22 2.1 Perlindungan Hukum
2.1.1 Pengertian perlindungan hukum.
Indonesia merupakan negara hukum, mengartikan bahwa negara Indonesia segala sesuatunya berdasarkan atas hukum bukan hanya semata-mata atas kekuasaan belaka. Hal ini juga berkaitan dengan jaminan oleh negara untuk memberikan perlindungan hukum kepada setiap warga negaranya. Secara umum perlindungan hukum di Indonesia dilakukan berdasarkan alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Amandemen ke IV yang menyatakan bahwa “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia . . . maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia . . . .” Rumusan tersebut mendasari prinsip pengakuan dan perlindungan hukum di Indonesia.
Hukum adalah seperangkat norma atau kaedah yang berfungsi mengatur tingkah laku manusia dengan tujuan untuk ketentraman dan kedamaian
didalam masyarakat.22 Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah
memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang
lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati
semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.23 Sedangkan perlindungan hukum
diartikan sebagai tindakan untuk melindungi atau memberikan pertolongan
kepada subyek hukum dengan atau melalui instrumen-instrumen hukum.24
Secara umum perlindungan hukum pada hakekatnya memberi perlindungan yaitu memberi kedamaian yang intinya adalah keadilan.
Sejalan dengan itu menurut Johanes Gunawan, perlindungan hukum
terhadap konsumen dapat dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no
conflict/pre purchase) dan/atau pada saat setelah terjadinya transaksi (conflict/post purchase).25 Perlindungan hukum terhadap konsumen yang dapat
dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no conflict/pre purchase)
dapat dilakukan dengan cara antara lain:
1. Legislation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi dengan memberikan perlindungan kepada konsumen melalui peraturan perundang-undangan yang telah dibuat. Sehingga dengan adanya peraturan perundang tersebut diharapkan konsumen memperoleh perlindungan sebelum terjadinya transaksi, karena telah ada batasan-batasan dan ketentuan yang mengatur transaksi antara konsumen dan pelaku usaha.
23I Gusti Ngurah Udra Sanjaya, 2010, “Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Kontrak Kerjasama Pemberian Kredit Terhadap Karyawan Tetap (Kretap) di PT. BRI (Persero) Tbk. Cabang Denpasar, Tesis Magister Kenotariatan, Universitas Brawijaya, Malang, h. 27.
24Phillipus M. Hadjon, 1897, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, h. 3.
2. Voluntary Self Regulation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi, dimana dengan cara ini pelaku usaha diharapkan secara sukarela membuat peraturan bagi dirinya
sendiri agar lebih berhati-hati dan waspada dalam menjalankan usahanya.26
Sedangkan untuk perlindungan hukum terhadap konsumen pada saat setelah
terjadinya transaksi (conflict/post purchase) dapat dilakukan melalui jalur
Litigasi dan Non litagasi yang didasarkan pilihan para pihak yang bersengketa.
2.1.2 Perlindungan hukum terhadap pemegang electronic money.
Alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Amandemen ke IV telah mendasari perlindungan hukum bagi segenap bangsa Indonesia disegala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam bidang perbankan
khususnya berkaitan dengan perlindungan terhadap pemegang e-money.
Keberadaan bank dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, mempunyai peran yang penting, lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan
dari setiap negara,27 sehingga perbankan merupakan sektor penting untuk
menjalankan kegiatan perekonomian suatu negara. Dalam bukunya Hukum Perbankan, Sentosa Sembiring memberikan definisi tentang bank, yaitu bank adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum yang bergerak dibidang jasa
keuangan.28
Dalam menjalankan kegiatan usahanya tersebut lembaga perbankan sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat karena tanpa adanya kepercayaan
26Johanes Gunawan, op.cit., h.4. 27Hermansyah, op.cit, h. 7.
dari masyarakat, bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya dengan baik. Salah satu wujud dari implementasi peran hukum dalam kegiatan usaha (perbankan) diantaranya tercermin dalam wujud perlindungan hukum
terhadap pihak-pihak yang terlibat didalamnya.29
Electronic Money merupakan salah satu produk lembaga perbankan yang dipengaruhi oleh kemajuan perkembangan teknologi dan pola hidup
masyarakat. Pemegang e-money tidak memerlukan proses otoritasi dan tidak
terkait dengan rekening nasabah pada bank penerbit, dengan demikian setiap
orang dapat mempunyai dan menggunakan e-money tersebut atau yang dapat
disebut sebagai konsumen pemegang e-money.
Pengaturan tentang penyelenggaran kegiatan alat pembayaran uang elektronik diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009
tentang Uang Elektronik (Electronik Money). Secara umum pengaturan
berkaitan dengan perlindungan hak-hak konsumen telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPK, “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Yang dimaksud dengan konsumen dalam undang-undang ini berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 UUPK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
29Johan Arifin et. al., 2010, Perlindungan Hukum Nasabah Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, Walisongo, Semarang, h. 109.
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas maka dapat dikatakan
bahwa pemegang e-money mempunyai hak perlindungan yang telah diakui dan
dijamin perlindungan hukumnya oleh negara.
2.2 ELECTRONIC MONEY
2.2.1 Pengertian dan dasar hukum e-money.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money) yang
menyatakan:
Uang Elektronik (Electronik Money) adalah alat pembayaran yang
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada
penerbit;
b. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server dan
chip;
c. digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan
merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan
d. nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan
simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.
Pengertian e-money mengacu pada definisi yang dikeluarkan oleh Bank
for International Settlement (BIS) dalam salah satu publikasinya pada bulan
Oktober 1996. Dalam publikasi tersebut e-money didefinisikan sebagai
“stored-value or prepaid products in which a record of the funds or value available to a consumer is stored on an electronic device in the consumer’s
possession” (produk stored-value atau prepaid dimana sejumlah nilai uang
disimpan dalam suatu media elektronik yang dimiliki seseorang).30
Pada awalnya penggunaan e-money diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/8/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu. “Uang Elektronik (E-money) pada awalnya lebih dikenal
dengan sebutan kartu penyimpan dana (Stored Value Card) yaitu sebuah kartu
yang berfungsi untuk menyimpan sebuah dana dengan jumlah yang telah
didepositkan.”31
Fungsinya stored value card hampir sama dengan kartu debit,
namun stored value card ini tidak menyimpan identitas dari pengguna atau
pemegang kartu (anonymous). E-money digunakan sebagai alat pembayaran
multipurpose yaitu kartu prabayar yang digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari berbagai jenis transaksi ekonomi.
Selanjutnya pengaturan tentang e-money disempurnakan lagi dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money)
sebagai payung hukum bagi penyelenggara kegiatan alat pembayaran uang elektronik.
30Implications for Central Banks of the Development of Electronic Money, 1996, Bank for Internatonal Settlements, Basle, h. 1.
31Ni Nyoman Anita Candrawati, 2013, “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Uang Elektronik Dalam Melakukan Transaksi E-money”, Tesis Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar, h. 76.
2.2.2 Jenis-jenis dan manfaat e-money.
Dalam Pasal 1A Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang
Uang Elektronik (Electronik Money) berdasarkan pencatatan data identitas
pemegang uang elektronik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
a. Uang elektronik yang data identitas pemegang e-money terdaftar dan
tercatat pada Penerbit (registered); dan
b. Uang elektronik yang data identitas pemegang e-money tidak terdaftar dan
tidak tercatat pada Penerbit (unregistered).
Perbedaan dan persamaan antara jenis uang elektronik yang mewajibkan
adanya pendaftaran data identitas pemegang (registered), dan jenis yang tidak
memerlukan pendaftaran data identitas pemegang (unregistered), dapat dilihat
sebagai berikut :
PERBEDAAN
REGISTERED UNREGISTERED
Pencatatan identitas
pemegang
Data identitas pemegang terdaftar dan tercatat pada penerbit
Data identitas pemegang tidak terdaftar dan titar tercatat pada penerbit Fasilitas yang diberikan
oleh penerbit
- Registrasi pemegang
- Pengisian ulang (top
up)
- Pembayaran transaksi
- Pembayaran tagihan
- Transfer dana
- Tarik tunai
-Pengisian ulang (top
up) -Pembayaran transaksi -Pembayaran tagihan -Fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank
- Penyaluran program bantuan pemerintah kepada masyarakat - Fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia Indonesia
Batas nilai uang
elektronik yang
tersimpan
Batas nilai uang
elektronik yang
tersimpan dalam media chip/server paling
banyak sebesar Rp.
5.000.000,- (lima juta rupiah)
Batas nilai uang elektronik yang
tersimpan dalam media chip/server paling
banyak sebesar Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah). PERSAMAAN
Batas nilai transaksi Batas nilai transaksi
dalam 1 (satu) bulan
untuk setiap uang
elektronik paling banyak sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Batas nilai transaksi
dalam 1 (satu) bulan
untuk setiap uang
elektronik paling banyak sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Penerbit Lembaga perbankan dan
lembaga selain bank
Lembaga perbankan dan lembaga selain bank
Dilihat dari media yang digunakan, ada dua tipe produk e-money,
yaitu:32
1. Prepaid card/kartu prabayar/electronic purses, dengan karakteristik :
32R. Serfianto, dkk, 2012, Untung Dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang Elektronik, Visi Media, Jakarta, h. 98.
a) Nilai uang dikonvensi menjadi “nilai elektronis” dan disimpan
dalam suatu chip (integrated circuit) yang tertanam pada kartu.
b) Mekanisme pemindahan dana dilakukan dengan cara
memasukkan kartu ke suatu alat card reader.
2. Prepaid Software (disebut juga digital cash), dengan karakteristik :
a) Nilai uang dikonvensi menjadi “nilai elektronis” dan disimpan
dalam suatu hard disk komputer.
b) Mekanisme pemindahan dana dilakukan secara online melalui
suatu jaringan komunikasi seperti internet, pada saat melakukan pembayaran.
Manfaat atau kelebihan dari penggunaan e-money dibandingkan dengan
uang tunai adalah sebagai berikut :33
- Lebih cepat dan nyaman dibandingkan dengan uang tunai,
khususnya untuk transaksi yang bernilai kecil (micro payment),
disebabkan nasabah tidak perlu menyediakan sejumlah uang pas untuk suatu transaksi atau harus menyimpan uang kembalian. Selain itu, kesalahan dalam menghitung uang kembalian dari suatu
transaksi tidak terjadi apabila menggunakan e-money.
- Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu transaksi dengan
e-money dapat dilakukan jauh lebih singkat dibandingkan transaksi dengan kartu kredit atau kartu debit, karena tidak harus memerlukan
proses otorisasi on-line, tanda tangan maupun PIN. Selain itu,
dengan transaksi off-line, maka biaya komunikasi dapat dikurangi.
- Electronic value dapat diisi ulang kedalam kartu e-money melalui
berbagai sarana yang disediakan oleh issuer.
2.2.3 Penyelenggara Kegiatan Alat Pembayaran Uang Elektronik
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang
Uang Elektronik (Electronik Money) maka dapat dilihat pihak-pihak yang
termasuk sebagai penyelenggara kegiatan alat pembayaran uang elektronik yaitu:
33Siti Hidayati et. all., loc.cit.
1. Prinsipal (Pasal 1 angka 5)
Bank atau Lembaga Selain Bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit
dan/atau acquirer, dalam transaksi uang elektronik yang kerjasama dengan
anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.
2. Penerbit atau issuer (Pasal 1 angka 6).
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa penerbit e-money
adalah bank dan lembaga selain bank. Sebagaimana yang telah diatur dalam
Pasal 1 angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang
Uang Elektronik (Electronik Money) yang menyatakan “Bank adalah bank
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan, dan bank syariah sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan syariah.” Sedangkan, yang dimaksud dengan lembaga selain bank berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan
Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money)
menyatakan “Lembaga Selain Bank adalah badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank.”
Lebih lanjut diatur mengenai syarat-syarat dan ketentuan sebagai penerbit e-money sebagai berikut :
1. Bank maupun Lembaga Selain Bank yang akan bertindak sebagai penerbit
2. Khusus untuk Lembaga Selain Bank yang akan menerbitkan e-money harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Berbadan hukum Indonesia dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT); dan
b. Memiliki pengalaman dan reputasi baik dalam penyelenggaraan kartu
prabayar single-purpose single merchant atau multi-purpose single
merchant di Indonesia minimal selama dua tahun.34
Bank dan Lembaga Selain Bank untuk mendapatkan izin sebagai Penerbit dari Bank Indonesia, Bank dan Lembaga Selain Bank wajib menyampaikan permohonan tertulis kepada Bank Indonesia. Permohonan tersebut harus dilampiri dengan dokumen-dokumen sebagai berikut :
a. Bank
1. Rencana kerja Bank yang didalamnya mencantumkan rencana kegiatan
Bank sebagai penerbit;
2. Hasil analisis bisnis dari kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu yang akan dilakukan untuk 1 (satu) tahun ke depan;
3. Bukti kesiapan perangkat hukum;
4. Bukti kesiapan manajemen risiko; dan
5. Bukti kesiapan operasional.
b. Lembaga Selain Bank
1. Rencana kerja Lembaga Selain Bank;
2. Fotokopi dari akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang. Fotokopi akta pendirian badan hukum tersebut harus pula dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang;
3. Hasil analisis bisnis dari kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu yang akan dilakukan untuk 1 (satu) tahun ke depan;
4. Bukti kesiapan perangkat hukum;
5. Bukti kesiapan penerapan manajemen risiko; dan
6. Bukti kesiapan operasional.35
Penerbit atau issuer memegang peranan yang sangat penting dalam
penyelenggaraan e-money, karena issuer adalah pihak yang mengelola float
atas electronic value yang diterbitkannya. Kepercayaan terhadap e-money
sangat ditentukan oleh kemampuan issuer dalam memenuhi refund atau
redemption yang dilakukan oleh customer atau merchant.36 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009
tentang Uang Elektronik (Electronik Money) yang menyatakan “Dana Float
adalah seluruh Nilai Uang Elektronik yang diterima Penerbit atas hasil
penerbitan Uang Elektronik dan/atau Pengisian Ulang (top up) yang masih
merupakan kewajiban Penerbit kepada Pemegang dan Pedagang.”
Hal-hal yang perlu dijadikan pertimbangan dalam pengaturan issuer,
antara lain sebagai berikut : 35Ibid, h. 36.
a. Kepentingan untuk menjaga stabilitas sistem pembayaran dan sistem keuangan secara nasional. Berdasarkan pertimbangan ini, maka
pemberian izin kepada lembaga selain bank untuk menjadi issuer
e-money perlu dilakukan secara hati-hati. Dalam kaitan ini, perlu diperhatikan sejauh mana efektivitas bank sentral sebagai otoritas pengatur dan pengawas sistem pembayaran kepada lembaga
non-bank yang menjadi issuer dalam penyelenggaraan e-money;
b. Potensi implikasi penggunaan e-money terhadap efektivitas
kebijakan moneter. Dalam kaitan ini, maka dalam pengaturan perlu juga diperhatikan sejauh mana akses bank sentral kepada lembaga non-bank dalam rangka efektivitas penerapan kebijakan moneter oleh bank sentral;
c. Di sisi lain, perlu juga dipertimbangkan kebutuhan para pelaku
ekonomi non-bank yang ingin meningkatkan efisiensi bisnis mereka melalui pengembangan e-money, sehingga pengaturan yang dibuat tidak menghambat pengembangan inovasi baru dalam instrumen pembayaran non tunai. Hal ini didasarkan pada pengalaman di beberapa negara, dimana produk-produk e-money berawal dari kebutuhan untuk efisiensi dalam pembayaran jasa transportasi (ticketing) oleh penyedia jasa transportasi. Produk stored value card
yang semula hanya untuk pembayaran tiket (single purpose)
kemudian mengalami perkembangan menjadi e-money (multi
purpose stored value card).37
Setiap Penerbit atau issuer e-money harus menerapkan prinsip
perlindungan nasabah dalam menyelenggarakan kegiatan transaksi non tunai dan prinsip kehati-hatian yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 7/60/2008. Selain itu Penerbit atau issuer e-money wajib meningkatkan
keamanan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) untuk
meminimalkan tingkat kejahatan dan kriminalitas dengan APMK dan juga untuk meningkatkan keamanan serta kepercayaan masyarakat terhadap APMK,
khususnya e-money.
Saat ini penerbit atau issuer di Indonesia menerbitkan dua jenis Uang
elektronik (e-money) yaitu, Uang elektronik (e-money) yang berbasis chip
37Siti Hidayati et all, loc.cit.
(chip base) seperti kartu prabayar dan ada pula yang berbasis server (server
base) seperti uang elektronik yang dapat diakses melalui telepon seluler
(handphone). Penerbit-penerbit uang elektronik tersebut antara lain yaitu :38
No. Issuer
1 BPD DKI JAKARTA 2 BANK MANDIRI
3 BANK CENTRAL ASIA 4 PT. TELEKOMUNIKASI
INDONESIA
5 PT. TELEKOMUNIKASI SELULAR 6 BANK MEGA
7 PT. SKYE SAB INDONESIA 8 PT. INDOSAT
9 BANK NEGARA INDONESIA 10 BANK RAKYAT INDONESIA 11 PT. XL AXIATA
12 PT. FINNET INDONESIA
13 PT. ARTAJASA PEMBAYARAN ELEKTRONIS
14 BANK PERMATA 15 BANK CIMB NIAGA
16 PT. NUSA SATU INTI ARTHA 17 PT. BANK NATIONALNOBU 18 PT. SMARTFREN TELECOM 19 PT. MVCOMMERCE INDONESIA 20 PT. WITAMI TUNAI MANDIRI
3. Acquirer (Pasal 1 angka 7)
Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang, yang dapat memproses data uang elektronik yang diterbitkan oleh pihak lain serta bertanggung jawab atas penyelesaian pembayaran kepada pedangang.
“Secara umum, acquirer atau financial acquirer dalam konteks
penyelenggaraan e-money adalah institusi (umumnya bank) yang bekerjasama
38Anonim , 2013, “Instrumen Pembayaran Nontunai : Uang Elektronik”, Bank Indonesia, URL : http://www.bi.go.id/id/sistem-pembayaran/instrumen-nontunai/unik/Contents/Default.aspx, diakses tanggal 12 November 2015.
dengan merchant yang memelihara rekening merchant untuk menampung
penerimaan dana atas electronic value yang ditagihkan (redeem) oleh merchant
kepada issuer.”39
4. Pedagang (Merchant) (Pasal 1 angka 9)
Penjual barang dan/atau jasa yang menerima transaksi pembayaran dari pemegang.
5. Penyelenggara Kliring (Pasal 1 angka 13)
Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan perhitungan hak dan
kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka
transaksi uang elektronik.
6. Penyelenggara Penyelesaian Akhir (Pasal 1 angka 14)
Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan dan bertanggung jawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing
penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi uang elektronik berdasarkan
hasil perhitungan dan penyelenggara kliring.
7. Layanan Keuangan Digital (LKD) (Pasal 1 angka 15)
Kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan
perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka
keuangan inklusif.
39Siti Hidayati et all, op.cit., h. 28.
8. Agen LKD (Pasal 1 angka 16)
Pihak ketiga yang bekerjasama dengan Penerbit dan bertindak untuk dan atas nama Penerbit dalam memberikan LKD.
2.2.4 Hubungan Hukum Antara Bank dan Pemegang Electronic Money
Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum dilakukan oleh subjek hukum yang dapat melahirkan akibat hukum yaitu hak dan
kewajiban bagi para subjek hukum.40 Berdasarkan pengertian tersebut maka
hubungan antara pemegang e-money dan Bank sebagai penerbit uang
elektronik merupakan hubungan hukum yang didasarkan pada jual beli, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1457 KUH Perdata yang menyatakan “Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar
harga yang dijanjikan.” Hubungan hukum jual beli antara pemegang e-money
dan Bank sebagai penerbit uang elektronik melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran uang elektronik. Hak dan kewajiban ini merupakan keadaan yang tercipta karena adanya
hubungan timbal balik antara pemegang e-money dan Bank sebagai penerbit
uang elektronik. Bank penerbit perlu menjaga legitimasi stakeholder dalam hal
ini pemegang e-money serta mendudukannya dalam kerangka kebijakan
sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan dalam penyelenggaraan kegiatan
alat pembayaran menggunakan uang elektronik.41
Berkaitan dengan kewajiban yang timbul setalah adanya hubungan hukum tersebut dalam hubungannya dengan proses transaksi secara elektronik, maka yang perlu diperhatikan oleh Bank penerbit adalah aspek keamanan pada saat
pemegang e-money melakukan transaksi menggunakan uang elektronik pada
pedagang (merchant). Hal ini dikarenakan dalam melakukan transaksi e-money
pada prinsipnya pemegang e-money melakukan transaksi pembayaran dengan
pedagang (merchant) menggunakan e-money miliknya yang dalam hal ini tidak
berhubungan langsung dengan otoritas Bank penerbit e-money. Dengan adanya
transaksi pembayaran tersebut, nilai elektronik atau saldo pada e-money akan
berkurang dan berpindah ke pedagang (merchant) melalui alat yang disebut
card reader.42 Pertukaran data elektronik pemegang e-money atau konsumen
pengguna e-money ini dapat dilakukan melalui kontak langsung (contact) atau
tidak langsung (contactless). Sehingga dalam proses transaksi e-money atau
transaksi secara elektronik tersebut dalam penerapannya, Bank penerbit harus menerapkan mekanisme operasional uang elektronik secara aman, handal, dan
dapat beroperasi sebagaimana mestinya.43
Aspek penting lainnya yang harus diperhatikan juga dalam proses
transaksi e-money adalah aspek perlindungan konsumen, hal ini dikarenakan
pemegang e-money merupakan konsumen pemegang e-money yang harus
diperhatikan hak-haknya sebagai pengguna e-money dalam melakukan
41Nor Hadi, loc.cit.
42Ni Nyoman Anita Candrawati, op.cit, h. 90. 43Siti Hidayati et all, op.cit, h. 31.
transaksi pembayaran menggunakan e-money. Hal ini harus dilakukan oleh Bank penerbit untuk meminimalkan adanya risiko-risiko yang dapat merugikan
hak-hak pemegang e-money sebagai konsumen pemegang e-money.
Secara minimum, yang harus dilakukan oleh penyelenggara sistem elektronik adalah :
1. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik yang berkaitan dengan
penyelenggara sistem elektronik yang telah berlangsung;
2. Dapat melindungi otentifikasi, integrasi, rahasia, ketersediaan, dan akses
dari informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
3. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam
penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; dan
4. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk dengan bahasa, informasi, atau
simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan
penyelenggara sistem elektronik tersebut.44
Jenis-jenis transaksi dengan e-money, secara umum meliputi:
1. Penerbitan (issuance) dan pengisian nilai uang (top-up atau loading)
“Pengisian „nilai uang‟ pertama kali kedalam e-money dapat dilakukan
terlebih dahulu oleh issuer sebelum dijual kepada ke konsumen. Untuk
selanjutnya konsumen dapat melakukan pengisian ulang (top up) yang
umumnya dapat dilakukan melalui ATM dan terminal-terminal pengisian
44Ibid, h. 38.
ulang yang telah dilengkapi peralatan khusus oleh issuer.”45 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money) yang
menyatakan “Pengisian Ulang (top up) adalah penambahan Nilai Uang
Elektronik pada Uang Elektronik.” Proses pengisian ulang melalui
ATM/terminal pada umumnya dirancang agar dapat langsung
mempengaruhi/mendebet rekening nasabah yang telah ‟link‟ dengan kartu
e-money milik konsumen.
“Proses pengisian ulang pada umumnya dilakukan secara on-line dengan
koneksi langsung ke komputer issuer, namun demikian dimungkinkan pula
pengisian dilakukan secara offline dimana penyelesaian transaksi oleh
issuer dilakukan setelah saldo di kartu bertambah.”46 Dalam beberapa
kasus, untuk produk e-money yang “reloadable” dimungkinkan pula
bersaldo negatif (overdraft) dimana pada saat ada penagihan, dana tersebut
akan ditalangi dari rekening nasabah yang telah diperjanjikan sebelumnya.
2. Transaksi pembayaran
Pada saat seseorang melakukan pembayaran dengan menggunakan kartu
e-money, maka mekanisme yang dilakukan secara garis besar adalah sebagai berikut :
- Konsumen meng-insert/mengarahkan kartu ke terminal merchant;
45Siti Hidayati et all, op.cit, h. 10. 46Siti Hidayati et all, op.cit, h. 11.
- Terminal merchant memeriksa kecukupan saldo e-money terhadap nominal yang harus dibayar;
- Jika saldo pada kartu e-money lebih besar dari nominal transaksi,
terminal memerintahkan kartu untuk mengurangi saldo pada kartu sejumlah nominal transaksi;
- Kartu milik konsumen kemudian memerintahkan terminal untuk
menambah saldo pada terminal sebesar nominal transaksi.47
3. Deposit, Collection a. Deposit/Refund
Pada beberapa produk, nasabah pemegang e-money dapat melakukan
refund atau penyetoran kembali dana pada e-money yang tidak terpakai/masih tersisa untuk didepositkan ke dalam rekeningnya.
b. Collection
Proses collection biasanya dilakukan oleh merchant yaitu penyetoran
electronic value yang diterima oleh merchant dari konsumen kepada issuer untuk untung rekening merchant.48
Dalam hal pengelolaan e-money oleh issuer atau Penerbit kepada
pemegang e-money maupun merchant atau pedangan, maka Bank Indonesia
menerapkannya dalam bentuk yaitu :
a. Penetapan cadangan minimum (minimum reserve requirement)
Dalam hal penerbit adalah bank, kebijakan cadangan minimum ini dapat diterapkan sebagaimana halnya penetapan cadangan minimum untuk dana pihak ketiga. Apabila penerbit adalah non-bank maka perlu ada kebijakan
yang jelas untuk pengelolaan float e-money, antara lain :
47Ibid
- Besarnya cadangan minimum yang harus dipelihara dari waktu ke waktu.
- Bentuk cadangan minimum dan lembaga penyimpan dana cadangan
minimum tersebut.
- Mekanisme pengawasan oleh otoritas pengawas terkait pemenuhan
issuer non-bank atas cadangan minimum.
- Perlu tidaknya asuransi atas float yang dikelola oleh issuer bank
maupun non-bank untuk mengantisipasi ketidakmampuan issuer dalam
hal mengalami insolvency. 49
Selain untuk mengantisipasi pemenuhan kewajiban issuer kepada
pemegang kartu dan merchant, penetapan cadangan minimum (reserve
requirement) juga dapat digunakan sebagai instrumen moneter dalam pelaksanaan kebijakan moneter oleh bank sentral atau otoritas moneter.
Untuk mengantisipasi perkembangan e-money yang cukup signifikan di
masa yang akan datang, maka bank sentral sebagai otoritas moneter perlu
diberi kewenangan yang jelas dalam menetapkan reserve requirement
kepada seluruh issuer e-money baik bank maupun non-bank.50
b. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan float
“Penerapan prinsip kehati-hatian ini dilakukan sehingga diharapkan tidak
terjadi kegagalan dalam pemenuhan tagihan (credit risk). Dalam hal ini
perlu diatur bentuk investasi yang diperbolehkan dalam rangka
pengelolaan float.”51
49Ibid,h. 34.
50Ibid 51Ibid
c. Pengaturan mengenai pengakuan pendapatan terhadap kartu e-money yang tidak diklaim sampai dengan jangka waktu tertentu, misalnya karena
rusak, hilang, dan lain-lain.52
Suatu produk e-money dapat didesign hanya untuk sekali penggunaan
(disposable) dimana tidak dapat digunakan lagi apabila dana yang tersimpan
pada e-money telah habis. Alternatif lainnya adalah produk e-money yang dapat
diisi ulang setiap waktu melalui berbagai cara (reloadable), seperti transfer dari
rekening, pembayaran tunai atau dengan kartu kredit.53
Produk e-money yang ada saat ini di Indonesia hanya menggunakan sistem
single currency yaitu mata uang yang berlaku di negara yang bersangkutan dalam hal ini Rupiah.
52Ibid, h.35.