• Tidak ada hasil yang ditemukan

d ipa 0707208 chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "d ipa 0707208 chapter1"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kimia sebagai bagian dari sains, merupakan suatu ilmu berlandaskan

eksperimen yang pengembangan dan aplikasinya menuntut standar tinggi pada

kerja eksperimental. Eksperimen atau praktikum kimia membantu mahasiswa

mendapatkan keterampilan-keterampilan teknis, misalnya, manipulasi peralatan

dan material, observasi, pengumpulan data, analisis data, interpretasi hasil

observasi, pemecahan masalah, kerja tim, mendesain eksperimen, dan

keterampilan berkomunikasi (Bennett dan O’Neale, 1998; Johnstone dan

Al-Shuali, 2001, dalam Limniou et al., 2007). Lebih lanjut, Witteck et al. (2007)

menyatakan bahwa praktikum merupakan komponen esensial untuk mengajarkan

metode ilmiah dan memahami hakekat sains. Pelaksanaan praktikum dalam kimia

dapat membangkitkan keingintahuan mahasiswa terhadap kimia. Dalam

melakukan praktikum, mahasiswa didorong untuk berpartisipasi aktif dan dilatih

untuk mengembangkan sikap ilmiah.

Sementara itu, Hofstein dan Mamlok-Naaman (2007) menyatakan bahwa

praktikum di laboratorium dimaksudkan untuk meningkatkan penguasaan konsep

dalam sains dan aplikasinya; kemampuan memecahkan masalah dan

keterampilan-keterampilan ilmiah; kebiasaan berpikir ilmiah; memahami

bagaimana sains dan ilmuwan bekerja; menumbuhkan minat dan motivasi. Hal

(2)

laboratorium dalam pembelajaran sains bertujuan untuk membangkitkan minat

mahasiswa, mengajarkan keterampilan-keterampilan laboratorium; membantu

memperoleh dan mengembangkan konsep, menanamkan sikap ilmiah, dan

mengembangkan keterampilan sosial.

Praktikum di laboratorium menyediakan lingkungan belajar unik yang

memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk terlibat aktif dalam proses

penyelidikan dan inkuiri yang mirip dengan apa yang dikerjakan oleh para

ilmuwan (Hofstein dan Lunneta, dalam Domin, 2007). Hasil dari proses

penyelidikan dan inkuiri ini diharapkan dapat memberikan mahasiswa belajar

secara lebih bermakna jika dibandingkan bentuk pembelajaran sains yang lain.

Sementara itu, Tobin (dalam Kipnis dan Hofstein, 2007) menyatakan bahwa

praktikum sebagai suatu cara untuk belajar pemahaman dan sekaligus terlibat aktif

dalam proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengerjaan sains. Masih

menurut Tobin, belajar bermakna di laboratorium akan terjadi jika mahasiswa

diberi kesempatan memanipulasi peralatan dan material untuk mengkonstruksi

pengetahuan dari suatu fenomena dan menghubungkannya dengan konsep-konsep

sains. Manfaat praktikum bagi mahasiswa dapat diringkas menjadi tiga domain

(Willington, dalam Ketpichainarong, et al., 2010), yaitu untuk mengembangkan:

(1) domain kognitif, misalnya konten sains dan hakekat sains; (2) domain afektif,

misalnya menumbuhkan sikap positif terhadap sains; dan (3) domain

psikomotorik, misalnya keterampilan proses sains, keterampilan laboratorium,

keterampilan pemecahan masalah, dan keterampilam berpikir, terutama

(3)

Berpikir kritis merupakan serangkaian keterampilan kognitif dan disposisi

intelektual yang diperlukan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan

mengevaluasi argumen secara efektif agar dapat menemukan dan mengatasi

prasangka pribadi, dapat merumuskan dan menyajikan alasan yang meyakinkan

dalam mendukung kesimpulan, dan dapat membuat keputusan yang rasional dan

tepat tentang apa yang dilakukan dan diyakini (Bassham et al., 2008). Dengan

demikian, keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir bagi

seseorang dalam membuat keputusan yang dapat dipercaya dan bertanggung

jawab yang mempengaruhi hidup seseorang. Keterampilan berpikir kritis juga

merupakan inkuiri kritis, sehingga seseorang yang berpikir kritis menyelidiki

masalah, mengajukan pertanyaan, mengajukan jawaban baru yang menentang

status quo, menemukan informasi baru, dan menentang dogma dan dokrin

(Schafersman, 1991). Menurut Lipman (2003), keterampilan berpikir kritis sangat

penting dimiliki agar kita dapat terhindar dari penipuan, indoktrinasi, dan

pencucian otak (mindwashing). Pentingnya peningkatan atau pengembangan

keterampilan berpikir kritis siswa/mahasiswa telah menjadi tujuan dari pendidikan

pada akhir-akhir ini (Tsapartis dan Zoller, 2003; Lubezky et al., 2004, Phillips dan

Bond, 2004). Oleh karena itu, institusi pendidikan pada semua level sudah

seharusnya memfokuskan pada pengembangan keterampilan berpikir kritis

siswa/mahasiswa (Zoller, et al., 2000).

Pengembangan keterampilan berpikir kritis mahasiswa dimaksudkan

untuk: (1) menyiapkan mahasiswa agar berhasil menghadapi kehidupan

(4)

pemahaman/literasi terhadap lingkungan (environmental literacy) (Ernst dan

Monroe, 2004); dan (3) meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam

menganalisis, mengkritisi, menyarankan ide-ide, memberi alasan secara induktif

dan deduktif, serta untuk mencapai kesimpulan yang faktual berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan yang rasional (Dumke, dalam Jones, 1996).

Sementara itu, Beyer (1995) menyatakan bahwa pembelajaran atau praktikum

keterampilan berpikir kritis sangat penting diterapkan, agar dapat

mengembangkan daya nalar mahasiswa. Masih menurut Beyer (1995), untuk

berhasil hidup dalam alam demokrasi, mahasiswa harus dapat berpikir kritis agar

dapat membuat keputusan dengan tepat.

Bagi mahasiswa, keterampilan berpikir kritis diperlukan terutama untuk

memahami konsep-konsep pada mata kuliah yang sedang dipelajari. Dengan

keterampilan berpikir kritis, mahasiswa akan dapat menganalisis masalah,

mengidentifikasi konsep-konsep yang terkait, mempertimbangkan kredibilitas

sumber informasi, memilih informasi yang relevan, menganalisis argumen,

mengkritisi pendapat, dan mengevaluasi solusi yang mungkin, sehingga

dihasilkan solusi yang terbaik.

Mengingat pentingnya keterampilan berpikir kritis khususnya bagi

mahasiswa calon guru kimia, keterampilan berpikir kritis hendaknya

dikembangkan sejak dini (tahun pertama kuliah) baik melalui perkuliahan teori

maupun praktikum. Mata kuliah Kimia Dasar merupakan suatu mata kuliah yang

diprogramkan di tahun pertama kuliah. Pada mata kuliah Kimia Dasar terintegrasi

(5)

melakukan praktikum-praktikum kimia tingkat lanjut, sehingga perlu ditangani

secara sungguh-sungguh terutama untuk mengembangkan penguasaan konsep,

keterampilan proses sains, dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa.

Praktikum Kimia Dasar yang dilakukan, tidak serta merta dapat

meningkatkan hasil belajar mahasiswa, terutama keterampilan berpikir kritis

mahasiswa. Hal ini didukung oleh pernyataan Lunetta dan Nekhleh (dalam

Witteck et al., 2007) bahwa praktikum yang dilakukan tidak otomatis memberikan

hasil positif terhadap pencapaian hasil belajar kognitif dan metode ilmiah. Hodson

(Kipnis dan Hofstein, 2007) mengkritik kerja laboratorium dan mengklaim bahwa

kerja laboratorium tidak produktif dan membingungkan, ketika kerja laboratorium

dilakukan tanpa suatu pertimbangan dan ketidakjelasan dari tujuan praktikum,

serta praktikum lebih menekankan terhadap apa yang dikerjakan mahasiswa di

laboratorium. Secara lebih tegas, Roth (dalam Domin, 2007) menyatakan:

’Although laboratories have long been recognized for their potential to facilitate

the learning of science concept and skills, this potential has yet to be realized’.

Beberapa faktor penghambat pencapaian hasil praktikum diungkapkan

oleh Hofstein dan Lunetta (dalam Donnell et al., 2007), meliputi: (1) pelaksanaan

praktikum ekspositori oleh sebagian besar institusi tidak memberikan kesempatan

kepada mahasiswa untuk berpikir tentang tujuan dari penyelidikan dan urutan

tugas-tugas yang dibutuhkan hanya untuk mengejar penyelesaian tugas-tugas

tersebut, (2) asesmen secara sungguh-sungguh diabaikan, memberikan kesan

bahwa praktikum tidak perlu dilakukan secara serius, dan (3) terbatasnya sumber

(6)

bahwa pengelolaan praktikum Kimia Dasar di salah satu institusi pendidikan

dilakukan melalui praktikum ekspositori di mana mahasiswa melakukan

praktikum berdasarkan buku penuntun praktikum yang telah disediakan oleh

dosen. Mahasiswa tidak diberi kesempatan untuk merancang atau mendesain

praktikum sendiri. Menurut Edelson (dalam Donnell et al., 2007), implementasi

praktikum di mana mahasiswa sendiri yang merancang eksperimen (praktikum)

adalah suatu tantangan yang signifikan bagi mahasiswa. Kemampuan merancang

eksperimen untuk keperluan pembelajaran dan penelitian merupakan salah satu

kompetensi yang harus dimiliki oleh guru-guru kimia (Depdiknas, 2007).

Praktikum ekspositori memiliki beberapa kelemahan seperti yang telah

dilaporkan oleh beberapa peneliti. Praktikum ekspositori tidak memperhatikan

kreativitas atau kontekstualisasi, dan sering merupakan suatu verifikasi atau

pengujian teori yang telah dipresentasikan dalam perkuliahan (McGarvey, dalam

Donnell et al., 2007). Lebih lanjut, Garratt (dalam Limniou et al., 2007)

menyatakan bahwa pelaksanaan praktikum ekspositori tidak memberikan peluang

pembelajaran tentang mendesain eksperimen, penyelidikan, dan analisis hasil

secara kritis. Mahasiswa yang mengikuti praktikum ekspositori tidak mengerjakan

eksperimen, tetapi melakukan latihan, sebab mereka biasanya mengikuti instruksi

secara mekanik tahap demi tahap, tanpa berpikir (Clow dan Garratt, dalam

Limniou et al., 2007).

Upaya-upaya peningkatan kualitas praktikum telah dilakukan oleh

beberapa peneliti untuk menyelidiki efektivitas praktikum pada pendidikan sains

(7)

2007). Limniou et al. (2007) melakukan integrasi simulator viskositas interaktif

dalam sesi pra-laboratorium untuk membantu mahasiswa memahami materi kimia

dengan lebih baik. Dalam praktikum ini, mahasiswa melakukan eksperimen

virtual menggunakan simulator viskositas pada sesi pra-laboratorium, dilanjukan

dengan melakukan praktikum riil di laboratorium. Di pihak lain, Donnell et al.

(2007) menerapkan pembelajaran berbasis masalah proyek mini (PBL proyek

mini) sebagai suatu metode pembelajaran laboratorium untuk mengembangkan

keterampilan mahasiswa melakukan praktikum di laboratorium kimia. PBL

proyek ini merefleksikan situasi pemecahan masalah kehidupan nyata yang

mampu meningkatkan partisipasi dan keyakinan mahasiswa melakukan

praktikum. Witteck et al. (2007) menggunakan pendekatan pembelajaran

perusahaan (learning company approach) untuk memotivasi siswa secara

kooperatif melakukan eksperimen pengaturan diri (self-regulated). Sementara itu,

Ketpichainarong et al. (2010) menyelidiki efektivitas praktikum selulase berbasis

inkuiri untuk meningkatkan inkuiri mahasiswa dalam bioteknologi. Lebih lanjut,

Green et al., (2004) juga menerapkan pembelajaran laboratorium berbasis inkuiri

untuk lebih menekankan penggunaan metode ilmiah secara eksplisit serta

mengajak mahasiswa untuk merumuskan dan menguji hipotesisnya sendiri.

Upaya-upaya peningkatan kualitas praktikum pada suatu institusi

pendidikan di Bali juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Suardana (2001)

menerapkan modul pertanyaan untuk mengefektifkan pelaksanaan praktikum

Kimia Dasar. Semetara itu, Sudria et al. (2002) mengembangkan bimbingan klinis

(8)

praktikum Kimia Anorganik. Redhana (2008) menerapkan open-ended laboratory

pada praktikum Biokimia untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah

dan pemahaman mahasiswa terhadap konsep-konsep Biokimia. Peningkatan

kualitas praktikum ini lebih difokuskan untuk meningkatkan kualitas proses dan

penguasaan konsep mahasiswa, tetapi belum diupayakan untuk meningkatkan

keterampilan berpikir kritis mahasiswa.

Penelitian tentang upaya peningkatan keterampilan berpikir kritis

mahasiswa, sesungguhnya juga telah banyak dilaporkan oleh beberapa peneliti.

Tabel 1.1 meringkas beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan upaya untuk

meningkatkan keterampilan berpikir kritis atau keterampilan yang berhubungan,

baik pada siswa maupun mahasiswa. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui

bahwa implementasi pembelajaran atau praktikum inkuiri, scaffolding, berbasis

masalah, berbasis budaya lokal, dan metode bertanya, dapat meningkatkan

keterampilan berpikir kritis siswa/mahasiswa. Dari semua penelitian tersebut,

penelitian tentang pengembangan praktikum berbasis budaya lokal, khususnya

praktikum Kimia Dasar berbasis budaya Bali belum pernah dilakukan.

Pengintegrasian budaya Bali dalam praktikum Kimia Dasar merupakan

suatu upaya yang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini didasarkan atas alasan

sebagai berikut. Pertama, pengetahuan mahasiswa tentang materi praktikum

Kimia Dasar dalam bentuk konten dan konteks budaya yang ada di sekitarnya

merupakan pengetahuan awal yang dibawa dalam praktikum. Pengetahuan awal

ini sangat bermanfaat dalam membantu mahasiswa memahami materi praktikum

(9)

dipahami melalui konten dan konteks budaya mahasiswa juga memberikan

pengaruh terhadap peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap budaya yang

dimiliki. Hal ini akan dapat menghindari terjadinya ketidakcocokan (clash) dan

konflik budaya atau marginalisasi khasanah budaya Bali serta dapat memperkuat

budaya Bali dari pengaruh budaya asing. Ketiga, pengintegerasian budaya Bali

dalam praktikum akan dapat meningkatkan kecintaan mahasiswa terhadap potensi

(budaya) daerahnya dan keinginan untuk terus melestarikannya.

Pentingnya pengintegrasian budaya lokal dalam pembelajaran atau

praktikum telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Jegede dan Okebukola, dalam

Suastra, 2005; Baker dan Taylor, 1995; Cobern dan Aikenhead, 1996; Costa,

1995; dan Ogawa, 2002). Menurut Jegede dan Okebukola (Suastra, 2005), bahwa

memadukan sains asli siswa (sains sosial-budaya) dengan pelajaran sains di

sekolah ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Sementara itu, Baker

dan Taylor (1995) menyatakan bahwa jika pembelajaran atau praktikum sains

tidak memperhatikan budaya siswa/mahasiswa, maka konsekuensinya adalah

siswa/mahasiswa akan menolak atau menerima hanya sebagian dari

konsep-konsep sains yang dikembangkan dalam pembelajaran atau praktikum. Pendapat

senada dikemukakan oleh Cobern dan Aikenhead (1996), yang menyatakan

bahwa jika subbudaya sains modern yang diajarkan selaras dengan subbudaya

kehidupan sehari-hari siswa/mahasiswa, maka pembelajaran sains akan dapat

memperkuat pandangan siswa/mahasiswa tentang alam semesta, hasilnya adalah

enculturation. Jika enculturation terjadi, maka berpikir ilmiah siswa/mahasiswa

(10)

yang diajarkan di sekolah berbeda atau bahkan bertentangan dengan subbudaya

keseharian siswa, maka pembelajaran sains akan memisahkan pandangan siswa

tentang alam semesta (Costa, 1995 dan Ogawa, 2002), sehingga mereka

meninggalkan atau meminggirkan cara asli mereka untuk mengetahui, dan

rekonstruksi terjadi menuju cara mengetahui menurut ilmuwan (scientific).

Agar dapat mengintegrasikan budaya lokal, khususnya budaya Bali ke

dalam praktikum Kimia Dasar, eksplorasi konten dan kontek budaya Bali yang

berkaitan dengan materi praktikum Kimia Dasar merupakan hal yang sangat

mendesak untuk dilakukan. Dari penelusuran aspek budaya Bali yang berkaitan

dengan materi praktikum Kimia Dasar, ditemukan bahwa aplikasi reaksi

netralisasi asam dan basa telah dimanfaatkan oleh masyarakat Bali dalam proses

pengobatan secara tradisonal. Dalam pengobatan sengatan lebah, misalnya,

masyarakat Bali biasanya menggunakan air pamor (air kapur). Bisa sengatan

lebah (apiktoksin) bersifat asam sehingga dapat dinetralkan dengan air pamor

yang bersifat basa. Demikian juga, untuk menghentikan ketagihan candu yang

mengandung senyawa-senyawa alkaloid yang bersifat basa, digunakan ramuan

obat yang bersifat asam; ramuan ini terdiri atas: buah belimbing besi, garam

dapur, dan lunak tanek (asam jawa/Tamarindus indica L. yang telah dimasak).

Aspek budaya Bali yang juga berkaitan dengan materi praktikum Kimia

Dasar adalah penyepuhan emas. Perhiasan dari sepuhan emas banyak digunakan

oleh masyarakat Bali, khususnya oleh perempuan-perempuan Bali dalam kegiatan

keagamaan atau kesenian. Secara tradisonal, penyepuhan emas dilakukan melalui

(11)

berupa emas murni, dan katodanya adalah perhiasan yang disepuh. Penyepuhan

emas adalah proses elektrolisis dengan cara melapisi emas pada benda yang

disepuh. Pada proses penyepuhan emas, benda yang disepuh ditempatkan sebagai

katoda dan emas ditempatkan sebagai anoda.

Mencermati pentingnya pengintegrasian budaya Bali dalam praktikum

Kimia Dasar, maka pada penelitian ini dikembangkan model praktikum Kimia

Dasar berbasis budaya Bali yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis

mahasiswa. Model ini mengintegrasikan konten dan konteks budaya Bali dalam

praktikum Kimia Dasar yang memberikan peluang kepada mahasiswa untuk

belajar secara lebih bermakna (meaningful) dan memungkinkan mahasiswa

mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Dalam model ini, mahasiswa

diberikan pemahaman terhadap budayanya sendiri dan diberikan

pengalaman-pengalaman bermakna untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dalam

kegiatan praktikum, sehingga mahasiswa dapat menjadi seorang pemikir yang

kritis dan berhasil menghadapi kehidupan. Dengan demikian, pengembangan

model praktikum Kimia Dasar berbasis budaya Bali ini diharapkan dapat

memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan potensi

dirinya secara maksimal dan melatihkan keterampilan berpikir kritis selama

merancang, melaksanakan, dan melaporkan atau mengkomunikasikan hasil-hasil

praktikum. Pengembangan model ini juga diharapkan dapat mengurangi

keterasingan mahasiswa terhadap budayanya sendiri dan lebih memahaminya,

sehingga menumbuhkan kecintaan mahasiswa terhadap budaya yang dimiliki dan

(12)

Tabel 1.1 Rekapitulasi Hasil Penelitian yang Berkaitan dengan Keterampilan

Berpikir Kritis atau Keterampilan yang Berhubungan

Penulis

(Tahun) Fokus penelitian Hasil Penelitian

Oliver-Hoyo tertulis pada mata kuliah Kimia Dasar dapat meningkatkan keterampilan

Scaffolding pada pembelajaran secara online efektif mengembangkan kritis dan kerja tim mahasiswa. Toledo

Pendekatan bertanya secara online dapat mengembangkan keterampilan berpikir inkuiri pada mata pelajaran kimia SMA untuk mengembangkan keterampilan metakognisi

Siswa mempraktikkan kemampuan metakognisi dalam berbagai tahap dalam proses inkuiri saat melakukan aktivitas inkuiri.

Miri et al. (2007)

Peneliti menerapkan pembelajaran: (1) pemecahan masalah dunia nyata, (2) diskusi open-ended, dan (3) eksperimen berbasis inkuiri

Pemecahan masalah dunia nyata, diskusi open-ended, dan eksperimen berbasis

pembelajaran sains SMP berbasis konten dan konteks budaya Bali

Sikap ilmiah, keterampilan berpikir kritis, dan ketekunan siswa tergolong tinggi melalui pembelajaran sains berbasis konten dan konteks budaya Bali Dirgantara inkuri pada pokok bahasan kalor dapat meningkatkan penguasaan konsep dan terbimbing pada mata pelajaran kimia dapat meningkatkan keterampilan kurikulum kimia pada jurusan sains dan teknik melalui perubahan fokus dari belajar kimia sebagai body of knowledge menuju pemahaman kimia sebagai suatu cara berpikir (chemistry as a way of thinking)

(13)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut. “Bagaimanakah model praktikum Kimia Dasar

berbasis budaya Bali (MPKD-BBB) dapat meningkatkan keterampilan berpikir

kritis mahasiswa”.

Dari rumusan masalah ini dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian

sebagai berikut.

1. Konten dan konteks budaya Bali apa saja yang relevan dengan topik-topik

praktikum Kimia Dasar?

2. Bagaimanakah karakteristik MPKD-BBB yang dikembangkan?

3. Sejauh mana MPKD-BBB lebih baik dalam meningkatkan penguasaan konsep

mahasiswa daripada praktikum reguler?

4. Sejauh mana MPKD-BBB lebih baik dalam meningkatkan keterampilan

berpikir kritis mahasiswa daripada praktikum reguler?

5. Bagaimanakah keterampilan proses sains mahasiswa melalui implementasi

MPKD-BBB?

6. Apa kendala-kendala yang ditemui dalam mengimplementasikan MPKD-BBB?

7. Apa keunggulan-keunggulan dari MPKD-BBB?

8. Bagaimanakah tanggapan dosen terhadap MPKD-BBB?

9. Bagaimanakah tanggapan mahasiswa terhadap MPKD-BBB?

C. Tujuan Penelitian

(14)

menekankan pada upaya pengintegrasian aspek budaya Bali dalam pembelajaran

atau praktikum untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa

melalui usaha-usaha yang dilakukan secara eksplisit. Oleh karena itu, tujuan

penelitian ini adalah menghasilkan MPKD-BBB yang teruji untuk meningkatkan

penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. MPKD-BBB ini

menyediakan kesempatan cukup luas bagi mahasiswa berlatih menerapkan

keterampilan berpikir kritis mahasiswa, dalam proses merancang, melaksanakan,

dan melaporkan hasil-hasil praktikum berbasis budaya Bali dengan memanfaatkan

berbagai sumber belajar secara maksimal.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dan pengembangan ini berupa MPKD-BBB yang

diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi teoretik maupun praktis.

1. Manfaat teoretik

Manfaat teoretik hasil penelitian dan pengembangan ini adalah

memperkaya khasanah praktikum inovatif yang ada dan memberikan ide-ide

berupa prinsip-prinsip dasar dalam mendesain model praktikum yang memberikan

tantangan kepada mahasiswa untuk belajar secara lebih bermakna sehingga dapat

meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis dari hasil penelitian dan pengembangan ini adalah: (a)

sebagai salah satu model praktikum alternatif untuk meningkatkan penguasaan

(15)

dosen dalam mengelola praktikum yang menekankan pada peningkatan

keterampilan berpikir kritis mahasiswa; (c) mengubah paradigma belajar

mahasiswa yang selama ini lebih banyak sebagai “konsumen ide” menjadi

berperan sebagai “produsen ide”; dan (d) sebagai bahan pertimbangan bagi

institusi pendidikan, khususnya Jurusan Pendidikan Kimia untuk merancang

kurikulum, pendekatan, metode, dan strategi pengelolaan praktikum dengan

Gambar

Tabel 1.1 meringkas beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan upaya untuk

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan Umur Komponen Pipa (Remaining life) ... Perhitungan Next Inspection Date... Application of risk based inspection in refinery and processing piping ... Diagram Alir

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 huruf a, Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1

Berdasarkan sebaran responden mengenai keragaman menu, sebesar 57,5 persen responden menyatakan sangat penting dengan rata-rata skala variabel ini adalah 4, 49 yang

Dalam riwayat as-Shahihain untuk hadits ini disebutkan, "Barangsiapa yang berani melakukan sesuatu yang masih diragukan bahwa sesuatu itu berdosa, maka dia tidak

Dari pengukuran morfometrik yang telah dilakukan didapat panjang kepala 4,24 mm bagian dari panjang total, panjang kepala 3,27 mm dari panjang standar, diameter mata 3,33 mm

Tahap evalusi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model

Karena pada metode Tsukamoto operasi himpunan yang digunakan adalah konjungsi (AND) , maka nilai keanggotaan anteseden dari aturan fuzzy [R1] adalah irisan

The improvement in tensile strength (Figure 1), elongation at break (Figure 2), and Young's modulus (Figure 3) of treated composites is a clear indication of improved