah Jawa Bali, x menyatakan umur migran, dan a0, a1, a2, a3, a4, a5, a6, a7 merupakan nilai-nilai hasil dugaan
parameter. Perbandingan data dan model polinom berderajat-7 migrasi keluar wilayah Jawa Bali berdasarkan nilai parameter yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Gambar 14 Plot pendugaan parameter model polinom berderajat-7 migran risen keluar dari Jawa Bali
Nampak pada gambar bahwa model belum dapat menyuai data dengan baik. Pada model polinom berderajat-15 berdasarkan fitting data terhadap model maka diperoleh nilai-nilai dugaan parameter a0 = 5,0277×10-1, a1 = -3,3752×10-1,
a2 = 9,6070×10-2, a3 = -1,5331×10-2 , a4 = 1,5426×10-3, a5 = -1,0452×10-4,
a6 = 4,9737×10-6, a7 = -1,7080×10-7 , a8 = 4,3021×10-9, a9 = -8,0017×10-11,
a10 = 1,0964×10-12, a11 = -1,0921×10-14, a12 = 7,6855×10-17, a13 = -3,6211×10-19,
a 14 = 1,0244×10-21 , a15 = -1,3152×10-24.
Persamaan polinom berderajat-15 dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut:
P(x) = a0 + a1x + a2x2 + a3x3 + a4x4 + a5x5 + a6x6 + a7x7+ a8x8 + a9x9 + a10x10
+ a
11x11 + a12x12 + a13x13+ a14x14 + a15x15 ; x ≥ 5
dimana P(x) menyatakan tingkat migrasi keluar wilayah Jawa Bali, x menyatakan umur migran, dan a0, a1, a2, a3, a4, a5, a6, a7, a8, a9, a10, a11, a12, a13, a 14 , a15
merupakan nilai-nilai dugaan parameter. Perbandingan data dan model polinom berderajat-15 migrasi keluar wilayah Jawa Bali berdasarkan nilai parameter yang diperoleh adalah sebagai berikut:
0 20 40 60 80 100 0.002 0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 umur th AS M R
Gambar 15 Plot pendugaan parameter model polinom berderajat-15 Migran Risen Keluar dari Jawa Bali
Gambar di atas menunjukkan bahwa model cenderung dapat menyuai data dengan baik jika dibandingkan dengan polinom berderajat-7. Namun nilai-nilai parameter yang dihasilkan sangat kecil dan model cenderung berosilasi sehingga sulit dijelaskan secara teoritis dalam mempelajari karakteristik migran.
Perbandingan nilai Proportional Error (PE) kelima model di atas dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini dengan menggunakan rumus:
PE = ∑ ∑| | , M(x) = aktual , = dugaan
Tabel 6 Perbandingan nilai proportional error pola migran keluar dari Jawa Bali
model penuh tdk penuh sederhana pol der-7 pol der-15
Proportional Error 22,47% 22,63 % 23,75 % 30,08% 24,31%
Dengan melihat nilai PE diantara kelima model, ternyata tiga model Rogers memiliki nilai PE yang relatif lebih kecil jika dibandingkan model polinom. Pada model polinom berderajat-7 dan berderajat-15 ternyata memiliki perbedaan nilai error yang signifikan. Selain itu pada model polinom bentuk kurva cenderung berosilasi. Dengan demikian tiga model yang ditawarkan Rogers tetap lebih baik daripada model polinom.
Dengan membandingkan nilai PE dari kelima model di atas, ternyata PE yang paling kecil adalah model penuh, yaitu sebesar 22,47 persen. Oleh karena itu, untuk analisis migrasi keluar wilayah Jawa Bali dipilih model penuh.
0 20 40 60 80 100 0.002 0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 umur th AS M R
Berdasarkan nilai-nilai parameter yang diperoleh dari model penuh maka dapat dilihat bahwa nilai µ2 = 18,5611, artinya model tersebut memiliki puncak
awal. Koefisien dugaan parameter a1 = 5,0819×10-2, a2 = 1,2608×10-2 dan
a3 = 1,438×10-3. Koefisien a1 menyatakan level migrasi pada kelompok usia
pra-angkatan kerja, sedangkan a2 menyatakan level migrasi pada kelompok usia
angkatan kerja, dan a3 menyatakan level migrasi pada kelompok usia
pasca-angkatan kerja. Sedangkan konstanta c yaitu -4,7609×10-2 yang bersifat menaikkan atau menurunkan level migrasi secara keseluruhan.
Sedangkan tingkat dominasi tenaga kerja dapat dilihat dari rasio antara a1
dan a2 yang dinotasikan dengan δ12 = a1/a2 = 4,03. Apabila nilai δ12 < 0,20 maka
model skedul migrasi dikatakan didominasi tenaga kerja (labor dominant), bila 0,20 ≤δ12 < 0,40 dikatakan model skedul normal, dan bila δ12≥ 0,40 maka model
skedul dikatakan didominasi anak-anak (child dependent). Hasil menunjukkan bahwa δ12 = 4,03 artinya model skedul keluar dari wilayah Jawa Bali cenderung
didominasi anak-anak.
Sedangkan asimetry tenaga kerja yaitu kemencengan kurva puncak migrasi usia angkatan kerja dinyatakan dengan rasio antara λ2 dan α2 yang dinotasikan σ2
= λ2/α2 = 8,5. Hal ini berarti bahwa model skedul keluar dari wilayah Jawa Bali
untuk usia angkatan kerja memiliki kurva asimetris. Artinya kenaikan migran menjelang umur puncak lebih tinggi dibandingkan penurunannya setelah umur puncak.
Tingkat migrasi terendah yang terbentuk untuk wilayah Jawa Bali pada tahap pra-angkatan kerja terjadi pada usia x1 = 16,14 tahun dengan ASMR
sebesar 2,5925×10-3, dan tingkat migrasi tertinggi yang terbentuk pada tahap
angkatan kerja yaitu pada usia xh = 21 tahun, dengan ASMR sebesar 1,1114×10-2.
Usia ini merupakan puncak tertinggi tingkat migran jika dibandingkan dengan tahapan yang lain. Sehingga terjadi pergeseran angkatan kerja yang dinotasikan dengan X = xh - x1 = 4,86 tahun. Dan terjadinya Lompatan (jump) yang
dinotasikan dengan B sebesar 8,5211×10-3. Sedangkan tingkat migrasi pada tahap pasca-angkatan kerja mencapai puncak yaitu pada usia xr = 59,38 tahun, dengan
Intensitas migrasi atau GMR keluar dari wilayah Jawa Bali sebesar 0,258. Hal ini berarti bahwa penduduk Jawa Bali akan melakukan migrasi sebanyak 0,258 kali selama hidupnya. Dengan menemukan bentuk pola migrasi menjadi bentuk model fungsi kontinu maka akan lebih mudah menggunakan model tersebut untuk menganalisis sifat atau karakteristik dari pola migrasi yang ada. 4.6 Model Skedul Migrasi Keluar dari wilayah Luar Jawa Bali
Berdasarkan pengolahan terhadap data yang ada maka pola migrasi keluar dari wilayah Luar Jawa Bali dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 16 Plot scatter diagram dari migran keluar dari wilayah Luar Jawa Bali Berdasarkan pengamatan pada scatter diagram terlihat adanya pola keteraturan yang khas sama halnya dengan model migrasi keluar dari wilayah Jawa Bali. Sehingga untuk model migrasi keluar dari wilayah Luar Jawa Bali menawarkan 5 model skedul migrasi.
Berdasarkan fitting data yang dilakukan terhadap 3 model yang ditawarkan Rogers maka diperoleh nilai-nilai dugaan parameter sebagai berikut:
Tabel 7 Hasil dugaan parameter migran keluar dari wilayah Luar Jawa Bali Parameter model
Penuh tidak penuh sederhana
a1 8,0820×10-3 7,0274×10-3 7,0481×10-3 a2 2,9128×10-2 3,1113×10-2 2,7499×10-2 a3 3,1272×10-3 -1,9611×10-5 - α1 6,2474×10-2 1,3161×10-1 7,3248×10-2 α2 7,5304×10-2 9,4573×10-2 7,4737×10-2 α3 1,5471×10-1 5,0405×10-2 - µ2 19,4569 19,9214 19,3142 µ3 75,3528 - - λ2 3,6526×10-1 3,3491×10-1 4,0064×10-1 λ3 7,2969×10-2 - - c -5,8655×10-4 1,7992×10-3 3,8110×10-4 0 20 40 60 80 100 0.005 0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 0.025 umur th AS M R
Berdasarkan tabel di atas dan nilai-nilai parameter yang diperoleh, persamaan model penuh dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut: M(x) = 8,0820×10-3 exp(-6,2474×10-2 x) + 2,9128×10-2 exp{-7,5304×10-2 (x - 19,4569) – exp[-3,6526×10-1 (x - 19,4569)]} + 3,1272×10-3 exp{-1,5471×10-1 (x - 75,3528) – exp[-7,2969×10-2 (x - 75,3528)]} + (-5,8655×10-4) ; x ≥ 5
Perbandingan data dan model penuh migrasi keluar dari wilayah Luar Jawa Bali diperoleh plot seperti pada berikut.
Gambar 17 Plot pendugaan parameter model penuh migran risen keluar dari Luar Jawa Bali
Model selanjutnya adalah model tidak penuh, persamaan model tersebut dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut:
M(x) = 7,0274×10-3 exp(-1,3161×10-1 x) + 3,1113×10-2 exp{-9,4573×10-2 (x - 19,9214) – exp[-3,3491×10-1 (x - 19,9214)]} + (-1,9611×10-5) exp(5,0405×10-2x) +
1,7992×10-3 ; x ≥ 5
Perbandingan data dan model tidak penuh migrasi keluar wilayah Luar Jawa Bali diperoleh plot seperti pada gambar berikut:
Gambar 18 Plot pendugaan parameter model tidak penuh migran risen keluar dari Luar Jawa Bali.
0 20 40 60 80 100 0.005 0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 0.025 umur th AS M R 0 20 40 60 80 100 0.005 0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 0.025 umur th AS M R
Model yang ketiga adalah model sederhana, persamaan model tersebut dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut:
M(x) = 7,0481×10-3 exp(-7,3248×10-2 x) + 2,7499×10-2 exp{-7,4737×10-2 (x - 19,3142) – exp[-4,0064×10-1 (x - 19,3142)]} + 3,8110×10-4 ; x≥ 5
Perbandingan data dan model sederhana migrasi keluar wilayah Luar Jawa Bali diperoleh plot seperti pada berikut:
Gambar 19 Plot pendugaan parameter model sederhana migran risen keluar dari Luar Jawa Bali.
Berdasarkan tiga model di atas secara umum untuk model penuh nampak adanya pola keteraturan yang khas terutama pada usia pasca angkatan kerja, sehingga dari sisi demografi model tersebut lebih menarik untuk dikaji karena bisa menjelaskan perilaku migran usia pasca-angkatan kerja.
Untuk melihat apakah tiga model yang ditawarkan Rogers tersebut secara umum bisa menjelaskan perilaku migran menurut kelompok umur maka dalam hal ini juga ditawarkan model lain sebagai pembanding yaitu persamaan polinom berderajat-7 dan polinom berderajat-15.
Berdasarkan fitting data terhadap model polinom derajat-7, maka diperoleh nilai-nilai parameter a0 = 5,1969×10-2, a1 = -1,4586×10-2, a2 = 1,4834×10-3,
a3 = -6,6849×10-5, a4 = 1,5566×10-6, a5 = -1,9606×10-8, a6 = 1,2706×10-10,
a7 = -3,3245×10-13.
Persamaan model tersebut dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut: P(x) = a0 + a1x + a2x2 + a3x3 + a4x4 + a5x5 + a6x6 + a7x7 ; x ≥ 5 0 20 40 60 80 100 0.005 0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 0.025 umur th AS M R
dengan a0, a1, a2, a3, a4, a5, a6, a7 adalah nilai-nilai parameter yang diperoleh,
perbandingan data dan model polinom derajat-7 migrasi keluar wilayah Luar Jawa Bali adalah sebagai berikut:
Gambar 20 Plot pendugaan parameter model polinom berderajat-7 migran risen keluar dari Luar Jawa Bali
Berdasarkan kurva model yang ditunjukkan pada gambar di atas nampak model belum dapat menyuai data dengan baik.
Pada model polinom berderajat-15 berdasarkan fitting data terhadap model maka diperoleh nilai-nilai dugaan parameter a0 = 6,1401×10-1, a1 = -4,0776×10-1,
a2 = 1,1473×10-1, a3 = -1,8044×10-2, a4 = 1,7850×10-3, a5 = -1,1882×10-4,
a6 = 5,5592×10-6, a7 = -1,8802×10-7, a8 = 4,6739×10-9, a9 = -8,5994×10-11,
a10 = 1,1681×10-12, a11 = -1,1557×10-14, a12 = 8,094×10-17, a13 = -3,8010×10-19,
a14 = 1,0733×10-21, a15 = -1,3771×10-24.
Persamaan polinom berderajat-15 dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut:
P(x) = a0 + a1x + a2x2 + a3x3 + a4x4 + a5x5 + a6x6 + a7x7+ a8x8 + a9x9 + a10x10
+ a
11x11 + a12x12 + a13x13+ a14x14 + a15x15 ; x ≥ 5
dengan a0, a1, a2, a3, a4, a5, a6, a7, a8, a9, a10, a11, a12, a13, a 14 , a15 merupakan
nilai-nilai dugaan parameter yang diperoleh, perbandingan data dan model polinom berderajat-15 migrasi keluar wilayah Luar Jawa Bali adalah sebagai berikut: 0 20 40 60 80 100 0.005 0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 0.025 umur th AS M R
Gambar 21 Plot pendugaan parameter model polinom berderajat-15 migran risen keluar dari Luar Jawa Bali
Gambar di atas menunjukkan bahwa model dapat menyuai data dengan baik jika dibandingkan dengan polinom berderajat-7. Namun karena model juga cenderung berosilasi, maka secara teoritis karakteristik migran akan sulit dijelaskan.
Perbandingan nilai Proportional Error (PE) kelima model di atas dapat di jelaskan pada Tabel 8 berikut ini dengan menggunakan rumus:
PE = ∑ ∑| | , M(x) = aktual , = dugaan
Tabel 8 Perbandingan nilai proportional error pola migran keluar dari Luar Jawa Bali
model penuh tdk penuh sederhana pol der-7 pol der-15
Proportional Error 15,45% 16,73 % 17,95 % 23,86% 16,6%
Dengan melihat nilai PE diantara kelima model, ternyata tiga model Rogers memiliki nilai PE yang relatif lebih kecil jika dibandingkan model polinom. Pada model tidak penuh ternyata memiliki nilai PE yang lebih besar jika dibandingkan dengan polinom berderajat-15. Tetapi jika dilihat dari banyaknya parameter, maka model tidak penuh tetap lebih baik daripada model polinom derajat-15. Selain itu pada model polinom bentuk kurva cenderung berosilasi. Dengan demikian tiga model yang ditawarkan Rogers tetap lebih baik daripada model polinom.
Dengan membandingkan nilai PE dari kelima model di atas ternyata PE yang paling kecil adalah model penuh sebesar 15,45 persen. Maka untuk analisis migrasi keluar wilayah Luar Jawa Bali dipilih model penuh.
0 20 40 60 80 100 0.005 0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 0.025 umur th AS M R
Berdasarkan nilai-nilai parameter yang diperoleh dari model penuh maka dapat dilihat bahwa nilai µ2 = 19,4569, artinya model tersebut memiliki puncak
normal. Koefisien dugaan parameter a1 = 8,082×10-3 dan a2 = 2,9128×10-2.
Koefisien a1 < a2 , telah terjadi peningkatan migrasi sejalan dengan meningkatnya
umur migran. Sedangkan konstanta c yaitu -5,8655×10-4 yang bersifat menaikkan
atau menurunkan level migrasi secara keseluruhan.
Sedangkan tingkat dominasi tenaga kerja dapat dilihat dari rasio antara a1
dan a2 yang dinotasikan dengan δ12 = a1/a2 = 0,277. Apabila nilai δ12 < 0,20 maka
model skedul migrasi dikatakan didominasi tenaga kerja (labor dominant), bila 0,20 ≤δ12 < 0,40 dikatakan model skedul normal, dan bila δ12≥ 0,40 maka model
skedul dikatakan didominasi anak-anak (child dependent). Hasil menunjukkan bahwa δ12 = 0,277, artinya model skedul keluar dari wilayah Luar Jawa Bali
didominasi tenaga kerja.
Sedangkan asimetri tenaga kerja yaitu kemencengan kurva puncak migrasi usia angkatan kerja dinyatakan dengan rasio antara λ2 dan α2 yang dinotasikan σ2
= λ2/α2 = 4,85. Artinya bahwa model skedul keluar dari wilayah Luar Jawa Bali
untuk usia angkatan kerja memiliki kurva asimetri normal.
Tingkat migrasi terendah yang terbentuk pada tahap pra-angkatan kerja terjadi pada usia x1 = 14,51 tahun dengan ASMR sebesar 2,7737×10-3, dan
tingkat migrasi tertinggi yang terbentuk pada tahap angkatan kerja yaitu pada usia xh = 23,54 tahun, dengan ASMR sebesar 1,8372×10-2. Usia ini merupakan puncak
tertinggi tingkat migran jika dibandingkan dengan tahapan yang lain. Sehingga terjadi pergeseran angkatan kerja yang dinotasikan dengan X = xh - x1 = 9,03
tahun. Terjadinya Lompatan (jump) dinotasikan dengan B sebesar 1,5598×10-2.
Sedangkan tingkat migrasi pada tahap pasca-angkatan kerja mencapai puncak yaitu pada usia xr = 60,04 tahun, dengan ASMR sebesar 2,5465×10-3.
Intensitas migrasi atau GMR keluar dari wilayah Luar Jawa Bali sebesar 0,442. Artinya penduduk Luar Jawa Bali akan melakukan migrasi sebanyak 0,442 kali selama hidupnya. Kenyataan ini lebih besar dibandingkan dengan GMR keluar dari wilayah Jawa Bali yaitu 0,258. Hal ini sebagai akibat sebagian besar penduduk Luar Jawa Bali berasal dari wilayah Jawa Bali. Sehingga keinginan untuk melakukan migrasi ke daerah asal cenderung lebih besar.
4.7 Proyeksi Penduduk Multiregional
Berdasarkan informasi tentang pola migrasi maka akan dicoba melakukan proyeksi penduduk multiregional dengan melibatkan unsur migrasi berdasarkan pola yang ada. Untuk dapat melakukan proyeksi penduduk maka harus dilakukan pendugaan peluang transisi penduduk yang bermigrasi dari wilayah Jawa Bali ke wilayah Luar Jawa Bali. Karena dalam kajian ini melibatkan unsur migrasi dan kematian maka prosedur pendugaan peluang transisi yang digunakan adalah metode Option I dengan menggunakan rumus:
P(x) =
[
]
1 2 5 ( ) − + A x I[
I−25A(x)]
, dengan A(x) = dimana Mii(x) =∑
≠ + i j ij id x M x M ( ) ( )yang menyatakan bahwa Mid(x) adalah tingkat kematian tahunan menurut umur di
daerah i dan
∑
Mij(x) adalah jumlah tingkat migrasi menurut umur dari daerah-i(Jawa Bali) ke daerah-j (Luar Jawa Bali).
Untuk menentukan Mid(x) (tingkat kematian) diperoleh dari life table pada
masing-masing wilayah. Sedangkan untuk menentukan jumlah tingkat migrasi dari Jawa Bali ke Luar Jawa Bali dan sebaliknya, maka dibuat menurut kelompok umur {0-4, 5-9, 10-14, …}. Dalam hal ini ditetapkan jumlah tingkat migrasi dari Jawa Bali ke Luar Jawa Bali:
M12(0-4) = , M12(5-9) = , dan seterusnya,
dan jumlah tingkat migrasi dari Luar Jawa Bali ke Jawa Bali:
M21(0-4) = , M21(5-9) = , dan seterusnya,
dimana M(x) adalah model skedul terpilih pada masing-masing wilayah yaitu model penuh dengan persamaan:
⎪ ⎪ ⎭ ⎪ ⎪ ⎬ ⎫ c x x a x x a x a x M + )]} -( ) -( {-exp + )]} -( ) - ( {-exp + ) (-exp = ) ( 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 1 1 μ λ μ α μ λ μ α α
Hasil perhitungan matriks P(x) dan A(x) untuk wilayah Jawa Bali dan Luar Jawa Bali dapat dilihat pada Tabel 9. Proses perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9.
Tabel 9 Hasil perhitungan matriks A(x) dan P(x) wilayah Jawa Bali dan Luar Jawa Bali Umur M11 M12 M22 M21 p11 p12 p22 p21 0-4 0,01354 0,00311 0,02041 0,00635 0,93475 0,01433 0,90312 0,02925 5-9 0,00372 0,00292 0,00568 0,00449 0,98171 0,01426 0,97214 0,02195 10-14 0,00423 0,00273 0,00500 0,00315 0,97919 0,01333 0,97543 0,01541 15-19 0,00656 0,00514 0,00903 0,00721 0,96815 0,02473 0,95629 0,03468 20-24 0,01221 0,01030 0,01978 0,01736 0,94277 0,04766 0,90772 0,08034 25-29 0,00957 0,00732 0,01870 0,01588 0,95461 0,03417 0,91196 0,07411 30-34 0,00772 0,00509 0,01462 0,01134 0,96281 0,02408 0,93012 0,05368 35-39 0,00676 0,00366 0,01155 0,00771 0,96708 0,01749 0,94420 0,03685 40-44 0,00645 0,00273 0,00972 0,00516 0,96842 0,01311 0,95270 0,02480 45-49 0,00684 0,00212 0,00922 0,00350 0,96647 0,01021 0,95502 0,01684 50-54 0,00856 0,00181 0,01078 0,00270 0,95815 0,00864 0,94759 0,01288 55-59 0,01157 0,00174 0,01411 0,00255 0,94381 0,00817 0,93188 0,01196 60-64 0,01773 0,00171 0,02088 0,00248 0,91517 0,00779 0,90082 0,01126 65-69 0,02809 0,00155 0,03164 0,00209 0,86880 0,00669 0,85344 0,00906 70-74 0,04885 0,00122 0,05224 0,00146 0,78234 0,00481 0,76899 0,00574 75-79 0,08724 0,00083 0,08831 0,00081 0,91517 0,00779 0,90082 0,01126 80-84 0,15101 0,00045 0,14639 0,00029 0,45188 0,00121 0,46414 0,00077 85+ 0,23773 0,00013 0,22791 0,00006 0,25444 0,00026 0,27406 0,00011
Setelah menentukan P(x) maka akan di dapatkan life table multiregional. Dari perhitungan life table multiregional penduduk Jawa Bali diperoleh nilai angka harapan hidup (10e) yaitu 68,72 dengan 10e1 = 60,67 dan 10e2 = 8,04. Artinya
penduduk Jawa Bali mempunyai angka harapan hidup 68,72 tahun, dimana 60,67 tahun waktunya dihabiskan untuk tetap tinggal di wilayah Jawa Bali dan 8,04 tahun waktunya dihabiskan di wilayah Luar Jawa Bali. Proses perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10.
Perhitungan life table multiregional penduduk Luar Jawa Bali diperoleh nilai angka harapan hidup (20e) 66,51 dengan 20e1 = 14,36 dan 20e2 = 51,15.
Artinya penduduk Luar Jawa Bali mempunyai angka harapan hidup 66,51 tahun, dimana 51,15 tahun waktunya dihabiskan untuk tetap tinggal di wilayah Luar Jawa Bali dan 14,36 tahun waktunya dihabiskan di wilayah Jawa Bali. Kenyataan ini didukung oleh nilai GMR penduduk wilayah Luar Jawa Bali lebih tinggi dibandingkan nilai GMR penduduk wilayah Jawa Bali. Artinya intensitas migran penduduk Jawa Bali lebih tinggi di banding penduduk Luar Jawa Bali.
4.7.1 Survivorship
Selain menduga peluang transisi P(x), langkah selanjutnya adalah menghitung Survivorship, untuk wilayah Jawa Bali dan Luar Jawa Bali yaitu :
S(x) =
dengan elemen baris ke-j, kolom ke-i adalah :
sij(x) = , i,j = 1,2
Hasil perhitungan S(x) untuk wilayah Jawa Bali dan wilayah Luar Jawa Bali dapat dilihat pada Tabel 10. Proses perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 11.
Tabel 10 Hasil perhitungan S(x) wilayah Jawa Bali dan Luar Jawa Bali
Umur s11 s12 s22 s21 0-4 0,95741 0,01456 0,93587 0,02615 5-9 0,98044 0,01381 0,97375 0,01871 10-14 0,97379 0,01890 0,96603 0,02488 15-19 0,95596 0,03569 0,93276 0,05677 20-24 0,94843 0,04118 0,90944 0,07763 25-29 0,95843 0,02941 0,92042 0,06453 30-34 0,96480 0,02094 0,93681 0,04563 35-39 0,96769 0,01538 0,94828 0,03101 40-44 0,96743 0,01169 0,95381 0,02090 45-49 0,96237 0,00942 0,95139 0,01487 50-54 0,95114 0,00837 0,93995 0,01238 55-59 0,92990 0,00792 0,91690 0,01153 60-64 0,89301 0,00716 0,87836 0,01007 65-69 0,82860 0,00566 0,81455 0,00730 70-74 0,72070 0,00373 0,71218 0,00417 75-79 0,56762 0,00199 0,57045 0,00176 80-84 0,39043 0,00081 0,40389 0,00042 85+ 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 4.7.2 Kelahiran
Dari data kelahiran maka akan diperoleh jumlah bayi yang lahir dari wanita usia reproduksi α sampai β selama selang waktu 5 tahun untuk wilayah Jawa Bali dan Luar Jawa Bali yaitu:
0 = ∑ ,
dengan elemen pada baris ke-i kolom ke-j matriks B(x) adalah: bji(x) = 21 ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + +
∑
= m k k k i k jk j j i j F x l L x S x F l L 1 0 0 ( 5) ) 0 ( ) 0 ( ) ( ) ( ) 0 ( ) 0 ( i, j = 1, 2Dengan matriks kelahiran dari bji (x) :
B(x) =
Hasil perhitungan F(x) dan B(x) untuk wilayah Jawa Bali dan wilayah Luar Jawa Bali dapat dilihat pada Tabel 11. Proses perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 12.
Tabel 11 Hasil perhitungan F(x) dan B(x) wilayah Jawa Bali dan Luar Jawa Bali
Umur F1(x) F2(x) b11(x) b12(x) b22(x) b21 (x) 0-4 0 0 0 0 0 0 5-9 0 0 0 0 0 0 10-14 0 0 0,03431 0,00087 0,03146 0,00136 15-19 0,02998 0,02818 0,13998 0,00544 0,14796 0,00847 20-24 0,09223 0,10593 0,24438 0,00856 0,27770 0,01496 25-29 0,11170 0,13528 0,24186 0,00577 0,28988 0,01139 30-34 0,08640 0,11054 0,16131 0,00277 0,20459 0,00574 35-39 0,04610 0,06215 0,07855 0,00105 0,10339 0,00231 40-44 0,01915 0,02567 0,03199 0,00038 0,04224 0,00084 45-49 0,00765 0,01047 0,00909 0,00007 0,01222 0,00019 50-54 0 0 0 0 0 0 55-59 0 0 0 0 0 0 60-64 0 0 0 0 0 0 65-69 0 0 0 0 0 0 70-74 0 0 0 0 0 0 75-79 0 0 0 0 0 0 80-84 0 0 0 0 0 0 85+ 0 0 0 0 0 0
Berdasarkan tabel di atas rata-rata wanita di Indonesia berada pada usia reproduksi tertinggi pada usia 25-29 tahun, dan berada pada usia reproduksi paling rendah pada usia 45-49 tahun.
Dari matriks kelahiran B(x) dan matriks survivorship S(x) maka dapat ditentukan matrik G yang disebut dengan generalisasi matriks Leslie. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 18. Setelah menemukan matriks G maka dapat dilakukan proyeksi penduduk multiregional yang melibatkan unsur migrasi.
Jumlah penduduk pada tahun 2005 untuk wilayah Jawa Bali dan wilayah Luar Jawa Bali dapat dilihat pada Tabel 12 berikut:
Tabel 12 Jumlah penduduk Jawa Bali dan Luar Jawa Bali tahun 2005
Umur Jumlah Penduduk (jiwa)
JB LJB JB + LJB 0-4 10 759 353 8 335 798 19 095 151 5-9 12 331 985 9 231 960 21 563 945 10-14 12 420 451 8 885 645 21 306 096 15-19 11 524 645 8 272 276 19 796 921 20-24 11 939 888 7 505 291 19 445 179 25-29 11 426 275 7 253 818 18 680 093 30-34 10 877 090 6 542 939 17 420 029 35-39 10 381 735 6 072 365 16 454 100 40-44 9 328 581 5 161 321 14 489 902 45-49 8 067 028 4 315 790 12 382 818 50-54 6 531 115 3 409 949 9 941 064 55-59 4 882 544 2 379 635 7 262 179 60-64 3 836 735 1 775 092 5 611 827 65-69 2 911 855 1 200 310 4 112 165 70-74 2 160 635 829 292 2 989 927 75-79 1 148 389 425 352 1 573 741 80-84 568 625 228 991 797 616 85+ 306 852 145 682 452 534 Total 131 403 781 81 971 506 213 375 287
Sumber : Diolah dari data SUPAS 2005
Jumlah penduduk hasil proyeksi untuk wilayah Jawa Bali dan wilayah Luar Jawa Bali pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 13 berikut:
Tabel 13 Hasil perhitungan proyeksi penduduk Jawa Bali dan Luar Jawa Bali untuk tahun 2010
Umur Jumlah Penduduk (jiwa)
JB LJB JB + LJB 0-4 10 996 134 8 214 514 19 210 648 5-9 10 519 089 7 957 914 18 477 003 10-14 12 263 463 9 159 971 21 423 434 15-19 12 316 052 8 818 528 21 134 580 20-24 11 486 668 8 127 430 19 614 098 25-29 11 906 802 7 317 271 19 224 073 30-34 11 419 392 7 012 590 18 431 982 35-39 10 792 817 6 357 249 17 150 066 40-44 10 234 598 5 917 946 16 152 544 45-49 9 132 658 5 031 980 14 164 637 50-54 7 827 634 4 181 975 12 009 609 55-59 6 254 207 3 259 860 9 514 067 60-64 4 567 741 2 220 529 6 788 270 65-69 3 444 116 1 586 657 5 030 772 70-74 2 421 537 994 180 3 415 717 75-79 1 560 626 598 653 2 159 279 80-84 652 596 244 927 897 523 85+ 222 103 92 945 315 048 Total 138 018 232 87 095 118 225 113 350
Perbandingan jumlah penduduk menurut kelompok umur pada tahun 2005 dan tahun 2010 dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 22 Perbandingan jumlah penduduk Indonesia tahun 2005 dan 2010. Perbandingan jumlah penduduk menurut kelompok umur pada tahun 2005 dan hasil proyeksi matriks Leslie untuk tahun 2010 (Gambar 22). Pada tahun 2010 untuk setiap kelompok umur cenderung mengalami kenaikan. Namun jika dilihat pada kelompok umur 5-9 tahun mengalami penurunan. Hal ini sebagai akibat dari tingkat kelahiran pada tahun 2005 mulai mengalami penurunan. Jumlah penduduk hasil proyeksi pada tahun 2010 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah populasi sebesar 5,5 persen dari jumlah populasi pada tahun 2005 dengan laju pertumbuhan 1,07 persen/tahun.
Dari penelusuran matriks G dengan bantuan program Mathematica 6.0 diperoleh beberapa akarciri (sebanyak 36 akarciri) yang bersesuaian dengan persamaan polinom karakteristik dari matriks Leslie tersebut dan diperoleh akarciri dominan λ sebagai laju perubahan sebesar 0,99672. Karena λ < 1 maka akan terjadi penurunan laju perubahan. Hal ini berarti pada setiap periode maka laju pertumbuhan penduduk di Indonesia akan mengalami penurunan, dengan asumsi tidak ada perubahan dalam tren kelahiran dan kematian, sehingga pada saat sebaran umur mencapai kondisi stabil maka laju pertumbuhan penduduk sebesar: r = ln λ = -0,066 persen/tahun 0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 0 ‐ 4 5 ‐ 9 10 ‐ 14 15 ‐ 19 20 ‐ 24 25 ‐ 29 30 ‐ 34 35 ‐ 39 40 ‐ 44 45 ‐ 49 50 ‐ 54 55 ‐ 59 60 ‐ 64 65 ‐ 69 70 ‐ 74 75 ‐ 79 80 ‐ 84 85+ Po pul as i (jiw a) Umur (th) Tahun 2005 Tahun 2010