• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Botani umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Botani umum"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Botani umum

Kolesom merupakan tanaman obat yang berasal dari Amerika tropis. Kolesom termasuk dalam divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, anak kelas Caryophyllidae, ordo Caryophyllales, famili Portulacaceae, genus Talinum dan spesies triangulare Willd. Genus ini memiliki dua spesies yang banyak dikenal oleh kebanyakan orang, yaitu Talinum paniculatum Gaertn. dan Talinum

triangulare Willd. (Santa dan Prajogo, 1999; Syukur dan Hernani, 2002).

Kolesom merupakan tanaman sukulen yang memiliki lintasan metabolisme

inducible CAM /Crassulacean Acid Metabolism (Hutapea, 1994). Inducible CAM

merupakan sebuah mekanisme perubahan sistem fiksasi CO2 pada tanaman C3 menjadi CAM karena pengaruh stres lingkungan, misalnya kekurangan air. Tanaman CAM memfiksasi CO2 dari udara ketika malam hari dan menyimpannya dalam bentuk asam malat pada vakuola. Stomata akan terbuka pada malam hari ketika suhu dan proses hilangnya air dari tanaman berada pada taraf yang minimal. Pada siang hari stomata akan menutup dan asam malat akan mengalami dekarbokilasi untuk menyediakan CO2 bagi proses fotosintesis. Seluruh proses ini terjadi untuk meminimalisasi transpirasi yang terjadi pada tanaman, sehingga tanaman CAM merupakan tanaman yang lebih tahan terhadap kekeringan (Leegood, 1999).

Kolesom merupakan tanaman dikotil dan memiliki habitus tegak, herba menahun dengan tinggi 30-100 cm. Batang berbentuk bulat, pangkalnya berwarna ungu kemerahan, sedangkan batang bagian tengah sampai ujung berwarna hijau (Wahyuni dan Hadipoentyanti, 1999). Daun kolesom berbentuk

oblongatus-spatulans, berwarna hijau muda, tebal berdaging, filotaksis spiral, dan

kadang-kadang berhadapan. Secara anatomi, daunnya memiliki tipe dorsiventral, stomata parasitik (terdapat pada epidermis atas dan bawah), parenkim daun yang mengandung kristal kalsium oksalat berbentuk roset dan kelenjar minyak atsiri, berkas pembuluh kolateral. Bunganya berwarna merah jambu keunguan dengan tangkai bunga berbentuk segitiga dan susunan bunganya berbentuk tandan (racemus). Buahnya berbentuk bulat memanjang, berwarna hijau kekuningan, dan

(2)

berisikan biji hitam mengkilat. Biji kolesom berbentuk lonjong pipih dan berdiameter ± 1 mm. Akar kolesom merupakan akar tunggang yang menggelembung atau membengkak menyerupai ginseng sehingga masyarakat sering menyebutnya sebagai ginseng jawa. Kolesom sangat mirip dengan som jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Ciri-ciri morfologi kedua tanaman ini (Talinum triangulare Willd. dan Talinum paniculatum Gaertn.) sukar dibedakan. Perbedaannya terlihat pada filotaksis, tipe infloresensi, bentuk dan warna buah, serta waktu bunga mekar. Som jawa memiliki filotaksis berhadapan, tipe infloresensi malai (panicula) dengan tangkai bunga bersudut tumpul, buah berbentuk kapsul (bulat dan berwarna merah-coklat), dan bunga mekar pada sore hari (Santa dan Prajogo, 1999).

Kandungan bahan kimia dan kegunaan

Bagian utama tanaman kolesom yang dimanfaatkan adalah bagian umbi dan daunnya. Hutapea (1994) dan Hargono (2005) menyebutkan bahwa akar yang menyerupai umbi dipakai untuk mengobati neurasthenia (kelelahan tubuh), debilitas (kelemahan tubuh) setelah sembuh dari penyakit kronis, dan obat lemah syahwat. Menurut Wijayakusuma et al. (1995) kolesom memiliki efek farmakologis sebagai peluruh kencing, menghilangkan pembengkakan, peradangan, dan tumor. Penelitian Susanti (2006) menunjukkan bahwa pada umbi kolesom terdapat kandungan alkaloid, steroid, saponin, dan tanin.

Daun kolesom yang diremas dapat ditempelkan pada tempat yang sakit sebagai anti inflamasi atau anti tumor. Cairannya dapat digunakan sebagai obat pengurang rasa sakit pada mata dan membantu penyembuhan akibat pukulan atau jatuh (Rifai, 1994). Menurut Susanti (2006) daun kolesom digunakan untuk campuran bedak dingin oleh masyarakat Kalimantan Selatan.

Daun kolesom juga biasa digunakan sebagai sayuran. Menurut Fasuyi (2006) kolesom merupakan salah satu dari 3 sayuran yang direkomendasikan sebagai sumber protein murah selain Amaranthus cruentus dan Telferia

occidentalis karena memiliki kandungan 18 asam amino. Asam amino yang

terbesar adalah glutamat (9.38 g/16 g N) dan leusin (9.02 g/ 16 g N). Daun dan pucuk yang masih muda umumnya dikonsumsi dengan cara dimasak, baik

(3)

dikukus maupun direbus. Daun dan pucuk kolesom sedikit lunak dan berlendir sehingga tidak boleh dimasak terlalu lama. Biasanya daun kolesom digunakan untuk lalap pengganti krokot (Portulaca oleracea L.) pada masakan etnis Sunda (Rifai, 1994; Syukur dan Hernani, 2002). Setiap 100 g bahan kering daun kolesom mengandung 90-92 g air, 1.9-2.4 g protein, 0.4-0.5 g lemak, 3.7-4.0 g karbohidrat, 0.6-1.1 g serat, 2.4 g abu, 90-135 mg kalsium, 4.8-5.0 mg besi, 3 mg beta karoten, 0.08 mg vitamin B1, 0.18 mg vitamin B2, 0.3 mg niacin, 31 mg vitamin C, dan 105 KJ energi (Rifai, 1994). Menurut Mualim (2009) analisis bahan bioaktif secara kualitatif pada daun kolesom menunjukkan bahwa daun kolesom mengandung alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavanoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida. Salah satu senyawa flavanoid yang telah terdeteksi menurut penelitian ini adalah antosianin. Harborne dan Williams (2000) juga mengemukakan bahwa antosianin merupakan salah satu kelompok besar flavanoid. Ovando et al. (2009) menambahkan bahwa antosianin pigmen penting pada jaringan tanaman yang menentukan warna jingga, merah tua, merah muda, violet, dan biru. Antosianin merupakan senyawa antioksidan alami yang sangat berguna untuk melindungi tubuh dari kerusakan oksidatif dengan menghambat atau menghilangkan radikal bebas dan oksigen reaktif.

Panen dan pemetikan daun

Pemanenan merupakan faktor yang sangat perlu diperhatikan pada budidaya tanaman obat. Kegiatan ini harus dilakukan secara benar karena akan mempengaruhi mutu dan zat berkhasiat yang terkandung di dalam tanaman obat tersebut. Periode panen merupakan waktu yang diperlukan untuk memanen hasil tanaman terhitung mulai dari tanaman tersebut ditanam. Waktu panen tanaman obat tidak seluruhnya bergantung pada umur tanaman, tetapi didasarkan pada pemanfaatannya. Oleh karena hampir semua bagian dari tanaman obat dapat dimanfaatkan maka waktu panen juga beragam. Ada tanaman obat yang dipanen pada masa pertumbuhan vegetatif dan ada pula yang dipanen pada masa generatif (Syukur dan Hernani, 2003).

Pemetikan merupakan suatu usaha atau cara pemungutan pucuk dan tunas yang masih muda untuk selanjutnya dimanfaatkan baik dikonsumsi langsung

(4)

maupun diolah menjadi bahan baku maupun bahan jadi. Pemetikan berfungsi pula sebagai usaha untuk membentuk kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan (Tobroni, 1988). Pemetikan sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan tunas sehingga harus memperhatikan gilir atau interval pemetikan. Gilir atau interval pemetikan adalah jangka waktu yang diperlukan antara satu pemetikan dengan pemetikan berikutnya. Kecepatan pertumbuhan pucuk lateral setelah pemetikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada tanaman teh pertumbuhan pucuk dipengaruhi oleh umur pangkas, iklim, ketinggian tempat, dan kesehatan tanaman (Setyamidjaja, 2000).

Daun kolesom yang dimanfaatkan sebagai sayuran dipanen pada bagian daun muda dengan cara dipetik atau dipangkas bagian pucuknya. Pemetikan akan mengakibatkan patahnya dominasi apikal. Menurut Salisbury dan Ross (1995) dominasi apikal merupakan fenomena terhambatnya pertumbuhan tunas samping (lateral) karena adanya tunas apikal. Peristiwa ini terjadi karena adanya hormon IAA atau auksin lainnya. Dengan memangkas pucuk apikal maka pertumbuhan tunas samping (lateral) akan meningkat.

Menurut Rifai (1994) pemanenan pucuk kolesom dimulai 6-8 MST dengan cara mencabut atau dengan memotong pucuk dan dapat dilakukan sebanyak 15-20 kali dengan interval panen 2 minggu sekali. Menurut Sugiarto (2006) terdapat interaksi antara umur dan frekuensi panen tanaman kolesom yang ditanam pada plastik polibag. Interaksi keduanya secara nyata mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah tajuk setiap panen. Kombinasi perlakuan umur panen 8 MST dan frekuensi panen 3 minggu sekali secara nyata menghasilkan jumlah tajuk tertinggi yaitu sebanyak 20 pucuk/tanaman. Penelitian ini belum membahas mengenai pengaruh interval panen dan ferkuensi pemupukan terhadap produksi pucuk kolesom.

Pemupukan

Selama pertumbuhan tanaman dibutuhkan sejumlah unsur hara untuk proses fotosintesis. Menurut Hakim et al. (1986) unsur hara tersebut terbagi dalam dua kelompok besar yaitu unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang besar, terdiri atas C, H,

(5)

O, N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro merupakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah kecil, terdiri atas Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl, dan Co.

Tanaman memperoleh unsur hara tersebut dari tanah, udara, dan air. Unsur hara tersebut dapat tersedia secara alami maupun dapat pula segaja disediakan oleh manusia melalui pemupukan. Menurut Ware dan McCollum (1968) kualitas sayuran tergantung pada pertumbuhan sukulennya yang membutuhkan tanah dengan suplai hara dan kelembaban yang mencukupi. Kualitas tersebut dapat berupa jumlah produksi dan juga kandungan nutrisi yang terkandung di dalamnya. Menurut hasil penelitian Mualim (2009) produksi senyawa antosianin pada tanaman kolesom dipengaruhi oleh pemupukan. Unsur hara yang menjadi faktor pembatas pada produksi antosianin adalah kalium dan perlakuan pemupukan yang memberikan produksi antosianin tertinggi (39.60 mol/tanaman) pada petak perlakuan dengan media tanah, pupuk kandang, dan arang sekam adalah pemupukan N-K (100 kg urea/ha dan 100 kg KCl/ha).

Nitrogen

Nitrogen (N) merupakan unsur yang paling banyak mendapat perhatian dalam budidaya tanaman. Hal ini disebabkan jumlah nitrogen yang terdapat di dalam tanah sedikit, sedangkan yang diangkut tanaman berupa panen setiap musim cukup banyak.

Unsur N diserap oleh tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+) dan biasa diberikan dalam bentuk pupuk anorganik urea. Nitrogen relatif lebih mudah bergerak (mobile) di dalam tanah sehingga mempunyai kesempatan mencapai permukaan akar dan juga mudah hilang akibat pencucian ataupun menguap ke udara. Di daerah beriklim tropis, hal ini menjadi permasalahan utama karena kehilangan N meningkat dengan makin banyaknya pemberian pupuk N ke tanah. Peningkatan efisiensi pemupukan N dapat dilakukan melalui aplikasi bertahap menurut fase pertumbuhan tanaman, sehingga dapat meminimalisasi kehilangan N baik melalui pencucian maupun penguapan (Havlin et al., 2005). Penelitian terhadap tanaman jagung, ubi kayu, dan ubi jalar menunjukkan bahwa pemberian pupuk N secara terpisah atau sekaligus pada waktu tertentu

(6)

memberikan peengaruh yang nyata terhadap hasil atau produksi tanaman tersebut. Pada umumnya pemberian pupuk N secara terpisah mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari pada diberikan secara sekaligus (Suyatna, Kasmo, dan Sudjadi, 1980). Fungsi N pada tumbuhan adalah untuk meningkatkan aktivitas fotosintesis, memperbaiki petumbuhan vegetatif tanaman, dan pembentukan protein. Tanaman yang tumbuh pada cukup N akan berwarna lebih hijau. Gejala-gejala kelebihan N adalah memperlambat kematangan tanaman, batang menjadi lemah dan mudah roboh, serta mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit. Daun terlihat berwarna kuning dan gugur saat kekurangan N. Kehilangan N pada protein kloroplas daun akan menghasilkan daun yang kuning dan klorosis. Klorosis tampak pertama kali pada daun yang terletak di bawah. Pada kekurangan N yang berat, daun paling bawah akan berwarna coklat dan mati atau mengalami nekrosis. Nekrosis dimulai pada ujung daun dan akan menyebar ke seluruh permukaan. Ketika akar tidak dapat menyerap N dalam jumlah yang cukup, protein pada daun yang tua dikonversi menjadi N larut, ditranslokasikan ke jaringan meristematik aktif dan digunakan lagi untuk mensintesis protein baru (Hakim et al., 1986).

Nurmaryati (2009) menyataan bahwa pupuk N dengan dosis 270 kg N/ha akan meningkatkan bobot basah total sebesar 101. 54% pada tanaman pegagan (Centella asiatica). Penelitian Tresnawati (1999) terhadap tanama som jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) menunjukkan bahwa peningkatan dosis N sampai 450 kg/ha cenderung meningkatkan pertumbuhan dan produksi, tetapi pengaruhnya sama dengan pemberian 150 kg N/ha. Mualim (2009) menunjukkan bahwa unsur K merupakan faktor pembatas pada semua komponen produksi yaitu daun, batang, cabang, dan tajuk pada tanaman kolesom.

Kalium

Kalium (K) merupakan unsur hara ketiga yang berperan penting bagi tanaman setelah nitrogen dan fospor. Unsur kalium sangat mobil dalam tanaman dan diserap dalam bentuk ion K+. Kalium dapat diberikan ke dalam tanah melalui pupuk organik dan anorganik. Pupuk anorganik yang biasa digunakan adalah kalium klorida (KCl). Pupuk KCl mengandung 50-52% K (60-63% K2O). Bentuk pupuk kalium lainnya adalah kalium sulfat (K2SO4) dan kalium nitrat (KNO3)

(7)

yang masing-masing mengandung 50-52% dan 44% K2O (Havlin et al., 2005). Menurut Adams et al. (1995) penggunaan KCl juga dapat menyebabkan tanaman menjadi hangus dan memacu akumulasi garam karena ion klorida diakumulasikan di sel tanaman bersama dengan terserapnya kalium.

Kalium pada tanaman berperan dalam proses pembentukan dan translokasi karbohidrat pada saat pembentukan akar dan umbi. Kalium juga berperan dalam peningkatan ketahanan terhadap penyakit, pembentukan protein, dan deferensiasi sel (Ware dan McCollum, 1968). Agustina (2004) menambahkan bahwa fungsi utama pupuk unsur K adalah mengaktifkan kerja beberapa enzim, merupakan komponen penting di dalam mekanisme pengaturan osmotik sel, serta berpengaruh langsung terhadap tingkat semipermeabilitas membran dan fosforilasi di dalam kloroplas.

Kekurangan K terutama pada awal pertumbuhan mengakibatkan perubahan terhadap hasil karbohidrat dan secara cepat diikuti oleh berkurangnya konsentrasi K+ pada tanaman. Gejala kekurangan K dapat terlihat pada daun yang menjadi kering dan terbakar pada sisi-sisinya serta memperlihatkan klorosis yang tidak merata sehingga fotosintesis terganggu (Havlin et al., 2005).

Menurut Hidayati (2009) dosis pupuk kalium sebesar 198 kg K2O/ha akan meningkatkan bobot basah dan bobot kering total sebesar 69.19% dan 71.94% pada tanaman pegagan (Centella asiatica). Hasil penelitian Mualim (2009) menunjukkan bahwa K merupakan faktor pembatas produksi umbi (panjang, bobot basah, dan bobot kering) pada petak perlakuan saat awal pembentukan umbi dan secara umum kalium sangat dibutuhkan dalam produksi kolesom.

Referensi

Dokumen terkait

Jika anda sudah pernah menggunakan Borland Delphi, Visual Basic, ataupun bahasa visual lainnya, maka anda akan dapat dengan mudah mempelajari C++ Builder ini, perbedaannya hanya

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2011 Dalam DOKUMEN PEMILIHAN BAB III INSTRUKSI KEPADA PESERTA ( IKP ) huruf E.. PEMBUKAAN DAN EVALUASI PENAWARAN angka

Nomor : Nomor : BA-101 Pemenang oleh Kelompok Timur tanggal 26 Juli 2017 Training Peningkatan Pemulihan Data Tahun Anggaran gan tersebut adalah sebagai. th

[r]

Menurut Wilbraham (1992), eceng gondok dapat digunakan sebagai adsorben material berbahaya pada lingkungan. Kandungan selulosa ini sangat berpotensi untuk digunakan

 Menjawab pertanyaan tentang materi Keluarga yang dibangun di atas Kristus sebagai batu yang kokoh berdasarkan Matius 7:24-27 yang terdapat pada buku pegangan peserta didik

Mutmainah (2017) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa hasil penelitian ini adalah berdasarkan hasil uji signifikansi parameter individual (uji t) secara parsial variabel

ditentukan meski tidak mungkin dapat diprediksi dengan tepat kapan unit-unit yang membutuhkan pelayanan tersebut akan datang atau berapa lama waktu yang dibutuhkan