• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS. dengan makna tersebut di antaranya; reward, reinforcement, insentif, hadiah, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORETIS. dengan makna tersebut di antaranya; reward, reinforcement, insentif, hadiah, dan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

7 A. Konsep Dasar Penghargaan

Berbicara tentang penghargaan, pada hakikatnya banyak istilah yang relevan dengan makna tersebut di antaranya; reward, reinforcement, insentif, hadiah, dan lain-lain.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 584) penghargaan memiliki beberapa pengertian, yaitu 1) ganti rugi; 2) pemberesan piutang dengan memberikan barang-barang yang seharga dengan utangnya; 3) pencarian kepuasan di suatu bidang untuk memperoleh keseimbangan dari kekecewaan di bidang lain; 4) imbalan berupa uang atau barang lainnya yang diberikan kepada karyawan di perusahaan atau organisasi.

Pendapat lainnya menurut Satrohadiwirya (2010: 17) bahwa penghargaan merupakan imbalan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada para tenaga kerja, karena tenaga kerja tersebut telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan perusahaan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sementara Mangkuprawira (2008: 92) mendefinisikan penghargaan sebagai sebuah komponen penting dalam hubungannya dengan karyawan. Dia sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dilihat adanya dua pihak yang memikul kewajiban dan tanggung jawab yang berbeda tapi saling mempengaruhi dan saling menentukan. Pihak pertama adalah para pekerja yang memikul kewajiban dan tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan yang disebut bekerja, sedangkan pihak kedua adalah organisasi/perusahaan yang memikul

(2)

kewajiban dan tanggung jawab memberikan penghargaan atau ganjaran atas pelaksanaan pekerjaan oleh pihak pertama. Kewajiban dan tanggung jawab itu muncul karena adanya hubungan kerja dalam sebuah organisasi/perusahaan.

Dengan melihat pengertian-pengertian di atas, maka jelaslah bahwa penghargaan atau balas jasa dapat disimpulkan sebagai imbalan berupa material dan non material (reward) kepada tenaga kerja/karyawan yang bekerja disuatu perusahaan atau badan usaha yang telah memberikan tenaga dan pikiran untuk kemajuan perusahaan. Penghargaan merupakan segala sesuatu yang diterima dapat berupa fisik maupun non fisik dan harus dihitung dan diberikan kepada seseorang yang umumnya merupakan obyek yang dikecualikan dari pajak pendapatan.

Penghargaan merupakan hal yang kompleks dan sulit, karena di dalamya melibatkan dasar kelayakan, logika, rasional, dan dapat dipertanggung jawabkan serta menyangkut faktor emosional dari aspek tenaga kerja. Penghargaan diberikan dengan tujuan memberikan rangsangan dan motivasi kepada tenaga kerja untuk meningkatkan prestasi kerja, serta efisiensi dan efektivitas produksi. Oleh karena itu, bila penghargaan diberikan secara benar, para karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi.

Tetapi jika para karyawan memandang penghargaan mereka tidak memadai/sesuai, prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja mereka bisa turun secara drastis karena memang penghargaan itu penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya penghargaan mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara para karyawan itu sendiri. Itulah sebabnya, Departemen Personalia

(3)

biasanya selalu berhati-hati merancang dan mengadministrasikan penghargaan karyawan.

Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka tujuan administrasi penghargaan kepada para pegawai atau karyawan adalah untuk melakukan hal-hal berikut ini. a. Mendapatkan karyawan yang berkualitas

Untuk memenuhi standar yang diminta organisasi. Dalam upaya menarik calon karyawan masuk, organisasi harus merangsang calon-calon pelamar dengan tingkat penghargaan yang cukup kompetitif dengan tingkat penghargaan organisasi lain.

b. Mempertahankan karyawan yang sudah ada

Dengan adanya penghargaan yang kompetitif, organisasi dapat mempertahankan karyawan yang potensial dan berkualitas untuk tetap bekerja. Hal ini untuk mencegah tingkat perputaran kerja karyawan yang tinggi dan kasus pembajakan karyawan oleh organisasi lain.

c. Menjamin keadilan

Adanya administrasi penghargaan menjamin terpenuhinya rasa keadilan pada hubungan antara manajemen dan karyawan. Dengan pengikat pekerjaan, sebagai balas jasa organisasi atas apa yang sudah diabdikan karyawan pada organisasi, maka keadilan dalam pemberian penghargaan mutlak dipertimbangkan.

d. Perubahan sikap dan perilaku

Adanya penghargaan yang layak dan adil bagi karyawan hendaknya dapat memperbaiki sikap dan perilaku yang bisa menguntungkan serta mempengaruhi

(4)

produktivitas kerja. Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana penghargaan yang efektif.

B. Kinerja Pegawai/Karyawan 1. Pengertian Kinerja Pegawai

Istilah kinerja atau prestasi kerja sebenarnya berasal dari kata Inggris "performance" yang berarti penampilan. Dalam konsep yang lebih praktis, kinerja dapat diartikan sebagai sebuah proses identifikasi diri dan aktualisasi potensi individu sehingga dapat diberikan apresiasi oleh orang-orang di sekitarnya. Dalam kamus The New Webster Dictionary yang dikutip oleh Achmad S. Ruky (2010: 172) memberikan tiga arti bagi kata performance yaitu:

a. adalah prestasi yang digunakan dalam konteks atau kalimat misalnya tentang mobil yang sangat cepat.

b. adalah pertunjukan yang biasanya digunakan dalam kalimat "Folk Dance Performance " atau "Pertunjukan Tarian Rakyat".

c. adalah "Pelaksanaan Tugas" misalnya dalam kalimat "In performing his/her duties".

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 503) dikemukakan bahwa kinerja berarti sesuatu yang dicapai, kemampuan kerja, atau prestasi yang diperlihatkan. Artinya, kinerja merupakan tolok ukur keberhasilan dalam melakukan suatu pekerjaan. Hasil penilaian kinerja memperlihatkan tingkat pertanggung jawaban seseorang dalam melaksanakan tugasnya, sedangkan

(5)

Whitemore (2007: 28) memandang kinerja sebagai pengekspresian penuh potensi seseorang, menuntut pengambilan tanggung jawab atau kepemilikan menyeluruh.

Penjelasan di atas memberikan batasan bahwa kinerja seorang pegawai dapat dilihat dan dinilai oleh rekan kerja atau atasan yang berwenang. Dalam proses pemberian penghargaan didasarkan pada pemenuhan tugas dan tanggung jawab yang diberikan dengan baik. Artinya proses ini meliputi salah satu aspek yang paling penting yakni masalah kepemimpinan.

Menurut Prabu (2010: 27) bahwa kinerja atau performance adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu pula. Pengertian ini membatasi istilah kinerja pada masalah frekuensi kerja seseorang yang ditunjukkan melalui tahapan-tahapan waktu, yang dapat diraih seseorang setelah melaksanakan beban kerja yang diberikan kepadanya.

Frekuensi kinerja seorang pegawai tentunya berkenan dengan masalah level atau kapasitas yang sedang diembannya. Selama melaksanakan tugas dan tanggung jawab itulah, pegawai atau karyawan diberikan penilaian oleh atasan atau orang-orang di sekelilingnya, kemudian diakumulasi dan direnking sesuai prosedur-prosedur pemberian penghargaan kepada pegawai. Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh Dharma (2009: 6) bahwa kinerja adalah prestasi kerja seseorang didasarkan pada level prestasi secara menyeluruh atau secara terperinci yang dilakukan dengan memberikan ranking bagi tiap bidang pertanggungjawaban pokok.

(6)

Level atau tingkat prestasi yang diraih oleh pegawai memerlukan peran lembaga atau organisasi yang mewadahinya. Organisisasi atau instansi yang berwenang memberikan penghargaan melalui tahapan perincian masa kerja serta eksistensi lembaga dalam memaksimalkan fungsi-fungsi organisasi melalui penempatan personil yang handal dan bertanggung jawab. Seperti yang dikemukakan oleh Yulia (2007: 29) bahwa kinerja merupakan tanda keberhasilan suatu organisasi dan orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut.

As’ad (2008: 65) mensinyalir bahwa sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya disebut “level of performance”. Biasanya orang yang level performance tinggi disebut orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar, dikatakan sebagai orang yang tidak produktif atau ber-reformance rendah.

Dengan demikian, kinerja merupakan perilaku yang memiliki variasi yang sangat banyak. Hal ini karena kinerja merupakan perpaduan antara kemampuan dan motivasi. Tanpa kemampuan dan motivasi suatu pekerjaan tidak akan mencapai hasil yang optimal. Kinerja senantiasa selalu bergandengan dengan kemampuan/kompetensi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu, kinerja merupakan hasil kerja yang bersifat konkrit, dapat diamati, dan dapat diukur.

Bila ditelaah pemaknaan ini ternyata kinerja merupakan buah dari pekerjaan sebagai akibat dari pelaksanaan tanggung jawab. Kinerja tersebut akan dapat dicapai oleh orang perorang, atau sekelompok orang, atau dalam bentuk organisasi, yang melaksanakannnya dengan penuh tanggung jawab sesuai

(7)

wewenangnya masing-masing dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika.

Dengan beberapa pengertian di atas, penulis memberikan suatu makna bahwa kinerja adalah suatu prestasi kerja dari seseorang, sekelompok orang atau organisasi yang harus dihargai sebagai wujud nyata atas pelaksanaan tanggung jawab dari tugas yang diemban. Atau kinerja adalah prestasi, hasil kerja atas dasar kemampuan/kecakapan, usaha dan kesempatan yang disumbangkan seseorang/kelompok dengan indikatornya; 1) pengetahuan tentang bidang usaha, 2) cara melaksanakan tugas, 3) keterampilan dalam melaksanakan tugas, 4) umpan balik. Atau lebih tepat penulis katakan, kinerja adalah cara kerja dalam pencapaian hasil yang dilaksanakan secara efektif dan efisien, atau dalam waktu minimal seseorang dapat bekerja secara maksimal dengan memiliki kualitas kerja yang baik dan menggembirakan.

Kinerja merupakan perilaku yang memiliki variasi yang sangat banyak. Hal ini karena kinerja merupakan perpaduan antara kemampuan dan motivasi. Tanpa kemampuan dan motivasi suatu pekerjaan tidak akan mencapai hasil yang optimal. Kinerja senantiasa selalu bergandengan dengan kemampuan/kompetensi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu, menurut Irawan kinerja merupakan hasil kerja yang bersifat konkrit, dapat diamati, dan dapat diukur.

Dalam hal kinerja pegawai negeri sipil, penilaian hasil kerjanya dapat dilihat dan dapat diukur melalui kemampuan profesionalnya. Pegawai negeri sipil yang baik adalah pegawai negeri sipil yang senantiasa melaksanakan tugas dengan

(8)

tanggung jawab dan mempunyai kemampuan profesional tinggi. Menurut Abdurrahman (2010:50) pegawai negeri sipil adalah seseorang anggota masyarakat yang berkompeten dan memperoleh kepercayaan untuk melaksanakan tugas kemasyarakatan.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa kinerja pegawai negeri sipil adalah hasil kerja pegawai negeri sipil yang ditunjukkan dalam sikap, dan tindakannya melaksanakan tugas kemasyarakatan dengan menggunakan seluruh potensi dan kemampuan yang dimilikinya sebagai wujud tanggung jawab terhadap tugas. Untuk melaksanakan tugas kemasyarakatan yang berkualitas, pegawai negeri sipil hendaknya berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar tugas dan tanggung jawab yang diembannya bisa diselesaikan dengan baik, tepat waktu, dan akuntabel.

2. Bentuk-Bentuk Kinerja Pegawai Negeri Sipil

Pegawai negeri sipil yang mempunyai kinerja yang baik akan melaksanakan tugasnya dengan baik dan hasil kerjanyapun akan tinggi sebab ditunjang oleh kemampuan dan kerja keras yang tinggi. Sebaliknya pegawai negeri sipil yang kinerjanya rendah, produktivitas kerjanya pun akan rendah. Oleh karena itu hasil kerjanya pun berkualitas rendah.

Dengan demikian maka seorang pegawai negeri sipil yang memiliki kinerja baik dapat dilihat adanya kemauan yang tinggi dan kerja keras. Kedua hal ini tercermin dari dua dimensi yaitu pertama perilaku dalam melaksanakan tugas, dengan beberapa indikator: (a) tekun dalam pelaksanaan tugas, (b) senantiasa mengembangkan profesionalisme, (c) kreativitas dalam menyelesaikan tugas an

(9)

tanggung jawab yang diberikan oleh atasan. Kedua pelaksanaan program, dengan indikator: (a) melaksanakan pengelolaan program kerja, (b) berinovasi dalam bekerja, (c) melakukan evaluasi hasil kerja.

Sebagai indikator dalam melakukan aktivitas rutin, kinerja pegawai negeri sipil dapat dinilai. Menurut Hodgetts dan Kuratko (Sungkowo, 2010: 45) bahwa penilaian kinerja pegawai negeri sipil yang direncanakan dengan baik mempunyai karakteristik dasar, yaitu: berkaitan langsung dengan tugas, lengkap, karena mengukur semua aspek penting, bersifat objektif sesuai dengan tugasnya, berdasarkan standar kinerja yang diinginkan, dirancang untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan seseorang, dan mengapa hal tersebut terjadi dan bagaimana cara mengatasinya.

Mengacu pada uraian di atas, bentuk-bentuk nyata penghargaan kepada pegawai negeri sipil dapat berupa pemberian pujian, promosi jabatan, kenaikan pangkat atau golongan, pemberian bonus/insentif, atau piagam penghargaan. Menurut Rahman (2005: 277) bahwa penghargaan tidak cukup diimplementasikan dengan uang atau finansial, tetapi dapat pula dengan pujian atau yang lainnya. Hal ini beralasan oleh karena, masalah penghargaan seharusnya lebih bersifat rasional dan profesional yang diharapkan mampu membantu organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan sumber daya manusia pada tingkat kualitas yang layak. Dengan penghargaan yang layak dan profesional, maka organisasi dapat memperoleh keseimbangan melalui etos kerja karyawan yang meningkat. Tanpa adanya sistem penghargaan yang didasarkan pada azas kerja, maka sangat

(10)

imposible hasil kerja akan memperoleh kulitas yang memadai atau pencapaian tujuan yang diharapkan.

C. Penghargaan yang Diberikan kepada Pegawai

Penghargaan merupakan suatu imbalan jasa yang di berikan oleh pimpinan perusahaan kepada tenaga kerja disebabkan telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kesuksesan suatu perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pemberian penghargaan dalam suatu organisasi harus diatur sedemikian rupa sehingga merupakan penghargaan tersebut dapat menimbulkan semangat atau etos kerja yang baik dan menciptakan sistem yang baik dalam organisasi.

Secara khusus, Rahman (2005: 278) menguraikan tujuan manajemen penghargaan efektif, meliputi beberapa hal sebagai berikut:

a. Memperoleh personil yang berkualifikasi; penghargaan yang cukup tinggi sangat dibutuhkan untuk memberi daya tarik kepada para pelamar.

b. Mempertahankan karyawan yang ada; para Karyawan dapat keluar jika besaran penghargaan tidak kompetitif dan akibatnya akan menimbulkan perputaran karyawan yang semakin tinggi.

c. Menjamin keadilan; manajemen penghargaan berupaya keras agar keadilan internal dan eksternal terwujud.

d. Penghargaan terhadap perilaku yang diinginkan; sistem penghargaan yang dilakukan hendaknya memperkuat perilaku yang diinginkan dan untuk perbaikan perilaku di masa depan, rencana penghargaan efektif, menghargai kinerja, ketaatan pengalaman, tanggung jawab, dan perilaku-perilaku lainnya.

(11)

e. Mengikuti aturan hukum; sistem penghargaan yang sehat seharusnya dapat mempertimbangkan faktor-faktor legal yang dikeluarkan pemerintah dan manejemen pemenuhan kebutuhan karyawan.

f. Memfasilitasi pengertian; sistem manejemen penghargaan hendaknya dengan mudah dipahami oleh spesialis SDM, manejer operasi, dan para karyawan. g. Meningkatkan efesiensi administrasi

h. Program penghargaan pegawai hendaknya dirancang untuk dapat dikelola dengan efesien, membuat sistem informasi SDM optimal, meskipun tujuan ini hendaknya sebagai pertimbangan sekunder dibanding dengan tujuan lain.

Dengan uraian di atas dapat dipahami bahwa sistem pemberian penghargaan harus mengedepankan produktivitas. Sementara itu produktifitas adalah suatu perbandingan antara hasil keluaran yang dapat berupa barang dan jasa dengan keseluruhan masukan untuk mencapai hasil tersebut. Produktifitas sebenarnya tidak hanya sekedar ilmu, tekhnologi dan teknik-teknik manejemen, tetapi juga mengandung sikap yang didasarkan pada kemauan yang kuat untuk terus menerus berusaha mencapai mutu kehidupan yang lebih baik.

Dari pengertian diatas, ternyata produktifitas tidak hanya menyangkut masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan produksi dan ekonomi saja, akan tetapi juga menyangkut masalah-masalah yang berhubungan dengan aspek manusiawi.

Dalam berbagai studi yang telah banyak dibahas, selalu saja ditentukan pengukuran produktifitas secara total atau secara keseluruhan, dimana keluaran berupa barang dan jasa yang dihasilkan diperoleh dari keseluruhan masukan yang

(12)

ada dalam organisasi seperti tenaga kerja, modal, lahan, materi, energi, informasi, dan lain-lain. Berbagai masukan tersebut lazim disebut faktor produksi total, sedangkan mengenai pengukuran produktifitas tenaga kerja hanya merupakan salah satu bagian dari keseluruhan pengukuran produktifitas tersebut. Padahal tenaga kerja marupakan salah satu faktor produksi memegang peranan utama dalam proses peningkatan produktifitas.

Demikian kompleksnya manusia, sehingga diperlukan upaya terus menerus untuk mengenali dengan lebih baik, termasuk oleh yang bersangkutan sendiri sebagai insan yang mempunyai jati diri yang khas. Salah satu implikasi dari kenyataan tersebut ialah bahwa dalam mempekerjakan seseorang, manejemen menggunakan keseluruhan diri orang yang bersangkutan. Maksudnya, jika seorang bekerja sebagai kasir misalnya, bukan hanya tangan dan jari-jarinya yang “dipekerjakan” dan dihargai, akan tetapi seluruh diri karyawan tersebut.

Berkaitan dengan hal itu, dapat dikatakan bahwa tenaga kerjalah merupakan salah satu faktor penentu dalam pengukuran produktifitas. Artinya mengukur tingkat produktifitas organisasi, haruslah memperhatikan tingkat produktifitas tenaga kerja atau etos kerja individu. Oleh karena itu adalah penting bagi kita untuk mengetahui pengertian dari etos kerja atau dalam istilah yang lain sering digunakan dengan istilah produktifitas pekerja atau kinerja tenaga kerja.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan etos kerja dari tenaga kerja mengacu kepada unjuk kerja atau kinerja terhadap input maupun unjuk kerja atau kinerja terhadap output unjuk kerja tersebut ditinjau dari kemampuan, keterampilan dan tingkat kinerja karyawan.

(13)

Berdasarkan pengertian diatas, dapat dikemukakan bahwa sesungguhnya etos kerja itu berhubungan dengan cara kerja, persepsi, tindakan dan perilaku manusia sebagai pekerja. Karena inti dari produktifitas ialah bersandar pada manusia. Dengan kata lain bahwa masalah produktifitas adalah masalah manejemen sumber daya manusia dimana cara kerja, persepsi, tindakan, serta perilaku manusia sebagai pekerja tersebut dapat diukur dari input kinerja, output kinerja, efisiensi, dan efektifitas kerjanya.

Dari beberapa teori tentang produktifitas di atas, maka dapat dijelaskan bahwa masalah produktifitas selain mengemukakan bagaimana perbandingan antara imput kinerja dengan output kinerja, juga menjelaskan tentang masalah efesiensi dan efektifitas kerja seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Imput kinerja atau unjuk menunjukkan bagaimana kemampuan seorang karyawan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya, karena dia memiliki sifat mental yang baik, yang tercermin dari kecakapan, keterampilan, dan keahlian yang menunjang bidang tugas dan pekerjaannya. Sedangkan yang menyangkut output kinerja berkaitan erat dengan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, dimana indikatornya adalah volume kerja, kualitas pelayanan, dan tingkat kerja sama Karyawan. Selanjutnya yang menyangkut efesiensi dan efektifitas berhubungan erat dengan proses kerja yang dilakukan oleh karyawan.

Dimana yang dimaksud efesiensi adalah ukuran yang membandingkan rencana penggunaan sumber-sumber dengan realisasi penggunaannya. Dengan kata lain efesiensi adalah proses penghematan berbagai sumber tetapi memberikan hasil yang maksimal karena kita melakukan pekerjaan dengan dengan benar dan

(14)

tepat. Sedangkan yang dimaksud dengan efektifitas adalah ukuran yang menyatakan seberapa banyak target dan sasaran telah tercapai. Dengan kata lain efektifitas adalah sejauh mana pelaksanaan pekerjaan telah mencapai target dan sasaran.

Dengan demikian secara konseptual dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan etos kerja adalah untuk kerja karyawan dalam pelaksanaan pekerjaannya secara efektif dan efesien yang menghasilkan volume kerja, kualitas kerja, dan tingkat kerja sama.

Dalam suatu organisasi, penghargaan merupakan salah satu program yang harus diberikan pimpinan kepada karyawan. Penghargaan tersebut dapat berupa penghasilan yang diperoleh Karyawan sebagai imbalan atau balas jasa atas pekerjaan yang dilakukan Karyawan. Penghargaan tersebut jika dilaksanakan dengan baik, maka para Karyawan merasakan suasana yang membuat mereka senang bekerja. Para Karyawan akan bekerja dengan baik dan benar, kualitas kerja maupun volume kerja meningkat, waktu untuk mencapai target yang telah ditetapkan akan terpenuhi apabila penghargaan yang berupa gaji, upah, intensif materi, maupun intensif non materi yang mereka terima baik. Atau dengan kata lain etos kerja dari Karyawan itu akan dicapai dengan baik apabila tingkat penghargaan yang diterima oleh Karyawan baik. Berdasarkan pemikiran ini, maka dapat diduga bahwa makin baik pemberian penghargaan kepada para Karyawan, maka makin baik pula etos kerja mareka. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa terdapat pengaruh pemberian penghargaan terhadap etos kerja karyawan.

(15)

Terhadap peningkatan etos kerja karyawan melalui pemberian penghargaan, Sastrohadiwiryo (2009: 120) yang mengulas tentang sistem pemberian penghargaan yang salah satunya adalah imbalan berdasarkan kinerja, disebutkan bahwa “sistem imbalan dapat meningkatkan motivasi tenaga kerja untuk bekerja lebih efektif, meningkatkan produktifitas dalam perusahaan serta mengimbangi kekurangan dan keterlibatan komitmen yang menjadi ciri angkatan kerja masa kini.

Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa penghargaan dapat menjadi pendorong seseorang untuk bekerja, juga berpengaruh terhadap moral dan disiplin tenaga kerja. Sehingganya perusahaan seharusnya dapat memberikan penghargaan yang sesuai dengan beban kerja yang dipikul tenaga kerja.

Dalam uraiannya Notoatmodjo (2008: 153-54) mengemukakan bahwa penghargaan sangat penting bagi karyawan itu sendiri sebagai individu, karena besarnya penghargaan merupakan pencerminan atau ukuran nilai pekerjaan karyawan itu sendiri. Sebaliknya besar kecilnya penghargaan dapat mempengaruhi prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Apabila penghargaan diberikan secara tepat dan benar maka para karyawan akan memperoleh kepuasan kerja dan termotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Sebaliknya apabila penghargaan yang diberikan tidak memadai atau kurang tepat maka prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja sebuah karyawan akan menurun.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa pada hakikatnya penghargaan sangat memegang peranan penting dalam

(16)

meningkatkan motivasi kerja karyawan sebuah perusahaan yang nantinya akan mengarah peningkatan etos kerja. Uraian tersebut memberikan gambaran pula bahwa besar kecilnya atau tepat tidaknya pemberian penghargaan cukup menentukan motivisi kerja dan etos kerja karyawan.

Setelah diuraikan di atas tentang penghargaan maka dapat disimpulkan bahwa penghargaan dapat dilakukan, sebab di samping untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan, juga akan memacu kerja dan kinerja karyawan sehingga produktifitasnya meningkat.

D. Kendala-Kendala yang Dihadapi dalam Pemberian Penghargaan

Seorang pegawai yang hendak diberikan penghargaan, biasanya oleh pejabat atau instansi yang mewadahinya mempertimbangkan berbagai aspek yang bisa mempengaruhinya. Pegawai negeri sipil yang memiliki kinerja buruk sudah barang tentu tidak akan diberikan apresiasi atau penghargaan kepadanya, meskipun turut dipengaruhi oleh beberapa penyebab.

Penyebab kinerja buruk tidak hanya berasal dari diri pribadi seorang pegawai negeri sipil. Menurut Snell dan Wexley (dalam A Dale Timpe, 2010: 329-330) menegaskan, ada tiga elemen yang menjadi penyebab, yaitu: (1) Tingkat keterampilan; (2) Tingkat upaya; dan (3) Kondisi eksternal.

Tingkat keterampilan merupakan kompetensi yang diperlihatkan oleh pegawai negeri sipil dalam menjalankan tugas sesuai dengan pengalaman dan kualifikasi akademik sebagai pendukungnya. Semakin banyak pengalaman dan tingginya kualifikasi akademik, jelas keterampilan yang dimiliki seorang pegawai negeri pun semakin baik. Pada tingkat upaya, kinerja diasumsikan bahwa seorang

(17)

pegawai negeri sipil berkenan dengan berbagai usaha yang diperlihatkan ketika menyelesaikan tugas-tugas dan mampu memecahkan berbagai masalah dalam pekerjaannya. Kondisi eksternal merupakan suatu keadaan yang memperlihatkan adanya pengaruh dari luar diri sang pegawai negeri sipil. Dalam hal ini kondisi ini bertalian langsung dengan situasi di sekelilingnya.

Selanjutnya, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai negeri sipil menurut Michael Amstrong, & Angela Baron (2007: 16-17) bahwa kinerja dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang harus diperhatikan yaitu: (1) faktor personal (individu) kemampuan kecakapan, motivasi dan komitmen individu; 1) Faktor kepemimpinan-kualitas dukungan, bimbingan dan support yang

diberikan manager dan para pemimpin tim;

2) Faktor tim/kelompok kualitas dukungan yang diberikan oleh teman/partner; 3) Faktor sistem-sistem kerja dan fasilitas yang diberikan oleh organisasi;

4) Faktor kontekstual (situasional) tekanan lingkungan dari dalam dan dari luar serta perubahan-perubahan.

Bila mengamati kebiasaan yang dilakukan dalam pemberian penghargaan kepada pegawai negeri sipil selama ini, dapat ditemukan adanya unsur subjektivitas. Unsur ini lebih mementingkan adanya sesuatu yang dianggap menguntungkan ketika penghargaan diberikan. Atau dengan kata lain, pemberian pengharagaan hanya ditujukan kepada pegawai yang sudah lama mengabdi, tanpa melihat kualitas kinerja dan kualitas pelayanan yang diberikan. Di sisi lain, bagi pegawai yang sebenarnya memiliki kelayakan untuk menerima penghargaan, justru akan

(18)

memperlihatkan sikap apatis. Akibatnya kualitas kerjanya bisa saja menjadi menurun.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam menerima dan menyerap pelajaran juga mempengaruhi perubahan nilai siswa, sehingga guru ingin meningkatkan kemampuan belajar

Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh yang bermanfaat dari kombinasi yang sesuai dari tingginya tekanan anggaran dan partisipasi anggaran dalam situasi kesukaran tugas

Sesuai dengan tujuan penulisan Kefias Kerja Wajib yang bahan - bahannya diperoleh dari hasil Praktik Kerja Lapangan, maka isi KKW-pun harus meliputi seluruh

mempunyai warna dan corak yang seragam. Disamping digunakan sebagai dinding juga digunakan sebagai penutup dinding dan sebagai dekorasi. Batu Bata Pasir –

Mempresentasikan hasil verifikasi data tentang gerak dan kedudukan Matahari, Bulan, dan Bumi, serta pengaruhnya terhadap kehidupan. 0 Menyampaikan laporan hasil

KTU/staf administrasi berkewajiban mengembalikan atau menyampaikan koreksian tersebut ke dosen pengusul proposal, disertai surat pemberitahuan dan bukti hasil koreksi

Bab ketiga adalah berisi tentang pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Kranji kecamatan Paciran kabupaten, yang meliputi praktik bilas

Kepala Subbagian Tata Usaha 1 Pengadministrasi Umum 2 Pengemudi Ambulan 3 Analis Rencana Program dan Kegiatan 4 Bendahara 5 Verifikator Keuangan 6 Pengelola Pemanfaatan Barang