• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta sebagai wilayah konsumen yang mencakup 6 kabupaten/kota, yaitu Kepulauan Seribu, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara, khususnya di PIBC (Gambar 3) dan wilayah hinterland dari Jakarta yang menjadi pemasok utama dan pemilik daya dorong tertinggi dalam penyaluran beras ke Jakarta. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, sejak bulan Agustus 2012 sampai dengan Desember 2012.

Gambar 3 Lokasi wilayah penelitian Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian menggunakan dua jenis data, yaitu data sekunder dan data primer. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara:

1) Studi data sekunder

Data sekunder meliputi data pasokan beras, harga beras, konsumsi beras per kapita, kependudukan, peta dasar kabupaten di Indonesia, serta regulasi tentang kebijakan distribusi beras di Jakarta. Data tersebut dikumpulkan dari PIBC, Badan Ketahanan Pangan – Kementerian Pertanian, Badan Pusat

Sumber:

Peta Digital DKI Jakarta 2009, Bappeda DKI Jakarta (diolah)

Kepulauan Seribu PIBC (Pasar Induk Beras Cipinang) Kepulauan Seribu

Laut Jawa

Kep.Seribu

DKI Jakarta Banten

(2)

Statistik, Dinas Pertanian dan Kehutanan, dan Bappeda Provinsi DKI Jakarta.

2) Wawancara

Data primer berupa data penyaluran beras dari PIBC ke pengecer di Jakarta, harga beras dan biaya di setiap tingkat pemasaran. Data diperoleh dari wawancara dengan pelaku pemasaran beras dan petani serta stakeholder terkait (Kepala Bidang Analisis Harga Pangan di Badan Ketahanan Pangan Kementan, Kepala Bidang Distribusi Pangan di Badan Ketahanan Pangan Kementan, Kasubid Urusan Ketahanan Pangan di Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, Kasie Perdagangan PT. Food Station Tjipinang Jaya) yang memahami tentang kebijakan sektor pertanian dan distribusi beras di wilayah penelitian. Pemilihan responden pedagang menggunakan metode purposive sampling yang dipilih secara sengaja, yaitu 40 pedagang grosir di PIBC dan 226 pedagang pengecer di 20 pasar yang tersebar di Jakarta. Pasar di wilayah Jakarta Timur (Cawang Kapling, Rawamangun, Klender, Kramat Jati, Gembrong, dan Cipinang), Jakarta Barat (Jembatan Lima, Grogol, Citra Garden, Palmerah, dan Cengkareng), Jakarta Selatan (Pasar Minggu, Pondok Labu, Tebet Barat, dan Pondok Indah), Jakarta Utara (Pademangan Barat, Sindang, Teluk Gong, dan Sunter), dan Jakarta Pusat (Cempaka Putih dan Bendungan Ilir).

Penelitian terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

1) Pemetaan data aliran pasokan dan penyaluran beras ke dan dari PIBC.

2) Pemetaan data aliran beras dari PIBC ke kota/kabupaten di wilayah DKI Jakarta.

3) Analisis saluran pemasaran beras dari PIBC ke konsumen di Jakarta

4) Analisis interaksi spasial antara lima daerah pemasok utama (Cirebon, Karawang, Cianjur, Bandung dan Serang) dengan PIBC di Jakarta.

5) Analisis daya dukung lahan/CCR (carrying capacity ratio) di wilayah pemasok utama pemilik daya dorong tertinggi dalam menyediakan beras untuk wilayahnya atau untuk pengiriman pasokan ke PIBC ke depannya.

6) Analisis pola harga beras di setiap tingkat pemasaran, marjin pemasaran, dan tingkat penerimaan petani dan marjin pemasaran di setiap pelaku pemasaran beras.

7) Sintesis dari hasil analisis sebelumnya dengan membandingkan kebijakan dan regulasi terkait distribusi beras yang berlaku di wilayah DKI Jakarta dan dirumuskan untuk dapat menghasilkan arahan lebih lanjut terhadap pengembangan distribusi beras di wilayah DKI Jakarta.

(3)

Tahapan Penelitian

Gambar 4 Diagram alir tahapan penelitian

Tujuan, jenis, sumber data, teknik analisis, dan keluaran yang dihasilkan dirangkum pada Tabel 6. Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa komputer dengan software pembantu alat analisa berupa ArcGIS Ver. 10, E-Views 6, MS-Office 2007.

Tabel 6 Matriks tujuan, jenis, sumber data, analisis data, dan keluaran

No Tujuan Jenis Data dan

Data yang digunakan

Sumber data/diperoleh

dari (tahun)

Analisis Data Keluaran 1 Analisis distribusi dan

tataniaga beras di DKI Jakarta

Data Sekunder:

• Distribusi beras menurut peruntukan di Jakarta dan Penyaluran beras ke PIBC

• Rata-rata konsumsi beras per kapita di Jakarta

• Peta Administrasi DKI Jakarta dan Karawang • Berbagai pustaka dan

referensi Data Primer:

• Penyaluran beras dari PIBC ke pasar pengecer di Jakarta • Rantai pemasaran • BPS DKI Jakarta (2011) • BPS Pusat (Susenas 2002-2011) • P4W (2012) • IPB, Litbang Kementan • Wawancara dengan pelaku distribusi di PIBC (2012) • Contain Analysis Extract dan Overlay (SIG) • Analisis Deskriptif • Peta distribusi beras • Saluran pemasaran beras Analisis interaksi spasial daerah

pemasok dan PIBC (Jakarta) dengan model gravitasi

Identifikasi daerah pemasok dengan daya dorong tertinggi (model potensial)

Analisis daya dukung berbasis neraca lahan di daerah pemasok utama dengan daya dorong

tertinggi (Permen LH No.17 thn 2009)

Aliran pemasaran beras dari PIBC ke pasar pengecer di wilayah DKI Jakarta (peta distribusi beras dari

PIBC ke kab/kota di DKI Jakarta dengan SIG

Analisis distribusi beras di PIBC Jakarta

Analisis Marjin Pemasaran dan farmer’s share

Pasokan Beras ke PIBC Aliran pemasaran beras dari daerah pemasok ke PIBC (peta distribusi beras ke dan dari PIBC)

Harga beras di daerah pemasok utama dan PIBC (Jakarta)

Rumusan dan Arahan Perencanaan Kebijakan Distribusi Beras di Jakarta

RTRW DKI Jakarta

(4)

No Tujuan Jenis Data dan Data yang digunakan

Sumber data/diperoleh

dari (tahun)

Analisis Data Keluaran 2 Analisis interaksi

spasial dari daerah pemasok beras ke DKI Jakarta

Data Sekunder: • Volume pasokan beras

(Karawang, Cianjur, Bandung, Cirebon, Serang) ke PIBC dan total penyaluran beras dari PIBC ke dalam wilayah Jakarta

• Jarak daerah pemasok beras dengan PIBC (panjang jalan) • Data kependudukan

(jumlah penduduk, jumlah petani)

• Data produksi beras di wilayah pemasok • PIBC (2008-2012) • Google map (2012 • Podes BPS (2008 – 2011) • BPS (2011) Analisis interaksi spasial (Model Gravitasi dan Model Potensial) • Faktor yang mempengaruhi pasokan beras ke PIBC (Jakarta) • Pemasok beras utama ke DKI Jakarta

3 Analisis daya dukung lahan di daerah pemasok utama

Data Sekunder:

• Produksi aktual tiap jenis komoditas (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan) • Luas panen padi • Harga satuan tiap jenis

komoditas di tingkat produsen

• Produktivitas beras (kg/ha) • Jumlah penduduk BPS Karawang (2011) Perhitungan Daya Dukung Lahan (Permen LH Nomor 17 Tahun 2009)

Daya dukung lahan sawah di daerah pemasok utama

4 Analisis harga beras di daerah pemasok utama dan di PIBC Jakarta

Data sekunder: • Harga beras di PIBC • Harga beras di tingkat

produsen, penggilingan, dan konsumen Data primer:

• Harga beras di setiap tingkat pemasaran • Biaya pemasaran di setiap

tingkat pemasaran • PIBC (2012) • BKP-Kementan (2012) • Wawancara pelaku distribusi di PIBC dan petani di daerah pemasok utama (2012) Analisis marjin pemasaran dan tingkat penerimaan petani (farmer‟s share) • Pola harga di PIBC • Pola harga di tingkat produsen, penggilingan, dan konsumen • Marjin pemasaran • Tingkat penerimaan petani 5 Analisis dan merumuskan kebijakan distribusi beras di DKI Jakarta

Data sekunder:

Kebijakan dan regulasi terkait beras di DKI Jakarta (Perda No 1. Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030, Pergub No 27 Tahun 2012 tentang insentif pemanfaatan ruang, Pergub No 69 Tahun 2012 tentang penyaluran raskin, Pergub No 27 Tahun 2006 tentang pola pengangkutan dan distribusi beras dari dan ke PIBC, SKGub No Eb/12/2/8/72 tentang PIBC) Bappeda DKI Jakarta dan Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan DKI Jakarta, Contain analysis dan analisis sintesis Arahan kebijakan distribusi beras di DKI Jakarta Tabel 6 (Lanjutan)

(5)

Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pengolahan data dengan beberapa metode analisis, yaitu: analisis deskriptif, analisis gravitasi, analisis daya dukung lahan, analisis marjin pemasaran dan farmer’s share,serta analisis sintesis. Secara rinci, dijelaskan analisis per tujuan sebagai berikut:

Analisis Distribusi dan Saluran Pemasaran Besar di DKI Jakarta

Analisis deskriptif menggunakan contain analysis dan sintesis analysis. Data yang digunakan berupa data sekunder, yaitu distribusi beras menurut peruntukan di Jakarta dan penyaluran beras ke PIBC, rata-rata konsumsi beras per kapita di Jakarta, peta administrasi wilayah penelitian, serta berbagai pustaka dan referensi diperoleh dari berbagai instansi penyedia data seperti BPS Provinsi DKI Jakarta, Pusat Pengkajian dan Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W-IPB), BPS Pusat (Data Survei Sosial Ekonomi Nasional), IPB, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian (Litbang-Kementan). Selain itu, digunakan juga data primer berupa data penyaluran beras dari PIBC ke pasar eceran di Jakarta, dan alur rantai pemasaran beras dari PIBC ke konsumen di Jakarta. Data ini diperoleh dari hasil wawancara pelaku usaha (pedagang grosir) di PIBC dan pedagang pengecer yang datang ke PIBC. Responden pedagang grosir di PIBC berjumlah 40 orang dan 226 pengecer di 20 pasar yang tersebar di wilayah DKI Jakarta.

Selain secara deskriptif, pemetaan distribusi juga digambarkan dengan menggunakan program SIG (Sistem Informasi Geografis) yang mencerminkan pergerakan distribusi beras secara spasial ke dan dari PIBC Jakarta. Pemetaan menggunakan peta tematik, untuk melihat pola pendistribusian beras yang masuk dan keluar PIBC ke dalam wilayah kabupaten/kota di Jakarta.

Analisis spasial yang digunakan dalam penelitian ini memanfaatkan aplikasi Sistem Informasi Geografis dengan menggunakan software Arcgis 10. Analisis yang digunakan adalah analisis extract dan overlay (tumpang tindih). Pada analisis extract operasi yang digunakan adalah select yaitu memilih peta dari peta yang sudah ada, sedangkan pada analisis overlay operasi yang digunakan adalah spatial joint yaitu penggabungan dua atau beberapa peta sekaligus, operasi

intersect untuk memotong peta input dan secara otomatis meng-overlay antara peta yang dipotong dengan peta pemotongnya dengan output peta memiliki atribut data dari kedua peta tersebut, serta operasi joint attribute untuk menggabungkan data atribut dengan peta. Analisis tumpang tindih dengan operasi spatial joint

dilakukan pada peta administrasi. Joint atributte digunakan pada analisis aliran pemasaran beras dari wilayah asal ke PIBC dan dari PIBC ke kabupaten/kota di dalam wilayah DKI Jakarta.

Secara spasial diperoleh gambaran distribusi beras ke dan dari PIBC. Data penyaluran ke PIBC diperoleh dari hasil pencatatan di pos PIBC pada tahun 2011 dan tahun 2012 hingga bulan Agustus 2012, demikian juga dengan data pengeluaran beras dari PIBC ke Jakarta dan wilayah lain. Data penyaluran dari PIBC ke Jakarta masih bersifat keseluruhan, belum spesifik penyaluran ke kabupaten/kota di sekitar Jakarta. Data aliran beras ke kabupaten/kota di sekitar Jakarta diperoleh dengan melakukan analisis berdasarkan hasil wawancara ke pedagang grosir dan pengecer yang datang ke PIBC serta petugas pencatatan di

(6)

Pos PIBC. Wawancara tersebut menghasilkan persentase pengiriman beras ke pengecer di sekitar wilayah Jakarta baik itu supermarket, perumahan, maupun pasar tradisional. Persentase yang diperoleh dibandingkan dengan hasil estimasi dugaan kebutuhan beras per kabupaten/kota berdasarkan pendekatan angka konsumsi beras per kapita per tahun di wilayah Jakarta, yaitu sekitar 92 kg per kapita per tahun (Kementan 2010b). Dengan demikian, akan diperoleh jumlah pengiriman beras ke setiap kabupaten/kota di Jakarta pada tahun 2011 dan 2012 (hingga bulan Agustus). Keluaran yang dihasilkan dari analisis ini berupa peta distribusi beras ke dalam wilayah Jakarta.

Analisis Interaksi Spasial dari Daerah Pemasok Beras ke DKI Jakarta Analisis interaksi spasial antar wilayah dari daerah pemasok beras ke DKI Jakarta dilakukan menggunakan model gravitasi untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua. Secara klasik, konsep gravitasi interaksi manusia mendalilkan bahwa kekuatan yang membuahkan interaksi di antara dua wilayah dari aktivitas manusia diciptakan oleh massa populasi kedua wilayah dan jarak kedua wilayah.

Menurut Pribadi et al. (2011), Model Gravitasi adalah salah satu model yang umum dipakai untuk menjelaskan fenomena interaksi spasial. Model ini pada dasarnya merupakan bentuk analogi fenomena Hukum Fisika Gravitasi Newton yang kemudian dikembangkan untuk ilmu sosial. Hukum gravitasi universal yang dikemukakan oleh Newton menyatakan bahwa daya tarik menarik antara dua benda akan berbanding lurus dengan massanya dan berbanding terbalik dengan nilai kuadrat jarak diantara keduanya.

Perhitungan menggunakan panel data berupa data aliran distribusi beras (Tij)

dari 5 (lima) daerah pemasok beras utama (Karawang, Cirebon, Cianjur, Bandung, dan Serang) ke Jakarta selama 5 (lima) tahun terakhir, dan sebagai faktor yang dianggap dapat menjadi pendorong/penarik adalah: jumlah petani di wilayah asal (Pi), jumlah populasi di wilayah tujuan (Pj), produksi beras di wilayah asal (Mi),

kebutuhan/penyaluran beras ke wilayah tujuan (Mj), harga beras di wilayah asal

(Hi), harga beras di wilayah asal (Hj), serta jarak (dij) yang digunakan yaitu

panjang jalan dari wilayah asal ke PIBC Jakarta yang dilihat melalui google map. Sehingga persamaan gravitasi yang digunakan pada penelitian ini adalah:

𝑇𝑖𝑗 = 𝑘 𝑀𝑖 ∝1𝑀 𝑗 𝛽1 𝑃𝑖∝2𝑃𝑗𝛽2𝐻𝑖∝3𝐻𝑗𝛽3 𝑑𝑖𝑗𝑏 dimana:

𝑇𝑖𝑗 = interaksi spasial i dan j (aliran beras/pasokan dari wilayah asal ke PIBC)

𝑀𝑖 = produksi beras di wilayah asal (massa wilayah asal i)

𝑀𝑗 = kebutuhan/penyaluran beras di wilayah tujuan (massa wilayah tujuan j)

𝑃𝑖 = populasi petani di wilayah asal (massa wilayah asal i)

𝑃𝑗 = populasi di wilayah tujuan (massa wilayah tujuan j)

𝐻𝑖 = harga beras di wilayah asal (massa wilayah asal i)

𝐻𝑗 = harga beras di wilayah tujuan (massa wilayah tujuan j)

𝑑𝑖𝑗 = panjang jalan dari wilayah asal ke wilayah tujuan (jarak antara wilayah i

(7)

𝛼, 𝛽, 𝑏 = koefisien peubah massa wilayah asal i, massa wilayah tujuan j, dan jarak

d

𝑘 = konstanta

Nilai Tij sebagai hasil observasi, bersama nilai Mi, Mj, Pi, Pj, Hi, Hj, dan dij

kemudian akan digunakan untuk menduga nilai 𝛼, 𝛽, dan b. Nilai dari parameter inilah yang akan menggambarkan karakteristik dari suatu wilayah. Apabila nilai α lebih besar dari β, maka interaksi antar wilayah terutama ditimbulkan oleh aktivitas produksi di wilayah asal (model potensial), sedangkan jika β lebih tinggi dari α, maka interaksi antar wilayah lebih disebabkan oleh daya tarik aktivitas pasar di wilayah tujuan (model persaingan pasar).

Hasil analisis tersebut akan menghasilkan faktor pendorong dan penarik masing-masing wilayah dan tinggi-rendahnya intensitas interaksi spasial antara Jakarta dengan daerah pemasok beras di sekitarnya. Pemilihan daerah pemasok berdasarkan data PIBC dengan pasokan lebih dari 1 000 ton per tahun (Karawang, Cianjur, Cirebon, Bandung, dan Serang).

Masing-masing variabel pada model gravitasi, yaitu Tij, Mi, Mj, Pi, Pj, Hi, Hj,

dan dij, dihitung nilai ln-nya, kemudian diperoleh data baru dan diregresikan

dimana ln Tij sebagai dependent variabel sedangkan ln Mi, ln Mj, ln Pi, ln Pj, ln Hi,

ln Hj dan ln dij sebagai independent variabel, sehingga diperoleh persamaan: ln 𝑇𝑖𝑗 = 𝐾 + 𝛼1𝑙𝑛𝑀𝑖 + 𝛽1𝑙𝑛𝑀𝑗 + 𝛼2𝑙𝑛 𝑃𝑖+ 𝛽2𝑙𝑛𝑃𝑗 + 𝛼3𝑙𝑛𝐻𝑖+ 𝛽3𝑙𝑛𝐻𝑗 − 𝑏𝑑𝑖𝑗

Nilai koefisien α1, β1, α2, β2, α3, β3, b, dan k diperoleh dari hasil regresi

tersebut. Kemudian diperoleh nilai total α dan total β untuk dilihat koefisien mana yang memiliki nilai lebih tinggi. Namun nilai koefisien tersebut masih merupakan nilai koefisien untuk agregat wilayah. Artinya dari lima wilayah asal belum diketahui wilayah mana yang memiliki potensi daya dorong paling tinggi, untuk mengetahuinya digunakan varian dari model gravitasi yaitu model potensial.

Model gravitasi memiliki 2 varian, yaitu model potensial dan model persaingan pasar. Kedua model merupakan salah satu bentuk spatial choice model

yang dapat digunakan untuk menentukan wilayah asal mana yang mampu mengakses wilayah lain dan wilayah tujuan mana yang mampu bersaing dengan wilayah lainnya dalam menyediakan pelayanan (Pribadi 2011).

Penelitian ini hanya menggunakan model potensial, karena dalam penelitian terdapat beberapa wilayah asal dan hanya satu wilayah tujuan, yaitu DKI Jakarta. Model potensial merupakan model yang bertujuan untuk melihat kemampuan dari setiap wilayah asal ke-i untuk mengakses wilayah lain sebagai wilayah tujuan. Dalam konteks aliran barang, semakin besar nilai Vi menunjukkan semakin besar jumlah produk yang dapat masuk ke wilayah tujuan j. Kemampuan mengakses ke wilayah lain yang cukup tinggi mengindikasikan bahwa wilayah asal ke-i memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah asal lainnya. Secara matematis model potensial dapat dinyatakan dalam persamaan berikut (Pribadi 2011):

𝑉𝑖 = 1 𝐷 𝑚𝑗𝛽 𝑑𝑖𝑗𝑏 𝑚 𝑗 =1

(8)

dimana:

Vi = potensi wilayah asal ke-i untuk mengakses wilayah lain (pemilik daya

dorong tertinggi) D = 𝑚𝑗

𝛽

𝑑𝑖𝑗𝑏 𝑗

𝑖 total aliran barang dari wilayah asal ke wilayah tujuan

𝑚𝑗𝛽 = 𝑀𝑗𝛽1𝑃𝑗𝛽2𝐻𝑗𝛽3 total perkalian massa wilayah tujuan j dij = jarak dari wilayah asal ke wilayah tujuan

β = β1 + β2 + β3 yaitu total koefisien peubah massa wilayah tujuan

b = koefisien peubah jarak

Mj = kebutuhan/penyaluran beras di wilayah tujuan (massa wilayah tujuan j)

Pj = populasi di wilayah tujuan (massa wilayah tujuan j)

Hj = harga beras di wilayah tujuan (massa wilayah tujuan j)

Analisis regresi dilakukan menggunakan software Eviews 6.0 dan untuk menghitung nilai daya dorong daerah pemasok utama digunakan Microsoft Excel 2007. Keluaran dari hasil analisis ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pasokan beras ke PIBC dan daerah pemasok beras utama ke PIBC pemilik daya dorong tertinggi.

Analisis Daya Dukung Lahan Pertanian dan Kondisi Surplus/Defisit Beras di Daerah Pemasok Utama

Berdasarkan hasil analisis keterkaitan antar wilayah terlihat wilayah mana yang mempunyai daya dorong besar untuk mengirimkan hasil produksi berasnya ke wilayah DKI Jakarta. Selanjutnya dilakukan analisis daya dukung lahan dari wilayah sentra produksi beras tersebut untuk mengetahui kemampuan dan keberlanjutannya dalam mensuplai kebutuhan beras Jakarta.

Daya dukung lahan dihitung dari total nilai produksi biohayati aktual yang ada pada lahan di wilayah tertentu, dibandingkan dengan kebutuhan lahan per hektar yang diperlukan oleh sejumlah penduduk yang tinggal di suatu wilayah tersebut yang diasumsikan setara dengan luas lahan untuk menghasilkan satu ton setara beras per tahun berdasarkan Permen Nomor 17 tahun 2009 (Kemeneg LH 2009). Metode ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum apakah daya dukung lahan suatu wilayah dalam keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan bahwa ketersediaan lahan setempat di suatu wilayah masih dapat mencukupi kebutuhan akan produksi hayati di wilayah tersebut, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa ketersediaan lahan setempat sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan akan produksi hayati di wilayah tersebut.

Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan data total produksi aktual setempat dari setiap komoditas di suatu wilayah, dengan menjumlahkan produk dari semua komoditas yang ada di wilayah tersebut. Penjumlahan ini menggunakan harga sebagai faktor konversi karena setiap komoditas memiliki satuan yang beragam. Sementara itu, kebutuhan lahan dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak.

(9)

1) Menentukan unit wilayah yang akan dianalisis, pada penelitian ini unit yang akan dianalisis adalah kecamatan di daerah pemasok utama pemilik daya dorong tertinggi.

2) Penghitungan ketersediaan (supply) lahan pertanian secara keseluruhan dengan menggunakan rumus:

𝑆𝐿 = (𝑃𝑖 𝑥 𝐻𝑖)

𝐻𝑏 𝑥

1 𝑃𝑡𝑣𝑏

dimana:

SL = Ketersediaan lahan (ha)

Pi = Produksi aktual tiap jenis komoditi (satuan tergantung kepada jenis

komoditas). Komoditas yang diperhitungkan meliputi pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan

Hi = Harga satuan tiap jenis komoditas (Rp/satuan) di tingkat produsen

Hb = Harga satuan beras (Rp/kg) di tingkat produsen (Rp 5 200/kg)

Ptvb= Produktivitas beras (kg/ha)

Faktor konversi yang digunakan dalam perhitungan untuk menyetarakan produk non beras dengan beras adalah harga.

Perhitungan supply beras menggunakan rumus daya dukung lahan seperti di atas, namun yang dihitung hanya produksi beras.

𝑆𝐵 = 𝑃𝐵

dimana:

SB = Ketersediaan beras (kg)

PB = Produksi aktual beras (kg)

3) Penghitungan permintaan (demand) lahan, menggunakan rumus:

𝐷𝐿 = 𝑁 𝑥 𝐾𝐻𝐿𝐿

dimana:

DL = Total kebutuhan lahan setara beras (ha)

N = Jumlah penduduk (jiwa)

KHLL = Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per

penduduk

 Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk adalah kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi produktivitas beras total.

 Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton setara beras/kapita/ton.

Perhitungan demand beras berdasarkan kebutuhan beras penduduk per kapita per tahun di setiap kecamatan.

𝐷𝐵 = 𝑁 𝑥 𝐾𝐵

dimana:

(10)

N = Jumlah penduduk (jiwa)

KB = Kebutuhan beras di wilayah tersebut (kg/kapita)

 Kecamatan yang termasuk wilayah perkotaan berdasarkan PODES 2011 diasumsikan mengkonsumsi beras 94.45 kg/kapita/tahun, sedangkan kecamatan yang termasuk wilayah perdesaan sebesar 106.66 kg/kapita/tahun (Kementan 2010b).

4) Penentuan status surplus/defisit dengan menghitung selisih supply dengan

demand.

Status daya dukung lahan diperoleh dari pembandingan antara ketersediaan lahan (SL) dan kebutuhan lahan (DL). Berdasarkan ketentuan Permen 17/2009:

Bila SL > DL, maka daya dukung lahan dinyatakan surplus.

Bila SL < DL, maka daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui (overshoot).

Perbandingan nilai supply beras (SB) dan nilai demand beras (DB) lebih dari 1

menunjukkan wilayah tersebut surplus beras, sebaliknya jika kurang dari 1 wilayah tersebut mengalami defisit beras.

5) Penentuan status “tingkat keberlanjutan”.

Hasil perhitungan dengan metode ini dapat dijadikan bahan masukan/pertimbangan dalam penyusunan rencana tata ruang dan evaluasi pemanfaatan ruang, terkait dengan penyediaan produk hayati secara berkelanjutan melalui upaya pemanfaatan ruang yang menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Keluaran dari analisis ini adalah diketahuinya nilai kapasitas daya dukung lahan pertanian di daerah pemasok utama dengan nilai daya dorong tertinggi. Namun hasil analisis ini masih bersifat umum untuk kondisi lahan pertanian di wilayah pemasok utama tersebut, sedangkan untuk melihat kemampuan daerah pemasok tersebut untuk memenuhi kebutuhan beras di wilayahnya dan memasok beras ke Jakarta melalui PIBC dihitung berdasarkan perbandingan nilai produksi beras dengan kebutuhan beras di wilayah tersebut.

Analisis Pola Harga Beras, Marjin Pemasaran, dan Farmer’s Share

Analisis pola harga beras di tingkat produsen, penggilingan, PIBC, dan konsumen di daerah pemasok utama dan di Jakarta untuk melihat bagaimana pola harga beras selama satu tahun terakhir menggunakan data rata-rata harga beras per bulan di setiap level tersebut pada tahun 2012.

Analisis marjin pemasaran digunakan untuk melihat efisiensi sistem distribusi beras dari petani ke konsumen. Umumnya semakin panjang rantai tata niaga akan mengurangi persentase share petani dibandingkan dengan harga di tingkat konsumen, sehingga keuntungan ekonomi tidak banyak diterima petani tapi ditransfer ke lembaga pemasaran terkait. Marjin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayarkan kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Faktor -faktor yang mempengaruhi marjin pemasaran beras yaitu biaya angkutan, biaya jemur, biaya giling, biaya penyusutan atau kerusakan, tingkat harga beli untuk setiap komoditi, besar keuntungan pedagang, modal kerja dan kapasitas penjualan. Data diperoleh melalui penelusuran mata rantai pemasaran di lokasi penelitian. Informasi awal diperoleh dari pedagang pemasok daerah yang datang ke PIBC, darimana asal

(11)

beras yang mereka jual dan biaya-biaya yang dikeluarkan. Formulasi perhitungan marjin pemasaran menggunakan rumus (Ilham dalam Yuhendra 2009):

𝑀 = 𝐶𝑖+ 𝜋𝑗 𝑛 𝑗 =1 𝑚 𝑖=1 dimana: M = Marjin pemasaran Ci = Biaya pemasaran i (i = 1, 2, 3, …m)

m = Jumlah jenis biaya

πj = Keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran j (j = 1, 2, 3, …n)

n = Jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran Analisis farmer’s share digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang keempat, terkait penerimaan petani di wilayah produsen, analisis ini merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga suatu komoditas selain marjin tataniaga. Farmer’s share adalah salah satu indikator yang sering dinyatakan dalam persentase dengan membandingkan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Farmer’s

share mempunyai hubungan negatif dengan marjin tataniaga sehingga semakin tinggi marjin tataniaga, maka bagian yang akan diperoleh petani semakin rendah. Secara matematis farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut (Azzaino, 1981):

𝐹𝑆 = 𝐻𝑗

𝐻𝑒 𝑥 100%

dimana :

FS = farmer’s share

Hj = Harga jual di tingkat petani (Rp per kg)

He = Harga eceran di tingkat konsumen per pengecer (Rp per kg)

Data yang digunakan adalah data harga beras di tingkat produsen wilayah sentra produksi dan data harga beras di tingkat konsumen DKI Jakarta. Analisis ini akan menunjukkan seberapa besar tingkat penerimaan petani di wilayah produsen dibandingkan dengan harga yang dibayarkan konsumen di Jakarta.

Gambar

Gambar 3  Lokasi wilayah penelitian
Tabel 6  Matriks tujuan, jenis, sumber data, analisis data, dan keluaran

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum memasuki materi pokok guru menyampaikan kepada siswa tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, menciptakan suasana yang membuat siswa dapat termotivasi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan peran perawat sebagai care giver dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani

Operation is subject to the following 2 conditions: 1) this device may not cause harmful interference and, 2) this device must accept any inter ference received, including inter

Menurut Azwar (1999) daya deskriminasi yang digunakan dalam menganalisis aitem yaitu &gt; 0,30. Aitem yang memiliki skor daya diskriminasi aitem kurang dari 0,30

Dengan menggunakan tiub relau Kuarza bagi proses perlogaman, suhu 700°C mencatatkan kecekapan sebanyak 0.2% bagi permukaan belakang dan 6.1% bagi permukaan hadapan, 1.5%

Setelah mengisi jumlah data yang akan di input pada form input data serta mengklik tombol tambah, maka selanjutnya akan ditampilkan form tambah data... Gambar 4.45 Form Tambah

Skripsi yang penulis susun sebagai bagian dari syarat untuk mendaptakan ajian Numerik Pengaruh Ukuran Luas pada Sifat Magnet Superkonduktor Tipe II Berbentuk Persegi

Memang dalam pengurusan KTP dan KK oleh masyarakat yang dilimpahkan kepada pengurus desa ini memunculkan biaya baru bagi masyarakat, akan tetapi biaya ini memang