• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) SEBAGAI MODAL SOSIAL PADA PT NEWMONT - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) HASAN ASY’ARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) SEBAGAI MODAL SOSIAL PADA PT NEWMONT - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR) HASAN ASY’ARI"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) SEBAGAI MODAL SOSIAL PADA PT NEWMONT

TESIS

Disusun Oleh :

HASAN ASY’ARI, SH. B4A 005 021

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Sri Redjeki Hartono, SH.

Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) SEBAGAI MODAL SOSIAL PADA PT NEWMONT

TESIS

Disusun Oleh :

HASAN ASY’ARI, SH. B4A 005 021

Dipertahankan Didepan Dewan Penguji Pada tanggal 12 Januari 2009

Pembimbing

Prof. Dr. Sri Redjeki Hartono, SH. NIP. 130 368 053

Peneliti

Hasan Asy’ari, SH. NIM. B4A 005 021

Mengetahui,

Ketua Program Magister Ilmu Hukum

(3)

iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Dengan ini saya, Hasan Asy’ari, SH, menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Tesis ini adalah asli hasil karya saya sendiri dan Karya Ilmiah ini belum pernah diajukan sebagai pemenuhan untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S1) maupun Magister (S2) dari Universitas Diponegoro maupun Perguruan Tinggi lain.

Semua informasi yang dimuat dalam Karya Ilmiah ini yang berasal dari penulis lain baik dipublikasikan atau tidak, telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis secara benar dan semua isi dari Karya Ilmiah/Tesis ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya sebagai penulis.

Semarang, 12 Januari 2009 Penulis

(4)

MOTTO

- Berilmu luas dan beramal sejati

- Sebaik – baiknya manusia adalah manusia yang dapat bermanfaat bagi sesama manusia

- Cogito ergo Sum yang artinya aku berfikir, oleh sebab itu aku ada.

PERSEMBAHAN

- Ayah dan Ibunda tercinta

(5)

v KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala, yang telah melimpahkan rahmat – Nya, sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan Tesis ini yang berjudul : IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) SEBAGAI MODAL SOSIAL PADA PT. NEWMONT.

Penulisan Tesis ini dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan guna menyelesaikan studi program Magister Ilmu Hukum Kajian Hukum Ekonomi dan Teknologi Universitas Diponegoro Semarang.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan, waktu dan literatur. Oleh karena itu semua saran dan kritik yang sifatnya membangun akan diterima dengan segala keredahan hati.

Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat terselesaikan karena bantuan yang sangat berarti dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah sudi memberikan saran, nasehat dan kritikan dan bantuan baik yang bersifat moril maupun materiil, sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Ucapkan terima kasih ini penulis sampaikan, terutama kepada :

1. Rektor Universitas Diponegoro Semarang

2. Prof. DR. PAULUS HADI SUPRAPTO, SH. MH. Selaku Ketua Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, yang telah mengesahkan penulisan tesis ini.

3. Sekretaris Akademik, Ibu Ani Purwanti, SH, M Hum dan Bapak Ibu Staf Administrasi yang banyak menunjang dan membantu kelancaran dalam menempuh program ini.

(6)

5. Prof. Dr. Sri Redjeki Hartono, SH selaku Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, nasehat, serta bimbingan sehingga selesainya tesis ini. 6. Pimpinan PT. Newmont yang telah bersedia diwawancarai oleh penulis ketika

melakukan penelitian

7. Rekan – rekan angkatan 2005 – 2006, yang menjadi mitra diskusi dalam mengikuti perkuliahan di program Magister Ilmu Hukum khususnya kajian Hukum Ekonomi dan Teknologi Universitas Diponegoro.

8. Kedua orang tua penulis Bapak Drs. H. Achmad Said dan Ibu Hj. Ayunah yang selalu memberikan doa restu dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulis tesis yang penuh dengan ujian dan tantangan serta perjalanan panjang ini.

9. Kepada semua pihak, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S2 di Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro

Semoga segala amal dan kebaikan semua pihak yang telah membantu penulisan ini bermanfaat / bernilai ibadah dan mendapat ganjaran dari Allah SWT.

Akhirnya semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Semarang, Desember 2008

(7)

vii ABSTRAK

CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) yang terbaru, yakni UU Nomer 40 Tahun 2007, melalui undang-undang ini, industri atau koprasi-koprasi wajib untuk melaksanakannya.. Meningkatnya tingkat kepedulian kualitas kehidupan, harmonisasi sosial dan lingkungan ini juga mempengaruhi aktivitas dunia bisnis, maka, lahirlah gugatan terhadap peran perusahaan agar mempunyai tanggungjawab sosial. Disinilah salah satu manfaat yang dapat dipetik perusahaan dari kegiatan CSR. Dalam konteks inilah aktifitas Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi menu wajib bagi perusahaan, di luar kewajiban yang digariskan undang-undang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan CSR yang sesuai dengan visi korporasi dan amanat pasal 74 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan untuk mengetahui apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh perusahaan dalam implementasinya.

Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif , yaitu data skunder yang berupa teori, definisi dan substansinya dari berbagai literatur, dan peraturan perundang-undangan, serta data primer yang diperoleh dari wawancara, observasi dan studi lapangan, kemudian dianalisis dengan undang-undang, teori dan pendapat pakar yang relevan, sehingga didapat kesimpulan tentang pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan yang berkaitan dengan pengentasan masalah-masalah sosial kemasyarakatan.

Berdasarkan hasil analisa, diperoleh kesimpulan bahwa dalam mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya, PT Newmont melakukan kegiatan-kegiatan Pembangunan Masyarakat yaitu pendidikan, Infrastruktur, Perbaikan Kesehatan, Pendidikan Kejuruan dan Pengembangan Bisnis, Program Pertanian dan Perikanan, Program Perbaikan Habitat Laut Minahasa. Sedangkan kendala-kendala yang ditemui adalah meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat dan kesalahan persepsi yang muncul akibat tuduhan pencemaran terhadap operasi Newmont Minahasa Raya sehingga izin penempatan tailing PT NNT, yang mesti diperpanjang pada tahun 2005, akan tetap ditentang oleh LSM anti tambang, Kontroversi lain muncul terkait daerah eksplorasi Dodo di kecamatan Ropang yang melibatkan sembilan desa. Warga Labangkar mengklaim nenek moyang mereka dimakamkan di Dodo dan menuntut ganti rugi lahan dan pemakaman yang ada sehingga perusahaan memutuskan untuk menghentikan kegiatan eksplorasi di daerah tersebut. Tuntutan oleh beberapa nelayan setempat bahwa kegiatan tambang telah mengurangi hasil tangkapan mereka. Untuk mengatasi tuduhan ini dan memperbaiki kesalahan persepsi, PTNNT telah menyusun suatu sasaran untuk melibatkan diri lebih banyak dalam pengembangan desa nelayan setempat dan melakukan survei perikanan pada 2005

(8)

ABSTRACT

CSR (Corporate Social Responsibility) is one obligation that shall be completed by the corporate appropriated to the content of section 74 of the newest Undang-Undang Perseroan Terbatas/ UUPT (Code of the Limited), which is Code Number 40 Year 2007. By the Code, either industry or cooperative possesses the obligation to complete it. The increasing of the care level of life quality, harmonization of social and environment influences business world activity. Thus, it emerges the accusation against the role of the corporate to have the social responsibility. It is in this case one advantage that rises from the activity of CSR. Upon this context, the Corporate Social Responsibility (CSR) has become the main menu for the corporate, out of the obligation ruled by the regulation.

The purpose of the research is to acknowledge the application of CSR appropriated to the corporate vision and the instruction of section 74 of Code Number 40 Year 2007 upon the Limited and to acknowledge any risen obstacles faced by the corporate upon the application.

Data of the research were analyzed qualitatively, which is secondary of theory, definition, and substance from literature and regulation, and primary of interview, observation, and field study, in which they were analyzed with the relevant code, theory, and expert's opinion, thus, it could be concluded upon the application of corporate social responsibility related to the solving of social problems.

Based upon the analysis, it could be concluded that upon the implementation of the social responsibility, PT. Newmont completes activity of Social Development, such as education, infrastructure. Health Improvement, Vocational Education, and Business Development, Agricultural and Fishery Program, the Program of Minahasa Sea Habitat Restoration. Whereas, the faced risen problem is the increase of the society's distrusting behavior and the misperception risen caused by the accusation of soiled pollution against the operation of Newmont Minahasa Raya so that the license of the tailing placing of PT. NNT, which shall be elongated in 2005, nevertheless, it will always be subject to disagreement by the anti-mining NGO. The other controversial matter is arisen related to Dodo exploration territory in Ropang district that includes nine villages. Labangkar people claim that their ancestors were buried in Dodo and, thus, ask for the compensation of the land and the cemetery around the corporate, in which the corporate decided to end the activity of exploration upon the area. The accusation by several local fishermen that the mining activity reduces their gaining fish. In order to solve the problem, PT. NNT has arranged target to self-involve to more developing activities for the local fishermen and completed fishery survey in 2005.

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK... vi

ABSRACT... vii

DAFTAR ISI... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 11

C. Tujuan Penelitian... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Kerangka Pemikiran... 14

F. Metode Penelitian ... 21

G. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Corporate Sosial Responsibility (CSR) Pada Umumnya ... 25

1. Pengertian Corporate Sosial Responsibility (CSR... 32

2 Wacana CSR dari Berbagai Perspektif ... 45

B. CSR Sebagai Kewajiban Perusahaan ... 53

(10)

2. Program-Program CSR ... 75

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Di Indonesia Pelaksanaan Corporate Social Responsibilty (CSR) pada PT.Newmont ... 78

B. Regulasi CSR dalam Hasil Sinkronisasi UU Perseroan Terbatas ... 80

C. CSR Dalam Ketentuan Hukum Di Indonesia ... 82

1. Pengertian Hukum Pertambangan... 82

2. Objek dan Ruang Lingkup Kegiatan Hukum Pertambangan... 85

3. Asas-asas Hukum Pertambangan ... 87

4. Sumber-sumber Hukum Pertambangan ... 93

D. Gambaran Umum tentang PT Newmont... 101

E. Implementasi Corporate Social Responsibilty (CSR) pada PT Newmont ... 103

1. PT Newmont Minahasa Raya (NMR)... 103

2. PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) ... 106

F. Kendala-Kendala Yang Dihadapi oleh PT Newmont Dalam Pelaksanaan Corporate Social Responsibility... 125

G. Alasan-Alasan Perusahaan melaksanakan CSR... 129

(11)

xi I. Parameter Keberhasilan Pelaksanaan CSR Oleh PT Newmont 135 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) yang terbaru, yakni UU Nomer 40 Tahun 2007. Melalui undang-undang ini, industri atau koprasi-koprasi wajib untuk melaksanakanya, tetapi kewajiban ini bukan suatu beban yang memberatkan. Perlu diingat pembangunan suatu negara bukan hanya tangungjawab pemerintah dan industri saja, tetapi setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat.

Industri dan korporasi berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan pula faktor lingkungan hidup.1 Melihat pada kondisional semcam ini maka penulis mencoba mengangkat permasalahan ini kepermukaan. Penulis menganggap bahwa pengambilan judul diatas cukup strategis. Pertama, sebab sebenarnya konsep tanggungjawab sosial perusahaan telah dikenal sejak awal 1970, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyrakat, lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk

1

. Chairil N. Siregar, Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi CSR Pada Masyarakat

(13)

xiii berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Seiring perjalanan waktu, di satu sisi sektor industri atau koprasi-koprasi skala besar telah mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi di sisi lain ekploitasi sumber-sumber daya alam oleh sektor industri sering kali menyebabkn kerusakan lingkungan. Kedua, adalah sebagai upaya untuk menegaskan hubungan perusahaan dengan aktifitas perniagaan yang diselenggarakan oleh para perusahaan. Dalam konteks perniagaan yang diselenggarakan terdapat hubungan timbal-balik antara personal perusahaan secara internal dan antara internal perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan. Corporate Social Responsibility adalah suatu bagian hubungan perniagaan yang melibatkan perusahaan di satu pihak dan masyrakat sebagai lingkungan sosial perusahaan di pihak yang lain. Ketiga,2 CSR adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyrakat domisili. Secara teoritik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggungjawab moral suatu peusahaan terhadap para stakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah kerja atau oprasionalnya.

Di tahun 1970-an, topik CSR mengemuka melalui tulisan Milton Friedman tentang bentuk tunggal tanggungjawab sosial dari kegiatan bisnis. Bahkan Estes 3 menilai bahwa roh atau semangatnya telah ada sejak mula berdirinya perusahaan-perusahaan (di Inggris), yang tugas utamanya adalah untuk membantu pemerintah dalam memberikan pelayanan dan

2

Kutipan B Tamam Achda, anggota komisi VII DPR-RI, Konteks Sosiologis

Perkembangan CSR dan Implementasinya, hal.3

3

(14)

memenuhi kebutuhan masyarakat sikap dan pendapat pro-kontra selalu merupakan bagian dari sejarah kehidupan perusahaan dan perkembangan konsep CSR itu sendiri. Pro dan kontra terhadap perkembangan CSR terus bergulir. Salah satunya, apakah tanggungjawab sosial tersebut sifatnya wajib atau sukarela, dimana ketika kegiatan Corporate Social Responsibility (untuk selanjutnya disebut CSR) diwajibkan dalam Undang-Undang. Nomer 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU.PT), Sontak menuai protes. Pasalnya aktivitas CSR diasumsikan sebagai aktivitas berdasarkan kerelaan dan bukanya ”paksaan”.

Memang bibit-bibit CSR berawal dari semangat filantropis perusahaan. Namun, tekanan dari komunitas yang keras, terutama ditengah masyarakat yang kritis semacam masyrakat Eropa, yang menjadikan CSR menjadi semacam social license to operation, dan ini dilakukan oleh komunitas, bukan oleh negara.4 Kritik lainnya, dalam pelaksanannya CSR masih memiliki kekurangan. Program-program CSR yang banyak dijalankan oleh perusahaan banyak yang hanya memiliki pengaruh jangka pendek dengan skala yang terbatas.

Program-program CSR yang dilaksanakan seringkali kurang menyentuh akar permasalahan komunitas yang sesungguhnya. Seringkali pihak perusahan masih mengangap dirinya sebagai pihak yang paling memahami kebutuhan komunitas, sementara komunitas dianggap sebagai kelompok pinggiran yang menderita sehingga memerlukan bantuan

4

(15)

xv perusahaan. Di samping itu, aktivitas CSR dianggap hanya semata-mata dilakukan demi terciptanya reputasi perusahaan yang pasif bukan demi perbaikan kualitas hidup komunitas dalam jangka panjang.5

Kritik lain dari pelaksanaan CSR adalah karena seringkali diselenggarakan dengan jumlah biaya yang tidak sedikit, maka CSR identik dengan perusahan besar yang ternama. Yang menjadi permasalahan adalah dengan kekuatan sumberdaya yang ada dengan kekuatan sumber daya yang dimilikinya, perusahan-perusahan besar dan ternama ini mampu membentuk opini publik yang mengesankan seolah-olah mereka telah melaksanakan CSR, padahal yang dilakukanya hanya semata-mata hanya aktivitas filantropis, bahkan boleh jadi dilakukan untuk menutupi perilaku-perilaku yang tidak etis serta perbuatan melanggar hukum.6

Diidentikkannya CSR dengan perusahaan besar dan ternama membawa implikasi lain. Bila perusahaan besar dan ternama tersebut melakukan perbuatan yang tidak etis bahkan melanggar hukum, maka sorotan tajam publik akan mengarah kepada mereka. Namun bila yang melakukanya perusahaan kecil atau menengah yang kurang ternama, maka publik cenderung untuk kurang peduli, ataupun publik menarik perhatian, perhatian yang diberikan tidak sebesar bila yang melakukannya adalah perusahaan besar yang ternama. Padahal perilaku-perilaku yang tidak etis

5

Margiono, Menuju Corporate Social Leadersip, Suara Pembaruan, 11 Mei 2006 6

(16)

serta perubahan melanggar hukum yang dilakukan oleh siapapun tidak dapat diterima.7

Seberapa penting CSR bagi perusahaan tetap menjadi wacana dalam praktis bisnis, pro dan kontra ini tidak bisa dilepaskan dari fenomena perbenturan kepentingan antara pencapaian profit dengan pencapaian tujuan sosial. Jika diperhatikan, masyarakat sekarang hidup dalam kondisi yang dipenuhi beragam informasi dari berbagai bidang, serta dibekali kecanggihan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Pola seperti ini mendorong terbentuknya cara pikir, gaya hidup, dan tuntutan masyarakat yang lebih tajam. Seiring dengan perkembangan ini, tumbuh suatu gerakan konsumen yang dikenal sebagai vigilante consumerism yang kemudian berkembang menjadi ethonical consumerism.8

Riset yang dilakukan oleh Roper Search Worldwide menujukan 75% responden memberi nilai lebih kepada produk dan jasa yang dipasarkan oleh perusahaan yang memberi kontribusi nyata kepada komunitas melalui program pembangunan. Sekitar 66% responden juga menunjukan mereka siap berganti merk kepada merek perusahaan yang memiliki citra sosial yang positif. Hal ini membuktikan terjadinya perluasan ”minat” konsumen dari produk menuju korporat. Konsumen menaruh perhatianya terhadap tanggungjawab sosial perusahaan yang lebih luas, yang menyangkut etika bisnis dan tanggungjawab sosialnya. Kepedulian konsumen telah meluas

7

.Ari Margono,ibid., 8

(17)

xvii dari sekedar kepada korporetnya.9 Konsumen semacam ini tidak hanya peduli pada faktor pemenuhan kebutuhan pribadi sesaat saja. Tetapi juga peduli pada penciptaan kesejahteraan jangka panjang.

Meningkatnya tingkat kepedulian kualitas kehidupan, harmonisasi sosial dan lingkungan ini juga mempengaruhi aktivitas dunia bisnis, maka, lahirlah gugatan terhadap peran perusahaan agar mempunyai tanggungjawab sosial. Disinilah salah satu manfaat yang dapat dipetik perusahaan dari kegiatan CSR. Dalam konteks inilah aktifitas Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi menu wajib bagi perusahaan, di luar kewajiban yang digariskan undang-undang.10

Hubungan antara komunitas dan perusahaan telah mengalami pergeseran. Awalnya perusahaan meluncurkan program Community Development (CD) dalam upayanya membina hubungan dengan komunitas. Kemudian dengan aktivitas CSR sebagai lisensi social untuk beroperasi. Terakhir, perusahaan dituntut untuk mempunyai peranan kepemimpinan dalam komunitasnya. Namur, ternyata hanya sekedar menjalankan aktivitas CSR tidaklah lagi mencukupi. Sekali lagi, ini bukan berarti CSR kehilangan relevansinya. CSR tetap penting dan harus dijalankan. Namun disamping CSR, perusahaan perlu mengambil insentif kepemimpinan sosial. Inilah yang diistilahkan oleh Hills dan Gibbon dengan Corporate Social Leadership (CSL).11

9

. A.B. Susanto, Op.Cit., hal.6 10

.A.B. Susanto, Ibid,hal.7 11

(18)

Konteks CSL menegaskan bahwa perusahaan bukan hanya dituntut untuk menjalankan tanggungjawab sosialnya, namun juga harus menjadi sebuah institusi yang memimpin, memberikan inspirasi bagi terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat, sehingga kualitas hidup masyarakat secara umum meningkat dalam jangka panjang. Perusahaan harus menyadari bahwa dirinya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat yang lebih luas, sehingga hal buruk yang menimpa dan merugikan masyarakat pada giliranya akan berdampak pada mereka juga.

Oleh karena perusahaan harus memerlukan komunitasnya sebagai mitra, program-program yang dilaksanakan harus mampu benar-benar memberdayakan masyarakat, artinya masyarakat yang memiliki daya tahan yang tinggi serta mampu memecahakan setiap persoalan yang dihadapi dengan kekuatan sendiri dalam jangka panjang.

Dunia industri sering menjadi tertuduh utama dalam masalah kerusakan lingkungan, karena “kerakusanya” dalam mengekpoitasi sumber daya alam, sebagaimana dalam kasus pencemaran teluk buyat oleh PT Newmont Minahasa Raya, tetapi industri pula yang menjadikan peradapan manusia maju dengan pesat. Tak dapat dipungkiri bahwa kemampuan dalam menguasai industri menjadi parameter kualitas kehidupan manusia. Masalahnya adalah bagaimana mengolah jalan simpang diantara dua kepentingan : kepentingan industri dan kelestarian lingkungan.

(19)

praktik-xix praktik manajemen, misalnya institusionalisasi yang dituangkan dalam ISO 14000. Demikian juga konsep produksi telah mengalami kemajuan dari konsep cradle to grave menjadi daur ulang. Cradle to cradle seperti yang diterapkan oleh Xerox. Berarti industri tidak hanya mengamankan agar sampah atau limbah tidak mencemari lingkungan, tetapi juga berusaha agar sampah atau limbahnya dapat didaur ulang. Menjadi “hijau” bukan hanya mengubah proses dan produk, yang hanya berkuat dip roses internal pabrik belaka. Tetapi juga memperdulikan ke “hijauan”nya mulai dari bahan baku yang digunakan dan kualitas perusahaan pemasok dipandang dari kacamata sadar lingkungan, seperti yang tertuang dalam standarisasi ISO 140000.

Perusahaan juga harus bertanggungjawab terhadap aktivitas-aktivitas untuk meminimalkan dampak negative dari sisa produk yang dihasilkan, penanganan limbah maupun ”sampah” dari produk yang sudah terpakai, seperti kemasan, namun kesemuanya hanya dapat terlaksana secara efektif dan efisien bila didukung sistem manajemen yang baik, serta dilandasi oleh budaya perusahaan yang peduli terhadap lingkungan, dimana hal ini dapat dilakukan terutama pada perusahan-perusahaan besar. Karena itu salah satu cara untuk menyebarkan ide-ide “hijau” adalah dengan mendorong perusahan-perusahaan besar agar memaksa para pemasoknya atau sub kontraknya untuk lebih ramah terhadap lingkungan.

(20)

semakin sadar terhadap isu lingkungan akan mencari produk yang bersahabat dengan lingkungan. Sebagai dampak ikutannya perusahaan akan mencari pemasok yang bisa memecahkan persoalan-persoalan lingkungan Hubungan antar perusahaan pun akan berubak, karena sama-sama ditekan untuk menjadi hijau. Maka banyak perusahaan, terutama perusahaan besar, mulai cerewet terhadap perusahaan-perusahaan pemasoknya. Bagi perusahaan-perusahaan besar reputasi adalah aset terpenting perusahaan. Walaupun hanya belakangan ini istilah CSR dikenal, sesungguhnya aktivitas community outreach atau penjangkauan masyrakat sudah dilakukan oleh perusahaan sejak dahulu kala.

Bentuk community outreach yang paling primitif adalah corporate philanthropy. Yang terakhir ini merupakan sebuah usaha yang dilakukan oleh perusahaan, atau seseorang, untuk memberikan dana kepada individu atau kelompok masyarakat, misalnya dalam bentuk beasiswa.12 Seiring waktu berlalu, Corporate philanthropy (CP) kemudian berkembang menjadi Corporate Social Responcibility (CSR). CSR berbeda dengan philantropy dari dimensi keterlibatan si pemberi dana dalam aktivitas yang dilakukannya. Kegiatan CSR seringkali dilakukan sendiri oleh perusahaan, atau dengan melibatkan pihak ketiga (misalnya yayasan atau lembaga swadaya masyarakat) sebagai penyelenggara kegiatan tersebut. Yang jelas,

12

(21)

xxi melalui CSR perusahaan jauh lebih terlibat dan terhubung dengan pihak pertama (beneficiaries) dalam aktivitas sosial dibandingkan dengan CP.

Aktivitas sosial yang dilakukan melalui CSR pun jauh lebih beragam.13 CP maupun CSR biasanya dilakukan oleh para miliyoner ataupun perusahaan multinasional yang memiliki pendapatan yang tinggi. Oleh karena itu. Banyak kegunaan dari usaha menengah dan kecil untuk melakukan CP dan CSR. Namun dalam praktiknya, CP maupun CSR sering dilakukan sebagai salah satu bagian dari promosi produk, atau yang sering disebut sebagai social-marketing.14

Newmont Mining Corporation merupakan perusahaan penghasil emas terkemuka yang beroperasi di lima benua. Didirikan pada tahun 1921 di kota New York dan didaftarkan pada Bursa Saham New York (NYSE) sejak tahun 1925, Newmont juga terdaftar di Bursa Saham Australia dan Toronto, dengan domisili hukum di Denver, Colorado, Amerika Serikat. Sebagai perusahaan publik yang terdaftar di bursa saham terkemuka di dunia Newmont terikat pada standar profisiensi yang tinggi serta kepemimpinan di bidang-bidang manajemen lingkungan, kesehatan dan keselamatan bagi para karyawannya dan masyarakat sekitar. Sebagai anak perusahaan dari Newmont Mining Corporation, PT Newmont Minahasa Raya yang didirikan pada tahun 1986 dan selanjutnya menandatangani KK dengan Pemerintah Indonesia, juga terikat untuk menerapkan standar profisiensi yang tinggi serta kepemimpinan di bidang-bidang manajemen lingkungan, kesehatan

13

. Ari Margono, ibid., 14

(22)

dan keselamatan bagi para karyawannya dan masyarakat sekitar, termasuk melaksanakan CSRnya, oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai implementasi CSR dengan mengambil lokasi penelitian pada PT Newmont.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) PT Newmont pada wilayah sekitar perusahaan?

2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh PT Newmont dalam implementasi Corporate Social Responsibility tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui implementasi CSR yang sesuai dengan visi korporasi dan amanat pasal 74 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh PT Newmont dalam implementasi Corporate Social Responsibility.

D. Manfaat Penelitian

(23)

xxiii a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapakan dapat menambah informasi atau wawasan yang lebih konkrit bagi lembaga legislatif, pemerintah, para praktisi ekonomi, dan khususnya para pengusaha mengenai manfaat penerapan Corporate Social Responsibility. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan khususnya yang berkaitan dengan pengkajian hukum bisnis.

b. Manfaat Praktis

(24)

Kedua, CSR dapat berfungsi sebagai pelindung akan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Demikian pula ketika perusahaan diterpa kabar miring bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat lebih mudah memahami dan memanfaatkannya. Sebagai contoh adalah sebuah perusahaan produsen cunsumer goods yang beberapa waktu yang lalu dilandai isu adanya kandungan bahan berbahaya dalam produknya. Namun karena perusahaan tersebut dianggap konsisten dalam menjalankan tanggungjawab sosialnya, maka masyarakat dapat memaklumi dan memanfaatkanya sehingga relatif tidak mempengaruhi aktivitas dan kinerjanya.

Ketiga, keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten melakukan uapaya-uapaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakatdan lingkungan sekitarnya. Kebanggan ini pada akhirnya akan menghasilkan loyalitas, sehingga mereka merasa lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras demi kemajuan perusahaan. Hal ini akan berujung pada peningkatan kinerja danproduktivitasnya.

(25)

xxv stakeholders senang dan merasa nyaman dalam menjalankan hubungan dengan perusahaan.

Kelima, meningkatnya penjualan seperti yang terungkap dalam riset Search Worldwide, konsumen akan lebih menyukai produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggungjawab sosialnya sehingga memiliki reputasi yang baik. Dan keenam, insentif-insentif lainnya seperti insentif-insentif pajak dan berbagai perlakuan khususnya lainnya. Hal ini perlu dipikirkan guna mendorong perusahaan agar lebih giat lagi menjalankan tanggungjawab sosialnya.

E. Kerangka Pemikiran

(26)

yang pada dasarnya adalah etika dan tindakan untuk turut berperan dalam keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan.

Pada hakekatnya setiap orang, kelompok dan organisasi mempunyai tanggung jawab sosial (social responsibility) pada lingkungannya. Tanggung jawab sosial seseorang atau organisasi adalah etika dan kemampuan berbuat baik pada lingkungan sosial hidup berdasarkan aturan, nilai dan kebutuhan masyarakat. Berbuat baik atau kebajikan merupakan bagian dari kehidupan sosial. Dan segi kecerdaan, berbuat kebajikan adalah salah satu unsur kecerdasan spiritual. Sementara dalam konteks perusahaan, tanggung jawab sosial itu disebut tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility--CSR).

(27)
(28)

disosialisasikan oleh para pelaksana pembangunan di Indonesia dan harus diterapkan pada setiap manusia pelaksana kegiatan pembangunan tersebut. Social-sustainability itu terdiri dari tiga aspek, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk pelaksanaannya adalah human-sustainability yaitu peningkatan kualitas manusia secara etika seperti pendidikan, kesehatan, rasa empati, saling menghargai, dan kenyamanan yang terangkum dalam tiga kapasitas yaitu spiritual, emosional, dan intelektual. Pembangunan di bidang ekonomi, lingkungan dan sosial dapat dilakukan oleh korporasi yang mempunyai kebudayaan perusahaan sebagai suatu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). Corporate social responsibility dapat dipahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih luas.

(29)
(30)
(31)
(32)

kegiatan community outreach yang dilakukan dapat terus terasa di tengah-tengah masyarakat sekalipun perusahaan sudah tidak lagi secara aktif terlibat di komunitas yang bersangkutan.

F. Metode Penelitian

Metode penulisan ini makalah ini dikelompokan menjadi 5 bagian: 1. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-empiris, yaitu dengan melakukan inventarisasi hukum positif yang mengatur dan berkaitan dengan tanggungjawab sosial perusahaan dalam kaitanya dengan pengentasan masalah-masalah sosial kemasyarakatan, memperoleh penjelasan dan mengetahui hal-hal mengenai tanggungjawab sosial perusahaan, serta kendala-kendala yang dihadapi.

2. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian secara deskriptif-analitis dengan jalan menggambarkan secara rinci, sistimatik, dan menyeluruh mengenai segala hal yang berhubungan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap masalah-masalah sosial tersebut. Kemudian, dilakukan analisis terhadap aspek hukum yang berkaitan dengan tanggungjawab soasial perusahaan terhadap masalah-masalah sosial yang ada, serta kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaanya.

3. Sumber dan Jenis Data

(33)

xxxiii perusahaan dalam kaitanya dengan pengentasan masalah-masalah sosial. Di samping itu, juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, Sumber data dalam penelitian ini adalah PT. Newmont Minahasa Raya

Data sekunder yang diteliti adalah sebagai berikut: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat;

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, yaitu berupa dokumen atau risalah perundang-undangan.

c. Bahan hukum tersier, yang memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder antara laim:

a) Kamus Hukum;

b) Berbagai majalah maupun jurnal hukum. 4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data digunakan teknik-teknik pengumpula data sebagai berikut:

a. Studi dokumen/kepustakaan, dan

b. Wawancara, yang dilakukan secara terarah dan mendalam

(34)

keberadaannya berdampak baik positif maupun negatif terhadap masyarakat sekitar.

5. MetodeAnalisa Data

Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif 15 , yaitu data skunder yang berupa teori, definisi dan substansinya dari berbagai literatur, dan peraturan perundang-undangan, serta data primer yang diperoleh dari wawancara, observasi dan studi lapangan, kemudian dianalisis dengan undang-undang, teori dan pendapat pakar yang relevan, sehingga didapat kesimpulan tentang pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan yang berkaitan dengan pengentasan masalah-masalah sosial kemasyarakatan.

G. Sistematika Penulisan

Hasil Penelitian yang diperoleh setelah dilakukan analisis kemudian disusun dalam bentuk laporan akhir dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, berisi uraian tentang Latar Belakang; Permasalahan; Perumusan Masalah; Tujuan Penelitian; Landasan Teori; Manfaat Penelitian; Metode Penelitian; dan Sistematika Penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka, berisi tinjauan pustaka yang menjabarkan mengenai latar belakang sejarah perkembangan dan definisi-definisi tentang Corporate Social Responsibility, selanjutnya tentang wacana Corporate Social Responsibility tersebut dalam berbagai perspektif, baik tinjauan kemunculan dan latar belakang sejarah Corporate Social Responsibility di Indonesia dan khususnya di Nusa Tenggara Barat maupun perkembangan Corporate Social

15

(35)

xxxv Responsibility dari waktu ke waktu di Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Barat. Selanjutnya, akan dijelaskan pula tentang pengertian dan ruang lingkup kebijakan legislatif dalam kerangka Corporate Social Responsibility.

Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi uraian hasil penelitian tentang implementasi Corporate Social Responsibility sebagai modal sosial yang bersinergi dalam pengentasan masalah-masalah sosial di wilayah Nusa Tenggara Barat, yang meliputi latar belakang sejarah lahirnya konsep Corporate Social Responsibility pada perusahaan-perusahaan di Nusa Tenggara Barat, implementasi dan penerapan Corporate Social Responsibility pada perusahaan-perusahaan yang bersangkutan, keefektifan berlakunya konsep Corporate Social Responsibility dalam menangani permasalahan-permasalahan sosial yang ada, dan lain-lain.

(36)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Corporate Sosial Responsibility (CSR) Pada Umumnya

Lester Thurow, tahun 1066 dalam bukunya “The Future of Capitalism”, sudah memprediksikan bahwa pada saatnya nanti, kapitalisme akan berjalan kencang tanpa perlawanan. Hal ini disebabkan, musuh utamanya, sosialisme dan komunisme telah lenyap. Pemikiran Thurow ini menggaris bawahi bahwa kapitalisme tak hanya berurusan pada ekonomi semata, melainkan juga memasukkan unsur sosial dan lingkungan untuk membangun masyarakat, atau yang kemudian disebut sustainable society. Pada jamannya, pemikiran Thurow tersebut sulit diaplikasikan, hal ini ia tuliskan seperti there is no social ‘must’ in capitalism16.

Jaman pun berlalu, tahun 1962, Rachel Calson lewat bukunya “The Silent Spring”, memaparkan pada dunia tentang kerusakan lingkungan dan kehidupan yang diakibatkan oleh racun peptisida yang mematikan. Paparan yang disampaikan dalam buku “Silent Spring” tersebut menggugah kesadaran banyak pihak bahwa tingkah laku korporasi harus diluruskan sebelum menuju kehancuran bersama. Dari sini CSR (Corporate Social Responsibility) pun mulai digaungkan. Tepatnya di era 1970-an. Banyak professor menulis buku tentang pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan, di samping kegiatan mengeruk untung. Buku-buku tersebut antara lain; “Beyond the Bottom Line”

16

(37)

xxxvii karya Prof. Courtney C. Brown, orang pertama penerima gelar Professor of Public Polecy and Business Responsibility dari Universitas Columbia.17

Pemikiran para ilmuwan sosial di era itu masih banyak mendapatkan tentangan, hingga akhirnya muncul buku yang menghebohkan dunia hasil pemikiran para intelektual dari Club of Roma, bertajuk “The Limits to Growt”. Buku ini mengingatkan bahwa, disatu sisi bumi memiliki keterbatasan daya dukung (carrying capacity), sementara di sisi lain populasi manusia bertumbuh secara eksponensial. Karena itu, eksploitasi sumber daya alam mesti dilakukan secara cermat agar pembangunan dapat berkelanjutan.

Era 1980 – 1990, pemikiran dan perbincangan tentang issu ini terus berkembang, kesadaran dalam berbagi keuntungan untuk tanggungjawab sosial, dan dikenal sebagai community development. Hasil menggembirakan datang dari KTT Bumi di Rio de Jenerio Tahun 1992 yang menegaskan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan menjadi hal yang harus diperhatikan, tidak saja oleh negara, terlebih lagi oleh kalangan korporasi yang diprediksi bakal melesatkan kapitalisme di masa mendatang.

Dari sini konsep CSR terus bergulir, berkembang dan diaplikasikan dalam berbagai bentuk. James Collins dan Jerry Poras dalam bukunya Built to Last: Successful Habits of Visionary Companies (1994), menyampaikan bukti bahwa perusahaan yang terus hidup adalah yang tidak semata mencetak limpahan uang saja, tetapi perusahaan yang sangat peduli dengan lingkungan sosial dan turut andil dalam menjaga keberlangsungan lingkungan hidup.

17

(38)

Konsep dan pemikiran senada juga ditawarkan oleh John Elkington lewat bukunya yang berjudul “Cannibals with Fork, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business. Dalam bukunya ini, Elkington menawarkan solusi bagi peusahaan untuk berkembang di masa mendatang, di mana mereka harus memperhatikan 3P, bukan sekedar keuntungan (Profit), juga harus terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan rakyat (People) dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (Planet).18

Agenda World Summit di Johannesburg (2002), menekankan pentingnya tanggung jawab social perusahaan. Dari situ program CSR mulai terus berjalan dan berkembang dengan berbagai konsep dan definisi. Kesadaran menjalankan CSR akhirnya tumbuh menjadi trend global, terutama produk-produk yang ramah lingkungan yang diproduksi dengan memperhatikan kaidah social dan hak asasi manusia.

Di pasar modal globalpun, CSR juga menjadi faktor yang diperhitungkan. Misalnya New York Stock Exchange (NYSE) saat ini menerapkan program Dow Jones Sustainable Index (DJSI) untuk saham perusahaan yang dikategorikan memiliki Social Responsible Investment (SRI). Kemudian Index and Financial Times Stock Exchange (FTSE) menerapkan FTSE4 Good sejak 2001. Konsekuensi dari adanya index-index tersebut memacu investor global seperti perusahaan dana pensiun dan asuransi yang

18

(39)

xxxix hanya akan menanamkan investasinya di perusahaan-perusahaan yang sudah masuk dalam index tersebut.19

Di Indonesia, kini kita menyaksikan perbincangan yang terus berlanjut seputar konsep dan perjalanan CSR ini. Ada persetujuan dan pula pertentangan. Terlebih pihak pemerintah secara khusus membuatkan UU tentang tanggung jawab sosial ini, yakni dalam UU Perseroan Terbatas Pasal 74. Terlepas dari itu, isu tentang Corporate Social Responsibility (CSR) memang kian hangat. Persoalannya bukan lagi melulu dari aspek sosial, tetapi sudah jauh merasuk ke aspek bisnis dan penyehatan orporasi. Lama-kelamaan, CSR tidak lagi dipandang sebagai keterpaksaan, melainkan sebagai kebutuhan. Dari yang semula dianggap sebagai cost, kini mulai diposisikan sebagai investasi.

Dalam sebuah ulasan di Majalah Marketing (edisi 11/2007) menegaskan tentang mengapa pula perusahaan harus berinvestasi pada kegiatan CSR? Apakah lantaran moralitas semata atau dia sudah menjadi marketing tools yang efisien? Pertanyaan ini menjadi pertanyaan manajemen dan divisi marketing sewaktu mempersiapkan strategi CSR. Akan tetapi, perdebatan paling baru tentang CSR adalah soal imbas program tersebut pada profit perusahaan. Para pelaku dituntut untuk ikut memikirkan program yang mampu mendukung sustainability perusahaan dan aktivitas CSR itu sendiri. Dalam hal ini, strategi perusahaan mesti responsif terhadap kondisi-kondisi

(40)

yang mempengaruhi bisnis, seperti perubahan global, tren baru di pasar, dan kebutuhan stakeholders yang belum terpenuhi20

Berkaitan dengan masalah imbas tadi, Global CSR Survey paling tidak bisa memperlihatkan betapa pentingnya CSR. Bayangkan, dalam survei di 10 negara tersebut, mayoritas konsumen (72%) mengatakan sudah membeli produk dari suatu perusahaan serta merekomendasikan kepada yang lainnya sebagai respon terhadap CSR yang dilakukan perusahaan tersebut. Sebaliknya, sebanyak 61% dari mereka sudah memboikot produk dari perusahaan yang tidak punya tanggung jawab sosial. CSR kini bukan lagi sekadar program charity yang tak berbekas. Melainkan telah menjadi pedoman untuk menciptakan profit dalam jangka panjang (CSR for profit). Karena itu, hendaknya kegiatan sosial yang dijalankan harus berhubungan dengan kepentingan perusahaan dan harus mendukung core business perusahaan.21

Philip Kotler, dalam buku CSR: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, membeberkan beberapa alasan tentang perlunya perusahaan menggelar aktivitas itu. Disebutkannya, CSR bisa membangun positioning merek, mendongkrak penjualan, memperluas pangsa pasar, meningkatkan loyalitas karyawan, mengurangi biaya operasional, serta meningkatkan daya tarik korporat di mata investor.22 Menurut Godo Tjahjono, Chief Consulting Officer Prentis, CSR memang punya beberapa manfaat yang bisa dikategorikan dalam empat aspek, yaitu: license to operate, sumber daya

20

Majalah Marketing Edisi 11/2007 21

Ibid 22

(41)

xli manusia, retensi, dan produktivitas karyawan. Dari sisi marketing, CSR juga bisa menjadi bagian dari brand differentiation.23

Kini kita menyaksikan dan mengharap gairah perusahaan-perusahaan raksasa dunia untuk menerapkan program kepedulian sosial. Semoga ini tak hanya jadi sekedar angin segar ditengah kekosongan issu saja, melainkan mampu menjadi virus baik yang menyebar cepat di Indonesia.24

Istilah CSR di Indonesia semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional.

Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasanya kegiatan perusahaan membawa dampak (for better or worse), bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi. Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya shareholders

23 Majalah Marketing, Edisi 11/2007

24

(42)

atau para pemegang saham. Melainkan pula stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.25

Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa dan pemerintah selaku regulator. Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dengan lainnya, tergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya.

Salah satu bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan yang sering diterapkan di Indonesia adalah community development. Perusahaan yang mengedepankan konsep ini akan lebih menekankan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Selain dapat menciptakan peluang-peluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan, cara ini juga dapat membangun citra sebagai perusahaan yang ramah dan peduli lingkungan. Selain itu, akan tumbuh rasa percaya dari masyarakat. Rasa memiliki perlahan-lahan muncul dari masyarakat sehingga masyarakat

25

(43)

xliii merasakan bahwa kehadiran perusahaan di daerah mereka akan berguna dan bermanfaat.

A. 1. Pengertian Corporate Sosial Responsibility (CSR)

Perusahaan merupakan salah satu sendi kehidupan masyarakat moderen, karena perusahaan merupakan salah satu pusat kegiatan manusia guna memenuhi kehidupannya. Selain itu, perusahaan juga sebagai salah satu suber pendapatan negara melalui pajak dan wadah tenaga kerja. Menurut Dwi Tuti Muryati, perusahaan merupakan lembaga yang secara sadar didirikan untuk melakukan kegiatan yang terus-menerus untuk mendayagunakan sumber daya alam dan sumber daya manusia sehingga menjadi barang dan jasa yang bermanfaat secara ekomonis.26

Menurut Sri Rejeki Hartono, aktifitas menjalankan perusahaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus dalam pengertian yang tidak terputus-putus, kegiatan tersebut dlakukan secara terang-terangan dalam pengertian sah/legal, dan dalam rangka untuk memperoleh keuntungan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.27 Menurut Mentri Kehakiman Nederland (Minister van Justitie Nederland) dalam memori jawaban kepada parlemen menafsirkan pengertian perusahaan sebagai berikut: ”Barulah dapat dikatakan adanya perusahaan apabila pihak yang

26

. Dikutip dari Dwi Tuti Mulyati , Tanggungjawab Sosial Perusahaan Dalam Kaitanya

Dengan Kebijakan Lingkungan Hidup, Jurnal Law Reform, Pembaharuan Hukum, volume 3/No. 1

Februari 2007, Program Megister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang, hal.30 27

(44)

berkepentingan bertindak secara tidak terputus-putus, terang-terangan, serta di dalam kedudukan tertentu untuk memperoleh laba bagi dirinya sendiri ”28 Menurut Molengraaf pengertian perusahaan sebagai berikut:29 ”Barulah dapat dikatakan adanya perusahaan bila secara terus-menerus bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan dengan mempergunakan atau menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan. Sementara Polak menambahkan pengertian perusahaan sebagai berikut:30 ”Suatu perusahaan mempunyai ”keharusan melakukan pembukuan”. Secara jelas pengertian perusahaan ini dijumpai dalam pasal Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang dinyatakan sebagai berikut:31 ”Perusahaan adalah setiap bentuk badab usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus, didirikan, bekerja,serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan /laba.

Dari pengertian-pengertian diatas, ada dua unsur pokok yang terkandung dalam suatu perusahaan, yaitu:32

1. bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha baik berupa suatu persekutuan atau badan usaha yang didirikan, bekerja dan berkedudukan di Indonesia.

28

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.33.

29

Ibid,hal.34 30

Ibid 31

.Lihat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. 32

(45)

xlv 2. jenis usaha yang berupa kegiatan dalam bidang bisnis, yang dijalan

secara terus-menerus untuk mencari keuntungan.

Dengan demikian suatu perusahaan harus mempunyai unsur-unsur di antaranya:

1. Terus-menerus atau tidak terputus-putus;

2. Secara terang-terangan (karena berhubungan dengan pihak ketiga); 3. Dalam kualitas tertentu (karena dalam lapangan perniagaan); 4. Mengadakan perjanjian perdagangan;

5. Harus bermaksud memperoleh laba;

Unsur-unsur perusahan sebagaimana dikemukakan diatas, dapat dirumuskan bahwa suatu perusahaan adalah setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam bidang perekonoimian secara terus-menerus, bersifat tetap, dan terang-terangan dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba yang dibuktikan dengan pembukuan. Hubungan ideal antara bisnis dengan masyarakat menjadi suatu masalah perdebatan (a matter of debate).

(46)

Social Responcibility (CSR) didefinisikan sebagai berikut:33 1. ” Social Responcibility is seriously considering the impact of the

company’s actions on society”

2. ”the idea of social reaponsibility... ... ... ... ... ... ... .reguares the individual to consider his (or her) responsible for the effects of his (or his) acts anywhare is that system.”

Tanggungjawab sosial dapat pula diartikan sebagai berikut;34 ”merupakan kewajiban perusahaan untuk merumuskan kebijakan, mengambil keputusan, dan melksanakan tindakan yang memberikan manfaat kepada masyarakat”.

Pada penngertian yang lainnya Social Responcibility atau tanggungjawab sosial diartikan sebagai berikut:35

” merupakan kontribusi menyeluruh dari dunia usaha terhadap pembagunan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari kegiataanya”.

Penerapan CSR saat ini berkembang pesat, termasuk di Indonesia. CSR kini dianggap sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing serta sebagai bagian dari pengelolaan resiko menuju sustainability dari kegiatan

33 .Dikutip dari Amin Widjaja Tunggal, Corporate Social Responcibility, Harvindo,

Jakarta, 2008, hal. 30 34

Iibid., hal 61 35

(47)

xlvii usahany. CSR di Indonesia baru dimulai pada awal tahun 2000. Namun, kegiatan yang esensi dasarnya sama telah berjalan sejak tahun 1970-an dengan tingkat yang bervariasi, mulai dari bentuk yang sederhana seperti donasi sampai pada bentuk yang komperensif seperti membangun sekolah.

Mengingat CSR bersifat intagible (kasat mata), maka sulit dilakukan pengukuran tingkat keberhasilan yang telah dicapai. Oleh karena itu, diperlukan berbagai pendekatan kuantitatif dengan menggunakan triple bottom line atau lebih dikenal secara sustainability-reporting. Dari sisi ekonomi, penggunaan sumber daya alam dihitung dengan akutansi sumber daya alam, sedangkan pengeluaran dan penghematan biaya lingkungan dapat dihitung engan menggunakan akutansi lingkungan. Salah satu alat ukur yang dipakai disebut PROPER. Inilah awal dari pengukuran penerapan CSR dari aspek sosial dan lingkungan-sustainability-reporting.

(48)

ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk pelaksanaannya adalah human-sustainability yaitu peningkatan kualitas manusia secara etika seperti pendidikan, kesehatan, rasa empati, saling menghargai dan kenyamanan yang terngkum dalam tiga kapasitas yaitu spiritual, emosional, dan intelektual.

Pembangunan dibidang ekonomi, lingkungan dan sosial dapat dilakukan oleh korporasi yang mempunyai kebudayaan perusahaan sebagai suatu bentuk tanggungjawab social perusahaan (corporate social responcibility). Corporate Social Responsibility dapat dipahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroprasi secara legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersama dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih luas.

(49)

xlix Jadi, tanggungjawabperusahaan secara sosial tidak hanya terbatas pada konsep pemberian donor saja, tetapi konsepnya sangat luasdan tidak bersifat statis dan pasif dan statis, hanya dikeluarkan dari perusahaan akan tetapi hak dan kwajibanyang dimiliki bersama antara stakeholders. Konsep Corporate Social Responsibility melibatkan tanggungjawab kemitraan antara pemerinta, lembaga, sumberdaya komunitas, juga komunitas lokal (setempat). Kemitraan ini tidaklah bersifat pasif atau statis. Kemitaraan ini merupakan tanggungjawab bersama secara sosial antara stakeholders.

(50)

CSR berbeda dengan philantropy dari dimensi ketrelibatan si pemberi dana dalam aktifitas yang dilakukannya.

Kegiatan CSR seringkali dilakukan sendiri oleh perusahaan, atau dengan melibatkan pihak ketiga (misalnya yayasan atau lembaga swadaya masyarakat) sebagai penyelenggara kegiatan tersebut. Yang jelas, melalui CSR perusahaan jauh lebih terlibat dan terhubung dengan pihak penerima (beneficiaries) dalam aktivitas sosial dibandingkan dengan CP. Aktivitas sosial yang dilakukan melalui CSR pun jauh lebih beragam. Hills dan Gibbon (2002) berpendapat bahwa perusahaan harus bergeser dari pemahaman CP dan CSR menuju corporate soscial leadership (CSL), atau kepemimpinan sosial perusahaan. CSL menaungi sebuah jalan menuju solusi win-win antara masyarakat dan perusahaan dalam sebuah bentuk partnership.

(51)

li Ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh sebuah aktivitas CSL perusahaan. Pertama, komitmen dan perubahan paradigma. Perusahaan harus menyadari bahwa entitas bisnis adalah juga merupakan bagian integral dari komunitas global. Ada aspek moral universal yang menaungi baik individu, masyarakat pemerintah, maupun kalangan bisnis dalam berperilaku di dunia ini. Bahwa pada kenyataanya mereka tidak boleh saling merugikan satu dengan yang lainnya adalah sebuah kenyataan moral yang tidak dapat disangkal.

Kedua, dalam merancang aktivitas CSL perusahaan harus memperhatikan beberapa hal esensial yang seringlkali tidak diperhatikan dalam CP maupun CSR: program-program sosial yang disusun harus beriringan dengan bidang usaha yang bersangkutan. Misalnya, perusahaan jasa komunikasi tidakdiajukan untuk menembangkan aktivitas sosial yang jauh dari core business yang bersangkutan. Dengan mengembangkan aktivitas yang beriringan dengan bidang usaha yang bersangkutan, perusahaan tidak perlu secara khusus mengalokasikan dana yang besar, seperti halnya pada aktivitas CP dan CSR.

(52)

(community outreach). Oleh karena itu, program CSL harus terukur dan berada dalam kerangka waktu tertentu. Ini untuk menjamin dampak positif dari kegiatan community outreach yang dilakukan dapat terus terasa di tengah-tengah masyarakat sekalipun perusahaan sudah tidak lagi secara aktif terlibat di komunitas yang bersangkutan.

Pendukung konsep tanggungjawab sosial (social responsibility) memberi argumentasi bahwa suatu perusahaan mempunyai kewajiaban terhadap masyarakat selain mencari keuntungan. Ada berapa definisi tentang definisi CSR, yang pada dasarnya adalah etika dan tindakan untuk turut berperan dalam keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan. Hopkin (1998) memberikan definisi CSR sebagai etika memperlakukan stakeholders dan bumi. The Conadin Business for Social Responsibility-CSR (2001).36 The European Commission menebutkan CSR adalah konsep perusahaan yang mengintergrasikan kepedulian sosial dan lingkungan ke dalam oprasi bisnis serta interaksinya dengan stakeholders secara suka rela (Fenwick, T, 2004)37

Menurut WBCD (2005), CSR adalah komitmen perusahaan yang berkontribusi pada pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan pekerja dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas guna meningkatkan kualitas hidupnya. Departemen Sosial (2005) mendefinisikan CSR sebagai komitmen dan kemampuan dunia usaha untuk melaksanakan

36 HAM Hardiansyah, CSR dan Modal Sosial Untuk Membangun Sinergi, Kemitraan

Bagi Upaya Pengentasan Kemiskinan, Makalah disampaikan pada Seminar & Talk Show CSR

2007 “Kalimantan 2015: Menuju Pembangunan Berkelanjutan, Tantangan, dan Harapan”, Jum’at, 10 Agustus 2007

37

(53)

liii kewajiban sosial terhadap lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan hidup ekosistem disekelilingnya. Definisi dari Corporate Social Responcibility (CSR) itu sendiri telah dikemukakan oleh banyak pakar. Diantaranya adalah definisi yang dikembangkan oleh Magnan & Ferrel (2004) yang mendefinisikan CSR sebagai ”A business acts in socially responsible manner when its decisionand account for and balance diverse stake holder interest ” 38

Pada hakekatnya setiap orang, kelompok dan organisasi mempunyai tanggungjawab sosial (social responcibility) pada lingkungannya. Tanggungjawab sosial seorang atau organisasi adalah etika dan kemampuan berbuat baik pada lingkungan sosial hidup berdasarkan aturan, nilai dan kebutuhan masyarakat. Berbuat baik atau kebajikan merupakan bagian dari kehidupan sosial. Dan segi kecerdasan, berbuat kebajikan adalah salah satu unsur kecerdasan spiritual.39

Sementara dalam konteks perusahaan, tanggungjawab sosial itu disebut tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social Responcibility— CSR). Howard Rothmann Bowen menggagas istilah CSR pada tahun 1953 dalam tulisanya berjudul Social Responcibility of the Businesman. CSR berakar dari etika yang berlaku di perusahaan dan di masyarakat. Etika yang dianut oleh perusahaan merupkan bagian dari budaya perusahaan (corporate

38

A B. Susanto,Ibid, hal.21 39

(54)

culture); dan etika yang dianut oleh masyarakat merupakan bagian dari budaya masyarakat. 40

Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) itu sendiri telah dikemukakan oleh banyak pakar. Diantaranya adalah definisi yang dikemukakan oleh Magnan dan Ferrel yang mendefinisikan CSR sebagai “ A business acts in socially responsible manner when its decision and accaund for and balance diverse stake holder interest”.41 Definisi ini menekankan kepada perlunya memberikan perintah secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholders yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang ambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara social bertanggungjawab. Sedangkan komisi eropa membuat definisi yang lebih praktis, yang pada galibnya bagaimana perusahaan secara sukarela memberi kontribusi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih. Sedangkan Elkington (1997) mengemukakan bahwa sebuah perusahhan yang menunjukan tanggungjawab sosialnya akan memberikan perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan (profit); masyarakat, khususnya sekitar (people); serta lingkungan hidup (planet bumi).42

Dalam UU PM, yang digunakan sebagai rujukan pewajiban CSR dalam RUU PT, di penjelasan Pasal 15 huruf b, CSR didefinisikan sebagai “tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan untuk tetap

40

HAM Hardiansyah, CSR dan Model Sosial Untuk membangun Sinergi Kemitraan Bagi

Upaya Pengentasan Kemiskinan, Makalah disam[paikan pada Seminar & TalkShow CSR

2007”Kalimantan 2015:Menuju Pembangunan Berkelanjutan, Tantangan, dan Harapan”’ Jum’at, 10 Agustus 2007.

41 Ibid 42

(55)

lv menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.” Dalam teks Pasal 74 RUU PT sendiri CSR tidak didefinisikan, namun dalam dokumen kerja Tim Perumus terdapat definisi “Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.” Definisi ini telah disetujui Tim Perumus pada tanggal 3 Juli 2007.

Ada banyak masalah dalam definisi yang tertera dalam dokumen kerja RUU PT. Pertama, penyebutan tanggung jawab sosial dan lingkungan tidaklah lazim. Penjelasan yang sangat komprehensif paling mutakhir tentang definisi misalnya diberikan oleh Michael Hopkins (2007) dalam Corporate Social Responsibility and International Development.43 Di situ dijelaskan bahwa kata “social” di tengah CSR memang kerap menyasarkan orang pada sangkaan bahwa CSR hanya berisikan kegiatan pada ranah sosial. Namun demikian, menghilangkan kata tersebut juga problematik karena tidak memberikan penekanan terhadap sebuah bentuk tanggung jawab baru yang sebelumnya tidak/kurang begitu dikenal (kalau tadinya hanya ada tanggung jawab pada ranah ekonomi terhadap pemilik modal— maksimisasi keuntungan— kini tanggung jawab itu disadari menjadi dalam tiga ranah: ekonomi, sosial dan lingkungan. Pada ranah ekonomi juga ditekankan bahwa yang harus menikmati bukan saja pemilik modal,

43

Hopkins, M. 2007. Corporate Social Responsibility and International Development. Is

(56)

melainkan juga pemangku kepentingan lainnya). Ia juga menekankan bahwa “social” dalam CSR memang sah dan lazim untuk mewakili tiga ranah tersebut dengan mencontohkan banyak kejadian serupa (misalnya di dunia akademik). CSR sudah jelas mencakup tiga ranah—bukan dua, seperti dalam penyebutan RUU PT—dan karenanya kerap disandingkan dengan konsep triple bottom line.44

A.2. Wacana CSR dari Berbagai Perspektif

Perkembangan wacana dan praktik CSR di Indonesia memang sangat menggembirakan. Dari sebuah konsep asing, CSR kini menjadi konsep yang banyak sekali diperbincangkan, diperdebatkan dan digunakan untuk melabel banyak aktivitas. Tentu saja, hal tersebut sangat patut disukuri. Hanya saja, karena tidak cukup banyak pihak yang menekuni wacana CSR sebagaimana yang termuat dalam berbagai literatur di negara-negara maju, maka banyak kesalahan umum yang kerap ditemui kalau kita benar-benar memperhatikan bagaimana kini CSR digunakan. Kesalahan umum yang kerap ditemui tersebut adalah :45

1) CD adalah CSR.

Kesalahan paling umum dijumpai mungkin adalah menyamakan CD (community development atau pengembangan masyarakat) dengan CSR. Pengembangan masyarakat sebetulnya adalah upaya sistematis untuk

44

Elkington, J. 1997. Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business. Thompson. London., hlm.66

45

(57)

lvii meningkatkan kekuatan kelompok-kelompok masyarakat yang kurang beruntung (disadvantaged groups) agar menjadi lebih dekat kepada kemandirian. Jadi, CD sangatlah menyasar kelompok masyarakat yang spesifik, yaitu mereka yang mengalami masalah.

Perusahaan jelas punya kepentingan besar untuk melakukan CD, karena kelompok ini adalah yang paling rentan terhadap dampak negatif operasi, sekaligus paling jauh aksesnya dari dampak positifnya. Kalau tidak secara khusus perusahaan membuat kelompok ini menjadi sasaran, maka ketimpangan akan semakin terjadi dan disharmoni hubungan pasti akan terjadi suatu saat. Hanya saja, menyamakan CD dengan CSR adalah kesalahan besar. CD hanyalah bagian kecil dari CSR. CSR punya cakupan yang sangat luas, yaitu terhadap seluruh pemangku kepentingan. Bandingkan dengan CD yang menyasar kelompok kepentingan sangat spesifik, yaitu kelompok masyarakat rentan. Di masyarakat sendiri, ada berbagai pemangku kepentingan di luar mereka yang rentan, belum lagi organisasi masyarakat sipil, kelompok bisnis maupun lembaga-lembaga pemerintah.

Dapat disimpulkan bahwa CD adalah bagian dari CSR, dan boleh jadi salah satu yang sangat penting mengingat di Indonesia kelompok masyarakat rentan jumlahnya masih sangat besar. Mereka benar-benar membutuhkan perhatian perusahaan.

(58)

Menyamakan tindakan karitatif/amal dengan CSR juga kini banyak dilakukan, baik oleh perusahaan maupun media massa. Banjir besar yang baru saja melanda Jakarta atau kejadian-kejadian bencana alam telah membuat iklan mengenai “CSR” menjamur di media massa. Padahal, yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan itu adalah tindakan karitatif belaka, yaitu membantu pihak lain agar penderitaan mereka berkurang. Tidak ada yang salah dengan tindakan mulia tersebut, namun menyamakannya dengan CSR tentu saja salah.

Nama generik untuk tindakan membantu sesama manusia adalah filantropi, yang kerap juga dilakukan oleh perusahaan. Pada kondisi yang lebih maju, yaitu dengan pertimbangan kegunaan optimum dan dampak terbesar terhadap reputasi perusahaan pemberi, tindakan filantropi itu diberi nama filantropi strategis. Melihat sejarahnya, tindakan sosial perusahaan banyak dimulai dari filantropi, kemudian menjadi filantropi strategis, baru kemudian CSR. Tentu saja, banyak juga percabangan lain yang tidak mengikuti alur tersebut. Yang mau ditegaskan adalah bahwa tindakan karitatif merupakan bentuk “primitif” dari tindakan sosial perusahaan yang hingga kini masih penting—dan akan terus penting— dilakukan, namun kini sudah dianggap tidak lagi mencukupi. Ini berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan, yang akan dibahas berikut ini.

(59)

lix Banyak perusahaan juga pengamat yang menekankan CSR pada aspek sosial semata. Mereka mengira bahwa karena S yang berada di tengah C dan R merupakan singkatan dari social, maka aspek sosial di dalam CSR haruslah yang paling menonjol, kalau bukan satu-satunya. Padahal, sebagian besar literatur mengenai CSR sekarang sudah bersepakat bahwa CSR mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Ini terutama terjadi setelah pembangunan berkelanjutan menjadi arus utama berpikir—walau hingga kini belum juga jadi arus utama bertindak. Pembangunan berkelanjutan yang didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya secara sangat tegas menyatakan pentingnya keseimbangan dalam tiga aspek tersebut.

4) Organisasi CSR cuma tempelan.

(60)

CSR itu bisa dilaksanakan oleh bagian itu saja, sementara yang lain bisa berpangku tangan.

5) CSR hanya untuk perusahaan besar.

(61)

lxi 6) Memisahkan CSR dari bisnis inti perusahaan.

Banyak sekali perusahaan yang membuat berbagai program CSR dengan curahan sumberdaya yang sangat besar, namun hingga sekarang belum banyak perusahaan yang membuat program-program yang berkaitan dengan bisnis intinya. Tidak mengherankan kalau kebanyakan program CSR kebanyakan dikotak-kotakkan ke dalam bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, sarana fisik, dsb sementara dampak perusahaan itu sendiri tidaklah diurus secara memadai.

7) CSR untuk diri sendiri, bukan sepanjang supply chain.

Kalau sebuah perusahaan beroperasi dalam sebuah rantai produksi yang sangat panjang, apakah layak ia membatasi diri untuk melakukan CSR dalam lingkup perusahaannya saja? Pembatasan ini banyak sekali dilakukan oleh perusahaan. Kilahnya adalah bahwa mereka tidak berhak untuk mencampuri kinerja CSR perusahaan lain. Logika ini jelas tak dapat diterima, karena itu berarti bahwa produknya tidaklah bisa dibuktikan berasal dari seluruh operasi yang berkinerja CSR baik.

8) Setelah sampai konsumen, tak ada lagi CSR.

(62)

sampai batas waktu tertentu—pada beberapa kasus ada “life time guarantee”—maka konsumen berhak atas pengembalian, perbaikan atau penggantian.

9) CSR cuma tambahan biaya belaka.

Ketika perusahaan mulai mengadopsi CSR, tidak terelakkan adanya penambahan pengeluaran. Ini mungkin penyebab utama keengganan untuk mengadopsi CSR. Banyak pihak yang menyatakan tambahan pengeluaran itu sia-sia belaka, dan boleh jadi juga bahwa anggapan tersebut memiliki dukungan empiris. Penelitian-penelitian mengenai filantropi perusahaan banyak mendapatkan kenyataan bahwa pengeluaran perusahaan itu benar-benar tidak bias dilacak keuntungannya. 10) CSR adalah pemolesan citra perusahaan.

(63)

lxiii Apakah konsep tanggung jawab itu adalah sebuah konsep yang benar-benar bisa dilaksanakan dengan sukarela? Tampaknya menyatakan bahwa tanggung jawab itu sukarela adalah contradictio in terminis atau keduanya merupakan istilah yang bertentangan. Yang “benar”, tanggung jawab itu wajib dilaksanakan. Namun demikian, harus diakui bahwa di antara kubu pendirian bahwa CSR itu mandatori atau voluntari, kini lebih cenderung pada kemenangan kubu voluntari. Salah satu alasannya adalah bahwa perusahaan-perusahaan memang menginginkan kondisi yang demikian.

12) Mempraktikkan CSR dalam ranah eksternal saja.

Referensi

Dokumen terkait

Menjadi menarik ketika etnis Minang merupakan salah satu etnis yang sering diangkat pada Media, namun banyak penggambaran akan etnis Minang yang disajikan membuat etnis ini

Pakan basah memiliki kelebihan memudahkan itik untuk menelan pakan sesuai bentuk anatomi paruh itik, namun kelemahannya yaitu mudah ditumbuhi oleh jamur

Mata kuliah ini mengkaji pengenalan sistem ekonomi islam secara makro maupun mikro mulai dari manusia dan ekonomi, perbedaan ilmu ekonomi dan sistem ekonomi, kritik terhadap

Konsep ini diperlukan sebagai bekal awal untuk mempelajari pengetahuan bisnis yang lebih rinci kealk pada studi lanjutan.. Juga diberikan pengetahuan praktis jika

Sebagaimana telah tercatatkan bahwa, kesadaran berjejaring dengan sesama penghuni lebih terutama karena kesadaran yang lain ada dan terus ada menentukan juga

Upon the completion of this subject, students are expected to 1) identify the principles of teaching English to young learners, 2) identify the approaches to teaching English to

Dalam hal ini akan dilakukan pengaruh penerapan metode pemberian tugas terhadap mata kuliah praktik elektrik yaitu setelah metode pemberian tugas diterapkan kepada

Ascetic Eucharists Food and Drink in Early Christian Ritual Meals.. Mearns, David dan Healey,