• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN KULIT BANGUNAN YANG BERKELANJUTAN PADA WISMA ATLET DI SENAYAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN KULIT BANGUNAN YANG BERKELANJUTAN PADA WISMA ATLET DI SENAYAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN KULIT BANGUNAN

YANG BERKELANJUTAN PADA

WISMA ATLET DI SENAYAN

Andi Friska Damayanti

Universitas Bina Nusantara, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia

Abstrak

Olahraga dapat menjadi batu loncatan sebagai pemersatu bangsa. Dalam ajang Sea Games, Indonesia sudah 14 tahun tidak pernah meraih kemenangan lagi. Penurunan prestasi ini menjadi masalah yang penting bagi eksistensi bangsa ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya faktor fasilitas pendukung bagi para atlet seperti tempat peristirahatan atlet dan fasilitas latihan bagi para atlet.

Tempat peristirahatan para atlet Jakarta terletak di wisma atlet, Senayan; yang sekarang ini tidak berfungsi lagi karena perawatan pada bangunan yang minim sehingga membuat ruangan menjadi berbau tidak sedap dan ruangan gelap. Oleh karena itu, bangunan ini perlu dirancang dengan sistem hemat energi sehingga dapat meminimalisasikan perawatan baik pada pencahayaan maupun penghawaan.

Metode yang dilakukan adalah merancang sebuah sistem kulit bangunan yang hemat energi dan memberikan suasana ruang yang kondusif untuk para atlet agar dapat beristirahat dengan nyaman.

Kulit bangunan yang efektif adalah dapat memasukkan cahaya antara 60-120 lux dan luas lubang ventilasi yang efektif agar dapat memasukkan udara minimal 10% dari luas bangunan. Untuk menyaring udara agar bersih dengan menggunakan vertical garden.

(2)

1.

Bab I

I.1

Latar Belakang

Olahraga dapat menjadi batu loncatan sebagai pemersatu bangsa, daerah dan negara lainnya, baik di dalam skala nasional maupun internasional. Dalam setiap skala, negara-negara atau bangsa-bangsa yang menjadi peserta berusaha untuk dapat mengirimkan atlet-atlet yang terbaik untuk meraih kehormatan pada berbagai ajang olahraga. Akan tetapi di dalam beberapa ajang olahraga tersebut, Indonesia mengalami penurunan prestasi.

Penurunan prestasi ini menjadi masalah yang penting bagi eksistensi bangsa ini. Sebagai jantung ibukota, di Jakarta, kawasan yang cukup baik dan lengkap dengan lingkungan yang menunjang sebagai fasilitator untuk pusat tempat latihan para atlet yaitu berada di Kawasan Gelora Bung Karno. Namun ketersediaan kebutuhan bagi para atlet di Senayan masih kurang memenuhi kriteria yang layak. Oleh karena itu, dalam setiap kawasan perlu didirikannya wisma atlet yang terdiri dari kompleks hunian atlet serta segala macam fasilitas olahraga yang mampu memicu peningkatan prestasi atlet itu sendiri.

  Gambar 1.1 Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta

Sumber: www.worldstadiums.com   

Awalnya, wisma atlet yang berada di Jln. Pintu Satu Senayan, Jakarta Pusat ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan para atlet dengan berbagai fasilitas yang ada di dalamnya. Akan tetapi kebutuhan yang mereka butuhkan tidak tersedia dan secara kondisi fisik bangunan dari wisma atlet ini sangat jauh dari yang diharapkan oleh para atlet, seperti kurangnya pencahayaan dan pengudaraan yang baik di dalam bangunan, sehingga mengakibatkan

(3)

penggunaan energi listrik yang berlebihan pada bangunan ini, seperti lampu dan AC.

Ide untuk mendesain ulang kawasan wisma atlet ini adalah salah satu upaya yang dapat dijadikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan kawasan tersebut di masa yang akan datang. Selain membuat redesain terhadap bangunan eksisting, ide lainnya adalah dengan menghancurkan atau mengganti satu bangunan dengan bangunan baru.

Foto 1.1 Kondisi Tampak/Kulit Bangunan Wisma Atlet Sumber: Survei Lapangan

(4)

Oleh karena itu, bangunan wisma atlet ini perlu dirancang dengan konsep

green building yang berlandaskan sustainable design karena dapat memberikan 3 aspek yang berkaitan dengan aspek berkelanjutan yaitu:

- Sosial; dapat memperbaiki kehidupan sosial di lingkungan wisma atlet.

- Budaya; dapat menjaga prinsip dan identitas kebudayaan yang beragam di dalam bermasyarakat.

- Ekonomi; menjaga kehidupan ekonomi yang bersifat produktif untuk mendukung kebutuhan hidup masyarakat di lingkungan wisma atlet.

Gambar 1.2 Tiga Aspek Penting dalam Sustainable Design Sumber: en.wikipedia.org

Salah satu unsur elemen arsitektur, yaitu kulit bangunan, memiliki peran sebagai transisi ruang luar dan dalam, bangunan; dalam memberikan pencahayaan serta penghawaan secara alami yang masuk ke dalam bangunan dengan optimal dan ruang urban, dimana akhirnya kulit bangunan akan membentuk karakter wajah kota. Peran ini menjadikan kulit bangunan mendapatkan perhatian lebih oleh perancang dan masyarakat daripada elemen bangunan lainnya. Fungsinya yang sebagai fungsi kultural dan estetis, ditambah dengan kebebasan kulit bangunan dari struktur, membuka kesempatan baru bagi perancang, terutama arsitek untuk bebas bereksperimen, mengetes batas arsitektur yang ada, mempertanyakan pandangan tradisional dan mencari lebih lanjut tentang material dan konsepnya (Schittich, 2006).

(5)

Oleh karena bangunan wisma atlet yang kurang terawat, maka dengan menerapkan sistem kulit bangunan yang baru, secara otomatis fungsi kultural dan estetis kulit bangunan akan terpenuhi bagi kota dan lingungan sekitarnya.

I.2

Maksud dan Tujuan

Maksud dan sasaran arsitektural dari proyek:

• Menerapkan kulit bangunan pada bangunan wisma atlet di Senayan agar dapat menghemat energi melalui pencahayaan dan penghawaan alami pada bangunan.

• Memberikan suasana ruang yang kondusif untuk para atlet agar dapat beristirahat dengan nyaman.

• Turut serta dan memberikan contoh dalam melestarikan konsep green building.

• Tidak merusak lingkungan dan membahayakan kehidupan manusia. Tujuan arsitektural dari proyek:

• Menghasilkan dan merenovasi desain kulit bangunan pada wisma atlet Senayan, Jakarta.

I.3 Lingkup

Pembahasan

Menilik dari awal perkembangan arsitektur pada zaman lampau, manusia telah menggunakan akalnya untuk melindungi diri mereka dari kekuatan yang berdampak negatif bagi mereka. Elemen-elemen alam seperti hujan, angin, panas, dingin dan serangan hewan buas menjadi alasan mereka untuk membuat lingkungan yang terkondisi. Atap dan/atau dinding sebagai kulit bangunan (Lukman, 2006) membuat lingkungan yang terkondisi ini hadir dengan pertimbangan tingkat kenyamanan dan juga berfungsi sebagai transisi ruang privat dan ruang publik (bangunan dan ruang urban).

Pada akhir abad 19 setelah terjadinya revolusi industri terdapat banyak perubahan yang terjadi di dunia konstruksi bangunan serta penemuan baja dan kaca sebagai material bangunan baru. Dengan penemuan material baru ini, banyak bangunan yang membuat kulit bangunan hanya mengejar

(6)

dematerialization (Schittich, 2006) yang bertolak belakang dengan sifat kulit bangunan di zaman sebelumnya.

Pada zaman modern sekarang ini, banyak yang mempertanyakan tentang fungsi utama dari kulit bangunan yang merupakan unsur penting di dalam dunia arsitektur. Kulit bangunan berperan penting dalam memberikan akses untuk cahaya dan udara ke dalam bangunan. Adapun beberapa contoh kulit bangunan yang menerapkan konsep green building, yaitu:

Gambar 1.3 Penerapan Cladding pada Bangunan Sumber: Pribadi

Dari gambar di atas, terlihat bahwa manfaat dari cladding dapat mempengaruhi pencahayaan dan sirkulasi udara sehingga meminimalisir penggunaan lampu dan AC yang berdampak pada penghematan energi.

Aspek pencahayaan dan penghawaan alami merupakan bagian penting di dalam kulit bangunan. Menurut Ken Yeang (2007), untuk membuat penghawaan alami, perlu didukung dengan membuat ruang terbuka hijau (RTH) baik di dalam tapak maupun di dalam bangunan. Dalam pencahayaan alami, banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bangunan ditentukan berdasarkan bentuk dan

(7)

ukuran jendela, serta orientasi dan bentuk bangunan. Bentuk bangunan tidak hanya memperhatikan bentuk luarnya saja, melainkan bentuk ruang di dalam bangunan itu sendiri. Selain itu, pencahayaan alami juga bisa didapatkan melalui atap bangunan dengan penggunaan skylight.

Oleh karena itu, bangunan Wisma Atlet dapat menerapkan prinsip

cladding ini dengan beberapa penyesuaian, sehingga memberikan pencahayaan dan sirkulasi udara yang maksimal.

I.4 Metode

Penelitian

Adapun tahapan-tahapan metode yang akan dilakukan untuk penelitian ini, yaitu:

a. Melakukan studi literatur guna mengetahui tentang kriteria kulit bangunan yang efektif.

b. Melakukan survei ke wisma atlet, baik secara literatur maupun lapangan, untuk mendapatkan perbandingan dan permasalahan dari tiap wisma atlet yang ada.

c. Melakukan analisa dan menemukan hipotesa dari setiap studi literatur maupun lapangan mengenai wisma atlet dan kulit bangunan.

I.5 Sistematika

Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penyusunan karya tulis tugas akhir ini dibedakan menjadi 5 bagian besar, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini, penulis membahas mengenai latar belakang proyek, latar belakang topik dan tema. Penulis juga membahas mengenai maksud dan tujuan arsitektural dari proyek. Selain itu, pada bab ini juga memuat lingkup pembahasan yang difokuskan pada pelaksanaan suatu pekerjaan, metode yang digunakan dalam penelitian, dan sistematika pembahasan yang berisi kerangka berpikir dari metode yang digunakan.

(8)

BAB II TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI

Dalam bab ini, penulis membahas mengenai tinjauan umum dari proyek, tinjauan khusus topik dan tema, kelengkapan data lainnya, dan relevansi pustaka pendukung (landasan teori, studi literatur, dan studi banding).

BAB III PERMASALAHAN

Dalam bab ini, penulis membahas mengenai identifikasi permasalahan arsitektural yang digali dan dikaji dari hasil tinjauan referensi dan landasan teori. Bagian ini pun memuat rumusan permasalahan arsitektural yang merupakan hasil dari identifikasi permasalahan arsitektural tersebut.

BAB IV ANALISIS

Dalam bab ini, penulis membahas mengenai ketajaman dan relevansi pendekatan perancangan arsitektural sesuai dengan topik. Selain itu, pada bagian ini juga memuat tentang bagaimana penerapan ketajaman dan ketepatan teori arsitektural yang dipadukan dengan pendekatan khusus (topik) di dalam pendekatan perencanaan, yang meliputi: analisis kondisi dan potensi lingkungan (pengolahan lokasi, tapak, orientasi, karakter, sirkulasi, dan sebagainya), analisis kegiatan dan sistem ruang (hubungan kegiatan, kebutuhan ruang, hubungan ruang, program ruang, bentuk ruang, bubble diagram, dan sebagainya), dan analisis sistem bangunan (bentuk bangunan, struktur, dan utilitas bangunan).

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Dalam bab ini, penulis membahas mengenai dasar perencanaan dan perancangan, konsep perencanaan dan perancangan (lokasi, tapak, ruang, estetika bangunan, struktur, dan utilitas bangunan), penekanan khusus dari konsep perencanaan dan perancangan, dan tuntutan rancangan.

(9)

I.6 Kerangka

Berpikir

Gambar 1.4 Kerangka Berpikir Sumber: Pribadi

LATAR BELAKANG

AKTUALITA

Wisma atlet Senayan yang bernama Wisma Fajar sudah tidak digunakan lagi sebagai wisma atlet

URGENSI

Perlunya perenovasian kulit bangunan dan ruang wisma atlet di Senayan

ORIGINALITAS

Kulit bangunan pada wisma atlet di Senayan berdasarkan sustainable design

MAKSUD dan TUJUAN

Menghasilkan dan merenovasi desain kulit bangunan pada wisma atlet Senayan, Jakarta

PERMASALAHAN TINJAUAN UMUM Wisma Atlet Sustainable design TINJAUAN KHUSUS Kulit bangunan yang berlandaskan green design LANDASAN TEORI ANALISIS Analisa permasalahan berdasarkan faktor yang mempengaruhi kulit bangunan

KONSEP PERANCANGAN

Hasil dan kesimpulan dari analisis permasalahan SKEMATIK DESAIN PERANCANGAN PENELITIAN

JUDUL TUGAS AKHIR

PENERAPAN KULIT BANGUNAN YANG BERKELANJUTAN PADA WISMA ATLET DI SENAYAN, JAKARTA

(10)

2.

Bab II

II.1 Tinjauan

Umum

II.1.1 Wisma Atlet

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001, wisma adalah bangunan tempat tinggal, kantor, dan sebagainya; kumpulan rumah, kompleks perumahan, permukiman. Sedangkan atlet adalah olahragawan, terutama yang mengikuti perlombaan atau pertandingan (kekuatan, ketangkasan, dan kecepatan).

Maka, wisma atlet adalah sarana hunian yang diperuntukkan bagi para atlet untuk dapat beristirahat dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan keatletan, seperti pembinaan, pemusatan latihan, dan sebagainya, sebelum menjalani pertandingan untuk lebih fokus menyiapkan konsentrasi, mental, tenaga, pikiran, strategi, dan sebagainya.

Fasilitas yang ada di wisma atlet, antara lain: hunian atlet, hunian pelatih, kantor pengelola, ruang makan, ruang serbaguna, hall of fame, lapangan pemanasan, ruang fisik, ruang rekreasi serta beberapa fasilitas pendukung dan servis.

Gambar 2.1 Wisma Atlet di Palembang Sumber: www.inilah.com 

(11)

Gambar 2.2 Wisma Atlet di Palembang Sumber: www.inilah.com 

II.1.2 Atlet

Atlet, berasal dari bahasa Yunani; athlos yang berarti “kontes” adalah orang yang ikut serta dalam suatu kompetisi olahraga kompetitif. Atlet adalah orang yang menjadikan olahraga sebagai kegiatan profesional, kalangan ini umumnya dibayar tinggi, memerlukan latihan ekstensif (tidak hanya bakat alam tapi lebih pada bakat praktis yang didapat dari praktek dan pembimbingan).

Seorang atlet adalah individu yang memiliki keunikan tersendiri. Dalam beberapa cabang olahraga, atlet harus melakukannya secara berkelompok atau beregu, pertimbangan bahwa seorang atlet sebagai individu yang unik perlu dijadikan landasan pemikiran. Karena, misalnya di dalam olahraga beregu, kemampuan adaptif individu untuk melakukan kerjasama kelompok sangat menentukan perannya kelak di dalam kelompoknya.

Adalah sesuatu hal yang mustahil untuk menyamaratakan kemampuan atlet satu dengan yang lainnya, karena setiap individu memiliki bakat masing-masing. Bakat yang dimiliki atlet secara individual inilah yang sesungguhnya layak untuk memperoleh perhatian secara khusus agar para atlet dapat memanfaatkan potensi-potensinya yang ada secara maksimum.

(12)

II.1.3 Lingkungan

Menurut Monty P. Satiadarma, 2007,  lingkungan mencakup situasi, kondisi, keadaan luar, interaksi atlet dengan atlet lain, dengan pelatih, dengan lawan tanding, penonton, peliput olahraga, serta juga terkait dengan kondisi fisik perlengkapan, fasilitas dan lain-lain. Dalam berbagai jenis olahraga, lingkungan juga terkait dengan masalah cuaca dan medan pertandingan. Di samping itu, lingkungan juga mencakup keutuhan kelompok, kebersamaan kelompok, sifat saling membantu di antara anggota kelompok, perasaan bangga, dan lain-lain. Lingkungan memiliki aspek cakupan yang luas, karenanya sejumlah aspek penting seringkali luput dari pengamatan.

Dukungan lingkungan yang besar mungkin dapat memberi dampak positif bagi performa atlet; sebaliknya kondisi lingkungan yang terlalu menekan cenderung memberi dampak negatif pada atlet.

Oleh karena itu, peran lingkungan sekitar dengan pengolahan secara maksimal dapat memberikan distribusi yang baik terhadap pencahayaan dan penghawaan alami yang dapat masuk ke dalam bangunan.

II.1.4 Ruang

Immanuel Kant, berpendapat bahwa ruang bukanlah sesuatu yang objektif atau nyata, tetapi merupakan sesuatu yang subjektif sebagai hasil pikiran dan perasaan manusia. Sedangkan Plato berpendapat bahwa ruang adalah suatu kerangka atau wadah dimana objek dan kejadian tertentu berada.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ruang adalah suatu wadah yang tidak nyata tetapi dapat dirasakan oleh manusia. Perasaan persepsi masing-masing individu melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, dan penafsirannya.

Ruang arsitektur menyangkut ruang dalam dan ruang luar. Pada umumnya dikatakan bahwa ruang dalam (interior) dibatasi oleh tiga bidang, yaitu alas/lantai, dinding, dan langit-langit/atap. Sedangkan ruang

(13)

luar adalah ruang yang terjadi dengan membatasi alam hanya pada bidang alas dan dindingnya.

Ruang dapat memberikan kontribusi yang baik terhadap pencahayaan dan penghawaan alami melalui pengolahan ruang yang baik.

Untuk memudahkan pencapaian terhadap suatu ruang, diperlukan karakteristik dari ruang tersebut. Hal ini diperlukan untuk mendukung dan membedakan kegiatan-kegiatan yang dilangsungkan di dalamnya.

Karakteristik dari tempat dapat membuat seseorang untuk bersatu atau berpisah (Zeisel, 1991). Karakteristik ruang meliputi:

1. Bentuk ruang

Ruang selalu memiliki bentuk. Menurut Zeizel (1991), bentuk merupakan bagian dari suatu keadaan yang dapat mengubah pola interaksi manusia. Bentuk memberikan pengaruh utama secara visual dan hubungan persepsi. Jika diinginkan, bentuk dapat memberikan petunjuk yang menganggap area dalam satu bagian menjadi bagian lain yang terpisah.

2. Orientasi ruang

Menurut Zeizel (1991), penggunaan ruang untuk suatu kegiatan tertentu sering kali terkait dengan bagaimana ruang tersebut ditemukan. Orientasi ruang dapat memberikan peluang agar ruang tersebut mudah ditemukan, dilihat, diawasi, dan dicapai.

3. Ukuran ruang

Hubungan kedekatan sosial antar manusia menurut Zeizel, 1991 (dalam FX Agus Jauhari, 1999) dpat terlihat sebagai jarak sosial. Jarak tersebut diaransemen oleh ukuran ruang. Pada ruang dengan ukuran lebih besar, orang – orang lebih mudah melakukan pemisahan diri sedangkan pada ruang ukuran lebih kecil orang – orang akan berada dalam suatu kebersamaan.

4. Pembatas ruang

Zeizel (1991) menyatakan bahwa pembatas ruang adalah semua elemen fisik yang dapat mempersatukan atau memisahkan manusia

(14)

ke dalam suatu dimensi. Pembatas juga menjelaskan perbedaan suatu kepemilikan, antara suatu tempat yang diperbolehkan dan dilarang. Dengan demikian unsur pembatas ini sangat menentukan pengambilan keputusan tentang ruang yang akan digunakan. Elemen fisik yang dimaksud dapat berupa dinding, pagar, tanaman, atau faslitas umum.

5. Kondisi ruang

Kondisi ruang terkait dengan temperatur, polusi udara dan kebisingan. Pada ruang dengan suhu atau kebisingan yang berlebihan, manusia cenderung menghindar (Wirawan, 1992). Sebaliknya manusia akan memanfaatkan bila kondisi ruang menunjukkan kondisi teduh, nyaman, dan tidak polusif.

II.2 Tinjauan

Khusus

Sustainable design adalah suatu desain yang mengurangi pengrusakan lingkungan, hemat energi, selaras dengan alam dan tidak membahayakan kehidupan manusia.

Terdapat beberapa cara untuk menggambarkan sebuah desain berkelanjutan. Salah satu proses pendekatannya menekankan pada penggunaan istilah “4-R”, yaitu:

Reduce (mengurangi)

Reuse (menggunakan kembali)

Recycle (daur ulang)

Regenerate (memperbarui)

Selain cara diatas, adapun beberapa prinsip dasar sustainable design

yang umum diterima adalah meliputi aspek-aspek:

Low-impact material: memanfaatkan bahan non-toxic dan diproduksi secara ramah lingkungan (misalnya: pembuatannya hanya membutuhkan sedikit energi).

‐ Efisiensi energi: menggunakan atau membuat produk yang hanya

(15)

‐ Kualitas dan daya tahan: produk yang berfungsi baik (memiliki umur pakai) secara lama berarti mengurangi perawatan atau penggantian.

‐ Sehat: produk tidak berbahaya bagi pengguna/penghuni dan lingkungan

sekitarnya, bahkan bisa menunjang aspek kesehatan secara luas.

Menurut Werner Lang (2006), saat merancang kulit bangunan perancang harus memenuhi empat aspek penting, yaitu fungsi, konstruksi, bentuk dan ekologi.

Namun, kemajuan teknologi dan tuntutan masyarakat terus berkembang dan selalu mengubah parameter ke-empat aspek pertimbangan di atas. Pada abad 21 ini, aspek fungsi kulit bangunan sebagai aspek pertama, sebagai pelindung elemen-elemen alam. Aspek kedua dan ketiga, penemuan material, alat bantu dan metode produksi baru dan penggabungannya dengan material dan metode konstruksi konvensional membuat pilihan konstruksi dan bentuk kulit bangunan semakin beragam. Aspek keempat adalah mengenai ekologi. Adanya peraturan dan pandangan pemerintah dan masyarakat tentang pentingnya bangunan menjadi ‘bangunan hijau’ berdampak langsung terhadap perancangan kulit bangunan sebagai elemen integral bangunan.

Kulit bangunan diharapkan dapat memberikan dampak positif dan meminimalkan penggunaan energi dalam proses konstruksi dan penggunaannya.

Di masa depan, kulit bangunan akan terus dieksplorasi dengan mengacu pada korelasi yang relevan dan seimbang antara empat aspek pertimbangan dalam merancang kulit bangunan.

Gambar 2.3 Hubungan Empat Aspek Pertimbangan dalam Merancang Kulit Bangunan Sumber: Schittich 2006, 29

Function Construction

(16)

II.2.1 Fungsi Kulit Bangunan

Fungsi dari kulit bangunan adalah mempertahankan suhu dalam bangunan tetap pada zona comfort. Untuk iklim panas berarti meminimalkan internal heat gain.

Kemampuan kulit bangunan untuk mentransmisikan radiasi matahari dalam bentuk energi panas dan cahaya adalah faktor yang sangat penting bagi keseluruhan konsep perhitungan energi di sebuah bangunan.

Contoh penerapan yang dapat diterapkan pada kulit bangunan yaitu:

1. Double glazing system atau sistem double layer glass façade.

2. Warna muda/cerah dan material yang cenderung reflektif meminimalkan solar heat gain, terutama pada atap dan sisi barat bangunan.

3. Insulasi panas secukupnya pada atap dan kulit bangunan.

4. Pilihan material dengan nilai Embodied Energy yang rendah (Low Embodied Energy).

5. Penggunaan vertical garden.

Gambar 2.4 Penerapan Green Skin pada Kulit Bangunan Sumber: www.slideshare.net

(17)

Gambar 2.5 Penerapan Green Skin pada Kulit Bangunan Sumber: www.slideshare.net

Gambar-gambar di atas merupakan penerapan green skin dengan memperhatikan pencahayaan dan sirkulasi udara yang baik.

II.2.2 Bentuk Kulit Bangunan

Bentuk kulit bangunan mempengaruhi ventilasi udara dan pencahayaan dalam bangunan.

A. Ventilasi Udara

Ventilasi udara ada dua jenis yaitu natural ventilation (NV) dan ventilasi silang (cross ventilation). Natural ventilation (NV) bergantung pada pergerakan udara untuk mendinginkan bangunan, sedangkan cross ventilation adalah metode desain dimana strukturnya diatur sebisa mungkin memaksimalkan pergerakan udara melalui bangunan. Berikut adalah skematik gambar cross ventilation dan

(18)

Gambar 2.6 Skematik Cross Ventilation Sumber: Sumber: www.slideshare.net

Gambar 2.7 Skematik Clear Way – Blocked Way Sumber: www.slideshare.net

Gambar 2.8 Skematik Pembelokan Angin Sumber: www.slideshare.net

Gambar 2.9 Skematik Natural Ventilation Sumber: www.slideshare.net

(19)

Menurut Dinata (2007), syarat ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:

1. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5% dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.

2. Udara yang masuk harus bersih, tidak tercemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot kendaraan, debu dan lain-lain.

3. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barang-barang besar, misalnya lemari, dinding, sekat, dan lain-lain.

Dewasa ini banyak kulit bangunan yang tidak sejalan dengan ventilasi udara, dalam arti kulit bangunan berdiri sendiri tanpa memperhatikan ventilasi udara. Untuk itu, dalam penelitian ini, penulis ingin memaksimalkan antara kulit bangunan dengan ventilasi udara.

B. Pencahayaan Alami dalam Bangunan

Desain bangunan dan jendela yang memanfaatkan pencahayaan alami mendapatkan keuntungan untuk menghemat penggunaan energi listrik dan mengurangi energi yang dibutuhkan untuk mendinginkan bangunan. Adapun beberapa contoh sistem pencahayaan alami berdasarkan kulit bangunan.

Gambar 2.10 Skematik Pencahayaan Alami Berdasarkan Kulit Bangunan Sumber: www.slideshare.net

(20)

Gambar 2.11 Skematik Pencahayaan Alami Berdasarkan Kulit Bangunan Sumber: www.slideshare.net

Jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan (Azwar, 1990). Pencahayaan alami menurut Suryanto (2003), dianggap baik jika besarnya antara 60-120 lux dan buruk jika kurang dari 60 lux atau lebih dari 120 lux.

Sistem pencahayaan pada gambar di atas menimbulkan banyak efek tergantung kebutuhan desain dan intensitas cahaya yang diinginkan. Cahaya yang masuk bersumber dari cahaya terang langit atau biasan dari matahari, sehingga cahaya tidak terlalu terik. Sistem ini menimbulkan efek yang menyebar ke seluruh ruangan.

II.2.3 Konstruksi Kulit Bangunan

Konstruksi kulit bangunan ada dua macam, yaitu konstruksi kulit bangunan yang menempel pada bangunan utama dan ada yang terpisah dari bangunan utama (secondary skin), tergantung pada kebutuhan dan desain bangunan itu sendiri.

(21)

Gambar 2.12 Secondary Skin yang Menempel pada Bangunan Utama Sumber: astudioarchitect.com

Gambar 2.13 Secondary Skin yang Terpisah dari Bangunan Utama Sumber: www.homedesignfans.com

II.2.4 Ekologi Kulit Bangunan

Penerapan kulit bangunan harus memperhatikan lingkungan sekitar agar tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Untuk

(22)

itu, material yang digunakan pada kulit bangunan dapat didaur ulang dan tidak menyebabkan polusi bagi lingkungan sekitarnya.

Adapun contoh bangunan yang menerapkan ekologi kulit bangunan yang baik, seperti penerapan vertical garden pada kulit bangunan, penerapan fotovoltaik sebagai sumber energi untuk bangunan itu sendiri.

Gambar 2.14 Contoh bangunan dengan menerapkan vertical garden dan fotovoltaik Sumber: www.slideshare.net 

 

II.2.5 Tipologi Fisik Bangunan

Terdapat tiga sistem utama susunan denah, yaitu sistem linear (bentuk T, U, H, I), menyebar (comb-like) dan sentral/pusat. Susunan denah ini dipengaruhi oleh tapak, peraturan pemerintah, desain urban lingkungan sekitar, program, tipe ruang dan servis. Pemilihan susunan denah secara integral akan menentukan posisi ruang-ruang dan menentukan jarak antar-ruang.

(23)

Gambar 2.15 Berbagai Macam Sistem Utama Susunan Denah Sumber: research and technology buildings

II.3 Kelengkapan Data dan Relevansi Pustaka Pendukung

II.3.1 Data Umum/Gambaran Proyek

• Kasus Proyek

Kondisi wisma atlet di Senayan saat ini cukup memprihatinkan, karena bangunan yang tidak terawat dan luasan dari ruangan di setiap unit kurang sesuai dengan kebutuhan para atlet di jaman sekarang ini.

Desain wisma atlet ini awalnya diperuntukkan sebagai mess bagi pegawai Singapura di Jakarta. Namun dengan seiring waktu, bangunan ini berpindah tangan ke pihak pengelola Gelora Senayan dan diubah fungsinya menjadi wisma atlet sehingga susunan ruang dan layout denahnya tidak sesuai dengan kebutuhan para atlet pada umumnya.

Beberapa kamar dengan ukuran 3 x 3 meter memiliki pencahayaan dan penghawaan yang kurang baik yang diakibatkan dari bukaan yang minim pada kulit bangunan. Kondisi ini membuat kenyamanan dan kesehatan atlet berkurang.

• Pemilik Proyek

Wisma atlet di kawasan Senayan ini dimiliki oleh Pengelola dan Pengembangan Komplek Gelora Bung Karno (PPGBK).

(24)

• Besara B maksim • Lahan Luas la Kelilin GSB KDB Luas la Maksim KLB Luas to

U

an Proyek erdasarkan mum ± 10.89 Tapak ahan ng antai dasar y mum lapis otal banguna perhitungan 91,18 m2

.

Gambar 2 Sumber: ww yang boleh d an yang bole n KLB pr 2.16 Lokasi Ta ww.tatakota-jak dibangun eh dibangun royek ini m apak kartaku.net : 10.891,18 : 477,74 m : 10 m : 20% : 20% x 10. 2.178,24 m : 24 lapis : 2,5 : 2,5 x 10.89 27.227,95 memiliki lu m2 891,18 = m2 91,18 = m2 uasan

(25)

• Letak Letak p Lokasi - Ut

U

Proyek G proyek di Jln i tapak berba tara

U

Gambar 2 Sumb Gambar 2.18 L Sumb n. Pintu Satu atasan denga : Jln. Pint 2.17 Peta Lokas ber: Google M Lokasi Tapak D ber: Google Ea u Senayan, J an: tu Satu Sena si Tapak Maps Dalam Satelit arth Jakarta Pusat ayan t

(26)

- Selatan : Jln. Manila, Kebayoran Lama - Barat : Gedung KONI Pusat

- Timur : Hotel Athlete Century Park

II.3.2 Studi Lapangan

→ Wisma Atlet Fajar, Senayan

Wisma Fajar, Senayan ini didirikan pada tahun 1974 dan mulai digunakan pada tahun 1980. Awalnya Wisma Fajar diperuntukkan sebagai mess bagi pegawai Singapura di Jakarta. Namun seiring berjalannya waktu, mess tersebut akhirnya berpindah tangan ke pengelola Gelora Bung Karno Senayan, sehingga susunan ruang dan layout denahnya pun tidak seperti wisma atlet pada umumnya.

Foto 2.1 Kondisi Ruang Bersama Wisma Fajar Sumber: Survei Lapangan

Luasan ruang yang cukup besar, namun hanya memiliki bukaan yang minim.

(27)

Foto 2.2 Kondisi Wisma Fajar Sumber: Survei Lapangan

Foto 2.3 Kondisi Kantin Wisma Fajar Sumber: Survei Lapangan

Bentuk bangunan massif, dengan memiliki bukaan yang minim membuat kurangnya pencahayaan dan sirkulasi udara yang masuk ke dalam bangunan

Fasilitas kantin yang sangat jauh dari kondisi

(28)

Wisma Fajar terdiri dari 3 tower, pada masing-masing tower memiliki 10 lantai dan di setiap lantai memiliki 2 unit sehingga pada 1 towernya terdapat 20 unit. Di setiap unit memiliki 3 kamar tidur, 2 kamar mandi/WC, 1 ruang bersama, 1 dapur, 1 kamar pembantu dan 1 kamar mandi/WC pembantu. Di beberapa kamar dan lorong, kondisi pengudaraan alaminya terasa kurang baik, termasuk kondisi pencahayaan alaminya.

Gambar 2.19 Denah Wisma Fajar Sumber: Survei Lapangan

(29)

layak kuran F Selain itu k untuk par ng nyaman Lorong merup yang p mendap dan sir ya Foto 2.4 Kondis Sum u, kantin dan ra atlet sehi bahkan stre g di dalam un pakan ruang paling kurang patkan cahay rkulasi udara ang baik si Ruang dalam mber: Survei La n fasilitas pen ingga memb

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menambahkan beberapa tekstur yang ada pada wallpaper dinding , dengan guratan yang memiliki artistik tinggi dan polaketebalan yang dapat memunculkan percikan kreatif

No Nama Penelitian Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 1 Yuli Handayani (2010) Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit Ispa Pneumonia Pada Balita Di

Pada ketiga lokasi pengamatan yaitu Gosong Susutan, Pulau Kelagian, dan Pulau Unang-unang hanya ditemukan satu jenis spesies kima yakni Tridacna squamasa dan kelompok

Bapak dan Ibu Subagyo yang telah memberikan kasih sayang kepada penulis sehingga. skripsi ini

Akreditasi Nasional yang selanjutnya disebut dengan Logo KAN untuk digunakan oleh lembaga sertifíkasi (antara lain: sistem manajemen mutu, sistem manajemen lingkungan),

Dari uraian diatas menyatakan secara tegas bahwa warisan bersama umat manusia adalah segala sesuatu yang mempengaruhi hidup banyak orang atau memiliki pengaruh besar

Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

Industri pangan mempunyai tanggung jawab langsung dalam pencapaian status kesehatan dan gizi masyarakat yang lebih baik dalam perannya sebagai penyedia produk