KADAR GLUTATHION PEROKSIDASE (GPx) SEBAGAI PENANDA DERAJAT KEPARAHAN KELUHAN MENOPAUSE PADA PARAMEDIS
WANITA MENOPAUSE DI RSUP. H. ADAM MALIK DAN RS. JEJARING MEDAN
TESIS
OLEH :
RENNY ANGGRAINI
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK
Penelitian ini di bawah bimbingan Tim 5
Pembimbing : Dr.dr.M.Fidel Ganis Siregar, M.Ked (OG), Sp.OG.K
dr. Ichwanul Adenin, M.Ked (OG), Sp.OG.K
Penyanggah : dr. Risman F. Kaban, M.Ked(OG),SpOG
dr. Edy Ardiansyah, M.Ked(OG), SpOG(K)
dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), SpOG(K)
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas
dan memenuhi salah satu syarat untuk mencapai keahlian
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Menopause Rating Scale... 16
Gambar 2. Komplek III yang memproduksi ROS... 19
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance
Lampiran 2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subyek Penelitian
Lampiran 3. Lembaran persetujuan setelah penjelasan Subjek
penelitian
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian
Lampiran 5. Tabel Induk Penelitian
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Kurva Standard GPx
Nilai Absorban Glutathion
Tabel Perhitungan Rumus Hasil GPx
Analisa Statistik
KADAR GLUTATHION PEROKSIDASE (GPx) SEBAGAI PENANDA DERAJAT KEPARAHAN KELUHAN MENOPAUSE PADA PARAMEDIS WANITA MENOPAUSE DI RSUP. H. ADAM MALIK DAN
RS. JEJARING MEDAN Renny Anggraini
Risman F.Kaban, Edy Ardiansyah, Deri Edianto , M.Fidel Ganis Siregar, Ichwanul Adenin,
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, Indonesia, Februari, 2014
ABSTRAK
LATAR BELAKANG : Jumlah wanita menopause diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya dan akan menimbulkan masalah tersendiri dengan munculnya keluhan-keluhan pada masa menopause. Walaupun tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan menyebabkan gangguan dalam pekerjaaan sehari-hari yang dapat menurunkan kualitas hidup. Skala Penilaian Menopause (MRS) merupakan skala kualitas hidup yang dihubungkan dengan kesehatan selama masa menopause, untuk mengukur tingkat keparahan keluhan menopause, dengan menilai sejumlah gejala tertentu. Stres oksidatif juga terlibat dalam patogenesis keluhan menopause, seperti gangguan vasomotor. Selama menopause, gangguan episode vasomotor berulang menghasilkan peningkatan jangka panjang terhadap masalah metabolisme. Peningkatan ini telah menunjukkan adanya kontribusi pada pembentukan stres oksidatif dengan menempatkan hambatan pada antioksidan dan fungsinya dalam menetralisir ROS ( reactive oxygen species)
TUJUAN : Mengetahui karakteristik (usia, status pernikahan, lama menopause dan BMI) paramedis wanita menopause di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Jejaring berdasarkan derajat keluhan menopause. Untuk mengetahui hubungan, perbedaan rata-rata, nilai interval (cut off value) kadar
Glutathion Peroksidase (GPx) terhadap derajat keluhan menopause yang dinilai berdasarkan
Menopause Rating Scale (MRS), Mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif dan akurasi serta area under curve (AUC) dari kadar GPx.
.
METODE : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan rancangan uji diagnostic, dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring, dimulai bulan Desember tahun 2013 sampai jumlah sampel 50 orang. Populasi penelitian adalah penderita menopause berumur 45-56 tahun yang bekerja sebagai paramedis di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Jejaring.
GLUTATHIONE PEROXIDASE (GPX) LEVEL AS MARKERS OF MENOPAUSE COMPLAINTS SEVERITY DEGREE AMOUNT PARAMEDICS WOMEN IN
H. ADAM. MALIK HOSPITAL AND SATELITE HOSPITAL
Renny Anggraini
Risman F.Kaban, Edy Ardiansyah, Deri Edianto , M.Fidel Ganis Siregar, Ichwanul Adenin,
Obstetric and Gynecology Department, Medicine Faculty North Sumatera University Medan, Indonesian, February, 2014
ABSTRACT
BACKGROUND : The number of postmenopausal women is expected to increase each year and will cause problems of its own with the advent of complaints during menopause. Although not fatal, it can cause discomfort and lead to disruption in the day-to- day employment which can degrade the quality of life . Menopause Rating Scale ( MRS ) is a scale that is associated with quality of life health during menopause, to measure the severity of menopausal complaints and to assess a number of specific symptoms. Oxidative stress is also involved in the pathogenesis of complaints of menopause, such as vasomotor disturbances. During menopause, recurrent vasomotor disturbances episodes resulted in an increase in the long-term metabolic problems. This increase has demonstrated the contribution to the formation of oxidative stress in disturbing antioxidants function to neutralize ROS ( reactive oxygen species ).
OBJECTIVE : To determine the characteristics (age, marital status, duration of menopause and BMI) in postmenopausal paramedics H.Adam Malik Hospital and Satellite Hospital. Recruitment was based on the degree of menopausal complaints. To determine the relationship, the average difference, the interval value (cut-off value) levels of glutathione peroxidase (GPx) the degree of menopausal complaints are assessed by Menopause Rating Scale (MRS), measuring the value of sensitivity and specificity, positive predictive value, negative predictive value and accuracy and area under the curve (AUC) of GPx levels.
METHODS : This study is an analytical study using the design of diagnostic tests, carried out in the H.Adam Malik Hospital and Satellite Hospital. Recruitment of samples began in December 2013 until the sample size of 50 people. The study population was postmenopausal patients aged 45-56 years who worked as a paramedic in H.Adam Malik Hospital and Satellite Hospital.
predictive value 80.8%, negative predictive value 97.5%, and accuracy 84%. It can be concluded that the test glutathione peroxidase (GPx) can be used as a marker of the severity of moderate to severe menopausal complaints due sensitiftas value and specificity >80%.
KADAR GLUTATHION PEROKSIDASE (GPx) SEBAGAI PENANDA DERAJAT KEPARAHAN KELUHAN MENOPAUSE PADA PARAMEDIS WANITA MENOPAUSE DI RSUP. H. ADAM MALIK DAN
RS. JEJARING MEDAN Renny Anggraini
Risman F.Kaban, Edy Ardiansyah, Deri Edianto , M.Fidel Ganis Siregar, Ichwanul Adenin,
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, Indonesia, Februari, 2014
ABSTRAK
LATAR BELAKANG : Jumlah wanita menopause diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya dan akan menimbulkan masalah tersendiri dengan munculnya keluhan-keluhan pada masa menopause. Walaupun tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan menyebabkan gangguan dalam pekerjaaan sehari-hari yang dapat menurunkan kualitas hidup. Skala Penilaian Menopause (MRS) merupakan skala kualitas hidup yang dihubungkan dengan kesehatan selama masa menopause, untuk mengukur tingkat keparahan keluhan menopause, dengan menilai sejumlah gejala tertentu. Stres oksidatif juga terlibat dalam patogenesis keluhan menopause, seperti gangguan vasomotor. Selama menopause, gangguan episode vasomotor berulang menghasilkan peningkatan jangka panjang terhadap masalah metabolisme. Peningkatan ini telah menunjukkan adanya kontribusi pada pembentukan stres oksidatif dengan menempatkan hambatan pada antioksidan dan fungsinya dalam menetralisir ROS ( reactive oxygen species)
TUJUAN : Mengetahui karakteristik (usia, status pernikahan, lama menopause dan BMI) paramedis wanita menopause di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Jejaring berdasarkan derajat keluhan menopause. Untuk mengetahui hubungan, perbedaan rata-rata, nilai interval (cut off value) kadar
Glutathion Peroksidase (GPx) terhadap derajat keluhan menopause yang dinilai berdasarkan
Menopause Rating Scale (MRS), Mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif dan akurasi serta area under curve (AUC) dari kadar GPx.
.
METODE : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan rancangan uji diagnostic, dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring, dimulai bulan Desember tahun 2013 sampai jumlah sampel 50 orang. Populasi penelitian adalah penderita menopause berumur 45-56 tahun yang bekerja sebagai paramedis di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Jejaring.
GLUTATHIONE PEROXIDASE (GPX) LEVEL AS MARKERS OF MENOPAUSE COMPLAINTS SEVERITY DEGREE AMOUNT PARAMEDICS WOMEN IN
H. ADAM. MALIK HOSPITAL AND SATELITE HOSPITAL
Renny Anggraini
Risman F.Kaban, Edy Ardiansyah, Deri Edianto , M.Fidel Ganis Siregar, Ichwanul Adenin,
Obstetric and Gynecology Department, Medicine Faculty North Sumatera University Medan, Indonesian, February, 2014
ABSTRACT
BACKGROUND : The number of postmenopausal women is expected to increase each year and will cause problems of its own with the advent of complaints during menopause. Although not fatal, it can cause discomfort and lead to disruption in the day-to- day employment which can degrade the quality of life . Menopause Rating Scale ( MRS ) is a scale that is associated with quality of life health during menopause, to measure the severity of menopausal complaints and to assess a number of specific symptoms. Oxidative stress is also involved in the pathogenesis of complaints of menopause, such as vasomotor disturbances. During menopause, recurrent vasomotor disturbances episodes resulted in an increase in the long-term metabolic problems. This increase has demonstrated the contribution to the formation of oxidative stress in disturbing antioxidants function to neutralize ROS ( reactive oxygen species ).
OBJECTIVE : To determine the characteristics (age, marital status, duration of menopause and BMI) in postmenopausal paramedics H.Adam Malik Hospital and Satellite Hospital. Recruitment was based on the degree of menopausal complaints. To determine the relationship, the average difference, the interval value (cut-off value) levels of glutathione peroxidase (GPx) the degree of menopausal complaints are assessed by Menopause Rating Scale (MRS), measuring the value of sensitivity and specificity, positive predictive value, negative predictive value and accuracy and area under the curve (AUC) of GPx levels.
METHODS : This study is an analytical study using the design of diagnostic tests, carried out in the H.Adam Malik Hospital and Satellite Hospital. Recruitment of samples began in December 2013 until the sample size of 50 people. The study population was postmenopausal patients aged 45-56 years who worked as a paramedic in H.Adam Malik Hospital and Satellite Hospital.
predictive value 80.8%, negative predictive value 97.5%, and accuracy 84%. It can be concluded that the test glutathione peroxidase (GPx) can be used as a marker of the severity of moderate to severe menopausal complaints due sensitiftas value and specificity >80%.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut World Health Organization, setiap tahunnya sekitar 25 juta wanita di seluruh dunia diperkirakan mengalami menopause. Sekitar 467 juta wanita berusia
50 tahun keatas menghabiskan hidupnya dalam keadaan pasca menopause, dan
40% dari wanita pasca menopause tersebut tinggal di negara maju dengan usia
rata-rata mengalami menopause pada usia 51 tahun. WHO memperkirakan jumlah
wanita usia 50 tahun ke atas diperkirakan akan meningkat dari 500 juta pada saat ini
menjadi lebih dari 1 milyar pada tahun 2030.
Di Asia, masih menurut data WHO, pada tahun 2025 jumlah wanita yang
menopause akan meningkat dari 107 juta jiwa menjadi 373 juta jiwa. Perkiraan kasar
menunjukkan akan terdapat sekitar 30 – 40 juta wanita dari seluruh jumlah
penduduk Indonesia yang sebesar 240 – 250 juta jiwa pada tahun 2010. Dalam
kurun waktu tersebut (usia lebih dari 60 tahun) hampir 100% telah mengalami
menopausedengan segala akibat serta dampak yang menyertainya. 1
Peningkatan jumlah wanita menopause ini tentunya akan menimbulkan
masalah tersendiri, apalagi ditambah dengan munculnya keluhan-keluhan pada
masa menopause. Walaupun tidak menyebabkan kematian, menopause dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman dan dapat menyebabkan gangguan dalam
pekerjaaan sehari-hari yang dapat menurunkan kualitas hidup. Padahal pada kurun
waktu usia 40-65 tahun (masa klimakterium) banyak wanita yang mencapai puncak
prestasi karirnya.
2
dan menilai keluhan menopause.4 Beberapa alat telah dinilai ulang, sementara
beberapa alat yang lain baru ditemukan setelah dilakukan penelitian analitik yang
secara terpisah mengukur gejala psikologis, somatik dan vasomotor yang dialami.5
Skala Penilaian Menopause (MRS) merupakan skala kualitas hidup yang
dihubungkan dengan kesehatan selama masa menopause, dan awalnya
dikembangkan pada awal tahun 90-an untuk mengukur tingkat keparahan keluhan
yang dikaitkan dengan umur menopause, dengan cara menilai sejumlah gejala
tertentu.6 Untuk menentukan skala keluhan ataupun gejala yang dialami, analisis
faktorial dan metode statistik digunakan untuk mengidentifikasi tiga dimensi
gejala/keluhan: faktor psikologis, somatik-vegetatif, dan urogenital, yang dapat
menjelaskan 59% variasi total yang terjadi.
Signorelli et al. melaporkan temuan yang menunjukkan kadar stres oksidatif yang tinggi pada wanita menopause. Kadar serum darah digunakan untuk menilai
malondialdehyde (MDA), 4-hydroxynenal (4-HNE), LDL teroksidasi, dan glutathion peroksidase (GSH-Px) yang dibandingkan pada dua kelompok : wanita usia subur, antara usia 30-35 dan pascamenopause, antara usia 45-55. Kelompok
postmenopause menunjukkan peningkatan yang signifikan pada biomarker
pro-oksidan: MDA, 4-HNE, dan LDL teroksidasi, sedangkan kadar antioksidan GSH-Px
secara signifikan menurun bila dibandingkan dengan subyek kontrol
premenopause.
5,6
7
Stres oksidatif juga terlibat dalam patogenesis keluhan menopause, seperti
gangguan vasomotor. Gangguan ini termasuk hot flashes atau berkeringat di malam hari, panik, dan lekas marah. Selama menopause, gangguan episode vasomotor
berulang menghasilkan peningkatan jangka panjang terhadap masalah
pembentukan stres oksidatif dengan menempatkan hambatan pada antioksidan dan
fungsinya dalam menetralisir ROS ( reactive oxygen species).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sánchez. MA, et al, didapatkan data adanya hubungan yang signifikan antara penurunan kadar anti oksidan pada
wanita yang mengalami keluhan-keluhan pada menopause berdasarkan skala
keluhan menopause (MRS).
8
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan memeriksa kadar anti oksidan (Glutathion Peroksidase) untuk melihat adanya hubungan antara penurunan kadar anti oksidan terhadap derajat
keluhan menopause. Sehingga pemeriksaan Glutathion Peroxidase merupakan suatu cara untuk menilai derajat keparahan keluhan menopause. Dimana perlu
diketahui nilai interval (cut off value) dari kadar Glutathion Peroxidase tertentu yang sensitif dan spesifik sebagai penanda derajat keparahan keluhan menopause.
9
Dari penelitian, diketahui bahwa adanya hubungan yang signifikan antara
penurunan anti oksidan (Glutathion Peroksidase) pada wanita premenopause dan postmenopause. Penurunan kadar Glutathion Peroksidase ini juga menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap keluhan menopause mempengaruhi kualitas
hidup.
1.2. Rumusan Masalah
Sampai saat ini belum ada penelitian di Indonesia, khususnya Sumatera
Utara yang menghubungkan antara derajat keluhan menopause berdasarkan
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut: “Apakah pemeriksaan kadar Glutathion Peroxidase ini dapat sebagai penanda derajat keparahan keluhan pada wanita menopause?“
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui kadar Glutathion Peroksidase (GPx) dari paramedis wanita menopause di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Jejaring sebagai
penanda derajat keparahan keluhan menopause.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik paramedis wanita menopause di RSUP.H.Adam
Malik Medan dan RS. Jejaring berdasarkan derajat keluhan menopause (usia,
status pernikahan, lama menopause dan BMI).
2. Mengetahui hubungan kadar Glutathion Peroksidase (GPx) dari paramedis wanita menopause di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Jejaring terhadap
derajat keluhan menopause yang dinilai berdasarkan Menopause Rating Scale (MRS).
3. Mengetahui perbedaan rata-rata Glutathion Peroxidase (GPx) pada masing-masing derajat keparahan keluhan berdasarkan Menopause Rating Scale
(MRS).
4. Mengetahui interval (cut off value) Glutathion Peroxidase (GPx) pada masing-masing derajat keparahan keluhan berdasarkan Menopause Rating Scale
(MRS).
5. Mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi
6. Mengetahui area under curve (AUC) dari kadar Glutathion Peroxidase (GPx).
1.4. Manfaat
1. Memberikan informasi mengenai ada tidaknya serta derajat keluhan
menopause pada paramedis wanita di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS.
Jejaring dengan menggunakan skala penilaian menopause (Menopause Rating Scale).
2. Pemeriksaan kadar Glutathion Peroksidase (GPx) pada paramedis wanita menopause dapat digunakan untuk menilai secara objektif paramedis wanita
menopause yang mengalami keluhan-keluhan menopause terkait dengan
kualitas hidup, produktivitas kerja, sehingga akan memberikan manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Menopause
Sudah alamiah bahwa setiap makhluk di dunia ini mengalami proses
penuaan. Pada manusia proses penuaan itu sebenarnya terjadi sejak manusia
dilahirkan dan berlangsung terus sampai akhir hayat. Berbeda dengan kaum pria,
proses penuaan pada wanita berlangsung lebih “dramatis”, terutama karena adanya
proses reproduksi dalam kehidupannya.
Menopause menurut WHO (2005) berarti berhentinya siklus menstruasi untuk
selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi setiap bulan, yang
disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat, sampai
tidak tersedia lagi folikel, serta dalam 12 bulan terakhir mengalami amenorea, dan
bukan disebabkan oleh keadaan patologis. Kini wanita Indonesia rata-rata memasuki
masa menopause pada usia 50 tahun. Tetapi sebagian ada yang mengalami pada
usia lebih awal atau lebih lanjut. Umur waktu terjadinya menopause dipengaruhi oleh
keturunan, kesehatan umum, dan pola kehidupan. 10
Usia menopause rata-rata berada pasa usia 51 tahun, setelah itu wanita akan
menghabiskan sepertiga dari umurnya. Namun, dikedepan hari banyak wanita yang
memilih untuk bisa menunda proses ini dikarenakan karir dan berbagai alasan
lainnya, sehingga mereka membalikkan kenyataan mengenai proses penuaan
reproduksi dan ovarium (ovarian aging), konsekuensi nya akan terjadi dampak perubahan pada berbagai sitem fisiologis tubuh dikarenakan perubahan hormonal
ini, yang meliputi: densitas tulang, kardiovaskular, tingkah laku, dan kanker. 11
Sutanto (2005) mendefinisikan menopause proses alami dari penuaan, yaitu
ketika wanita tidak lagi haid selama 1 tahun. Penyebab terhentinya haid karena
ovarium tidak lagi memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary mendefinisikan menopause sebagai periode berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 dan 50 tahun. Menopause
adalah perdarahan terakhir dari uterus yang masih dipengaruhi oleh hormon dari
otak dan sel telur.
Menopause terjadi karena produksi sel telur habis sama sekali dan biasanya
terjadi pada usia 45-50 tahun. Diagnosis dibuat setelah terdapat amenorrea (tidak
haid) sekurang-kurangnya 1 tahun. Shimp & Smith (2000) mendefinisikan menopause sebagai akhir periode menstruasi, tetapi seorang wanita tidak
diperhitungkan postmenopause sampai wanita tersebut telah 1 tahun mengalami
amenorrhea. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus yang lebih panjang
dengan perdarahan yang berkurang. Umumnya batas terendah terjadinya
menopause adalah umur 44 tahun. Operasi atau radiasi dapat menyebabkan
menopause yang umumnya menimbulkan keluhan lebih banyak dibanding
menopause secara alami. 12
Produksi hormon wanita (estrogen) makin lama makin berkurang sehingga
haidpun menjadi tidak teratur dan akhirnya berhenti. Setelah usia 40 tahun seorang
wanita memasuki fase klimakterium, yang berasal dari kata climacter yang berarti tahun-tahun peralihan. Klimakterium atau usia mapan, berlangsung dari saat
premenopause (kira-kira umur 40 tahun) yaitu pada masa dimana ovarium
berangsur-angsur menurun fungsinya dan berakhir sekitar usia 55 tahun. Pada usia
sekitar 49 tahun terjadi menopause (mati haid). 13
Menopause merupakan salah satu fase dari kehidupan normal seorang
wanita. Pada masa menopause kapasitas reproduksi seorang wanita berhenti.
Ovarium tidak lagi berfungsi, produksi hormon steroid dan peptida berangsur-angsur
hilang dan terjadi sejumlah perubahan fisiologik. Sebagian disebabkan oleh
berhentinya fungsi ovarium dan sebagian lagi disebabkan oleh proses penuaan.
Banyak wanita yang mengalami gejala dan keluhan akibat perubahan tersebut di
atas. Gejala dan keluhan tersebut biasanya berangsur-angsur menghilang.
Walaupun tidak menyebabkan kematian, namun menimbulkan rasa tidak nyaman
dan kadang-kadang menyebabkan gangguan dalam pekerjaan sehari-hari.
Keluhan-keluhan yang biasa dialami pada masa ini antara lain mudah
tersinggung, depresi, kelelahan, kurang bersemangat, sulit tidur, hot flush,
berkeringat, rasa dingin, dan sakit kepala. Ketika seseorang memasuki masa
menopause, terjadi ketidaknyamanan fisik seperti rasa kaku dan linu yang dapat
terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh. Rasa kaku ini terkadang disertai rasa panas
atau dingin, pening, kelelahan, resah, kesal, cepat marah, dan berdebar-debar.
Setelah menopause, wanita akan mengalami masa Senile. Pada masa ini tercapai
keseimbangan hormonal yang baru sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif
maupun psikis.
15,16,17
12
2.1.1. Gejala-Gejala Menopause
Bentuk dari gejala-gejala merupakan dasar diagnosis. Gejala-gejala yang ada
sangat bervariasi diantara wanita-wanita. Oleh karena itu diperlukan pendekatan
secara individual dalam penilaian dan pengobatan.4,5
A. Ketidakstabilan vasomotor
- Hot flushes
- Keringat malam
- Gangguan tidur
B. Gangguan psikologis/kognitive
- Depresi
- Irritabilitas
- Perubahan mood
- Kurang konsentrasi, pelupa.
C. Gangguan seksual
- Kejadian gangguan seksual pada wanita perimenopause bervariasi
dan meningkat dengan bertambahnya umur.
- Gejala-gejala berupa; berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya
libido, dispareuni dan vaginismus.
D. Gejala-gejala somatik
- Sakit kepala
- Pembesaran mammae dan nyeri
- Palpitasi
- Pusing
Secara embrional uretra dan vagina sama-sama berasal dari sinus urogenital
dan duktus Muller. Selain itu pula, di uretra dan vagina banyak dijumpai reseptor
estrogen, sehingga kedua organ tersebut mudah mengalami gangguan begitu
kadar estrogen serum mulai berkurang. Gangguan–gangguan tersebut dapat
berupa berkurangnya aliran darah, turgor dan jaringan kolagen. Kekurangan
estrogen juga dapat menyebabkan mitosis sel dan pemasukan asam amino ke
dalam sel berkurang. Pada vulva terjadi atropi sel, epitel vulva menipis. Dijumpai
fluor dan perdarahan subepitelial (kolpitis senilis), vagina menjadi kering, mudah
terjadi iritasi dan infeksi.
F. Osteoporosis
G. Kelainan kardiovaskular
2.1.2. Penuaan (Aging) dan Menopause
Sejak lahir bayi wanita memiliki sekitar 770.000 sel telur yang belum
berkembang. Pada fase pubertas, yaitu usia 8-12 tahun, mulai timbul aktivitas ringan
dari fungsi endokrin reproduksi. Pada usia 12-13 tahun umumnya seorang wanita
akan mendapatkan menarche (haid pertama kalinya) yang dikenal sebagai masa pubertas. Pada saat itu organ reproduksi wanita mulai berfungsi optimal secara
bertahap. Ovarium mulai mengeluarkan sel-sel telur yang siap untuk dibuahi yang
disebut dengan fase reproduksi atau periode fertil yang berlangsung hingga usia
sekitar 45 tahun. Periode fertil ketika telur dibuahi, akan terjadi kehamilan.
Fase terakhir setelah masa reproduksi berakhir disebut klimakterium, yaitu
produktif. Periode ini berlangsung antara 5-10 tahun atau 5 tahun sebelum
menopause dan 5 tahun setelah menopause. Masa klimakterium terdiri atas tiga
tahap, yaitu premenopause, perimenopause, dan postmenopause. Premenopause
adalah masa sebelum berlangsungnya perimenopause. Tahap ini terjadi sejak fungsi
reproduksi mulai menurun sampai timbul keluhan atau tanda-tanda menopause.
Perimenopause merupakan periode dengan keluhan memuncak. Terjadi sekitar 1-2
tahun sebelum dan 1-2 tahun sesudah menopause. Postmenopause adalah masa
setelah perimenopause sampai senilis. Secara umum, fase klimakterium disebut
sebagai menopause.18
Menopause biasanya terjadi pada umur akhir 40-an atau awal 50-an. Menurut
WHO, menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen disebabkan
oleh hilangnya aktifitas folikel ovarium dimana estrogen disekresikan oleh folikel
primordial ovarium. Meskipun ovarium dari wanita eumenorrheic mengandung rata-rata 1.000 folikel, pada saat masa transisi (perimenopause) jumlah folikel ini akan
berkurang sekitar 10 kali lipat, dan hampir tidak ada folikel yang ditemukan dalam
ovarium pascamenopause. Mekanisme penurunan folikel dan menopause tidak
diketahui.11
Penuaan sistem reproduksi (ovarian aging) telah diketahui pada beberapa spesies vertebrata akan membawa kepada keadaan menopause. Selain penurunan
jumlah folikel, proses penuaan juga berperan pada keadaan menopause, dimana ini
ditandai dengan terjadinya penurunan fungsi oleh Hipotalamus Pituitari Gonad-Axis
yang menimbulkan ketidakteraturan siklus estrus. Pada tikus percobaan mengalami
penurunan fungsi ovarium pada usia antara 6-18 bulan yang ditandai dengan kadar
estrogen yang rendah. Penurunan sistem reproduksi berhubungan dengan gejala
berkeringat di malam hari, kekeringan vagina, depresi dan perubahan mood, serta
gejala kronis termasuk progresif serta atrofi otot dan tulang yang berhubungan
dengan meningkatnya kerentanan terhadap osteoporosis, peningkatan jumlah lipid
(obesitas) dan sejumlah penyakit-penyakit metabolik, seperti dislipidemia, penyakit
kardiovaskuler, hipertensi dan resistensi insulin. Sehinga hal ini menimbulkan
pertanyaan apakah menopause merupakan konsekuensi dari proses penuaan atau
defisiensi endokrin, bahkan keduanya. 19
2.2. Menopause Rating Scale ( MRS )
Skala Penilaian Menopause (MRS) merupakan skala kualitas hidup yang
dikembangkan pada awal tahun 90-an untuk menilai tingkat keparahan keluhan
menopause sebagai respon terhadap kurangnya skala yang terstandarisasi untuk
mengukur keparahan gejala penuaan serta efeknya terhadap kalitas hidup.6,20,21,22
Sebenarnya, versi MRS yang pertama seharusnya diisi oleh dokter yang menangani
kasus yang bersangkutan, namun beberapan kritik dari ahli metodologi akhirnya
memunculkan skala baru yang dapat dengan mudah diisi sendiri oleh wanita yang
bersangkutan, bukan oleh dokternya. Pembenaran penggunaan MRS dimulai
beberapa tahun yang lalu dengan tujuan untuk membentuk suatu alat untuk
mengukur gambaran kualitas hidup, yang secara mudah dapat diisi. Tujuan
pembuatan MRS adalah (1) untuk memungkinkan perbandingan gejala penuaan
antara diantara kelompok wanita dengan kondisi yang berbeda, (2) untuk
membandingkan keparahan penyakit yang dialami dalam selang waktu tertentu, dan
(3) untuk mengukur perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah diberikan
pengobatan. Skala MRS telah dibakukan secara resmi berdasarkan peraturan
dibakukan, tiga dimensi yang terpisah ternyata teridentifikasi, yang menjelaskan
59% variansi total yang dijumpai (analisis faktor): psikologis, somato vegetatif, dan
sub skala urogenital. Skala MRS terdiri dari 11 item (gejala atau keluhan).
Masing-masing gejala yang terkandung didalam skala tersebut dapat diberikan nilai 0 (tidak
ada keluhan) sampai 4 (gejala berat) tergantung pada tingkat keluhan yang
diperoleh setelah wanita yang bersangkutan mengisi skala tersebut (dengan cara
mencentang kotak yang telah disediakan). Cara penilaian pada dasarnya
sederhana, contohnya: skornya akan semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya tingkat keparahan subjektivitas gejala yang diperoleh dari setiap item
(skor 0 : tidak ada keluhan, skor 4: gejala yang sangat berat]). Responden dengan
sendirinya akan menunjukkan persepsinya sendiri dengan mencentang 1 dari
kemungkinan 5 kotak “keparahan” yang tersedia untuk setiap item.
Saat ini, skala MRS diterima secara Internasional. Skala ini pertamaka kali
dialihbahasakan ke bahasa Inggris, yang diikuti dengan terjemahan ke dalam
bahasa yang lain. Rekomendasi metodologi Internasional yang terbaru juga
dimasukkan. Saat ini skala ini tersedia dalam beberapa bahasa: bahasa Brasil,
Inggris, Perancis, Jerman, Indonesia, Italia, Mexico/Argentina, Spanyol, Swedia, dan
Turki.
6,20,21,22
Penilaian Menopause Rating Scale
Skor untuk tingkat / derajat keparahan keluhan berdasarkan subskala adalah
sebagai berikut:
• Skor Total 22
- Tidak ada, sedikit : 0-4
- Ringan : 5-8
- Sedang : 9-16
- Berat : 17+
2.3. Reactive Oxygen Spesies (ROS)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang mempunyai satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya sehingga relatif tidak stabil. Untuk
mendapatkan kestabilannya, molekul yang bersifat reaktif tersebut mencari
pasangan elektronnya, sehingga disebut juga sebagai reactive oxygen species
(ROS). Mekanismenya dapat dengan donasi, meski umumnya dengan “mencuri”
dari sel tubuh lain.
Terdapat 2 jenis ROS, yakni:
(1) molekul oksigen dengan elektron yang tidak mempunyai pasangan dan,
(2) molekul oksigen tunggal.
Molekul yang termasuk ke dalam radikal bebas tipe 1 diantaranya ialah anion superoksida (+O2-), radikal hidroksil (OH-), dan radikal peroksil lipid (LOO). +O2- merupakan molekul reaktif yang pertama terbentuk saat metabolisme lipid dan
protein, untuk selanjutnya dapat dikonversi menjadi hidrogen peroksida (H2O2) atau dimetabolisme oleh sistem enzim. H2O2 merupakan oksidan yang relatif lemah,
namun mampu menginisiasi reaksi oksidatif dan membentuk spesies radikal bebas.
metal transisi (Fe2+ atau Cu+). ROS dapat mengakibatkan disfusi sel akibat
pengambilan elektron dari komponen lipid, protein, dan DNA. Saat sel tubuh
kehilangan elektronnya, maka sel tersebut juga akan menjadi radikal bebas yang
akan memulai rangkaian proses serupa berikutnya.
Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas dan
antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum yakni kurangnya antioksidan dan
kelebihan produksi radikal bebas. Berbagai enzim pada sel dan proses metabolik
yang terkontrol, akan menjaga agar kerusakan oksidatif ditingkat sel tetap minimal.
Pada saat produksi ROS meningkat, maka kontrol protektif tidak akan mencukupi
sehinggu memicu kerusakan oksidatif. Kondisi ini akan memberi dampak berupa
kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan hingga ke organ tubuh,
menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan munculnya beragam
penyakit. Penuaan dapat diartikan sebagai penumpukan kerusakan, maupun
penurunan fungsi biologis dan kemampuan organisme untuk beradaptasi terhadap
stres metabolik.
13
ROS (Reactive Oxygen Spesies) sebagai elektron yang tidak berpasangan, dan merupakan metabolisme dari mitokondria. Mitokondria memproduksi superoxide
yang merupakan radikal bebas, superoxide sebagai radikal bebas diproduksi pada dua titik rantai transport elektron, yang pertama pada komplek I (NADPH Dehydrogenase) dan komplek III (Ubiquinone-cytochrome c reductase). Dalam metabolisme yang tidak normal, kompleks III merupakan sumber dari produksi ROS,
metabolisme yang tidak normal dapat berupa proses penuaan. Pada komplek III ini
terbentuk suatu radikal bebas yaitu semiquinone anion spesies (.Q-) yang merupakan suatu hasil sampingan dari regenerasi coenzyme q. Pembentukan ROS kemudian nya akan mempengaruhi proses metabolik. Pada keadaan dengan
terpapar oksidan, maka akan terbentuk glyoxal dan methylglioxal, keduanya akan menghasilkan glycation end product (AGE) yang berkontribusi pada proses penuaan secara fenotipe.23
Gambar 2. Komplek III yang memproduksi ROS
Secara evidence base, pada penelitian in vitro, mitokondria mengubah 1-2% dari molekul oxygen yang digunakan sebagai pembentukan ATP menjadi superoxide anion. Berapapun jumlah dari superoxide anion yang menjadi ROS, tetap akan berefek buruk, sehingga menyebabkan tubuh memproduksi antioksidan untuk
membatasi pengeluaran oksidan ini. Suatu postulat diungkapkan dalam mengurangi
produksi oksidan oleh mitokondria adalah dengan meningkatkan metabolisme
uncoupling. Ketika pemakaian oksigen dari metabolisme uncoupling untuk membentuk ATP maka akan terbentuk panas. Bagaimanapun juga, konsumsi
oksigen tanpa terbentuknya ATP akan menurunkan kadar molekular oksigen bebas
dalam pembentukan superoxide anion.
23
Efek buruk dari ROS sebagian besar akan dinetralisir oleh sistem antioksidan
yang meliputi suatu enzim yang memakan superoxide dismutase (SOD), katalase
dan gluthatione peroxidase. SOD akan mempercepat perubahan superoxide menjadi
hydrogen peroxidase menjadi air. Selain enzim, terdapat beberapa molekul kecil yang berperan dalam memakan ROS, seperti ascorbate, piruvat, flavonoid, karotenoid, dan gluthation yang muncul dalam kosentrasi milimolar dalam sel.
Keseimbangan antara produksi ROS dan mekanisme pertahanan dari
antioksidan mencerminkan derajat stres oksidatif. Efek samping dari Stres ini akan
memodifikasi selular protein, lemak dan DNA. Kebanyakan studi, Stres oksidatif
akan memodifikasi protein sehingga terbentuk derivat carbonyl, yang nantinya menjadi penanda dalam derajat stres oksidatif.
23,24
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa sel-sel yang tua dan organisme
berakumulasi meningkatkan kadar oksidan yang merusak nukleus DNA. Mungkin
karena kedekatannya dengan sumber utama pembentukan oksidan, atau karena
sistem perbaikan DNA yang terbatas, mitokondria DNA umumnya dianggap lebih
sensitif dibandingkan nukleus DNA dalam kerusakan oksidatif. Terdapat dua
penelitian yang mengungkapkan bahwa stres oksidatif menimbulkan kerusakan
pada mitokondria DNA. Peningkatan kerusakan mitokondria akan menyebabkan
kerusakan fungsi dan integritas mitokondria, sehingga menyebabkan produksi ROS
yang berlebih dan ini merupakan suatu siklus atau lingkaran dalam terjadinya
kerusakan DNA.
23
24
2.3.1 Stres Oksidatif pada Menopause dan Penuaan (aging)
Stres oksidatif, yang didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara oksidan
dan antioksidan, yang memainkan peran penting dalam proses penuaan normal.
Stres oksidatif juga terlibat dalam patogenesis sejumlah proses penyakit, termasuk
yang berkaitan dengan usia degeneratif proses seperti penyakit jantung,
reproduksi wanita. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa gangguan
vasomotor, osteoporosis dan penyakit kardiovaskular secara signifikan berkorelasi
dengan hilangnya estrogen secara progresif dan efek pelindungnya, dikombinasikan
dengan kekurangan pertahanan antioksidan yang mengarah ke ketidakseimbangan
redoks yang nyata.
Vural et al. membandingkan serum TNF-a, IL-4, IL-10, dan IL-12 pada saat fase folikular pada pada wanita premenopause, usia 19-38 tahun, dengan
postmenopause, usia 37-54 tahun. Konsentrasi serum yang lebih tinggi dari TNF-a,
IL-4, IL-10, dan IL-12 terlihat pada postmenopause dibandingkan dengan
premenopause. Kadar TNF-a dan sitokin inflamasi telah diketahui tinggi pada
keadaan stres oksidatif. Oleh karena itu, dapat dispekulasikan bahwa stres oksidatif
meningkat pada pascamenopause. Penelitian ini juga menunjukkan hubungan
antara kompensasi TNF-a dan IL-4. Peningkatan kadar IL-4, dengan efek
anti-inflamasinya, dapat digunakan untuk melawan efek keadaan pro-inflamasi yang
disebabkan oleh peningkatan kadar TNF-a. 25
Signorelli et al. juga melaporkan temuan yang menunjukkan kadar stres oksidatif yang tinggi pada menopause. Kadar serum darah digunakan untuk menilai
malondialdehyde (MDA), 4-hydroxynenal (4-HNE), LDL teroksidasi, dan glutation peroksidase (GSH-Px) yang dibandingkan pada dua kelompok: wanita usia subur, antara usia 30-35 dan pascamenopause, antara usia 45-55. Kelompok
postmenopause menunjukkan peningkatan yang signifikan pada biomarker
pro-oksidan: MDA, 4-HNE, dan LDL teroksidasi, sedangkan kadar antioksidan GSH-Px
secara signifikan menurun bila dibandingkan dengan subyek kontrol
premenopause.
26
Estrogen terlibat dalam sejumlah proses fisiologis dalam jaringan pada sistem
kardiovaskular. Hal ini dikenal sebagai perlindungan terhadap penyakit
kardiovaskular dengan cara efek yang dimediasi oleh endotel dan non-endotel dan
efek menguntungkan pada homeostasis lipoprotein, glukosa, dan insulin, perubahan
komposisi matriks ekstraseluler, destabilisasi plak aterosklerosis dan fasilitasi
pembentukan pembuluh darah kolateral. Defisiensi estrogen pada postmenopause
dihubungkan dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi, yang berkontribusi pada
patogenesis dari sindrom metabolik dan resistensi insulin. Menopause dengan
komplikasi diabetes yang tidak terkontrol dikaitkan dengan peningkatan risiko
aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Risiko penyakit kardiovaskular muncul
pada wanita postmenopause nondiabetes dengan adanya faktor risiko yang seperti
kadar lipid dan glukosa dalam plasma yang tinggi. Aterogenesis dianggap sebagai
inflamasi, proses fibroproliferatif. Insiden aterosklerosis meningkat pada menopause,
sebagai pengaruh estrogen sebagai antioksidan yang hilang, yang menyebabkan
peningkatan oksidasi kolesterol LDL. Moreau et al. menunjukkan peningkatan kadar plasma LDL teroksidasi pada wanita menopause dibandingkan dengan perempuan
premenopause. Pemberian antioksidan vitamin C ditujukan untuk membalikkan efek
ini, dengan penurunan konsentrasi LDL teroksidasi yang mengarah kepada
perbaikan dalam parameter kesehatan vaskular seperti aliran darah dan konduktansi
vaskular.
Teori radikal bebas dewasa ini lebih banyak dianut dan dipercaya sebagai
mekanisme proses penuaan. Radikal bebas adalah sekelompok elemen dalam
tubuh yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga tidak stabil dan
reaktif hebat. Sebelum memiliki pasangan, radikal bebas akan terus menerus
sel-sel tubuh yang normal. Teori ini mengemukakan bahwa terbentuknya gugus
radikal bebas (hydroxyl, superoxide, hydrogen peroxide, dan sebagainya) adalah akibat terjadinya otooksidasi dari molekul intraselular karena pengaruh sinar UV.
Radikal bebas ini akan merusak enzim superoksida-dismutase (SOD) yang berfungsi mempertahankan fungsi sel sehingga fungsi sel menurun dan menjadi
rusak.24
2.3.2. Pemeriksaan laboratorium pada Stres oksidatif
Untuk menilai keseimbangan antara kerusakan oksidatif dan antioksidan
tubuh, penting untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dalam penilaian ini.
Regulasi jumlah radikal bebas secara normal dalam sistem biologis tubuh dilakukan
oleh enzim-enzim antioksidan endogenous seperti enzim SOD, GPx, dan CAT.
Pengukuran radikal bebas di dalam tubuh sangat sulit dilakukan karena radikal
bebas bereaksi sangat cepat sehingga seringkali dilakukan pengukuran tidak
langsung melalui produk turunannya seperti MDA dan 4-hidroksinonenal.Kedua senyawa tersebut sering digunakan untuk pengukuran reaksi radikal bebas lipid.
Kita dapat menilai kapasitas dari antioksidan tubuh, enzim yang merusak
radikal bebas, marker yang mengevaluasi kerusakan oleh karena produksi radikal
bebas. Berikut pemeriksaan yang dapat dilakukan:
28
1. Sampel darah, dalam hal ini dapat diperiksa kapasitas dari antioxidandan enzim
yang berfungsi memproteksi yang meliputi: Glutathione darah, total kapasitas antioksidan, enzim superoxidase dismutase, glutahtione peroxidase. Sementara, sampel darah yang menggambarkan kerusakan dari tubuh, pemeriksaan lipid peroxidase dan malondialdehida.
2. Sampel urin, dalam hal ini dapat diperiksa kerusakan oleh karena radikal bebas,
meliputi: lipid peroxidase (kerusakan oxidatif pada membran sel) dan 8-hydroxy-deoxyGuanosine (kerusakan oxidatif pada DNA).
2.4. Enzim Glutathion Peroksidase
Glutathione peroksidase (GPx) merupakan salah satu dari 25 famili selenoprotein. GPx berfungsi sebagai antioksidan dengan mengurangi peroksida,
seperti H2O2.29 Selain itu juga Glutathion peroksidase dapat mengkatalis reduksi dari berbagai hidroperoksidase menggunakan glutation sebagai substrat
pereduksi.
Empat macam spesies glutathion peroksidase telah diidentifikasi pada mamalia yaitu, enzim selular yang klasik, enzim metabolisme fosfolipid hidroperoksidase, enzim saluran pencernaan dan enzim plasma ekstraseluler. Struktur primer mereka sangat tidak berkaitan dan dikode oleh gen yang berbeda
serta mempunyai sifat-sifat enzim yang berbeda. Perbedaan struktur yang diamati
menunjukkan perbedaan dalam subtrat dan spesifitasnya. 30
30
Glutation peroksidase merupakan bagian penting dari sistem pertahanan
antioksidan. Lima isoform yang diketahui, oleh karena itu disebut seperti keluarga
enzim dari enzim tunggal yang terdapat hampir disetiap sel hewan. Ada beberapa
faktor membatalkan aktivitas enzim ini. Beberapa di antaranya bersifat internal,
faktor individu, menghasilkan variasi yang signifikan dalam aktivitas enzim di organ
yang berbeda, usia dan jenis kelamin. Regulasi endokrin juga dapat mengontrol
Glutathione peroksidase (GPx) adalah protein dengan bentuk tetramer. Mempunyai berat molekul sebesar 85.000 D. Enzim ini mengandung 4 atom
selenium yang terikat sebagai selenocysteine.
Glutathion adalah substansi kunci yang ditemukan dalam setiap sel dalam tubuh kita dan dapat dianggap sebagai obat universal yang berlangsung secara
normal dan substansi tanpa efek samping. Ia merupakan antioksidan sel yang
terpenting, menetralisir radikal bebas yang dapat merusak atau menghancurkan sel.
Tubuh memproduksi radikal bebas selama metabolisme. Dalam kondisi berbagai
stress seperti toksisitas kimia atau infeksi tubuh menghasilkan lebih banyak radikal
bebas. Jika persediaan glutathion sedikit radikal bebas ini dapat mempengaruhi sel. Terpapar radiasi sinar matahari atau sumber lain juga menimbulkan radikal bebas
yang sangat meningkat sehingga tubuh perlu untuk dinetralisir. 29
Enzim glutation peroksidase membantu mencegah kerusakan sel yang
disebabkan oleh radikal bebas dengan cara mengkatalisa berbagai hidroperoksida.
Glutation peroksidase mereduksi H
29
2O2 menjadi H2
H
O dan glutation disulfide
(GSSG) dengan bantuan glutation tereduksi (GSH). Reaksi enzim tersebut seperti di
bawah ini.
2O2 + 2GSH GPX GSSG + 2H2
Selenium yang mengandung enzim glutation peroksidase terdiri dari lima
isoenzim yang berbeda, yaitu:
O
31
a) GPx1, glutathione peroxidase Seluler (cGSHPx, misalnya sel darah merah
GSHPx)
b) GPx2, gastrointestinal glutathione peroxidase (giGSHPx)
c) GPx3,ekstraseluler glutathione peroxidase (eGSHPx, misalnya plasma GSHPx)
e) GPx5, sekresi GSHSPx Epididymis-spesifik
2.5. Hubungan Stress Oksidatif dan Anti Oksidan terhadap Menopause
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sánchez. MA, et al, didapatkan data bahwa kadar lipoperoksidase lebih tinggi pada wanita postmenopause dibandingkan dengan premenopause. (0,357+ 0,05 vs 0,331 + 0,05 чmol/L, P<
0,001. Dijumpai bahwa menopause memiliki risiko terhadap keberadaan stress
oksidatif ( OR 2,62, CI95% 1,35-5,11 p<0,01). Dan dijumpai nilai korelasi positif
antara keluhan berdasarkan skala menopause dengan peningkatan stress oksidatif (
Lipoperoksidase r=0,327 p= 0,001).
Penelitian oleh Shrivastava,et al 2004 dijumpai bahwa nilai anti oksidan (Glutathion peroksidase) lebih rendah pada wanita post menopause dibandingkan dengan premenopause dan terdapat hubungan yang bermakna secara signifikan
PROSES PENUAAN / AGING
EFEK JANGKA PANJANG EFEK JANGKA
PENDEK
Penyakit kardiovaskuler
Osteoporosis
Keganasan Gejala somatik
Gejala psikologis
Ha : Terdapat hubungan antara Glutathion Peroxidase dengan derajat keparahan keluhan menopause pada paramedis wanita
menopause.
Ho : Tidak terdapat hubungan antara Glutathion Peroxidase dengan derajat keparan keluhan menopause pada paramedis wanita
menopause.
Ha : Terdapat perbedaan antara Glutathion Peroxidase dengan derajat keparahan keluhan menopause pada paramedis wanita
menopause.
Ho : Tidak terdapat perbedaan antara Glutathion Peroxidase dengan derajat keparahan keluhan menopause pada paramedis wanita
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan rancangan
uji diagnostik.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring. Waktu
penelitian dimulai bulan Desember tahun 2013 sampai jumlah sampel minimal
terpenuhi.
4.3. Populasi Penelitian
4.3.1. Populasi Target
Populasi target adalah paramedis wanita menopause di RSUP. H. Adam
Malik Medan dan RS. Jejaring.
4.3.2. Populasi Terjangkau
Penderita menopause berumur 45-56 tahun yang bekerja sebagai paramedis
di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Jejaring.
4.4.1. Sampel
Rumus besar sampel yang digunakan untuk uji hipotesis pada
penelitian ini berdasarkan sample size determination in health studies dengan uji hipotesis dua arah satu proporsi populasi.
Dengan rumus sebagai berikut : 33
Zα √ Po (1-Pa) + Z1-β√ Pa (1-Pa)
Dimana :
n = Besar sampel
Z1-α/2
dua arah = 1,96
= Derifat baku alfa, kesalahan tipe I sebesar 5 %, hipotesis
Z1-β
dua arah = 0,84
= Derifat baku beta, power penelitian sebesar 80 %, hipotesis
Po = Proporsi populasi penelitian penderita menopause dengan
keluhan-keluhan subjektif 89% (0,89) dari kepustakaan
Pa = Proporsi populasi penelitian yang diharapkan dari penelitian
ini 70% (0,7)
Didapatkan nilai n = 22,469
Besar sampel minimal pada penelitian n = 23 orang
Rumus besar sampel untuk penelitian diagnostik yang mempunyai keluaran
Area Under Curve (AUC) adalah sebagai berikut : 34
(θ1 – θ2)
Perhitungan besar sampel dengan rumus tersebut telah disajikan dalam suatu
bentuk tabel untuk nilai AUC kesalahan Tipe I dan Tipe II tertentu. Pada penelitian
ini ditetapkan bahwa selisih minimal AUC sebesar 20 % (AUC1 = 90%, AUC2 =
70%) dengan kesalahan tipe I (α = 5%) dan kesalahan tipe II (β = 20%), sehingga
besar sampel n = 47, 6 orang.
Dari kedua cara perhitungan besar sampel dalam penelitian ini, maka
4.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.5.1. Kriteria Inklusi
a. Tidak mendapatkan menstruasi minimal dalam 12 bulan berturut-turut.
b. Telah melewati screening skala L-MMPI (Minnesota Multiphasic Inventory Lie Scale) dengan raw skor < 5.
c. Bersedia ikut dalam penelitian dan telah menandatangani formulir
kesediaan.
36
d. Tidak pernah mengalami operasi pengangkatan rahim dan kedua indung
telur.
e. Tidak mendapat pengobatan sulih hormon.
f. Tidak memiliki riwayat gangguan psikiatrik (Kejiwaan).
g. Tidak menderita penyakit keganasan.
h. Tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, diabetes melitus dan tekanan
darah tinggi, osteoporosis.
i. Tidak memiliki kebiasaan minum alkohol.
j. Tidak memiliki kebiasaan merokok.
4.6. Bahan dan Cara Kerja Penelitian
4.6.1 Penilaian melalui kuesioner
Diberikan kuesioner kepada paramedis wanita yang telah mengalami
menopause yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Semua peserta yang ikut dalam penelitian ini dilakukan wawancara dan
dicatat dalam status penelitian meliputi : usia, status menikah, riwayat lama
riwayat menderita penyakit jantung, riwayat menderita osteoporosis, riwayat
menderita penyakit diabetes melitus dan hipertensi, riwayat merokok,riwayat minum
alkohol.
Kemudian subjek penelitian mengisi skala L-MMPI. Skala L-MMPI adalah
bagian dari skala validitas MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory). Penggunaan skala L- MMPI sangat penting karena instrumen-instrumen
pemeriksaan yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat “ self rating” atau subjektif, sehingga validitas penelitian ini sangat dipengaruhi kejujuran responden
dalam mengisi instrumen-instrumen pemeriksaan yang diberikan Skala L-MMPI ini
sudah dipergunakan sejak tahun 1949 dibidang pendidikan dan kesehatan
khususnya psikiatri secara internasional. Skala ini terdiri dari 15 butir pertanyaan
yang harus dijawab “Ya” atau “Tidak”. “Raw Score” diambil dari jumlah jawaban
”tidak” yang maksimal adalah 5 dari 15 pertanyaan. Bila ”Raw Score” lebih dari 5
berarti responden tersebut cenderung tidak jujur dalam menjawab pertanyaan
instrumen berikan.
Sehingga jawaban dari responden tersebut tidak dapat dipercaya dan tidak
dapat dipakai dalam penelitian. 36
Penggunaan skala L - MMPI sangat penting karena instrumen-instrumen
pemeriksaan yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat “ self rating” sehingga
validitas penelitian ini sangat dipengaruhi kejujuran responden dalam mengisi
instrumen-instrumen pemeriksaan yang diberikan. 36
Jika ada kesulitan dalam pengisian kuesioner, responden dapat menghubungi
peneliti atau PPDS yang bersangkutan.
Dilakukan pengukuran keluhan menopause (somatik-vegetatif, psikologis dan
urogenital) yang sesuai dengan Menopause Rating Scale yang diisi sendiri oleh
Subjek penelitian dengan didampingi oleh peneliti atau dibantu oleh PPDS Obgyn.
Adapun pengukuran untuk gejala menopause dengan memakai Menopause
Rating Scale. MRS terdiri dari 11 item yang menilai gejala menopause, dengan nilai
skor untuk dibagi menjadi beberapa derajat.
Skor Total
- Tidak ada, sedikit : 0-4
- Ringan : 5-8
- Sedang : 9-16
- Berat : ≥ 17
4.6.2.Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini meliputi pengukuran tekanan darah, berat badan dan tinggi
badan
4.6.3. Pemeriksaan Laboratorium
- Dilakukan pengambilan sampel darah terhadap peserta penelitian yang bersedia
mengikuti penelitian yang memenuhi kriteria inklusi.
- Darah diambil menggunakan spuit sebanyak 3 cc pada vena mediana cubiti dan
dimasukkan kedalam tabung. Kemudian dilakukan setrifuse untuk memisahkan
antara serum dan plasma.
- Serum diambil dengan menggunakan pipet, dimasukkan kedalam tabung yang
telah disediakan. Pemeriksaan sampel menggunakan alat spektrofotometri.
- Cara kerja :
• 5 – 10 чl GPx positif kontrol dimasukkan ke dalam well kosong dan
tambahkan Assay Buffer sampai didapat volume akhir 50 чl.
• 50 чl Assay Buffer dimasukkan kedalam well kosong, ini sebagai Reagent
Control (RC).
• Ambil 20 чl serum dan masukkan kedalam well kosong, kemudian tambahkan
Assay Buffer sampai didapat volume akhir 50 чl.
• Reaction Mix : untuk tiap well siapkan 40 чl reaction mix yang terdiri dari : 33
чl Assay Buffer
3 чl larutan 40nM NADPH
2 чl larutan GR
2 чl larutan GSH
• Tambahkan 40 чl reaction mix pada tiap sampel. Positif kontrol dan reagent
control (RC), campur, inkubasi selama 15 menit.
• Tambahkan 10 чl Cumene Hydroperoxidase,campur.
• Ukur pada panjang gelombang 340 nm pada waktu pertama (T1) untuk
mendapatkan absorbansi pertama (A1).
• Inkubasi pada suhu 250
Perhitungan :
C selama 5 menit, ukur lagi pada waktu kedua (T2)
untuk mendapatkan Absorbansi kedua (A2). Hindari dari cahaya.
Gunakan standard curve untuk mencari jumlah NADPH yang diperoleh (B)
dengan menasukkan nilai Δ A340nm
GPx
ke dalam persamaan garis regresi yang
diperoleh dari standard curve.
activity
(T2-T1) x V
= B x sampel dilusi
Dimana :
B = jumlah NADPH yang menurun antara T1 dan T2 (nmol)
T1 = waktu pertama (menit)
T2 = waktu kedua (menit)
V = volume sampel yang ditambahkan kedalam well (ml)
4.7. Etika Penelitian
Untuk izin penelitian, persetujuannya diperoleh dari subyek penelitian dan
Komite Etik FK-USU yang akan melakukan penilaian kelayakan proposal penelitian.
4.8. Alur Penelitian
Paramedis wanita menopause
Sampel Penelitian
4.9. Analisis Data
Data di analisa secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi dari
karakteristik, nilai mean, dan standard deviasi serta data numerik.
Untuk analisa analitik dilakukan uji chi square dan ANOVA untuk melihat hubungan dan perbedaan mean Glutathion Peroksidase antar kelompok. Uji korelasi dilakukan untuk analisa korelasi antar kadar Glutathion Peroksidase dan skor Menopause Rating Scale (MRS). Koefisien korelasi akan menunjukkan kuat atau lemahnya korelasi dengan interval 0 sampai 1. Korelasi searah jika nilai
koefisien korelasi ditemukan positif, sebaliknya jika nilai koefisien korelasi negatif,
korelasi tidak searah.
4.10. Definisi Operasional • Menopause
Penilaian derajat keparahan keluhan menopause melalui
Menopause Rating Scale (MRS) dan Pemeriksaan
Glutathion Peroksidase (GPx)
a. Definisi : kejadian pada wanita usia > 45 tahun dimana tidak mendapatkan
menstruasi minimal dalam 12 bulan berturut-turut.
b. Cara ukur : Anamnesa
c. Alat Ukur : Diagnosa Menopause dari perhitungan jumlah bulan lamanya
amenore selama 12 bulan berturut-turut
d. Skala Ukur : Wanita Menopause (Skala nominal / variabel Kategorik)
• Usia saat Menopause
a. Definisi : usia dalam tahun dihitung berdasarkan tahun kelahiran.
b. Alat ukur : Kalender dalam hitungan tahun
c. Cara ukur : Menghitung jumlah tahun dari sejak tahun kelahiran periode
terjadinya menopause
d. Skala ukur : Umur 45-50 tahun, 51-56 tahun37
• Status pernikahan
(Skala ordinal/variabel
kategorik)
a. Definisi : status pernikahan responden saat berlangsungnya penelitian.
b. Alat Ukur : Anamnese
c. Cara Ukur : Anamnese
d. Skala Ukur : Belum menikah, Menikah, Janda ( Skala variabel kategorik)
• Paritas
a. Definisi : Jumlah anak viable yang dilahirkan b. Cara ukur : Anamnesa Riwayat Persalinan
c. Alat Ukur : Jumlah persalinan anak yang viabel
d. Skala ukur : Nulipara (0), Primipara (1), Multipara (> 2), Grandemultipara
(>5) (skala ratio/variabel numerik dan kategorik)
a. Definisi : Indeks Massa Tubuh berdasarkan kriteria WHO tahun 2000.
b. Alat ukur : Alat pengukur berat badan/timbangan dalam satuan
kilogram serta alat pengukur tinggi badan dalam satuan meter dan
kalkulator untuk menghitung indeks massa tubuh.
c. Cara Ukur : Dihitung berdasarkan rumus berat badan dalam satuan
kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam satuan meter dikuadratkan
(m2
d. Skala Ukur : Klasifikasi IMT berdasarkan kriteria WHO untuk regio
Asia-Pasifik tahun 2000 adalah sebagai berikut:
) hasilnya akan menunjukkan klasifikasi IMT tertentu berdasarkan
kriteria WHO tahun 2000.
- Underweight < 18,5
- Normal Range 18,5 – 22,9
- Overweight at risk 23 – 24,9
- Obese >25 (Skala ordinal/variabel kategorik)
• Lama Menopause
a. Definisi : wanita berusia di atas 40 tahun yang sudah tidak mengalami
menstruasi selama 1 tahun.
b. Alat Ukur : Kalender dalam hitungan tahun.
c. Cara Ukur : Dihitung dari tahun saat tidak terjadi haid dalam satuan
tahun.
d. Skala ukur : Jumlah tahun sudah mengalami menopause
(Skala ratio/variabel numerik)
• Menopause Rating Scale (MRS)
a. Definisi :
b.
Skor untuk menilai tingkat / derajat keparahan keluhan
menopause
c.
Alat ukur : Kuesioner baku yang telah di buat dan divalidasi dengan
mengisi 11 pertanyaan yang dibuat.
d.
Cara ukur : dihitung berdasarkan skor masing-masing pertanyaan
Skala ukur : klasifikasi skala derajat keluhan menopause, dimana
- Tidak ada, sedikit : 0-4
Skor
Total
- Ringan : 5-8
- Sedang : 9-16
- Berat : ≥ 17
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian kadar Glutathion Peroksidase (GPx) sebagai penanda derajat
keparahan keluhan menopause pada paramedis ini dimulai sejak Desember 2013
setelah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penyaringan sampel melalui
proses wawancara dan instrumen penyaring kejujuran dengan kuesioner Skala
L-MMPI. Skala L-MMPI adalah bagian dari skala validitas MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) untuk menilai kejujuran. Apabila subyek cenderung tidak jujur dari hasil penilaian kuesioner Skala L-MMPI, maka subyek
tidak diikut-sertakan dalam penelitian, dan peneliti akan mengambil subyek
penelitian yang lain hingga sampel penelitian terpenuhi sebanyak 50 orang.
Dari sampel tersebut didapatkan masing-masing 5 orang paramedis yang
tidak ada keluhan menopause, 19 orang keluhan menopause ringan, 18 orang
keluhan menopause sedang dan 8 orang keluhan menopause berat, kemudian
dilakukan analisis statistik untuk semua data yang diperoleh.
Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut :
5.1. Tabel karakteristik wanita menopause berdasarkan ada tidaknya
keluhan menopause.
Tidak ada Ringan Sedang Berat
N % n % n % n %
Usia
45 – 50 4 25,0 6 37,5 4 25,0 2 12,5 51 – 56 1 2,9 13 38,2 14 41,2 6 17,6
Lama menopause
<2 0 0,0 0 0,0 2 50,0 2 50,0 2 – 5 5 17,2 15 51,7 7 24,1 2 6,1 > 5 0 0,0 4 23,5 9 52,9 4 23,5
Status pernikahan
Memiliki suami 3 7,7 15 38,5 14 35,9 7 17,9 Tidak memiliki
Suami
2 18,2 4 36,4 4 36,4 1 9,1
Kelompok IMT
Normal 1 14,3 0 0,0 3 42,9 3 42,9 Overweight 3 15,0 11 55,0 5 25,0 1 5,0 Obese 1 4,3 8 34,8 10 43,5 4 17,4
Tabel 5.1. diatas menggambarkan karakteristik paramedis wanita menopause
berdasarkan umur, lama menopause, status pernikahan dan indeks massa tubuh
terhadap derajat keluhan menopause.
Berdasarkan usia seperti yang terlihat pada tabel 5.1, dijumpai terbanyak
pada usia 45-50 tahun wanita menopause dengan keluhan ringan (37,5%).
Data penelitian diatas sama dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
Kalahroudi, dkk (2012), dijumpai keluhan menopause sedang terbanyak pada usia
50-54 tahun ( 32,3%), tetapi berbeda pada usia <50 tahun, dimana pada penelitian
sebelumnya didapati terbanyak mengalami keluhan sedang (67,1%). 39
Data penelitian diatas tidak sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan
bahwa keluhan menopause akan didapati lebih berat pada usia awal menopause
satu sampai dua tahun setelah menopause yaitu umur 48-50 tahun. Karena pada
awal menopause terjadi fase klimakterium yang ditandai dengan adanya
keluhan-keluhan menopause akibat dari ketidakteraturan fungsi ovarium dan penurunan
kadar estrogen. Perbedaan hasil yang didapat pada penelitian ini kemungkinan
disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat pendidikan, sosial ekonomi, status
pekerjaan, lama menopause.
Berdasarkan lamanya menopause, wanita dengan keluhan sedang-berat
dijumpai pada kelompok yang mengalami menopause < 2 tahun (50%). Sedangkan
pada kelompok dengan lama menopause > 5 tahun mayoritas dengan keluhan
ringan (51%). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa keluhan pada
menopause akan memuncak pada saat sekitar 1-2 tahun sesudah menopause,
dimana pada saat ini terjadi fungsi ovarium yang tidak teratur dan penurunan kadar
estrogen. pada 70% wanita akan mengalami gangguan vasomotor pada satu sampai
dua tahun setelah menopause dan setelah 5 tahun hanya tinggal 25%. 40
Pada kelompok dengan kondisi masih mempunyai suami keluhan yang
dijumpai mayoritas ringan (15%) sedangkan pada kelompok tanpa suami
Hubungan kecemasan dan keluhan menopause terhadap status pernikahan
masih belum dapat dipastikan. Sebagian berpendapat bahwa ini lebih sering terjadi
pada wanita yang telah menikah, tetapi sebagian penelitian menemukan hubungan
yang sebaliknya. Beberapa penelitian menunjukkan pada wanita yang kehilangan
suami ( janda atau bercerai) memiliki risiko mengalami keluhan lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita yang masih memiliki suami terutama masalah ansietas.
Kemungkinan hal ini disebabkan oleh hilangnya dukungan sosial atau hubungan
interpersonal yang erat dan berubahnya status ekonomi.
Pada kelompok dengan IMT normal keluhan yang dijumpai mayoritas adalah
sedang ke berat dengan masing-masing 42.9%, pada kelompok overweight
mayoritas keluhan ringan, sedangkan pada kelompok obesitas, keluhan terbanyak
adalah sedang (43.5%)
40
Dari tinjauan pustaka menyatakan bahwa konversi terbanyak androgen
menjadi estrogen terjadi di jaringan adiposa, sehingga sering diasumsikan bahwa
wanita dengan obesitas memiliki lebih banyak sirkulasi estrogen, dan seharusnya
memiliki keluhan menopause yang lebih rendah.43 Akan tetapi ada keluhan
menopause tertentu yang justru bertambah berat pada wanita obesitas seperti
gangguan vasomotor. Berdasarkan model termoregulator, adipositas yang tinggi
merupakan suatu insulator yang poten yang akan menghambat kehilangan panas
dan menigkatkan gejala vasomotor. 43
5.2. Tabel Kadar Glutathion Peroksidase (GPx) berdasarkan derajat
Keluhan
5.3. Tabel Multiple Comparisons untuk nilai Glutathion Peroksidase (GPx)
pada kelompok keluhan menopause
Keluhan menopause Keluhan menopause p-value
Ringan 0,000
Sedang 0,093
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Dari tabel 5.2. dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kadar seiring dengan
bertambah beratnya keluhan menopause. Pengujian one way Anova diatas bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar Glutathion
Peroksidase (GPx) pada setiap kelompok keluhan menopause. Didapati nilai p-value sebesar 0,0001. Nilai p-value ini < 0,05 maka peneliti dapat menolak H0
Penelitian sebelumnya dilakukan untuk menilai hubungan dan perbedaan
antara kadar Glutathion Peroksidase (GPx) pada wanita premenopause dan
postmenopause. Shrivastava, et al (2004) membandingkan kadar Glutathion Peroksidase (GPx) pada wanita premenopause dan postmenopause terdapat
hubungan yang bermakna secara signifikan (3,59 + 1,37 vs 8,9 + 0,47, p < 0,01).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sánchez. MA, et al, didapatkan data bahwa kadar lipoperoksidase (stres oksidatif) lebih tinggi pada wanita postmenopause dibandingkan dengan premenopause. (0,357+ 0,05 vs 0,331 + 0,05
чmol/L, P< 0,001. Dijumpai bahwa menopause memiliki risiko terhadap keberadaan
stress oksidatif ( OR 2,62, CI95% 1,35-5,11 p<0,01).
sehingga diperoleh kesimpulan dengan tingkat kepercayaan 95% bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan rata-rata kadar Glutathion Peroksidase (GPx) pada
masing-masing kelompok keluhan menopause.
Penelitian diatas sesuai dengan kepustakaan bahwa stres oksidatif terlibat
dalam patogenesis keluhan menopause, seperti gangguan vasomotor.8 Gangguan
Selama menopause, gangguan episode vasomotor berulang menghasilkan
peningkatan jangka panjang terhadap masalah metabolisme. Peningkatan ini telah
menunjukkan adanya kontribusi pada pembentukan stres oksidatif dengan
menempatkan hambatan pada antioksidan dan fungsinya dalam menetralisir ROS
(reactive oxygen species).
Dari data diatas didapati adanya korelasi antara derajat keluhan menopause
dengan kadar Glutathion Peroksidase (GPx), dapat dilihat dari besarnya koefisien
korelasi Spearman. Data dari 50 sampel yang diteliti pada penelitian ini, diperoleh hasil bahwa korelasi derajat keluhan menopause terhadap Glutathion Peroksidase
(GPx) adalah -0,641, yang artinya korelasi antara derajat keluhan menopause dan
GPx adalah korelasi sedang.
8
Korelasi ini memiliki arah negatif yang memiliki makna ketika skor derajat
keluhan menopause (MRS) mengalami peningkatan maka kadar Glutathion
Peroksidase (GPx) akan mengalami penurunan yang signifikan.
Pada tabel 5.3. dengan memperhatikan nilai signifikansi (p-value) dapat dilihat adanya perbedaan yang bermakna pada kelompok derajat tidak ada keluhan
menopause dengan derajat keluhan ringan, sedang dan berat. Didapati juga adanya
perbedaan signifikan antara kelompok derajat keluhan ringan terhadap menopause
tidak ada keluhan dan keluhan berat, derajat keluhan sedang terhadap tidak ada
keluhan menopause dan derajat keluhan berat terhadap tidak ada keluhan dan