• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Negatif Tranfusi Darah Berulang Terhadap Pasien Talasemia pada Anak – Anak di RSUP H. Adam Malik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Negatif Tranfusi Darah Berulang Terhadap Pasien Talasemia pada Anak – Anak di RSUP H. Adam Malik"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hemoglobin

Hemoglobin manusia adalah suatu bahan yang bewarna merah yang

ditemukan dalam eritrosit, berupa suatu tetrameter dengan ukuran 50 x 55x 64 A˚ dan berat molekul 64.400 Dalton. Hemoglobin terdiri dari persenyawaan antara hem dan globin. Hem adalah suatu persenyawaan kompleks yang terdiri atas 4 buah gugusan pyrol dan Fe ditengahnya, sedangkan globin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida yang berbeda; 2α (alfa) dan 2 β (beta) untuk HB A (α2β2); 2 α dan 2 γ (gama) untuk Hb F (α2γ2), dan 2 α dan 2δ (delta) untuk Hb A2 (α2δ2). Ketiga jenis ini merupakan hemoglobin normal manusia (Wahidiyat & Amalia, 2010).

2.2. Talasemia

2.2.1 Defenisi Talasemia

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif, menurut hukum mendel (Abdoerrachman et al., 2007).

Talasemia merupakan suatu kelainan genetik yang disebabkan oleh mutasi gen rantai globin alfa atau beta sehingga menyebabkan gangguan sintesis hemoglobin (Vanichsetakul, 2011).

Talasemia merupakan sindrom kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Mutasi ini dapat menimbulkan perubahan rantai globin α atau β, berupa perubahan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi rantai globin tertentu, dengan akibat menurunnya atau tidak diproduksinya rantai globin tersebut (Atmakusuma et al.,

(2)

2.2.2. Epidemiologi Talasemia

Insidensi talasemia tersebar luas di negara Eropa Selatan - Mediterania, Timur Tengah, Afrika sampai dengan Asia Selatan, Asia timur dan Asia Tenggara (Atmakusuma, 2009).

Sekitar 7% dari populasi global adalah pembawa untuk gangguan

Hemoglobin. Antara 300.000 - 500.000 anak lahir setiap tahun dengan gangguan hemoglobin yang parah. Sekitar 80% dari anak-anak yang terkena dampak yang lahir di negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah. 50 - 80% dari anak-anak dengan anemia sel sabit dan 50.000 - 100.000 anak-anak dengan talasemia-β mayor mati setiap tahun di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (TIF, 2014).

2.2.3. Klasifikasi Talasemia

Berdasarkan rantai globin yang terganggu, talasemia terbagi atas :

1. Talasemia-α: Terjadi akibat berkurang (defisiensi parsial) (talasemia-α+) atau tidak diproduksi sama sekali (defisiensi total) (talasemia-αº) produksi rantai globin-α.

2. Talasemia-β: Terjadi akibat berkurangnya rantai globin-β (talasemia-β) atau tidak diproduksi sama sekali rantai globin-β (talasemia-β)

3. Talasemia-δβ: Terjadi akibat berkurang atau tidak diproduksi kedua rantai δ dan rantai β.

4. Heterozigot ganda talasemia α atau β dengan varian hemoglobin thalassemik. (Atmakusuma, 2009)

Talasemia diklasifikasikan berdasarkan molekular: 1. Talasemia-α

1.1.Silent carrier thalassemia: satu delesi gen α (-α/αα) , Heterozygous α-thalassemia.

(3)

1.3.Hb H disease: tiga delesi gen α (−−/−α), α -thalassemia-1/α -thalassemia-2, Hb Constant Spring, α-thalassemia-1/Hb Constant Spring.

1.4.α-Thalassemia major: empat delesi gen α (−−/−−), Homozygous α -thalassemia 1.

1. Talasemia-β

1.1. Thalassemia minor atau β-thalassemia trait: Point mutations, Heterozygous βº-thalassemia, Heterozygous β+-thalassemia.

1.2.Thalassemia intermedia: Point mutations, - βº-thalassemia/β+, -thalassemia, -HbEβ+-thalassemia.

1.3.Thalassemia-β mayor (Anemia cooley): Point mutations, -Homozygous βº –thalassemia, - HbEβº –thalassemia (Thalassemia intermediate or thalassemia major).

2.2.4. Patofisiologi

Pada talasemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai-α atau rantai-β) menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang. Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai α dan rantai β, yakni berupa α2β2, maka pada talasemia-βº, di mana tidak disintesis sama sekali rantai β, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai α yang berlebihan (α4). Sedangkan pada talasemia-αº, di mana tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai β yang berlebihan (β4) (Atmakusuma & Setyaningsih, 2009).

Pada fetus kekurangan rantai α menyebabkan rantai γ yang berlebihan hingga terbentuk tetramer γ 4 (Hb Bart’s) sedangkan pada anak yang lebih besar atau dewasa, kekurangan rantai α akan menyebabkan rantai β yang berlebihan sehingga akan terbentuk tetramer β 4 (Hb H). Jadi adanya Hb Bart’s dan Hb H pada elektroforesis merupakan petunjuk terhadap adanya thalassemia α (Abdoerrachman et al., 2007).

(4)

αº dan α+ menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan dengan penyakit Hb H. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik, adaptasi terhadapa anemianya sering tidak baik, karena Hb H tidak berfungsi sebagai pembawa oksigen. Bentuk heterozigot talasemia αº ( -/αα) dan delesi homozigot talasemia α+ (-α/-α) berhubungan dengan anemia hipokromik ringan (Permono&Ugrasena, 2010).

(5)

Gambar 2.1. Patofisiologi talasemia.

(Sumber : Adnan, 2013)

2.2.5. Manifestasi Klinis 1. Talasemia α

a. Mutasi satu gen α (Silent carrier thalassemia): Gejala klinis tidak tampak, Hb normal dan gambaran darah yang abnormal namun dengan Hb elektroforesis normal. (Permono&Ugrasena, 2010)

b. Mutasi dua gen α (α-Thalassemia trait): karakteristik berupa anemia ringan dengan mikrositikhipokromik dengan penurunan MCH dan MCV yang bermakna. Hb elektroforesis normal dan pasien hanya bisa didiagnosis dengan analisis DNA. (Permono&Ugrasena, 2010)

(6)

pengendapan dan pembentukan badan inklusi. (Permono&Ugrasena, 2010)

d. Mutasi 4 gen α (α-Thalassemia major): Hasil dari keparahan talasemia-α homozigot. Sindrom Hidrops Hb Bart’s ini biasanya terjadi dalam rahim dengan umur yang pendek. Gambaran klinis berupa hidrops fetalis

dengan edem permagna dan hepato-splenomegali. Kadar Hb 6-8 g/dl dengan eristrosit hipokromik dan beberapa berinti. Kelainan ini sering disertai toksemia gravidarum, pendarahan post partum dan masalah karena hipetrofi plasenta. (Permono&Ugrasena, 2010)

2. Talasemia β

a. Talasemia minor ( β- thalassemia trait): Hampir tanpa gejala, anemia ringan dengan jarang splenomegali. Didapatkan penurunan kadar Hb, dengan penurunan MCH dan MCV yang bermakna. Hapusan darah hipokromik, mikrositik dan bashopilic stippling dalam berbagi tingkatan. Hb A dan F meningkat. (Surapon, 2011)

b. Talasemia intermedia: Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa produksi sedikit rantai beta globin. Penderita mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi (Yaish, 2013). Umumnya level 7-10 g/dl (Aggarwal et al., 2014)

(7)

2.2.6. Diagnosa

Gambar 2.2. Algoritma pendekatan diagnosis talasemia.

(Sumber : Atmakusuma & Setyaningsih, 2009)

2.2.7. Penatalaksanaan 1. Tranfusi darah

Ditujukan pada pasien dengan anemia sedang sampai berat. Pemberian mulai diberikan pada Hb < 7 g% selama lebih dari 2 minggu. Tujuan pemberian

tranfusi untuk mempertahan Hb level 9-10 g/dl sebelum tranfusi dan Hb level 13-14 g/dl setelah tranfusi.Pada saat transfusi perlu diperhatikan waktu pemberian tidak melebihi 5 ml/kg/jam dan jumlah ditransfusikan RBC tidak boleh melebihi 15 sampai 20 ml/kg/hari. Frekuensi pemberian biasanya setiap 2 sampai 4 minggu. Pasien dengan talasemia intermedia dapat bertahan tanpa tranfusi darah

Riwayat penyakit

(Ras, riwayat keluarga, usia awal penyakit, pertumbuhan)

Pemeriksaan fisik

(pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skeletal, pigmentasi)

Laboratorium darah dan sediaan apus

(Hemoglobin, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit, gambaran darah tepi/termasuk badan inklusi dalam eritrosit darah tepi atau

sumsum tulang, dan presipitasi HbH)

Elektroforesis hemoglobin :

Adanya Hb abnormal, termasuk analsis pada pH 67 untuk HbH dan Hb Bart’s

Penentuan HbA2 dan HbF (untuk memastikan talasemia β)

(8)

jangka panjang namun dapat dapat terjadi pembesaran spleen (Aggarwal, et al., 2014)

2. Terapi kelasi besi

Transfusi darah yang diberikan mengandung sejumlah besar zat besi.

Pemberian yang berulang dalam jangka yang lama dapat menimbulkan akumulasi zat besi di jaringan. Untuk mencegah penumpukan zat besi perlu diberikan kelasi besi. Menurut Angelucci dalam Nadarajan (2011), Obat tersebut adalah deferoxamine (DFO) diberikan parenteral, oral deferiprone (DFP) dan deferasirox (DFS). Rekomendasi umum terapi kelasi besi harus dimulai setelah pasien menerima 10-20 unit darah, atau dengan tingkat serum feritin di atas 1000 mg / l. Desferioksamin diberikan secara subkutan (40-60 mg/kg, lebih dari 8-12 jam, 5 hari per minggu), hal ini efektif dalam penurunan besi dan memiliki toksisitas yang rendah.

2. Splenektomi

Jika indeks tranfusi melebihi 180-200 ml / Kg / tahun RBC (dengan asumsi bahwa hematokrit dari unit sel darah merah adalah sekitar 75%), splenektomi harus dipertimbangkan, asalkan adanya peningkatan konsumsi, seperti reaksi hemolitik. Indikasi lain untuk splenektomi adalah gejala pembesaran limpa, leukopenia dan atau trombositopenia dan peningkatan kelebihan zat besi meskipun terapi kelasi besi baik (Weatherall & Clegg, 2001 pada Surapon, 2011).

3. Transplantasi sumsum tulang

Keberhasilan transplantasi allogenik pada pasien talasemia, membebaskan pasien dari tranfusi kronis namun tidak menghilangkan kebutuhan terapi pengikat besi pada semua kasus. Pengurangan konsentrasi besi hati hanya ditemukan pada

(9)

pada pasien “eks-talasemia” dan dapat dimulai 1 jam setelah tranplantasi sumsum tulang jika konsentrasi besi > 7 mg/kg berat kering jaringan hati pada saat itu (Permono&Ugrasena, 2010).

Gambar 2.3. Penanganan dan komplikasi talasemia.

(sumber: Rund & Rachmilewitz, 2005)

2.3. Transfusi Darah 2.3.1 Defenisi

Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran

darah penerima (resipien) (Abdoerrachman et al., 2007).

2.3.2. Penggolongan darah

(10)

awal abad ke-20 seorang ilmuwan Austria, Karl Landsteiner mencatat bahwa sel darah merah dari beberapa individu dapat terjadi pengendapan (aglutinasi) oleh serum dari orang lain. Dia membuat catatan mengenai pola aglutinasi dan menunjukkan bahwa darah dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok. Ini menandai penemuan pertama sistem golongan darah, ABO (Dean,2005).

Landsteiner menjelaskan bahwa reaksi antara sel darah merah dan bagian cair dari darah, yaitu serum atau plasma yang terkait dengan keberadaan penanda (antigen) pada sel darah merah dan antibodi dalam serum. Aglutinasi terjadi ketika antigen sel darah merah yang terikat oleh antibodi dalam serum.

Tabel 2.1. Penetapan Golongan darah ABO

Golongan A Golongan B Golongan AB Golongan O

Anti A (+) (-) (+) (-)

Anti B (-) (+) (+) (-)

Anti AB (+) (+) (+) (-)

(Sumber: Sadikin, Muhammmad. 2002)

2.3.2. Indikasi transfusi darah

Menurut Cappelline, et al dalam Guidline For The Clinical Management of Thalassemiatahun 2008 kriteria pasien talasemia yang layak untuk ditransfusi darah;

1. Konfirmasi laboratorium untuk diagnosa talasemia mayor.

2. Kriteria laboratorium. Hb < 7 g/dl dalam 2 kali kejadian, lebih dari 2 minggu. (kecuali pada kasus oleh karena infeksi).

3. Kriteria laboratorium dan klinis:

- Hb > 7 g/dl dengan perubahan bentuk wajah, gangguan pertumbuhan, fraktur , extramedullary haematopoiesis.

(11)

setiap 2 sampai 5 minggu. Pasien yang tidak splenektomi membutuhkan sekitar 180ml/kg/tahun RBC, sementara pasien splenektomi membutuhkan sekitar 133ml/kg/tahun. Jika pasien ada masalah jantung atau jika Hb sebelum tranfusi <5g/dl, dosis diturunkan menjadi 2-5ml/kgBB/jam RBC. Transfusi bertujuan untuk menjaga tingkat hemoglobin pasien diantara 9-10.5g/dl pratransfusi dan

tidak lebih dari 15g/dl setelah transfusi. (Guidline For The Clinical Management of Thalassemia 2nd revised edition, 2008)

Sebelum dilakukannya tranfusi perlu dilakukan pengukuran status besi dan folat, vaksin hepatitis B diberikan dan fenotif sel darah merah ditentukan secara lengkap, sehingga alloimunisasi yang timbul dapat dideteksi (Permono&Ugrasena, 2010).

2.3.4. Produk darah

Pasien talasemia mengalami kekurangan sel darah merah, oleh karena itu idealnya pasien hanya menerima sel darah merah saja. Produk darah pilihan berupa paket leucoreduced red blood cells.

(12)

2.4.5. Efek negatif tranfusi darah pada talasemia 1. Penimbunan zat besi

Transfusi darah berulang menimbulkan penimbunanan besi akibat peningkatan absorbsi besi melalui saluran cerna. Peningkatan absorbsi besi diusus sebagai akibat eritropoesis yang tidak efektif pada penderita talasemia.

Pada keadaan penimbunan besi, terjadi peningkatan kadar besi serum, feritin serum dan saturasi transferin. Saturasi transferin umumnya mencapai lebih dari 80% (Bridges, 1993 dalam Kartoyo et al, 2003). Sebagai akibat peroksidasi lipid, maka akan terjadi kerusakan sel hati. Seperti pada kerusakan sel hati akibat penyebab yang lain, penimbunan besi akan menyebabkan peningkatan kadar enzim transaminase serum, yaitu SGOT dan SGPT. (Gruen JR et al, 1994, Kaplan MM, 1993, Maller ES, 1994 dalam Kartoyo et al, 2003).

Penyakit akibat penimbunan besi yangkronis menurut penyebabnya terdiri dari 2kelompok, yaitu hemokromatosis primer danhemokromatosis sekunder. Pada hemokromatosisprimer (idiopatik) terdapat allel yang abnormal padakromosom 6 sehingga terjadi absorpsi besi yangtinggi di mukosa usus halus. Penyakit ini bersifatherediter. Sedangkan penimbunan besi yang terjadiselain akibat idiopatik, seperti diet besi yang tinggi,pemberian transfusi darah berulang, penyakit hatiakibat alkohol merupakan hemokromatosis sekunder.Penimbunan besi pada thalassemiatermasuk ke dalam kelompok hemokromatosissekunder.

Biopsi hati merupakan baku emas (gold standard) untuk menilai penimbunan besi di hati, serta dapat memberikan informasi mengenai derajat kerusakan hati, distribusi penimbunan besi di hepatosit dan sel Kupffer dan penentuan secara langsung konsentrasi besi di hati. Pada thalassemia penimbunan besi tidak hanya dijumpai di sel retikuloendotelial (sel Kupffer) tetapi juga di parenkim hati (hepatosit), yang menandakan adanya peningkatan absorpsi besi di usus dan transfusi darah berulang.Kadar serum ferritin normal pada laki-laki

40-340 ng/ml & pada perempuan 15-150 ng/ml (Permono & Ugrasena, 2006).

2. Tranfusi menyebabkan infeksi

(13)

pasien talasemia mayor usia > 3 tahun di India mengatakan bahwa tiga penyakit utama infeksi akibat tranfusi, yaitu Hepatitis B Virus (HBV), Hepatitis C Virus (HCV) dan HIV. Dari 142 pasien yang diteliti 64 menderita HCV positive, 3 orang menderita HbsAg positive dan 3 orang HIV positive.

Penelitian Bhavsar, et al. (2011) mengatakan dari 100 pasien talasemia β mayor di RS Ghujarat India, 65 adalah laki-laki dan 35 perempuan. Hasilnya adalah 18 (18%) pasien ditemukan Anti HCV Ab positif, 6 (6%) ditemukan HBsAg positif dan 9 (9%) pasien Anti HIV 1 dan atau 2 Ab positif.

3. Gangguan pertumbuhan

Pada penderita talasemia usia tulang mengalami keterlambatan pada umumnya diatas 6-7 tahun. Keterlambatan tumbuh kembang dapat dipengaruhi baik dari deposit besi di dalam tubuh akibat tranfusi berulang maupun tingkat gizi/nutrisi (El Beshlaw et al., 2008 dalam Moeryono et al., 2012). Faktor kelebihan besi berakibat terhadap gangguan produksi IGF-1 (somatomedin) sehingga kadar di dalam darah rendah. Penurunan secara bermakna aktifitas IGF-1 berdampak terutama pada pertumbuhan kartilago tulang (Made et al., 2011). Tanda keterlambatan pubertas pada anak yang menderita talasemia terlihat dari tidak ada tanda menarche atau telarche pada anak perempuan di atas umur 13 tahun atau diameter testis < 4cm dari anak laki-laki pada umur 14 tahun.

Penimbunan besi di kelenjar hipofisis merupakan penyebab primer pubertas terlambat talasemia mayor. Akibat penimbunan besi didalam sel-sel kelenjar hipofisis terjadi kerusakan dan kematian sel sehingga sekresi gonadotropin menurun. Penurunan sekresi gonadotropin (LH dan FSH) terjadi akibat kegagalan poros hipotalamus-hipofisis, akibatnya rangsangan terhadap gonad juga menurun yang mengakibatkan sekresi hormon seks berkurang (Kattamis, 1995 dalam Pramita & Batubara, 2003 ).

(14)

dan semua anak tidak mendapatkan terapi kelasi besi yang adekuat. Selain itu pubertas juga dipengaruhi oleh status gizi 92,9 % anak memiliki status gizi kurang.

Dalam penelitian ini peneliti hanya melihat gangguan pertumbuhan dari tinggi badan penderita talasemia dengan membandingkannya dengan kurva

pertumbuhan.

4. Alergi

Reaksi alergi yang timbul biasanya ringan. Dasar reaksi ini adalah reaksi

antigen-antibodi. Ada dua kemungkinan terjadi, pertama antigen ada dalam darah

donor bereaksi dengan antibodi dalam darah donor, secara pasif ditranfusikan ke

penderita dan kompleks antigen-antibodi ini menimbulkan reaksi alergik pada

resipien (Abdoerrachman et al., 2007) .

Dalam sebuah penelitian reaksi alergi yang ditimbulkan berupa urtikaria,

kulit memerah, dan gatal-gatal di antara 18/464 (3,9%) pasien; 12/18 (66,7%)

laki-laki dan 6/18 (33,3%) perempuan. Transfusi segera dihentikan untuk

mengevaluasi keadaan klinis pasien dan antihistamin intravena dan kortikosteroid

diberikan kepada pasien yang terkena dan transfusi darah dilanjutkan

perlahan-lahan. Salah satu pasien memberikan riwayat demam ringan beberapa jam setelah

Gambar

Gambar 2.1. Patofisiologi talasemia.
Gambar 2.2. Algoritma pendekatan diagnosis talasemia.
Gambar 2.3. Penanganan dan komplikasi talasemia.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo Tahun Anggaran 2017, Nomor: 13/05.KAN.KAR/2017, Tanggal 28 Juli 2017, kami

Hadi sangat ingin menjadi juara kelas seperti Siti. Ia sangat iri dengan nilai- nilai Siti yang selalu bagus. Namun, Hnai tidak mau belajar untuk mendapatkan nilai

[r]

civiltà of the early Rinascimento that did not turn on a shared single vision, but rather involved loosely shared discourses on the nature of a number of themes

Data dikumpulkan melalui temubual mendalam dengan informan utama seperti Tok Batin serta kumpulan berfokus iaitu Orang Asli terpilih dalam kalangan yang dianggap

Dari gambar 16 dapat dilihat bahwa pola curah hujan hasil prediksi menggunakan metode PCR dengan prediktor SST EOF Indonesia dapat mengikuti pola curah hujan

 Mengkaji hasil kerja ilmiah (contoh kerja ilmiah)  Bagaimana langkah-langkah melakukan percobaan menurut kerja ilmiah dari hasil diskusi dan mengkaji contoh karya

Dari hasil pembahasan tersebut peneliti menyimbulkan bahwa cara-cara yang dilakukan orang tua dalam mendidik anak tuna grahita di Nanga Bulik sudah mencakup