• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengukuran Beban Kerja

Pengukuran beban kerja meliputi dua hal yaitu beban kerja kuatitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja kuantitatif diperlukan untuk mengetahui berapa besar energi (energy cost) yang diperlukan oleh subjek sebagai operator tajak dalam bekerja. Tahap pengukuran dimulai dengan menghitung metabolisme basal (BME), IRHR, WEC, TEC Kerja dan TEC’. Sedangkan beban kerja kualitatif di perlukan untuk mengetahui tingkat beban kerja (kejerihan) relatif terhadap kondisi fisiologis subjek.

4.1.1 Pengukuran Metabolisme Basal (BME)

Pengukuran BME merupakan langkah pertama dalam menghitung beban kerja, karena akan diketahui konsumsi energi yang diperlukan subjek untuk menjalankan fungsi minimal fisiologisnya. Adapun parameter fisik yang diukur dari subjek dalam hal ini adalah tinggi badan dan berat badan. Dengan pendekatan volume oksigen pada tubuh yang diperoleh dari tabel konversi BME ekivalen VO2

berdasarkan luas permukaan tubuh (Tabel 1). Berikut adalah contoh perhitungan nilai BME subjek dari data antropometri :

Contoh perhitungan untuk subjek P1 : H = 160 cm W = 53.1 kg A = H0.725 x W 0.425 x 0.007246 = {(160) 0.725 x (53.1) 0.425 x 0.007246} = 1.553 m2 VO2 = 192 [tabel 2]

BME = (192 x 5 x 1) / 1000 [konversi nilai BME dari VO2]

(2)

Berikut disajikan hasil pengukuran dimensi tubuh dan BME masing-masing subjek:

Tabel 7 Karakteristik antropometri dan nilai BME masing-masing subjek Subjek Jenis Kelamin Usia (tahun) Berat (kg) Tinggi (m2) A (m2) BME (kkal/menit) P1 Laki-laki 33 53.1 160 1.55 0.96 P2 Laki-laki 35 51.8 159 1.53 0.95 P3 Laki-laki 35 65 163 1.72 1.07 P4 Laki-laki 26 52.5 156.7 1.52 0.94

Hasil menunjukkan, terdapat korelasi postif antara dimensi tubuh terhadap BME. Tabel 7 menunjukkan, Subyek P4 memiliki dimensi tubuh 1.52 sehingga BME nya 0.9imensi tubuh yang lebih luas, yaitu 1.72 m2 sehingga BME nya 1.07 kkal/menit . Hal ini menunjukkan, semakin luas dimensi seseorang maka semakin besar energi yang dbutuhkan untuk menjalankan fungsi-fungsi organ tubuh. 4.1.2 Pengukuran IRHRST, WECST, IRHR Kerja dan WEC Kerja

Kalibrasi Step Test (KST) dilakukan untuk mengetahui korelasi antara denyut jantung dengan peningkatan beban kerja. Setiap subjek memiliki karakteristik yang berbeda (usia, pengalaman) dan kemampuan fisiologis (kemampuan cardio-vaskuler dan serat otot) yang berbeda-beda. Sehingga setiap grafik pengukuran denyut jantung juga berbeda. Gambar 24 memberikan gambaran salah satu hasil pengukuran KST. Hasil pengukuran lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

HR KST Subyek P1 0 20 40 60 80 100 120 140 0 5 10 15 20 25 30 35 Waktu (Menit) D e ny ut J a n tun g (D e n y ut/ M e ni t)

Gambar 24 Hasil pengukuran denyut jantung KST Subjek P1

(3)

Hasil pengukuran denyut jantung KST menunjukkan ada pola umum grafik, yaitu terjadi peningkatan denyut jantung sering dengan meningkatnya tingkat beban yang di berikan berupa frekuensi step test. Pada frekuensi 20 siklus/menit menunjukkan grafik denyut jantung terrendah dan frekuensi 30 siklus/menit grafik denyut jantung tertinggi. Hasil pengukuran KST dapat dilihat pada Tabel 8. Dari hasil pengukuran tersebut, nilai HR saat step test dibandingkan dengan nilai HR saat istirahat untuk memperoleh nilai IRHR step test.

Tabel 8 IRHR subyek pada KST

SUBJEK ST IRHR

R1 ST1 ST2 ST3 IRHRST1 IRHRST2 IRHRST3

P1 78.25 108.83 115.91 125.14 1.39 1.48 1.60 P2 77.78 107.1 114.73 123.25 1.38 1.48 1.58 P3 87.36 110.75 120.44 131.68 1.27 1.38 1.51 P4 82.35 117.38 126.5 145.41 1.43 1.54 1.77

Nilai WECST, yang merupakan nilai konsumsi energi subjek untuk proses

metabolisme tubuh dan melakukan kerja perlu dihitung untuk membuat grafik dan persamaan daya dengan nilai IRHR. Nilai WECST dapat dihitung dengan

pendekatan prinsip tenaga. Diasumsikan, pada saat melakukan step test subjek sedang berjalan menaiki tangga dengan membawa beban sejumlah berat tubuhnya sendiri. Contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai WECST pada Subjek P1

adalah sebagai berikut :

w = 53.1 kg fST1 = 20 siklus/menit

g = 9.81 m/detik2 fST2 = 25 siklus/menit

h = 0.30 m fST3 = 30 siklus/menit

Faktor Kalibrasi (J  kalori) = 4.2

3 10 2 . 4 2      w g f h WECSTn = 53.1 x 9.81 x 40 x 0.30 4.2 x 103 WECST1 = 1.49 kkal/menit WECST2 = 1.86 kkal/menit WECST3 = 2.232 kkal/menit

(4)

Tabel 9 Nilai IRHR dan WECST subjek pada KST

Subjek

ST1 (20 siklus/

menit) ST2 (25 siklus/menit) ST3 (30 siklus/menit)

IRHR WECST (kkal/min) IRHR WECST (kkal/min) IRHR WECST (kkal/min) P1 1.39 1.49 1.48 1.86 1.60 2.23 P2 1.38 1.45 1.48 1.81 1.58 2.18 P3 1.27 1.82 1.38 2.28 1.51 2.28 P4 1.43 1.47 1.54 1.84 1.77 2.21

Hubungan antara WECST dan IRHR kemudian diplot dalam grafik. Setiap

subjek memiliki kemiringan grafik tersendiri yang merepresentasikan kenaikan IRHR terhadap kenaikan nilai WECST. Gambar 25 menunjukkangrafik hubungan

antara WECST dan IRHR setiap subjek.

Korelasi WECST dan IRHRSTSubyek P1

y = 0.2801x + 0.9694 R2 = 0.9942 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 WECST IRHR ST

Korelasi WECST dan IRHRST Subjek P2

y = 0.86x + 0.598 R2 = 0.999 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 WEC ST IRHR ST

Korelasi WECST dan IRHRST Subjek P3

y = 0.263x + 0.7855 R2 = 0.9982 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 WECST IRHR ST

Korelasi WECST dan IRHRST Subjek P4

y = 0.4626x + 0.7249 R2 = 0.9609 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 WEC ST IRHR ST

Gambar 25 Grafik korelasi WECST dan IRHRST Subjek

Dari grafik , dapat dilihat bahwa semakin curam kemiringan garisnya, maka semakin besar perubahan nilai IRHR terhadap perubahan tingkat beban kerja. Grafik tersebut memiliki batas maksimal untuk nilai IRHR dan WEC. Batas maksimal tersebut tergantung dari kapasitas jantung maksimal masing-masing subjek. Persamaan kalibrasi WECST dan IRHRST dapat dilihat pada Tabel 10.

(5)

Sedangkan IRHR kerja diukur dari denyut jantung subjek pada saat menajak dengan metode perhitungan yang sama dengan IRHR pada saat step test. IRHR kerja digunakan untuk menghitung besarnya Work Energy Cost pada aktivitas menajak dengan memasukkan nilai IRHR kerja ke dalam persamaan kalibrasi (Tabel 10). Gambar 26 menyajikan grafik pengukuran IRHR kerja terhadap salah satu subjek.

IRHR Kerja Subjek P1 Ulangan Ke-1

0 50 100 150 200 0 10 20 30 40 Waktu (Menit) D e n y ut J a nt un g (D e n y ut/ M e ni t)

Gambar 26 Grafik IRHR Kerja Subjek P1 Ulangan Ke-1

Untuk mengetahui energi kerja yang dikeluarkan subjek (WEC) pada aktivitas penyiapan lahan menggunakan tajak dilakukan dengan menginput nilai IRHR pada aktivitas tersebut ke dalam persamaan korelasi IRHR dan WECST

(Tabel 10).

Tabel 10 Persamaan kalibrasi dan WEC pada saat menajak

Subjek Persamaan Kalibrasi (y = IRHR; x = WEC) IRHR Kerja WEC Kerja (kkal/min) P1 y = 0.2801x + 0.9694 2.27 4.65 P2 y = 0.1603x + 1.105 1.78 4.21 P3 y = 0.263x + 0.7855 2.04 4.76 P4 y = 0.4626x + 0.7249 2.47 3.77

Hasil pengukuran denyut jantung pada saat menajak (IRHR Kerja) adalah 1.78-2.47 denyut/menit, sehingga dengan memasukkan nilai tersebut kedalam persamaan (sebagai y), didapatkan energi yang dikeluarkan subjek pada saat bekerja (menajak) adalah 3.77-4.76 kkal/menit.

(6)

4.1.3 Beban Kerja Kualitatif dan Kuantitatif

Analisis beban kerja kualitatif dilakukan untuk melihat tingkat tingkat beban kerja (kejerihan) relatif terhadap kondisi fisiologis subjek. Sedangkan beban kerja kuantitatif untuk melihat besarnya energi yang dikeluarkan subjek pada saat bekerja. Tabel 11 menunjukkan hasil analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap 4 orang subjek pada aktivitas menajak.

Tabel 11 Beban kerja kualitatif dan kuantitatif aktivitas menajak Subjek Berat

Bdn (kg)

IRHR Kerja

(denyut/min) Beban Kerja

BME (kkal/min) WEC (kkal/min) TEC (kkal/min) TEC’ (kkal/kg.Jam) P1 53.1 2.27 Luar Biasa Berat 0.96 4.65 5.61 6.33

P2 51.8 1.78 Berat 0.95 2.85 3.80 4.39

P3 65 2.04 Sangat Berat 1.07 4.76 5.83 5.37

P4 52.5 2.47 Luar Biasa Berat 0.94 3.77 4.71 5.37 Rerata 55.6 2.14 Sangat Berat 0.98 4.01 4.99 5.36

Total energi yang harus dikeluarkan subjek (TEC) pada aktivitas menajak merupakan penjumlahan energi yang harus dikeluarkan untuk aktivitas kerja (menajak) itu sendiri (WEC) dengan energi untuk aktivitas metabolisme tubuh (BME). Sehingga berdasarkan hasil perhitungan didapatkan TEC adalah 3.80-5.83 kkal/menit. Karena berat badan menjadi beban tambahan yang harus dikeluarkan subjek ketika bekerja, maka untuk mengetahui energi sebenarnya (TEC’) yang dikeluarkan setiap subjek pada aktivitas menajak yaitu dengan membagi TEC dengan berat badan.

Hasil analisis kualitatif menunjukkan rerata IRHR kerja antara 1,78-2,47 denyut/menit, sehingga dengan mengacu pada Tabel 3, beban kerja pada aktivitas menajak adalah ’Berat’-’Luar Biasa Berat’ dengan rerata kerja ’Sangat Berat’. Sedangkan total energi kerja perberat badan (TEC’) 4.39-6.33 kkal/kg.Jam dan rerata 5.36 kkal/kg.Jam. Jika dibandingkan penelitian Soleh (2011) pada kegiatan pengolahan tanah sawah menggunakan traktor tangan memerlukan denyut jantung 1.57-1.59 denyut/menit dengan tingkat beban kerja ‘Berat’.

Subjek P1 dan P4 memiliki tingkat beban kerja kualitatif yang sama (Luar Biasa Berat), namun secara kuantitatif memiliki TEC’ berbeda, dimana subjek P1 memiliki TEC’ 6.33kkal/kg.Jam sedangkan P4 lebih rendah yaitu 5.37kkal/kg.Jam. Perbedaan ini dapat dijelaskan dengan analisis gerak (motion analysis) pada pembahasan berikutnya.

(7)

4.2 Analisis Gerak (Motion Analysis) dan Dimensi Tajak

Analisis gerak (motion analysis) dapat membantu menjelaskan pola gerak yang dilakukan setiap subjek terhadap beban kerja yang dikeluarkannya. Pengamatan terhadap pola gerak pengoperasian tajak dapat dilihat melalui sequence-sequence gambar hasil perekaman. Gambar 27 dapat memberikan informasi karakteristik kerja subjek.

Gambar 27 Karakteristik kerja subjek

Umumnya terdapat kesamaan pola gerakan dalam menggunakan tajak dari posisi awal hingga posisi akhir dimana tajak menebas gulma. Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan setiap subjek memiliki karakteristik menajak berbeda, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaian tiap petak ulangan, banyaknya ayunan tiap menit, sudut maksimum ayunan, kecepatan ayunan dan tinggi angkat (elevasi) tajak (Tabel 12).

Tabel 12 Intensitas ayunan, sudut maksimum, dan tinggi angkat tajak

Subjek per Ulangan Waktu (menit/ulangan) Σ Ayunan (ayunan/menit) Sudut Ayunan Max (°) Kecepatan Ayunan (°/det) Tinggi Angkat (cm) IRHR Kerja

(denyut/min) (kkal/kg.Jam) TEC’

P1 7.5 27 176.75 79.54 222.47 2.27 6.33

P2 7.19 23 171.5 65.74 215.67 1.78 4.39

P3 11.35 20 154.5 51.5 192.35 2.04 5.37

P4 10.6 22 126.5 46.38 165.37 2.47 5.37

(8)

Tabel 12 menunjukkan Subjek P1 memiliki waktu penyelesaian yang cepat (7.5 menit/ulangan), ayunan tajak terbanyak (27 ayunan/menit), sudut ayunan maksimum tertinggi (176.75°) yang mencapai maksimum jangkauan tangannya, tinggi angkat (elevasi) tajak 222.47 cm, IRHR Kerja 2.27 dan energi kerja 6.33 kkal/kg.Jam.

Menurut Sanders dan Mc. Cormicks (1987) diantara variabel yang mempengaruhi besarnya tekanan pada tubuh selama mengangkat beban adalah tinggi dan range angkat. Mengangkat benda dibedakan atas tiga kategori yaitu dari lantai ke genggaman tangan, genggaman tangan ke bahu, dan bahu sampai jangkauan tangan. Range angkat dari bahu sampai jangkauan tangan tidak diinginkan oleh operator. Tinggi angkat yang paling efisien adalah pada range antara 51-152 cm.

Sehingga melalui analisis gerak (motion analysis) dapat dijelaskan bahwa intensitas kerja, tinggi serta range angkat yang mencapai jangkauan maksimum tangan, menyebabkan subjek P1 memiliki beban kerja kuantitatif lebih besar dibandingkan dengan subjek P3. Selain itu tingginya intensitas ayunan dan elevasi angkat tajak akan berpengaruh terhadap besarnya energi mekanik dan potensial yang terjadi sehingga berpengaruh terhadap denyut jantung (IRHR Kerja) dan besarnya energi (TEC’) yang harus dikeluarkan subjek.

Analisis dimensi tajak yang dipergunakan subjek perlu dilakukan untuk mengetahui hubungan antara beban kerja dengan dimensi alat yang digunakan. Hasil pengukuran terhadap dimensi tajak masing-masing subjek dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Dimensi tajak yang dipergunakan subjek

Dimensi Tajak P1 P2 P3 P4 Operator

Jenis Bedandan Bedandan Bedandan Surung

Berat (kg) 2.8 2.1 2.7 2.9

Diameter gagang/hulu (cm) 3.46 3.40 3.7 3.8

Panjang gagang/hulu (cm) 27.8 28 29 22

Panjang tangkai (cm) 49.5 44 51.4 50

Pajang gagang sd tangkai (cm) 77.30 72 80.4 72

Panjang mata (cm) 56 54 59 54.6

Lebar mata (cm) 8.5 6.5 8.5 9

(9)

Hasil menunjukkan subjek P1-P3 mempergunakan jenis tajak yang sama yaitu tajak bedandan, sedangkan subjek P4 menggunakan tajak surung. Perbedaan mendasar dari kedua jenis tajak ini adalah pada bentuk mata tajak. Tajak surung memiliki mata yang lurus, sedangkan tajak bedandan memiliki mata yang sedikit bengkok. Dengan intensitas ayunan yang sama, mata datar akan menyebabkan luasan tebas yang lebih besar dari pada mata yang bengkok. Namun jika dilihat pada lamanya waktu penyelesaian per ulangan, subjek P4 yang menggunakan tajak surung memiliki waktu penyelesaian lebih lama dibandingkan dengan subjek P1 dan P2, meskipun lebih cepat daripada subjek P3. Sehingga disimpulkan, dengan ukuran dimensi yang relatif sama namun jenis mata tajak yang berbeda tidak mempengaruhi terhadap beban kerja.

4.3 Analisis Antropometri

4.3.1 Analisis Antropometri Petani Pengguna Tajak

Dalam melakukan pekerjaan menajak tentunya petani melakukan gerakan-gerakan, namun dari gerakan-gerakan tersebut manusia sebenarnya memiliki selang alami gerakan tubuh. Menurut Openshaw (2006), tubuh manusia memiliki suatu selang alami gerakan (SAG). Gerakan dalam SAG yang baik memperbaiki sirkulasi darah dan fleksibilitas sehingga dapat mencapai gerakan yang lebih nyaman dan produktivitas yang lebih tinggi. Meskipun syarat untuk mencapai gerakan tersebut pengguna sebaiknya mencoba untuk menghindari gerakan berulang dan ekstrim dalam SAG nya selama periode waktu yang lama.

Analisis gerakan pada aktivitas menajak dapat dipelajari pada Gambar 28, yang diperoleh dari pengolahan data video yang diambil dari lapangan dengan menggunakan software Studio Plus. Dari video yang diambil, tiap detik video mempunyai 30 frame gambar, lalu dari banyaknya frame gambar yang didapat dicari gambar-gambar yang menunjukkan satu siklus gerakan menajak dari seorang petani dan gerakan menajak masih dalam Zona 0 dan 1 SAG. Dari Gambar 28, dengan menggunakan software Autocad 2008 dapat diperoleh sudut-sudut yang diinginkan seperti yang terlihat pada gambar 28.

(10)

Gambar 28 Petani dalam melakukan gerakan menajak

Dari Gambar 28, gambar urutan 1 adalah gerakan tinggi angkat tajak, gambar urutan kedua adalah gambar pada saat sedang berlangsung pemukulan tajak ke tanah, gambar urutan ketiga adalah gerakan saat tajak masuk penuh ke dalam tanah,

diasumsikan kedalaman tajak setinggi lutut dikurangi dengan 10 cm, gambar urutan keempat adalah gerakan menarik hasil menajak, gambar urutan kelima adalah gerakan membuang/melempar hasil menajak. Dari gambar juga terlihat bahwa semua gerakan menajak menunjukkan terjadinya gerakan membungkuk (dengan menggunakan tulang belakang) dan gerakan punggung masih dalam cakupan SAG Zona 0 dan 1. Begitu juga untuk pergelangan tangan, masih berada pada SAG Zona 0 dan 1. Dari semua gerakan tersebut terdapat beberapa parameter antropometri yang terkait dengan desain tangkai tajak yaitu sebagai berikut :

Tabel 14 Parameter antropometri yang terkait dengan gerakan menajak

Keterangan Persentil ke-5 Persentil ke-50 Persentil ke-95

Parameter tinggi siku kaki (cm) 43.86 50.26 56.65

Parameter tinggi pinggul (cm) 84.29 95.61 106.93

Parameter tinggi bahu (cm) 119.32 132.72 146.13

Parameter tinggi badan (cm) 146.14 160.37 174.61

Parameter panjang lengan (cm) 49.98 53.77 59.45

Parameter panjang lengan atas (cm) 21.31 24.68 28.05

3 4

(11)

Parameter panjang telapak tangan (cm) 9.07 10.36 11.65

Parameter diameter genggaman tangan (cm) 3.77 4.75 5.37

4.3.2 Analisis Panjang Tangkai Tajak

Analisis panjang tangkai tajak penting dilakukan untuk mendapatkan panjang tangkai yang sesuai dengan antropometri tubuh petani serta sehingga aman dan nyaman ketika digunakan. Petani pengguna tajak umumnya hanya membeli mata tajak saja. Sedangkan panjang tangkai, panjang gagang serta diameter gagang diukur kemudian dengan memperhatikan ‘kenyamanan’ yang setiap individu berbeda-beda. Panjang tangkai tajak yang diinginkan petani adalah yang yang tidak terlalu pendek sehingga menyebabkan badan terlalu membungkuk ketika menggunakan, dan tidak terlalu panjang.

Jika memperhatikan slow motion dari gerakan menajak maka dapat terlihat pada Gambar 21 awalan serta akhiran dari gerakan menajak. Dari gambar ini dapat kita lihat bahwa ukuran panjang tajak yang sesuai dengan antropometri penggunanya akan terasa nyaman dan aman, dalam gambar ini dimanifestasikan dengan posisi tajak yang tidak telalu dekat dengan posisi tubuh namun tetap nyaman ketika diayun, serta tulang belakang tidak terlalu membungkuk (zona SAG yang aman). Karena gerakan menajak ini cukup berbahaya, cepat dan terjadi berulang-ulang, maka hulu (gagang) harus nyaman dan aman ketika digenggam serta membantu mendukung dihasilkannya tenaga yang besar. Sehingga parameter diameter genggaman tangan juga berperan untuk menetukan hulu (gagang) yang sesuai.

Sehingga berdasarkan hasil analisa ini, parameter yang sangat berperan di dalam menentukan kesesuaian antara antropometri dan dimensi tajak adalah tinggi bahu, panjang lengan, tinggi pinggang, dan diameter genggaman tangan.

Untuk menentukan panjang tangkai tajak yang ideal bagi subjek pengguna, dimulai dengan pengamatan terhadap Gambar 28 tepatnya pada urutan gerakan ke-3 terlihat bahwa mata berada pada posisi tepat menebas gulma (masuk penuh ke dalam air) maka dari posisi tersebut dapat dianalisis bahwa panjang tangkai tajak dapat ditentukan. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 29.

(12)

Gambar 29 Posisi mata tajak saat tepat menebas gulma

Dengan menggunakan software Autocad 2008 maka dapat diolah gambar yang diambil dari lapangan tersebut sehingga dapat diperoleh sudut lengan bawah tangan terhadap posisi vertikal sebesar 40˚. Selain itu, sudut membungkuknya tulang belakang secara fleksi (flexion) juga dapat diperoleh yaitu sebesar 13° dan tergolong dalam zona selang gerakan Zona 1 (11-25°) yang masih tergolong nyaman. Tidak hanya pada Gambar 15 urutan ke-3, keumuman gerakan membungkuk subjek tersebut secara kasat mata rata-rata membentuk sudut ± 13°. Dari Gambar 16 terlihat pula posisi genggaman tangan kanan berada pada ujung tangkai tajak. Jika Jika digambarkan dengan

menggunakan data antropometri yang telah diperoleh dengan software Autocad 2008 yaitu bagaimana posisi petani pada posisi saat berdiri normal dan saat menajak dengan mata tajak yang masuk penuh ke dalam air (Gambar 30 dan 31).

Gambar 30 Subjek saat berdiri normal pada selang persentil berbeda Gambar 30 merupakan gambar subjek berdiri normal yang kemudian

diilustrasikan pada selang persentil yang berbeda berdasarkan hasil pengukuran terhadap 60 subjek petani pengguna tajak di Kecamatan Martapura Barat. Selanjutnya dipelajari posisi subjek saat menajak dimana posisi tajak masuk penuh ke dalam air untuk mulai

(13)

menebas gulma pada selang persentil yang berbeda. Secara umum terlihat sudut membungkuknya tulang belakang secara fleksi (flexion) sebesar 13° dan sudut antara lengan dan tangkai tajak terhadap garis normal adalah 40°.

Gambar 31 Subjek pada posisi mata tajak tepat menebas gulma

Untuk mengetahui panjang tangkai tajak yaitu dengaan memperhatikan sudut 40° yang terbentuk dari titik sendi lengan tangan (Gambar 32).

Gambar 32 Ilustrasi analisis panjang tangkai tajak Keterangan:

(14)

AB : Panjang lengan bawah

AD : Panjang lengan

AI : Panjang telapak tangan

IL : Panjang tangkai ketika posisi tepat menebas

CL : Tinggi tangkai ketika posisi tepat menebas terhadap tinggi bahu

JEH : Tinggi badan

GH : Tinggi siku kaki (lutut)

EH : Tinggi pinggul

CDL : Sudut tangan dan gagang terhadap garis vertikal

JEF : Sudut kemiringan tulang belakang terhadap garis vertikal

Dari Gambar 31, sudut JEF (sebesar 13°) adalah sudut yang terbentuk ketika petani mencangkul pada saat mata tajak tepat menebas gulma, yaitu sudut membungkuk petani terhadap garis vertikal ke atas dengan pinggul sebagai porosnya. Sedangkan sudut CDL (sebesar 40°) adalah sudut yang terbentuk ketika petani menajak pada saat mata tajak masuk penuh ke dalam tanah yaitu sudut lengan terhadap garis vertikal ke bawah dengan sendi bahu tangan sebagai porosnya. Jika kedua sudut itu diasumsikan terjadi pada tiga jenis postur tubuh manusia yaitu persentil ke-5, persentil ke-50, dan persentil ke-95 maka dapat diketahui panjang tajak tiap persentilnya pada posisi saat tajak masuk tepat menebas gulma. Dari Gambar 32 selanjutnya diidentifikasi ukuran parameter antropometrinya dengan menggunakan data antropometri 60 petani pengguna tajak di Kecamatan martapura Barat. Identifikasi dapat dilihat Tabel 15.

Tabel 15 Penjelasan Gambar 32

Keterangan Parameter Persentil ke-5 Persentil ke-50 Persentil ke-95

Panjang GH (cm) Tinggi siku kaki 37.37 51.15 64.92

Panjang EH (cm) Tinggi pinggul 84.29 95.61 106.93

Panjang DEH

(cm) Tinggi bahu 119.32 132.73 146.13

Panjang JEH (cm) Tinggi badan 146.14 160.37 174.61

Panjang DE Panjang DEH dikurangi EH 35.03 37.12 39.2

Panjang DBA Panjang lengan 49.98 53.77 59.45

Panjang DB Panjang lengan atas 21.31 24.68 28.05

Panjang AI Panjang telapak tangan 9.07 10.36 11.65

Panjang BA Panjang lengan bawah 25.46 30.04 34.61

Sudut

(15)

terhadap garis vertikal

Sudut CDL Sudut tangan dan gagang (40°)

terhadap garis vertikal

Untuk mendapatkan nilai panjang tajak dapat diperoleh dari trigonometri sudut DCL dan telah diketahui besar sudutnya yaitu 40° namun belum diketahui panjang DC. Untuk itu, diperlukan tinggi titik D. Tinggi titik D dapat ditentukan dari trigonometri

sudut DEF. Secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut: Panjang tangkai tajak = Panjang DL – Panjang DBA

Panjang tangkai tajak dirumuskan sebagai berikut:

DBA Panjang DCL Cos DC Panjang       

Panjang DC = Tinggi titik D – Tinggi titik C Tinggi titik C = Tinggi lutut – 10 cm

Untuk mencari titik D dapat dihitung dengan menggunakan trigonometri pada posisi petani membungkuk 13° (Gambar 32).

Gambar 33 Ilustrasi perhitungan tinggi titik D Untuk mendapatkan nilai tinggi D dapat dirumuskan sebagai berikut :

EK = DE x Cos DEK KD’ = D’E – EK Tinggi D = Tinggi D’ – KD’

Tinggi D = Tinggi D’ – [D’E x (DE x Cos DEK)]

Dengan menggunakan rumus-rumus di atas dan data antropometri 60 petani pengguna tajak, maka dapat dilakukan perhitungan perhitungan panjang tangkai tajak (Tabel 16).

Tabel 16 Perhitungan panjang tangkai tajak

(16)

1 Nilai Cos DCL (cos 13°) 0.97437 0.97437 0.97437

2 Panjang DE (dalam cm) 35.02 37.11 39.20

3 Panjang EG (dalam cm) 34.13 36.16 38.19

4 Panjang ED' (dalam cm) 35.02 37.11 39.20

5 Panjang GD' (dalam cm) 0.90 0.95 1.00

6 Tinggi D' (dalam cm) 119.32 132.72 146.13

7 Tinggi D (dalam cm) 118.42 131.77 145.12

8 Tinggi C (dalam cm) 33.86 40.26 46.65

9 Panjang DC (dalam cm) 84.56 91.51 98.47

10 Nilai Cos ABC (cos 40°) 0.766 0.766 0.766

11 Panjang DL (dalam cm) 110.39 119.47 128.55

12 Panjang DBA (dalam cm) 49.98 53.77 59.45

13 Panjang Tangkai tajak (dalam cm) 60.41 65.70 69.10

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan panjang tangkai untuk persentil ke-5, persentil ke-50, dan persentil ke-95 adalah 60.41 cm, 65.7cm dan 69.10 cm. Namun masing-masing harus ditambah 10 cm karena tangkai harus ditambah dengan panjang sudut belokan yang terbentuk antara tangkai dengan mata yang diasumsikan 10 cm. Sehingga, panjang tangkai tajak untuk persentil ke-5, persentil ke-50, dan persentil ke-95 adalah berturut-turut 70.41 cm, 75.70 cm, dan 79.10 cm. Panjang tangkai tajak yang akan didesain menggunakan data antropometri persentil ke-50 yaitu 75.70 cm agar orang yang memiliki lengan atas dan bawah yang panjang ataupun pendek tetap dapat

menggunakannya.

4.4 Efektifitas Kerja Tajak

4.4.1 Efektifitas Kerja Tajak terhadap Parameter Terangkatnya Gulma Pengukuran efektifitas tajak dengan parameter gulma yang terangkat perlu dilakukan untuk melihat kinerja alat tajak sebagai alat penyiapan lahan yang selama ini digunakan oleh masyarakat suku Banjar selama turun temurun di lahan rawa. Pengukuran dilakukan terhadap 5 petak pengukuran berukuran 1m x 1m. Sebelum ditajak gulma dipetak pengukuran dicabut, dicuci bersih dan dihitung. Cara yang sama dilakukan untuk menghitung jumlah gulma setelah 1 bulan ditajak.

Berdasarkan hasil sampling gulma terdapat beberapa jenis gulma di lahan percobaan. Berdasarkan hasil identifikasi gulma pada literatur (Soerjadi dkk 1986), gulma dominan yang terdapat pada lahan percobaan adalah purun tikus (Eleocharis dulcis), dan hanya terdapat sedikit genus lain seperti Banta (Leersia

(17)

hexandra swartz), rumput liar (Cyperus sp)., Scirpus sp., dan Eriocaulon sp.

Gambar 34 Gulma di lahan percobaan Contoh perhitungan:

Efektifitas menajak terhadap jumlah gulma pada petak 1 dihitung

100% Ditajak Sebelum Gulma Jumlah Ditajak Setelah Gulma Jumlah -Ditajak Sebelum Gulma Jumlah  = 362 – 23 x 100% 362 = 93.65 %

Tabel 17 Efektifitas tajak terhadap pertumbuhan gulma

Petak Jumlah Gulma Efektititas Tajak

(%) Sebelum Ditajak Sesudah Ditajak

1 362 23 93.65 2 276 32 88.40 3 198 28 85.86 4 275 15 94.54 5 278 36 87.05 Rerata 277.8 26.8 89.9

Hasil perhitungan didapatkan efektifitas tajak terhadap gulma yang terangkat cukup tinggi berkisar 87.05% -93.65%. Hal ini menunjukkan bahwa tajak sebagai alat penyiapan lahan pertanaman padi di lahan rawa sangat sesuai, karena membersihkan gulma adalah tujuan utama dalam kegiatan pertanian di lahan rawa, yang terkenal dengan pengolahan tanah minimum (minimum tillage)

(18)

Berbeda dengan kegiatan penyiapan lahan pertanian di Pulau Jawa, yang bertujuan mengolah tanah.

4.4.2 Kebutuhan JOK pada Penyiapan Lahan Menggunakan Tajak

Kebutuhan jam orang kerja (JOK) adalah waktu kerja individu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Nilai JOK tiap individu berbeda bergantung atas kemampuan kerja, pengalaman kerja dan kondisi aktual yang ada. Pada penelitian ini, JOK dihitung dengan mengukur waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan menajak, adapun alat ukur yang digunakan adalah stopwatch. Bersamaan dengan pengukuran denyut jantung kerja, JOK diukur dan dicatat ke dalam Time Study Sheet. Pengukuran JOK dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan subjek untuk melakukan pekerjaan untuk tiap ulangan percobaan. Dengan mengetahui rerata waktu penyelesaian aktivitas menajak perulangan pada lahan percobaan, maka dapat diketahui JOK/ha masing-masing subjek (Tabel 18).

Tabel 18 Kebutuhan jam orang kerja pada aktivitas menajak

Subjek Rerata P1 Rerata P2 Rerata P3 Rerata P4 Rerata

Waktu Kerja*(menit/ulangan) 7.5 7.19 11.35 10.6 9

Jam Orang Kerja(jam/ha) 50.00 47.93 75.67 70.67 61.07

* Untuk ukuran petak perulangan 5m x 5m

Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 18) didapatkan kebutuhan JOK pada aktivitas menajak berkisar antara 47.93 jam/ha-75.67 jam/ha dengan rerata 61.07 jam/ha. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Soleh (2011) pada JOK pengolahan tanah menggunakan traktor tangan dengan implemen bajak singkal pada lahan sawah di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat mendapatkan JOK 24.59 jam/ha-30.83jam/ha dengan rerata 28.29 jam/ha, pekerjaan menajak memerlukan waktu kerja 2x lipat lebih lama dari penggunaan tenaga mekanis traktor tangan.

4.4.3 Konsumsi Energi Kerja pada Aktivitas Menajak

Konsumsi energi yang dikeluarkan subjek pada aktivitas menajak dihitung dengan mengalikan Total Energi Cost ternormalisasi (TEC’) dengan kebutuhan Jam Orang Kerja (JOK) per hektar (Tabel 19).

(19)

Subjek Rerata P1 Rerata P2 Rerata P3 Rerata P4 Rerata Total

TEC' (kkal/kg.Jam) 6.33 4.39 5.37 5.37 5.36

JOK (jam/ha) 50 47.93 75.67 70.67 61.07

TEC'/ha (kkal/kg.ha) 316.50 210.43 406.33 379.48 328.18

Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 19) menunjukkan konsumsi energi kerja pada aktivitas menajak di lahan rawa lebak 210.43 kkal/kg.ha-406.33 kkal/kg.ha dengan rerata 328.18 kkal/kg.ha. Jika dibandingkan dengan kegiatan pengolahan tanah menggunakan traktor tangan dengan implemen bajak singkal pada lahan sawah di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang hanya membutuhkan energi 88.09 kkal/kg.ha (Soleh 2011), maka konsumsi energi pada aktivitas menajak di lahan rawa lebak jauh lebih tinggi.

Untuk mengetahui lebih jelas perbandingan JOK dan konsumsi energi pada pengoperasionalan tajak sebagai alat penyiapan lahan pertanamanan padi secara tradisional di lahan rawa lebak Kabupaten Banjar Kalimantan, terhadap penelitian yang dilakukan Soleh (2011) pada kegiatan pengolahan tanah menggunakan traktor tangan dengan implemen bajak singkal pada lahan sawah di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Perbandingan IRHR Kerja, TEC’, JOK dan TEC’/ha Parameter Pengukuran Tajak Traktor Jenis Alat/Mesin Tangan

IRHR Kerja 2.14 1.58

TEC' (kkal/kg.Jam) 5.36 3.11

JOK (jam/ha) 61.07 28.29

TEC'/ha (kkal/kg.ha) 328.18 88.09

Berdasarkan Tabel 20 dapat disimpulkan kegiatan penyiapan lahan menggunakan tajak secara umum membutuhkan kinerja jantung yang lebih tinggi (2.14), waktu penyelesaian yang lebih lama (61.07 jam/ha) dan konsumsi energi yang lebih besar (328.18 kkal/kg.jam) dibandingkan dengan pengolahan tanah menggunakan traktor tangan dengan implemen bajak singkal yaitu IRHR Kerja 1.58, JOK 28.29 jam/ha dan TEC’/ha 88.09 kkal/kg.ha. Dengan operator manusia

(20)

yang memiliki keterbatasan fisik, penyiapan lahan secara tradisional menggunakan tajak akan menyebabkan terbatasnya luasan lahan yang diolah, lamanya waktu penyelesaian, dan banyaknya kebutuhan tenaga kerja. Disisi lain, minat generasi muda terhadap bidang pertanian semakin menurun, yang berdampak sulitnya mencari tenaga kerja di sektor pertanian. Oleh karena itu, tajak sebagai alat penyiapan lahan yang tepat dan telah digunakan selama ratusan tahun oleh masyarakat suku Banjar, kedepan perlu terus diteliti dan dikembangkan lebih lanjut menjadi alat yang modern dan mekanis serta mampu bekerja dilahan rawa, sehingga optimalisasi lahan rawa sebagai alternatif lahan pertanian dapat terwujud.

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Tingkat beban kerja kualitatif dan kuantitatif terhadap empat operator pada pengolahan tanah secara manual menggunakan alat tradisional tajak di lahan rawa Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan adalah ‘Berat’-‘Luar Biasa Berat’ dengan tingkat konsumsi energi perberat badan 4.39-6.33 kkal/kg.Jam

2. Tingkat beban kualitatif dan kuantitatif dipengaruhi oleh intensitas kerja, besarnya sudut, serta tinggi angkat maksimum tajak.

3. Kesesuaian dimensi tajak terhadap antropometri subjek didasarkan pada tinggi bahu, panjang lengan, tinggi pinggang, dan diameter genggaman tangan.

Gambar

Gambar 24  Hasil pengukuran denyut jantung KST Subjek P1 R1ST1R2ST2R3ST3
Tabel 8  IRHR subyek pada KST
Tabel 9  Nilai IRHR dan WECST subjek pada KST
Gambar 26  Grafik IRHR Kerja Subjek P1 Ulangan Ke-1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Enam objektif digariskan iaitu;i mengenalpasti Dimensi Tempat, ii Dime Koleksi, Hi Dimensi Capaian,iv Dimensi Kebolehpercayaan, dan v mengenalpasti Dimensi Empati yang menyumbang

Dalam hal ini seluruh harta kakek akan diwarisi oleh cucu laki-laki dari anak laki- laki (Ca), sedangkan cucu laki-laki dari anak perempuan (Cb) tidak mendapat

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan proposal tesis Program Pascasarjana Program Studi Magister Manajemen ini dengan

Penerapan metode praktikum IPA berbasis Science Writing Heuristic (SWH) dan motivasi berprestasi merupakan pendekatan yang berperan dalam mendukung proses pembelajaran. Metode

menunjukkan bahwa nilai sig = 0,934 (P>0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara onset usia de- ngan kualitas hidup penderita skizofrenia

Tujuan penelitian tahun pertama adalah: (1) menyusun hirarkhi konsep desain arsitektur Islam untuk rumah dan lingkungannya sehingga mampu menunjukkan skala prioritasnya;

Hasil penelitian Mualim (2009) menunjukkan bahwa K merupakan faktor pembatas produksi umbi (panjang, bobot basah, dan bobot kering) pada petak perlakuan saat