• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar Glutathion Peroksidase (GPx) Sebagai Penanda Derajat Keparahan Keluhan Menopause Pada Paramedis Wanita Menopause DI RSUP. H. Adam Malik Dan RS. Jejaring Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kadar Glutathion Peroksidase (GPx) Sebagai Penanda Derajat Keparahan Keluhan Menopause Pada Paramedis Wanita Menopause DI RSUP. H. Adam Malik Dan RS. Jejaring Medan"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR GLUTATHION PEROKSIDASE (GPx) SEBAGAI PENANDA DERAJAT KEPARAHAN KELUHAN MENOPAUSE PADA PARAMEDIS

WANITA MENOPAUSE DI RSUP. H. ADAM MALIK DAN RS. JEJARING MEDAN

TESIS

OLEH :

RENNY ANGGRAINI

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK

(2)

Penelitian ini di bawah bimbingan Tim 5

Pembimbing : Dr.dr.M.Fidel Ganis Siregar, M.Ked (OG), Sp.OG.K

dr. Ichwanul Adenin, M.Ked (OG), Sp.OG.K

Penyanggah : dr. Risman F. Kaban, M.Ked(OG),SpOG

dr. Edy Ardiansyah, M.Ked(OG), SpOG(K)

dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), SpOG(K)

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas

dan memenuhi salah satu syarat untuk mencapai keahlian

(3)
(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Menopause Rating Scale... 16

Gambar 2. Komplek III yang memproduksi ROS... 19

(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance

Lampiran 2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subyek Penelitian

Lampiran 3. Lembaran persetujuan setelah penjelasan Subjek

penelitian

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

Lampiran 5. Tabel Induk Penelitian

Lampiran 6.

Lampiran 7.

Lampiran 8.

Lampiran 9.

Lampiran 10.

Kurva Standard GPx

Nilai Absorban Glutathion

Tabel Perhitungan Rumus Hasil GPx

Analisa Statistik

(6)

KADAR GLUTATHION PEROKSIDASE (GPx) SEBAGAI PENANDA DERAJAT KEPARAHAN KELUHAN MENOPAUSE PADA PARAMEDIS WANITA MENOPAUSE DI RSUP. H. ADAM MALIK DAN

RS. JEJARING MEDAN Renny Anggraini

Risman F.Kaban, Edy Ardiansyah, Deri Edianto , M.Fidel Ganis Siregar, Ichwanul Adenin,

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, Indonesia, Februari, 2014

ABSTRAK

LATAR BELAKANG : Jumlah wanita menopause diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya dan akan menimbulkan masalah tersendiri dengan munculnya keluhan-keluhan pada masa menopause. Walaupun tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan menyebabkan gangguan dalam pekerjaaan sehari-hari yang dapat menurunkan kualitas hidup. Skala Penilaian Menopause (MRS) merupakan skala kualitas hidup yang dihubungkan dengan kesehatan selama masa menopause, untuk mengukur tingkat keparahan keluhan menopause, dengan menilai sejumlah gejala tertentu. Stres oksidatif juga terlibat dalam patogenesis keluhan menopause, seperti gangguan vasomotor. Selama menopause, gangguan episode vasomotor berulang menghasilkan peningkatan jangka panjang terhadap masalah metabolisme. Peningkatan ini telah menunjukkan adanya kontribusi pada pembentukan stres oksidatif dengan menempatkan hambatan pada antioksidan dan fungsinya dalam menetralisir ROS ( reactive oxygen species)

TUJUAN : Mengetahui karakteristik (usia, status pernikahan, lama menopause dan BMI) paramedis wanita menopause di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Jejaring berdasarkan derajat keluhan menopause. Untuk mengetahui hubungan, perbedaan rata-rata, nilai interval (cut off value) kadar

Glutathion Peroksidase (GPx) terhadap derajat keluhan menopause yang dinilai berdasarkan

Menopause Rating Scale (MRS), Mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif dan akurasi serta area under curve (AUC) dari kadar GPx.

.

METODE : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan rancangan uji diagnostic, dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring, dimulai bulan Desember tahun 2013 sampai jumlah sampel 50 orang. Populasi penelitian adalah penderita menopause berumur 45-56 tahun yang bekerja sebagai paramedis di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Jejaring.

(7)
(8)

GLUTATHIONE PEROXIDASE (GPX) LEVEL AS MARKERS OF MENOPAUSE COMPLAINTS SEVERITY DEGREE AMOUNT PARAMEDICS WOMEN IN

H. ADAM. MALIK HOSPITAL AND SATELITE HOSPITAL

Renny Anggraini

Risman F.Kaban, Edy Ardiansyah, Deri Edianto , M.Fidel Ganis Siregar, Ichwanul Adenin,

Obstetric and Gynecology Department, Medicine Faculty North Sumatera University Medan, Indonesian, February, 2014

ABSTRACT

BACKGROUND : The number of postmenopausal women is expected to increase each year and will cause problems of its own with the advent of complaints during menopause. Although not fatal, it can cause discomfort and lead to disruption in the day-to- day employment which can degrade the quality of life . Menopause Rating Scale ( MRS ) is a scale that is associated with quality of life health during menopause, to measure the severity of menopausal complaints and to assess a number of specific symptoms. Oxidative stress is also involved in the pathogenesis of complaints of menopause, such as vasomotor disturbances. During menopause, recurrent vasomotor disturbances episodes resulted in an increase in the long-term metabolic problems. This increase has demonstrated the contribution to the formation of oxidative stress in disturbing antioxidants function to neutralize ROS ( reactive oxygen species ).

OBJECTIVE : To determine the characteristics (age, marital status, duration of menopause and BMI) in postmenopausal paramedics H.Adam Malik Hospital and Satellite Hospital. Recruitment was based on the degree of menopausal complaints. To determine the relationship, the average difference, the interval value (cut-off value) levels of glutathione peroxidase (GPx) the degree of menopausal complaints are assessed by Menopause Rating Scale (MRS), measuring the value of sensitivity and specificity, positive predictive value, negative predictive value and accuracy and area under the curve (AUC) of GPx levels.

METHODS : This study is an analytical study using the design of diagnostic tests, carried out in the H.Adam Malik Hospital and Satellite Hospital. Recruitment of samples began in December 2013 until the sample size of 50 people. The study population was postmenopausal patients aged 45-56 years who worked as a paramedic in H.Adam Malik Hospital and Satellite Hospital.

(9)

predictive value 80.8%, negative predictive value 97.5%, and accuracy 84%. It can be concluded that the test glutathione peroxidase (GPx) can be used as a marker of the severity of moderate to severe menopausal complaints due sensitiftas value and specificity >80%.

(10)

KADAR GLUTATHION PEROKSIDASE (GPx) SEBAGAI PENANDA DERAJAT KEPARAHAN KELUHAN MENOPAUSE PADA PARAMEDIS WANITA MENOPAUSE DI RSUP. H. ADAM MALIK DAN

RS. JEJARING MEDAN Renny Anggraini

Risman F.Kaban, Edy Ardiansyah, Deri Edianto , M.Fidel Ganis Siregar, Ichwanul Adenin,

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, Indonesia, Februari, 2014

ABSTRAK

LATAR BELAKANG : Jumlah wanita menopause diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya dan akan menimbulkan masalah tersendiri dengan munculnya keluhan-keluhan pada masa menopause. Walaupun tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan menyebabkan gangguan dalam pekerjaaan sehari-hari yang dapat menurunkan kualitas hidup. Skala Penilaian Menopause (MRS) merupakan skala kualitas hidup yang dihubungkan dengan kesehatan selama masa menopause, untuk mengukur tingkat keparahan keluhan menopause, dengan menilai sejumlah gejala tertentu. Stres oksidatif juga terlibat dalam patogenesis keluhan menopause, seperti gangguan vasomotor. Selama menopause, gangguan episode vasomotor berulang menghasilkan peningkatan jangka panjang terhadap masalah metabolisme. Peningkatan ini telah menunjukkan adanya kontribusi pada pembentukan stres oksidatif dengan menempatkan hambatan pada antioksidan dan fungsinya dalam menetralisir ROS ( reactive oxygen species)

TUJUAN : Mengetahui karakteristik (usia, status pernikahan, lama menopause dan BMI) paramedis wanita menopause di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Jejaring berdasarkan derajat keluhan menopause. Untuk mengetahui hubungan, perbedaan rata-rata, nilai interval (cut off value) kadar

Glutathion Peroksidase (GPx) terhadap derajat keluhan menopause yang dinilai berdasarkan

Menopause Rating Scale (MRS), Mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif dan akurasi serta area under curve (AUC) dari kadar GPx.

.

METODE : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan rancangan uji diagnostic, dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring, dimulai bulan Desember tahun 2013 sampai jumlah sampel 50 orang. Populasi penelitian adalah penderita menopause berumur 45-56 tahun yang bekerja sebagai paramedis di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Jejaring.

(11)
(12)

GLUTATHIONE PEROXIDASE (GPX) LEVEL AS MARKERS OF MENOPAUSE COMPLAINTS SEVERITY DEGREE AMOUNT PARAMEDICS WOMEN IN

H. ADAM. MALIK HOSPITAL AND SATELITE HOSPITAL

Renny Anggraini

Risman F.Kaban, Edy Ardiansyah, Deri Edianto , M.Fidel Ganis Siregar, Ichwanul Adenin,

Obstetric and Gynecology Department, Medicine Faculty North Sumatera University Medan, Indonesian, February, 2014

ABSTRACT

BACKGROUND : The number of postmenopausal women is expected to increase each year and will cause problems of its own with the advent of complaints during menopause. Although not fatal, it can cause discomfort and lead to disruption in the day-to- day employment which can degrade the quality of life . Menopause Rating Scale ( MRS ) is a scale that is associated with quality of life health during menopause, to measure the severity of menopausal complaints and to assess a number of specific symptoms. Oxidative stress is also involved in the pathogenesis of complaints of menopause, such as vasomotor disturbances. During menopause, recurrent vasomotor disturbances episodes resulted in an increase in the long-term metabolic problems. This increase has demonstrated the contribution to the formation of oxidative stress in disturbing antioxidants function to neutralize ROS ( reactive oxygen species ).

OBJECTIVE : To determine the characteristics (age, marital status, duration of menopause and BMI) in postmenopausal paramedics H.Adam Malik Hospital and Satellite Hospital. Recruitment was based on the degree of menopausal complaints. To determine the relationship, the average difference, the interval value (cut-off value) levels of glutathione peroxidase (GPx) the degree of menopausal complaints are assessed by Menopause Rating Scale (MRS), measuring the value of sensitivity and specificity, positive predictive value, negative predictive value and accuracy and area under the curve (AUC) of GPx levels.

METHODS : This study is an analytical study using the design of diagnostic tests, carried out in the H.Adam Malik Hospital and Satellite Hospital. Recruitment of samples began in December 2013 until the sample size of 50 people. The study population was postmenopausal patients aged 45-56 years who worked as a paramedic in H.Adam Malik Hospital and Satellite Hospital.

(13)

predictive value 80.8%, negative predictive value 97.5%, and accuracy 84%. It can be concluded that the test glutathione peroxidase (GPx) can be used as a marker of the severity of moderate to severe menopausal complaints due sensitiftas value and specificity >80%.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut World Health Organization, setiap tahunnya sekitar 25 juta wanita di seluruh dunia diperkirakan mengalami menopause. Sekitar 467 juta wanita berusia

50 tahun keatas menghabiskan hidupnya dalam keadaan pasca menopause, dan

40% dari wanita pasca menopause tersebut tinggal di negara maju dengan usia

rata-rata mengalami menopause pada usia 51 tahun. WHO memperkirakan jumlah

wanita usia 50 tahun ke atas diperkirakan akan meningkat dari 500 juta pada saat ini

menjadi lebih dari 1 milyar pada tahun 2030.

Di Asia, masih menurut data WHO, pada tahun 2025 jumlah wanita yang

menopause akan meningkat dari 107 juta jiwa menjadi 373 juta jiwa. Perkiraan kasar

menunjukkan akan terdapat sekitar 30 – 40 juta wanita dari seluruh jumlah

penduduk Indonesia yang sebesar 240 – 250 juta jiwa pada tahun 2010. Dalam

kurun waktu tersebut (usia lebih dari 60 tahun) hampir 100% telah mengalami

menopausedengan segala akibat serta dampak yang menyertainya. 1

Peningkatan jumlah wanita menopause ini tentunya akan menimbulkan

masalah tersendiri, apalagi ditambah dengan munculnya keluhan-keluhan pada

masa menopause. Walaupun tidak menyebabkan kematian, menopause dapat

menimbulkan rasa tidak nyaman dan dapat menyebabkan gangguan dalam

pekerjaaan sehari-hari yang dapat menurunkan kualitas hidup. Padahal pada kurun

waktu usia 40-65 tahun (masa klimakterium) banyak wanita yang mencapai puncak

prestasi karirnya.

2

(15)

dan menilai keluhan menopause.4 Beberapa alat telah dinilai ulang, sementara

beberapa alat yang lain baru ditemukan setelah dilakukan penelitian analitik yang

secara terpisah mengukur gejala psikologis, somatik dan vasomotor yang dialami.5

Skala Penilaian Menopause (MRS) merupakan skala kualitas hidup yang

dihubungkan dengan kesehatan selama masa menopause, dan awalnya

dikembangkan pada awal tahun 90-an untuk mengukur tingkat keparahan keluhan

yang dikaitkan dengan umur menopause, dengan cara menilai sejumlah gejala

tertentu.6 Untuk menentukan skala keluhan ataupun gejala yang dialami, analisis

faktorial dan metode statistik digunakan untuk mengidentifikasi tiga dimensi

gejala/keluhan: faktor psikologis, somatik-vegetatif, dan urogenital, yang dapat

menjelaskan 59% variasi total yang terjadi.

Signorelli et al. melaporkan temuan yang menunjukkan kadar stres oksidatif yang tinggi pada wanita menopause. Kadar serum darah digunakan untuk menilai

malondialdehyde (MDA), 4-hydroxynenal (4-HNE), LDL teroksidasi, dan glutathion peroksidase (GSH-Px) yang dibandingkan pada dua kelompok : wanita usia subur, antara usia 30-35 dan pascamenopause, antara usia 45-55. Kelompok

postmenopause menunjukkan peningkatan yang signifikan pada biomarker

pro-oksidan: MDA, 4-HNE, dan LDL teroksidasi, sedangkan kadar antioksidan GSH-Px

secara signifikan menurun bila dibandingkan dengan subyek kontrol

premenopause.

5,6

7

Stres oksidatif juga terlibat dalam patogenesis keluhan menopause, seperti

gangguan vasomotor. Gangguan ini termasuk hot flashes atau berkeringat di malam hari, panik, dan lekas marah. Selama menopause, gangguan episode vasomotor

berulang menghasilkan peningkatan jangka panjang terhadap masalah

(16)

pembentukan stres oksidatif dengan menempatkan hambatan pada antioksidan dan

fungsinya dalam menetralisir ROS ( reactive oxygen species).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sánchez. MA, et al, didapatkan data adanya hubungan yang signifikan antara penurunan kadar anti oksidan pada

wanita yang mengalami keluhan-keluhan pada menopause berdasarkan skala

keluhan menopause (MRS).

8

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan memeriksa kadar anti oksidan (Glutathion Peroksidase) untuk melihat adanya hubungan antara penurunan kadar anti oksidan terhadap derajat

keluhan menopause. Sehingga pemeriksaan Glutathion Peroxidase merupakan suatu cara untuk menilai derajat keparahan keluhan menopause. Dimana perlu

diketahui nilai interval (cut off value) dari kadar Glutathion Peroxidase tertentu yang sensitif dan spesifik sebagai penanda derajat keparahan keluhan menopause.

9

Dari penelitian, diketahui bahwa adanya hubungan yang signifikan antara

penurunan anti oksidan (Glutathion Peroksidase) pada wanita premenopause dan postmenopause. Penurunan kadar Glutathion Peroksidase ini juga menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap keluhan menopause mempengaruhi kualitas

hidup.

1.2. Rumusan Masalah

Sampai saat ini belum ada penelitian di Indonesia, khususnya Sumatera

Utara yang menghubungkan antara derajat keluhan menopause berdasarkan

(17)

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut: “Apakah pemeriksaan kadar Glutathion Peroxidase ini dapat sebagai penanda derajat keparahan keluhan pada wanita menopause?“

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui kadar Glutathion Peroksidase (GPx) dari paramedis wanita menopause di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Jejaring sebagai

penanda derajat keparahan keluhan menopause.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik paramedis wanita menopause di RSUP.H.Adam

Malik Medan dan RS. Jejaring berdasarkan derajat keluhan menopause (usia,

status pernikahan, lama menopause dan BMI).

2. Mengetahui hubungan kadar Glutathion Peroksidase (GPx) dari paramedis wanita menopause di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Jejaring terhadap

derajat keluhan menopause yang dinilai berdasarkan Menopause Rating Scale (MRS).

3. Mengetahui perbedaan rata-rata Glutathion Peroxidase (GPx) pada masing-masing derajat keparahan keluhan berdasarkan Menopause Rating Scale

(MRS).

4. Mengetahui interval (cut off value) Glutathion Peroxidase (GPx) pada masing-masing derajat keparahan keluhan berdasarkan Menopause Rating Scale

(MRS).

5. Mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi

(18)

6. Mengetahui area under curve (AUC) dari kadar Glutathion Peroxidase (GPx).

1.4. Manfaat

1. Memberikan informasi mengenai ada tidaknya serta derajat keluhan

menopause pada paramedis wanita di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS.

Jejaring dengan menggunakan skala penilaian menopause (Menopause Rating Scale).

2. Pemeriksaan kadar Glutathion Peroksidase (GPx) pada paramedis wanita menopause dapat digunakan untuk menilai secara objektif paramedis wanita

menopause yang mengalami keluhan-keluhan menopause terkait dengan

kualitas hidup, produktivitas kerja, sehingga akan memberikan manfaat

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Menopause

Sudah alamiah bahwa setiap makhluk di dunia ini mengalami proses

penuaan. Pada manusia proses penuaan itu sebenarnya terjadi sejak manusia

dilahirkan dan berlangsung terus sampai akhir hayat. Berbeda dengan kaum pria,

proses penuaan pada wanita berlangsung lebih “dramatis”, terutama karena adanya

proses reproduksi dalam kehidupannya.

Menopause menurut WHO (2005) berarti berhentinya siklus menstruasi untuk

selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi setiap bulan, yang

disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat, sampai

tidak tersedia lagi folikel, serta dalam 12 bulan terakhir mengalami amenorea, dan

bukan disebabkan oleh keadaan patologis. Kini wanita Indonesia rata-rata memasuki

masa menopause pada usia 50 tahun. Tetapi sebagian ada yang mengalami pada

usia lebih awal atau lebih lanjut. Umur waktu terjadinya menopause dipengaruhi oleh

keturunan, kesehatan umum, dan pola kehidupan. 10

Usia menopause rata-rata berada pasa usia 51 tahun, setelah itu wanita akan

menghabiskan sepertiga dari umurnya. Namun, dikedepan hari banyak wanita yang

memilih untuk bisa menunda proses ini dikarenakan karir dan berbagai alasan

lainnya, sehingga mereka membalikkan kenyataan mengenai proses penuaan

reproduksi dan ovarium (ovarian aging), konsekuensi nya akan terjadi dampak perubahan pada berbagai sitem fisiologis tubuh dikarenakan perubahan hormonal

ini, yang meliputi: densitas tulang, kardiovaskular, tingkah laku, dan kanker. 11

(20)

Sutanto (2005) mendefinisikan menopause proses alami dari penuaan, yaitu

ketika wanita tidak lagi haid selama 1 tahun. Penyebab terhentinya haid karena

ovarium tidak lagi memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary mendefinisikan menopause sebagai periode berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 dan 50 tahun. Menopause

adalah perdarahan terakhir dari uterus yang masih dipengaruhi oleh hormon dari

otak dan sel telur.

Menopause terjadi karena produksi sel telur habis sama sekali dan biasanya

terjadi pada usia 45-50 tahun. Diagnosis dibuat setelah terdapat amenorrea (tidak

haid) sekurang-kurangnya 1 tahun. Shimp & Smith (2000) mendefinisikan menopause sebagai akhir periode menstruasi, tetapi seorang wanita tidak

diperhitungkan postmenopause sampai wanita tersebut telah 1 tahun mengalami

amenorrhea. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus yang lebih panjang

dengan perdarahan yang berkurang. Umumnya batas terendah terjadinya

menopause adalah umur 44 tahun. Operasi atau radiasi dapat menyebabkan

menopause yang umumnya menimbulkan keluhan lebih banyak dibanding

menopause secara alami. 12

Produksi hormon wanita (estrogen) makin lama makin berkurang sehingga

haidpun menjadi tidak teratur dan akhirnya berhenti. Setelah usia 40 tahun seorang

wanita memasuki fase klimakterium, yang berasal dari kata climacter yang berarti tahun-tahun peralihan. Klimakterium atau usia mapan, berlangsung dari saat

premenopause (kira-kira umur 40 tahun) yaitu pada masa dimana ovarium

berangsur-angsur menurun fungsinya dan berakhir sekitar usia 55 tahun. Pada usia

sekitar 49 tahun terjadi menopause (mati haid). 13

(21)

Menopause merupakan salah satu fase dari kehidupan normal seorang

wanita. Pada masa menopause kapasitas reproduksi seorang wanita berhenti.

Ovarium tidak lagi berfungsi, produksi hormon steroid dan peptida berangsur-angsur

hilang dan terjadi sejumlah perubahan fisiologik. Sebagian disebabkan oleh

berhentinya fungsi ovarium dan sebagian lagi disebabkan oleh proses penuaan.

Banyak wanita yang mengalami gejala dan keluhan akibat perubahan tersebut di

atas. Gejala dan keluhan tersebut biasanya berangsur-angsur menghilang.

Walaupun tidak menyebabkan kematian, namun menimbulkan rasa tidak nyaman

dan kadang-kadang menyebabkan gangguan dalam pekerjaan sehari-hari.

Keluhan-keluhan yang biasa dialami pada masa ini antara lain mudah

tersinggung, depresi, kelelahan, kurang bersemangat, sulit tidur, hot flush,

berkeringat, rasa dingin, dan sakit kepala. Ketika seseorang memasuki masa

menopause, terjadi ketidaknyamanan fisik seperti rasa kaku dan linu yang dapat

terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh. Rasa kaku ini terkadang disertai rasa panas

atau dingin, pening, kelelahan, resah, kesal, cepat marah, dan berdebar-debar.

Setelah menopause, wanita akan mengalami masa Senile. Pada masa ini tercapai

keseimbangan hormonal yang baru sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif

maupun psikis.

15,16,17

12

2.1.1. Gejala-Gejala Menopause

Bentuk dari gejala-gejala merupakan dasar diagnosis. Gejala-gejala yang ada

sangat bervariasi diantara wanita-wanita. Oleh karena itu diperlukan pendekatan

secara individual dalam penilaian dan pengobatan.4,5

A. Ketidakstabilan vasomotor

(22)

- Hot flushes

- Keringat malam

- Gangguan tidur

B. Gangguan psikologis/kognitive

- Depresi

- Irritabilitas

- Perubahan mood

- Kurang konsentrasi, pelupa.

C. Gangguan seksual

- Kejadian gangguan seksual pada wanita perimenopause bervariasi

dan meningkat dengan bertambahnya umur.

- Gejala-gejala berupa; berkurangnya lubrikasi vagina, menurunnya

libido, dispareuni dan vaginismus.

D. Gejala-gejala somatik

- Sakit kepala

- Pembesaran mammae dan nyeri

- Palpitasi

- Pusing

(23)

Secara embrional uretra dan vagina sama-sama berasal dari sinus urogenital

dan duktus Muller. Selain itu pula, di uretra dan vagina banyak dijumpai reseptor

estrogen, sehingga kedua organ tersebut mudah mengalami gangguan begitu

kadar estrogen serum mulai berkurang. Gangguan–gangguan tersebut dapat

berupa berkurangnya aliran darah, turgor dan jaringan kolagen. Kekurangan

estrogen juga dapat menyebabkan mitosis sel dan pemasukan asam amino ke

dalam sel berkurang. Pada vulva terjadi atropi sel, epitel vulva menipis. Dijumpai

fluor dan perdarahan subepitelial (kolpitis senilis), vagina menjadi kering, mudah

terjadi iritasi dan infeksi.

F. Osteoporosis

G. Kelainan kardiovaskular

2.1.2. Penuaan (Aging) dan Menopause

Sejak lahir bayi wanita memiliki sekitar 770.000 sel telur yang belum

berkembang. Pada fase pubertas, yaitu usia 8-12 tahun, mulai timbul aktivitas ringan

dari fungsi endokrin reproduksi. Pada usia 12-13 tahun umumnya seorang wanita

akan mendapatkan menarche (haid pertama kalinya) yang dikenal sebagai masa pubertas. Pada saat itu organ reproduksi wanita mulai berfungsi optimal secara

bertahap. Ovarium mulai mengeluarkan sel-sel telur yang siap untuk dibuahi yang

disebut dengan fase reproduksi atau periode fertil yang berlangsung hingga usia

sekitar 45 tahun. Periode fertil ketika telur dibuahi, akan terjadi kehamilan.

Fase terakhir setelah masa reproduksi berakhir disebut klimakterium, yaitu

(24)

produktif. Periode ini berlangsung antara 5-10 tahun atau 5 tahun sebelum

menopause dan 5 tahun setelah menopause. Masa klimakterium terdiri atas tiga

tahap, yaitu premenopause, perimenopause, dan postmenopause. Premenopause

adalah masa sebelum berlangsungnya perimenopause. Tahap ini terjadi sejak fungsi

reproduksi mulai menurun sampai timbul keluhan atau tanda-tanda menopause.

Perimenopause merupakan periode dengan keluhan memuncak. Terjadi sekitar 1-2

tahun sebelum dan 1-2 tahun sesudah menopause. Postmenopause adalah masa

setelah perimenopause sampai senilis. Secara umum, fase klimakterium disebut

sebagai menopause.18

Menopause biasanya terjadi pada umur akhir 40-an atau awal 50-an. Menurut

WHO, menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen disebabkan

oleh hilangnya aktifitas folikel ovarium dimana estrogen disekresikan oleh folikel

primordial ovarium. Meskipun ovarium dari wanita eumenorrheic mengandung rata-rata 1.000 folikel, pada saat masa transisi (perimenopause) jumlah folikel ini akan

berkurang sekitar 10 kali lipat, dan hampir tidak ada folikel yang ditemukan dalam

ovarium pascamenopause. Mekanisme penurunan folikel dan menopause tidak

diketahui.11

Penuaan sistem reproduksi (ovarian aging) telah diketahui pada beberapa spesies vertebrata akan membawa kepada keadaan menopause. Selain penurunan

jumlah folikel, proses penuaan juga berperan pada keadaan menopause, dimana ini

ditandai dengan terjadinya penurunan fungsi oleh Hipotalamus Pituitari Gonad-Axis

yang menimbulkan ketidakteraturan siklus estrus. Pada tikus percobaan mengalami

penurunan fungsi ovarium pada usia antara 6-18 bulan yang ditandai dengan kadar

estrogen yang rendah. Penurunan sistem reproduksi berhubungan dengan gejala

(25)

berkeringat di malam hari, kekeringan vagina, depresi dan perubahan mood, serta

gejala kronis termasuk progresif serta atrofi otot dan tulang yang berhubungan

dengan meningkatnya kerentanan terhadap osteoporosis, peningkatan jumlah lipid

(obesitas) dan sejumlah penyakit-penyakit metabolik, seperti dislipidemia, penyakit

kardiovaskuler, hipertensi dan resistensi insulin. Sehinga hal ini menimbulkan

pertanyaan apakah menopause merupakan konsekuensi dari proses penuaan atau

defisiensi endokrin, bahkan keduanya. 19

2.2. Menopause Rating Scale ( MRS )

Skala Penilaian Menopause (MRS) merupakan skala kualitas hidup yang

dikembangkan pada awal tahun 90-an untuk menilai tingkat keparahan keluhan

menopause sebagai respon terhadap kurangnya skala yang terstandarisasi untuk

mengukur keparahan gejala penuaan serta efeknya terhadap kalitas hidup.6,20,21,22

Sebenarnya, versi MRS yang pertama seharusnya diisi oleh dokter yang menangani

kasus yang bersangkutan, namun beberapan kritik dari ahli metodologi akhirnya

memunculkan skala baru yang dapat dengan mudah diisi sendiri oleh wanita yang

bersangkutan, bukan oleh dokternya. Pembenaran penggunaan MRS dimulai

beberapa tahun yang lalu dengan tujuan untuk membentuk suatu alat untuk

mengukur gambaran kualitas hidup, yang secara mudah dapat diisi. Tujuan

pembuatan MRS adalah (1) untuk memungkinkan perbandingan gejala penuaan

antara diantara kelompok wanita dengan kondisi yang berbeda, (2) untuk

membandingkan keparahan penyakit yang dialami dalam selang waktu tertentu, dan

(3) untuk mengukur perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah diberikan

pengobatan. Skala MRS telah dibakukan secara resmi berdasarkan peraturan

(26)

dibakukan, tiga dimensi yang terpisah ternyata teridentifikasi, yang menjelaskan

59% variansi total yang dijumpai (analisis faktor): psikologis, somato vegetatif, dan

sub skala urogenital. Skala MRS terdiri dari 11 item (gejala atau keluhan).

Masing-masing gejala yang terkandung didalam skala tersebut dapat diberikan nilai 0 (tidak

ada keluhan) sampai 4 (gejala berat) tergantung pada tingkat keluhan yang

diperoleh setelah wanita yang bersangkutan mengisi skala tersebut (dengan cara

mencentang kotak yang telah disediakan). Cara penilaian pada dasarnya

sederhana, contohnya: skornya akan semakin meningkat seiring dengan

meningkatnya tingkat keparahan subjektivitas gejala yang diperoleh dari setiap item

(skor 0 : tidak ada keluhan, skor 4: gejala yang sangat berat]). Responden dengan

sendirinya akan menunjukkan persepsinya sendiri dengan mencentang 1 dari

kemungkinan 5 kotak “keparahan” yang tersedia untuk setiap item.

Saat ini, skala MRS diterima secara Internasional. Skala ini pertamaka kali

dialihbahasakan ke bahasa Inggris, yang diikuti dengan terjemahan ke dalam

bahasa yang lain. Rekomendasi metodologi Internasional yang terbaru juga

dimasukkan. Saat ini skala ini tersedia dalam beberapa bahasa: bahasa Brasil,

Inggris, Perancis, Jerman, Indonesia, Italia, Mexico/Argentina, Spanyol, Swedia, dan

Turki.

6,20,21,22

(27)

Penilaian Menopause Rating Scale

(28)

Skor untuk tingkat / derajat keparahan keluhan berdasarkan subskala adalah

sebagai berikut:

• Skor Total 22

- Tidak ada, sedikit : 0-4

- Ringan : 5-8

- Sedang : 9-16

- Berat : 17+

2.3. Reactive Oxygen Spesies (ROS)

Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang mempunyai satu atau lebih

elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya sehingga relatif tidak stabil. Untuk

mendapatkan kestabilannya, molekul yang bersifat reaktif tersebut mencari

pasangan elektronnya, sehingga disebut juga sebagai reactive oxygen species

(ROS). Mekanismenya dapat dengan donasi, meski umumnya dengan “mencuri”

dari sel tubuh lain.

Terdapat 2 jenis ROS, yakni:

(1) molekul oksigen dengan elektron yang tidak mempunyai pasangan dan,

(2) molekul oksigen tunggal.

Molekul yang termasuk ke dalam radikal bebas tipe 1 diantaranya ialah anion superoksida (+O2-), radikal hidroksil (OH-), dan radikal peroksil lipid (LOO). +O2- merupakan molekul reaktif yang pertama terbentuk saat metabolisme lipid dan

protein, untuk selanjutnya dapat dikonversi menjadi hidrogen peroksida (H2O2) atau dimetabolisme oleh sistem enzim. H2O2 merupakan oksidan yang relatif lemah,

namun mampu menginisiasi reaksi oksidatif dan membentuk spesies radikal bebas.

(29)

metal transisi (Fe2+ atau Cu+). ROS dapat mengakibatkan disfusi sel akibat

pengambilan elektron dari komponen lipid, protein, dan DNA. Saat sel tubuh

kehilangan elektronnya, maka sel tersebut juga akan menjadi radikal bebas yang

akan memulai rangkaian proses serupa berikutnya.

Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas dan

antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum yakni kurangnya antioksidan dan

kelebihan produksi radikal bebas. Berbagai enzim pada sel dan proses metabolik

yang terkontrol, akan menjaga agar kerusakan oksidatif ditingkat sel tetap minimal.

Pada saat produksi ROS meningkat, maka kontrol protektif tidak akan mencukupi

sehinggu memicu kerusakan oksidatif. Kondisi ini akan memberi dampak berupa

kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan hingga ke organ tubuh,

menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan munculnya beragam

penyakit. Penuaan dapat diartikan sebagai penumpukan kerusakan, maupun

penurunan fungsi biologis dan kemampuan organisme untuk beradaptasi terhadap

stres metabolik.

13

ROS (Reactive Oxygen Spesies) sebagai elektron yang tidak berpasangan, dan merupakan metabolisme dari mitokondria. Mitokondria memproduksi superoxide

yang merupakan radikal bebas, superoxide sebagai radikal bebas diproduksi pada dua titik rantai transport elektron, yang pertama pada komplek I (NADPH Dehydrogenase) dan komplek III (Ubiquinone-cytochrome c reductase). Dalam metabolisme yang tidak normal, kompleks III merupakan sumber dari produksi ROS,

metabolisme yang tidak normal dapat berupa proses penuaan. Pada komplek III ini

terbentuk suatu radikal bebas yaitu semiquinone anion spesies (.Q-) yang merupakan suatu hasil sampingan dari regenerasi coenzyme q. Pembentukan ROS kemudian nya akan mempengaruhi proses metabolik. Pada keadaan dengan

(30)

terpapar oksidan, maka akan terbentuk glyoxal dan methylglioxal, keduanya akan menghasilkan glycation end product (AGE) yang berkontribusi pada proses penuaan secara fenotipe.23

Gambar 2. Komplek III yang memproduksi ROS

Secara evidence base, pada penelitian in vitro, mitokondria mengubah 1-2% dari molekul oxygen yang digunakan sebagai pembentukan ATP menjadi superoxide anion. Berapapun jumlah dari superoxide anion yang menjadi ROS, tetap akan berefek buruk, sehingga menyebabkan tubuh memproduksi antioksidan untuk

membatasi pengeluaran oksidan ini. Suatu postulat diungkapkan dalam mengurangi

produksi oksidan oleh mitokondria adalah dengan meningkatkan metabolisme

uncoupling. Ketika pemakaian oksigen dari metabolisme uncoupling untuk membentuk ATP maka akan terbentuk panas. Bagaimanapun juga, konsumsi

oksigen tanpa terbentuknya ATP akan menurunkan kadar molekular oksigen bebas

dalam pembentukan superoxide anion.

23

Efek buruk dari ROS sebagian besar akan dinetralisir oleh sistem antioksidan

yang meliputi suatu enzim yang memakan superoxide dismutase (SOD), katalase

dan gluthatione peroxidase. SOD akan mempercepat perubahan superoxide menjadi

(31)

hydrogen peroxidase menjadi air. Selain enzim, terdapat beberapa molekul kecil yang berperan dalam memakan ROS, seperti ascorbate, piruvat, flavonoid, karotenoid, dan gluthation yang muncul dalam kosentrasi milimolar dalam sel.

Keseimbangan antara produksi ROS dan mekanisme pertahanan dari

antioksidan mencerminkan derajat stres oksidatif. Efek samping dari Stres ini akan

memodifikasi selular protein, lemak dan DNA. Kebanyakan studi, Stres oksidatif

akan memodifikasi protein sehingga terbentuk derivat carbonyl, yang nantinya menjadi penanda dalam derajat stres oksidatif.

23,24

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa sel-sel yang tua dan organisme

berakumulasi meningkatkan kadar oksidan yang merusak nukleus DNA. Mungkin

karena kedekatannya dengan sumber utama pembentukan oksidan, atau karena

sistem perbaikan DNA yang terbatas, mitokondria DNA umumnya dianggap lebih

sensitif dibandingkan nukleus DNA dalam kerusakan oksidatif. Terdapat dua

penelitian yang mengungkapkan bahwa stres oksidatif menimbulkan kerusakan

pada mitokondria DNA. Peningkatan kerusakan mitokondria akan menyebabkan

kerusakan fungsi dan integritas mitokondria, sehingga menyebabkan produksi ROS

yang berlebih dan ini merupakan suatu siklus atau lingkaran dalam terjadinya

kerusakan DNA.

23

24

2.3.1 Stres Oksidatif pada Menopause dan Penuaan (aging)

Stres oksidatif, yang didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara oksidan

dan antioksidan, yang memainkan peran penting dalam proses penuaan normal.

Stres oksidatif juga terlibat dalam patogenesis sejumlah proses penyakit, termasuk

yang berkaitan dengan usia degeneratif proses seperti penyakit jantung,

(32)

reproduksi wanita. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa gangguan

vasomotor, osteoporosis dan penyakit kardiovaskular secara signifikan berkorelasi

dengan hilangnya estrogen secara progresif dan efek pelindungnya, dikombinasikan

dengan kekurangan pertahanan antioksidan yang mengarah ke ketidakseimbangan

redoks yang nyata.

Vural et al. membandingkan serum TNF-a, IL-4, IL-10, dan IL-12 pada saat fase folikular pada pada wanita premenopause, usia 19-38 tahun, dengan

postmenopause, usia 37-54 tahun. Konsentrasi serum yang lebih tinggi dari TNF-a,

IL-4, IL-10, dan IL-12 terlihat pada postmenopause dibandingkan dengan

premenopause. Kadar TNF-a dan sitokin inflamasi telah diketahui tinggi pada

keadaan stres oksidatif. Oleh karena itu, dapat dispekulasikan bahwa stres oksidatif

meningkat pada pascamenopause. Penelitian ini juga menunjukkan hubungan

antara kompensasi TNF-a dan IL-4. Peningkatan kadar IL-4, dengan efek

anti-inflamasinya, dapat digunakan untuk melawan efek keadaan pro-inflamasi yang

disebabkan oleh peningkatan kadar TNF-a. 25

Signorelli et al. juga melaporkan temuan yang menunjukkan kadar stres oksidatif yang tinggi pada menopause. Kadar serum darah digunakan untuk menilai

malondialdehyde (MDA), 4-hydroxynenal (4-HNE), LDL teroksidasi, dan glutation peroksidase (GSH-Px) yang dibandingkan pada dua kelompok: wanita usia subur, antara usia 30-35 dan pascamenopause, antara usia 45-55. Kelompok

postmenopause menunjukkan peningkatan yang signifikan pada biomarker

pro-oksidan: MDA, 4-HNE, dan LDL teroksidasi, sedangkan kadar antioksidan GSH-Px

secara signifikan menurun bila dibandingkan dengan subyek kontrol

premenopause.

26

(33)

Estrogen terlibat dalam sejumlah proses fisiologis dalam jaringan pada sistem

kardiovaskular. Hal ini dikenal sebagai perlindungan terhadap penyakit

kardiovaskular dengan cara efek yang dimediasi oleh endotel dan non-endotel dan

efek menguntungkan pada homeostasis lipoprotein, glukosa, dan insulin, perubahan

komposisi matriks ekstraseluler, destabilisasi plak aterosklerosis dan fasilitasi

pembentukan pembuluh darah kolateral. Defisiensi estrogen pada postmenopause

dihubungkan dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi, yang berkontribusi pada

patogenesis dari sindrom metabolik dan resistensi insulin. Menopause dengan

komplikasi diabetes yang tidak terkontrol dikaitkan dengan peningkatan risiko

aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Risiko penyakit kardiovaskular muncul

pada wanita postmenopause nondiabetes dengan adanya faktor risiko yang seperti

kadar lipid dan glukosa dalam plasma yang tinggi. Aterogenesis dianggap sebagai

inflamasi, proses fibroproliferatif. Insiden aterosklerosis meningkat pada menopause,

sebagai pengaruh estrogen sebagai antioksidan yang hilang, yang menyebabkan

peningkatan oksidasi kolesterol LDL. Moreau et al. menunjukkan peningkatan kadar plasma LDL teroksidasi pada wanita menopause dibandingkan dengan perempuan

premenopause. Pemberian antioksidan vitamin C ditujukan untuk membalikkan efek

ini, dengan penurunan konsentrasi LDL teroksidasi yang mengarah kepada

perbaikan dalam parameter kesehatan vaskular seperti aliran darah dan konduktansi

vaskular.

Teori radikal bebas dewasa ini lebih banyak dianut dan dipercaya sebagai

mekanisme proses penuaan. Radikal bebas adalah sekelompok elemen dalam

tubuh yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga tidak stabil dan

reaktif hebat. Sebelum memiliki pasangan, radikal bebas akan terus menerus

(34)

sel-sel tubuh yang normal. Teori ini mengemukakan bahwa terbentuknya gugus

radikal bebas (hydroxyl, superoxide, hydrogen peroxide, dan sebagainya) adalah akibat terjadinya otooksidasi dari molekul intraselular karena pengaruh sinar UV.

Radikal bebas ini akan merusak enzim superoksida-dismutase (SOD) yang berfungsi mempertahankan fungsi sel sehingga fungsi sel menurun dan menjadi

rusak.24

2.3.2. Pemeriksaan laboratorium pada Stres oksidatif

Untuk menilai keseimbangan antara kerusakan oksidatif dan antioksidan

tubuh, penting untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dalam penilaian ini.

Regulasi jumlah radikal bebas secara normal dalam sistem biologis tubuh dilakukan

oleh enzim-enzim antioksidan endogenous seperti enzim SOD, GPx, dan CAT.

Pengukuran radikal bebas di dalam tubuh sangat sulit dilakukan karena radikal

bebas bereaksi sangat cepat sehingga seringkali dilakukan pengukuran tidak

langsung melalui produk turunannya seperti MDA dan 4-hidroksinonenal.Kedua senyawa tersebut sering digunakan untuk pengukuran reaksi radikal bebas lipid.

Kita dapat menilai kapasitas dari antioksidan tubuh, enzim yang merusak

radikal bebas, marker yang mengevaluasi kerusakan oleh karena produksi radikal

bebas. Berikut pemeriksaan yang dapat dilakukan:

28

1. Sampel darah, dalam hal ini dapat diperiksa kapasitas dari antioxidandan enzim

yang berfungsi memproteksi yang meliputi: Glutathione darah, total kapasitas antioksidan, enzim superoxidase dismutase, glutahtione peroxidase. Sementara, sampel darah yang menggambarkan kerusakan dari tubuh, pemeriksaan lipid peroxidase dan malondialdehida.

(35)

2. Sampel urin, dalam hal ini dapat diperiksa kerusakan oleh karena radikal bebas,

meliputi: lipid peroxidase (kerusakan oxidatif pada membran sel) dan 8-hydroxy-deoxyGuanosine (kerusakan oxidatif pada DNA).

2.4. Enzim Glutathion Peroksidase

Glutathione peroksidase (GPx) merupakan salah satu dari 25 famili selenoprotein. GPx berfungsi sebagai antioksidan dengan mengurangi peroksida,

seperti H2O2.29 Selain itu juga Glutathion peroksidase dapat mengkatalis reduksi dari berbagai hidroperoksidase menggunakan glutation sebagai substrat

pereduksi.

Empat macam spesies glutathion peroksidase telah diidentifikasi pada mamalia yaitu, enzim selular yang klasik, enzim metabolisme fosfolipid hidroperoksidase, enzim saluran pencernaan dan enzim plasma ekstraseluler. Struktur primer mereka sangat tidak berkaitan dan dikode oleh gen yang berbeda

serta mempunyai sifat-sifat enzim yang berbeda. Perbedaan struktur yang diamati

menunjukkan perbedaan dalam subtrat dan spesifitasnya. 30

30

Glutation peroksidase merupakan bagian penting dari sistem pertahanan

antioksidan. Lima isoform yang diketahui, oleh karena itu disebut seperti keluarga

enzim dari enzim tunggal yang terdapat hampir disetiap sel hewan. Ada beberapa

faktor membatalkan aktivitas enzim ini. Beberapa di antaranya bersifat internal,

faktor individu, menghasilkan variasi yang signifikan dalam aktivitas enzim di organ

yang berbeda, usia dan jenis kelamin. Regulasi endokrin juga dapat mengontrol

(36)

Glutathione peroksidase (GPx) adalah protein dengan bentuk tetramer. Mempunyai berat molekul sebesar 85.000 D. Enzim ini mengandung 4 atom

selenium yang terikat sebagai selenocysteine.

Glutathion adalah substansi kunci yang ditemukan dalam setiap sel dalam tubuh kita dan dapat dianggap sebagai obat universal yang berlangsung secara

normal dan substansi tanpa efek samping. Ia merupakan antioksidan sel yang

terpenting, menetralisir radikal bebas yang dapat merusak atau menghancurkan sel.

Tubuh memproduksi radikal bebas selama metabolisme. Dalam kondisi berbagai

stress seperti toksisitas kimia atau infeksi tubuh menghasilkan lebih banyak radikal

bebas. Jika persediaan glutathion sedikit radikal bebas ini dapat mempengaruhi sel. Terpapar radiasi sinar matahari atau sumber lain juga menimbulkan radikal bebas

yang sangat meningkat sehingga tubuh perlu untuk dinetralisir. 29

Enzim glutation peroksidase membantu mencegah kerusakan sel yang

disebabkan oleh radikal bebas dengan cara mengkatalisa berbagai hidroperoksida.

Glutation peroksidase mereduksi H

29

2O2 menjadi H2

H

O dan glutation disulfide

(GSSG) dengan bantuan glutation tereduksi (GSH). Reaksi enzim tersebut seperti di

bawah ini.

2O2 + 2GSH GPX GSSG + 2H2

Selenium yang mengandung enzim glutation peroksidase terdiri dari lima

isoenzim yang berbeda, yaitu:

O

31

a) GPx1, glutathione peroxidase Seluler (cGSHPx, misalnya sel darah merah

GSHPx)

b) GPx2, gastrointestinal glutathione peroxidase (giGSHPx)

c) GPx3,ekstraseluler glutathione peroxidase (eGSHPx, misalnya plasma GSHPx)

(37)

e) GPx5, sekresi GSHSPx Epididymis-spesifik

2.5. Hubungan Stress Oksidatif dan Anti Oksidan terhadap Menopause

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sánchez. MA, et al, didapatkan data bahwa kadar lipoperoksidase lebih tinggi pada wanita postmenopause dibandingkan dengan premenopause. (0,357+ 0,05 vs 0,331 + 0,05 чmol/L, P<

0,001. Dijumpai bahwa menopause memiliki risiko terhadap keberadaan stress

oksidatif ( OR 2,62, CI95% 1,35-5,11 p<0,01). Dan dijumpai nilai korelasi positif

antara keluhan berdasarkan skala menopause dengan peningkatan stress oksidatif (

Lipoperoksidase r=0,327 p= 0,001).

Penelitian oleh Shrivastava,et al 2004 dijumpai bahwa nilai anti oksidan (Glutathion peroksidase) lebih rendah pada wanita post menopause dibandingkan dengan premenopause dan terdapat hubungan yang bermakna secara signifikan

(38)

PROSES PENUAAN / AGING

EFEK JANGKA PANJANG EFEK JANGKA

PENDEK

Penyakit kardiovaskuler

Osteoporosis

Keganasan Gejala somatik

Gejala psikologis

(39)
(40)

Ha : Terdapat hubungan antara Glutathion Peroxidase dengan derajat keparahan keluhan menopause pada paramedis wanita

menopause.

Ho : Tidak terdapat hubungan antara Glutathion Peroxidase dengan derajat keparan keluhan menopause pada paramedis wanita

menopause.

Ha : Terdapat perbedaan antara Glutathion Peroxidase dengan derajat keparahan keluhan menopause pada paramedis wanita

menopause.

Ho : Tidak terdapat perbedaan antara Glutathion Peroxidase dengan derajat keparahan keluhan menopause pada paramedis wanita

(41)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan rancangan

uji diagnostik.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring. Waktu

penelitian dimulai bulan Desember tahun 2013 sampai jumlah sampel minimal

terpenuhi.

4.3. Populasi Penelitian

4.3.1. Populasi Target

Populasi target adalah paramedis wanita menopause di RSUP. H. Adam

Malik Medan dan RS. Jejaring.

4.3.2. Populasi Terjangkau

Penderita menopause berumur 45-56 tahun yang bekerja sebagai paramedis

di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Jejaring.

(42)

4.4.1. Sampel

Rumus besar sampel yang digunakan untuk uji hipotesis pada

penelitian ini berdasarkan sample size determination in health studies dengan uji hipotesis dua arah satu proporsi populasi.

Dengan rumus sebagai berikut : 33

Zα √ Po (1-Pa) + Z1-β√ Pa (1-Pa)

Dimana :

n = Besar sampel

Z1-α/2

dua arah = 1,96

= Derifat baku alfa, kesalahan tipe I sebesar 5 %, hipotesis

Z1-β

dua arah = 0,84

= Derifat baku beta, power penelitian sebesar 80 %, hipotesis

Po = Proporsi populasi penelitian penderita menopause dengan

keluhan-keluhan subjektif 89% (0,89)  dari kepustakaan

Pa = Proporsi populasi penelitian yang diharapkan dari penelitian

ini 70% (0,7)

Didapatkan nilai n = 22,469

Besar sampel minimal pada penelitian n = 23 orang

Rumus besar sampel untuk penelitian diagnostik yang mempunyai keluaran

Area Under Curve (AUC) adalah sebagai berikut : 34

(43)

(θ1 – θ2)

Perhitungan besar sampel dengan rumus tersebut telah disajikan dalam suatu

bentuk tabel untuk nilai AUC kesalahan Tipe I dan Tipe II tertentu. Pada penelitian

ini ditetapkan bahwa selisih minimal AUC sebesar 20 % (AUC1 = 90%, AUC2 =

70%) dengan kesalahan tipe I (α = 5%) dan kesalahan tipe II (β = 20%), sehingga

besar sampel n = 47, 6 orang.

Dari kedua cara perhitungan besar sampel dalam penelitian ini, maka

(44)

4.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.5.1. Kriteria Inklusi

a. Tidak mendapatkan menstruasi minimal dalam 12 bulan berturut-turut.

b. Telah melewati screening skala L-MMPI (Minnesota Multiphasic Inventory Lie Scale) dengan raw skor < 5.

c. Bersedia ikut dalam penelitian dan telah menandatangani formulir

kesediaan.

36

d. Tidak pernah mengalami operasi pengangkatan rahim dan kedua indung

telur.

e. Tidak mendapat pengobatan sulih hormon.

f. Tidak memiliki riwayat gangguan psikiatrik (Kejiwaan).

g. Tidak menderita penyakit keganasan.

h. Tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, diabetes melitus dan tekanan

darah tinggi, osteoporosis.

i. Tidak memiliki kebiasaan minum alkohol.

j. Tidak memiliki kebiasaan merokok.

4.6. Bahan dan Cara Kerja Penelitian

4.6.1 Penilaian melalui kuesioner

Diberikan kuesioner kepada paramedis wanita yang telah mengalami

menopause yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Semua peserta yang ikut dalam penelitian ini dilakukan wawancara dan

dicatat dalam status penelitian meliputi : usia, status menikah, riwayat lama

(45)

riwayat menderita penyakit jantung, riwayat menderita osteoporosis, riwayat

menderita penyakit diabetes melitus dan hipertensi, riwayat merokok,riwayat minum

alkohol.

Kemudian subjek penelitian mengisi skala L-MMPI. Skala L-MMPI adalah

bagian dari skala validitas MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory). Penggunaan skala L- MMPI sangat penting karena instrumen-instrumen

pemeriksaan yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat “ self rating” atau subjektif, sehingga validitas penelitian ini sangat dipengaruhi kejujuran responden

dalam mengisi instrumen-instrumen pemeriksaan yang diberikan Skala L-MMPI ini

sudah dipergunakan sejak tahun 1949 dibidang pendidikan dan kesehatan

khususnya psikiatri secara internasional. Skala ini terdiri dari 15 butir pertanyaan

yang harus dijawab “Ya” atau “Tidak”. “Raw Score” diambil dari jumlah jawaban

”tidak” yang maksimal adalah 5 dari 15 pertanyaan. Bila ”Raw Score” lebih dari 5

berarti responden tersebut cenderung tidak jujur dalam menjawab pertanyaan

instrumen berikan.

Sehingga jawaban dari responden tersebut tidak dapat dipercaya dan tidak

dapat dipakai dalam penelitian. 36

Penggunaan skala L - MMPI sangat penting karena instrumen-instrumen

pemeriksaan yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat “ self rating” sehingga

validitas penelitian ini sangat dipengaruhi kejujuran responden dalam mengisi

instrumen-instrumen pemeriksaan yang diberikan. 36

Jika ada kesulitan dalam pengisian kuesioner, responden dapat menghubungi

peneliti atau PPDS yang bersangkutan.

(46)

Dilakukan pengukuran keluhan menopause (somatik-vegetatif, psikologis dan

urogenital) yang sesuai dengan Menopause Rating Scale yang diisi sendiri oleh

Subjek penelitian dengan didampingi oleh peneliti atau dibantu oleh PPDS Obgyn.

Adapun pengukuran untuk gejala menopause dengan memakai Menopause

Rating Scale. MRS terdiri dari 11 item yang menilai gejala menopause, dengan nilai

skor untuk dibagi menjadi beberapa derajat.

Skor Total

- Tidak ada, sedikit : 0-4

- Ringan : 5-8

- Sedang : 9-16

- Berat : ≥ 17

4.6.2.Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ini meliputi pengukuran tekanan darah, berat badan dan tinggi

badan

4.6.3. Pemeriksaan Laboratorium

- Dilakukan pengambilan sampel darah terhadap peserta penelitian yang bersedia

mengikuti penelitian yang memenuhi kriteria inklusi.

- Darah diambil menggunakan spuit sebanyak 3 cc pada vena mediana cubiti dan

dimasukkan kedalam tabung. Kemudian dilakukan setrifuse untuk memisahkan

antara serum dan plasma.

- Serum diambil dengan menggunakan pipet, dimasukkan kedalam tabung yang

telah disediakan. Pemeriksaan sampel menggunakan alat spektrofotometri.

(47)

- Cara kerja :

• 5 – 10 чl GPx positif kontrol dimasukkan ke dalam well kosong dan

tambahkan Assay Buffer sampai didapat volume akhir 50 чl.

• 50 чl Assay Buffer dimasukkan kedalam well kosong, ini sebagai Reagent

Control (RC).

• Ambil 20 чl serum dan masukkan kedalam well kosong, kemudian tambahkan

Assay Buffer sampai didapat volume akhir 50 чl.

Reaction Mix : untuk tiap well siapkan 40 чl reaction mix yang terdiri dari : 33

чl Assay Buffer

3 чl larutan 40nM NADPH

2 чl larutan GR

2 чl larutan GSH

• Tambahkan 40 чl reaction mix pada tiap sampel. Positif kontrol dan reagent

control (RC), campur, inkubasi selama 15 menit.

• Tambahkan 10 чl Cumene Hydroperoxidase,campur.

• Ukur pada panjang gelombang 340 nm pada waktu pertama (T1) untuk

mendapatkan absorbansi pertama (A1).

• Inkubasi pada suhu 250

Perhitungan :

C selama 5 menit, ukur lagi pada waktu kedua (T2)

untuk mendapatkan Absorbansi kedua (A2). Hindari dari cahaya.

(48)

Gunakan standard curve untuk mencari jumlah NADPH yang diperoleh (B)

dengan menasukkan nilai Δ A340nm

GPx

ke dalam persamaan garis regresi yang

diperoleh dari standard curve.

activity

(T2-T1) x V

= B x sampel dilusi

Dimana :

B = jumlah NADPH yang menurun antara T1 dan T2 (nmol)

T1 = waktu pertama (menit)

T2 = waktu kedua (menit)

V = volume sampel yang ditambahkan kedalam well (ml)

4.7. Etika Penelitian

Untuk izin penelitian, persetujuannya diperoleh dari subyek penelitian dan

Komite Etik FK-USU yang akan melakukan penilaian kelayakan proposal penelitian.

4.8. Alur Penelitian

Paramedis wanita menopause

Sampel Penelitian

(49)

4.9. Analisis Data

Data di analisa secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi dari

karakteristik, nilai mean, dan standard deviasi serta data numerik.

Untuk analisa analitik dilakukan uji chi square dan ANOVA untuk melihat hubungan dan perbedaan mean Glutathion Peroksidase antar kelompok. Uji korelasi dilakukan untuk analisa korelasi antar kadar Glutathion Peroksidase dan skor Menopause Rating Scale (MRS). Koefisien korelasi akan menunjukkan kuat atau lemahnya korelasi dengan interval 0 sampai 1. Korelasi searah jika nilai

koefisien korelasi ditemukan positif, sebaliknya jika nilai koefisien korelasi negatif,

korelasi tidak searah.

4.10. Definisi Operasional Menopause

Penilaian derajat keparahan keluhan menopause melalui

Menopause Rating Scale (MRS) dan Pemeriksaan

Glutathion Peroksidase (GPx)

(50)

a. Definisi : kejadian pada wanita usia > 45 tahun dimana tidak mendapatkan

menstruasi minimal dalam 12 bulan berturut-turut.

b. Cara ukur : Anamnesa

c. Alat Ukur : Diagnosa Menopause dari perhitungan jumlah bulan lamanya

amenore selama 12 bulan berturut-turut

d. Skala Ukur : Wanita Menopause (Skala nominal / variabel Kategorik)

Usia saat Menopause

a. Definisi : usia dalam tahun dihitung berdasarkan tahun kelahiran.

b. Alat ukur : Kalender dalam hitungan tahun

c. Cara ukur : Menghitung jumlah tahun dari sejak tahun kelahiran periode

terjadinya menopause

d. Skala ukur : Umur 45-50 tahun, 51-56 tahun37

Status pernikahan

(Skala ordinal/variabel

kategorik)

a. Definisi : status pernikahan responden saat berlangsungnya penelitian.

b. Alat Ukur : Anamnese

c. Cara Ukur : Anamnese

d. Skala Ukur : Belum menikah, Menikah, Janda ( Skala variabel kategorik)

Paritas

a. Definisi : Jumlah anak viable yang dilahirkan b. Cara ukur : Anamnesa Riwayat Persalinan

c. Alat Ukur : Jumlah persalinan anak yang viabel

d. Skala ukur : Nulipara (0), Primipara (1), Multipara (> 2), Grandemultipara

(>5) (skala ratio/variabel numerik dan kategorik)

(51)

a. Definisi : Indeks Massa Tubuh berdasarkan kriteria WHO tahun 2000.

b. Alat ukur : Alat pengukur berat badan/timbangan dalam satuan

kilogram serta alat pengukur tinggi badan dalam satuan meter dan

kalkulator untuk menghitung indeks massa tubuh.

c. Cara Ukur : Dihitung berdasarkan rumus berat badan dalam satuan

kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam satuan meter dikuadratkan

(m2

d. Skala Ukur : Klasifikasi IMT berdasarkan kriteria WHO untuk regio

Asia-Pasifik tahun 2000 adalah sebagai berikut:

) hasilnya akan menunjukkan klasifikasi IMT tertentu berdasarkan

kriteria WHO tahun 2000.

- Underweight < 18,5

- Normal Range 18,5 – 22,9

- Overweight at risk 23 – 24,9

- Obese >25 (Skala ordinal/variabel kategorik)

Lama Menopause

a. Definisi : wanita berusia di atas 40 tahun yang sudah tidak mengalami

menstruasi selama 1 tahun.

b. Alat Ukur : Kalender dalam hitungan tahun.

c. Cara Ukur : Dihitung dari tahun saat tidak terjadi haid dalam satuan

tahun.

d. Skala ukur : Jumlah tahun sudah mengalami menopause

(Skala ratio/variabel numerik)

Menopause Rating Scale (MRS)

(52)

a. Definisi :

b.

Skor untuk menilai tingkat / derajat keparahan keluhan

menopause

c.

Alat ukur : Kuesioner baku yang telah di buat dan divalidasi dengan

mengisi 11 pertanyaan yang dibuat.

d.

Cara ukur : dihitung berdasarkan skor masing-masing pertanyaan

Skala ukur : klasifikasi skala derajat keluhan menopause, dimana

- Tidak ada, sedikit : 0-4

Skor

Total

- Ringan : 5-8

- Sedang : 9-16

- Berat : ≥ 17

(53)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian kadar Glutathion Peroksidase (GPx) sebagai penanda derajat

keparahan keluhan menopause pada paramedis ini dimulai sejak Desember 2013

setelah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penyaringan sampel melalui

proses wawancara dan instrumen penyaring kejujuran dengan kuesioner Skala

L-MMPI. Skala L-MMPI adalah bagian dari skala validitas MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) untuk menilai kejujuran. Apabila subyek cenderung tidak jujur dari hasil penilaian kuesioner Skala L-MMPI, maka subyek

tidak diikut-sertakan dalam penelitian, dan peneliti akan mengambil subyek

penelitian yang lain hingga sampel penelitian terpenuhi sebanyak 50 orang.

Dari sampel tersebut didapatkan masing-masing 5 orang paramedis yang

tidak ada keluhan menopause, 19 orang keluhan menopause ringan, 18 orang

keluhan menopause sedang dan 8 orang keluhan menopause berat, kemudian

dilakukan analisis statistik untuk semua data yang diperoleh.

Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut :

5.1. Tabel karakteristik wanita menopause berdasarkan ada tidaknya

keluhan menopause.

(54)

Tidak ada Ringan Sedang Berat

N % n % n % n %

Usia

45 – 50 4 25,0 6 37,5 4 25,0 2 12,5 51 – 56 1 2,9 13 38,2 14 41,2 6 17,6

Lama menopause

<2 0 0,0 0 0,0 2 50,0 2 50,0 2 – 5 5 17,2 15 51,7 7 24,1 2 6,1 > 5 0 0,0 4 23,5 9 52,9 4 23,5

Status pernikahan

Memiliki suami 3 7,7 15 38,5 14 35,9 7 17,9 Tidak memiliki

Suami

2 18,2 4 36,4 4 36,4 1 9,1

Kelompok IMT

Normal 1 14,3 0 0,0 3 42,9 3 42,9 Overweight 3 15,0 11 55,0 5 25,0 1 5,0 Obese 1 4,3 8 34,8 10 43,5 4 17,4

Tabel 5.1. diatas menggambarkan karakteristik paramedis wanita menopause

berdasarkan umur, lama menopause, status pernikahan dan indeks massa tubuh

terhadap derajat keluhan menopause.

Berdasarkan usia seperti yang terlihat pada tabel 5.1, dijumpai terbanyak

pada usia 45-50 tahun wanita menopause dengan keluhan ringan (37,5%).

(55)

Data penelitian diatas sama dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh

Kalahroudi, dkk (2012), dijumpai keluhan menopause sedang terbanyak pada usia

50-54 tahun ( 32,3%), tetapi berbeda pada usia <50 tahun, dimana pada penelitian

sebelumnya didapati terbanyak mengalami keluhan sedang (67,1%). 39

Data penelitian diatas tidak sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan

bahwa keluhan menopause akan didapati lebih berat pada usia awal menopause

satu sampai dua tahun setelah menopause yaitu umur 48-50 tahun. Karena pada

awal menopause terjadi fase klimakterium yang ditandai dengan adanya

keluhan-keluhan menopause akibat dari ketidakteraturan fungsi ovarium dan penurunan

kadar estrogen. Perbedaan hasil yang didapat pada penelitian ini kemungkinan

disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat pendidikan, sosial ekonomi, status

pekerjaan, lama menopause.

Berdasarkan lamanya menopause, wanita dengan keluhan sedang-berat

dijumpai pada kelompok yang mengalami menopause < 2 tahun (50%). Sedangkan

pada kelompok dengan lama menopause > 5 tahun mayoritas dengan keluhan

ringan (51%). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa keluhan pada

menopause akan memuncak pada saat sekitar 1-2 tahun sesudah menopause,

dimana pada saat ini terjadi fungsi ovarium yang tidak teratur dan penurunan kadar

estrogen. pada 70% wanita akan mengalami gangguan vasomotor pada satu sampai

dua tahun setelah menopause dan setelah 5 tahun hanya tinggal 25%. 40

Pada kelompok dengan kondisi masih mempunyai suami keluhan yang

dijumpai mayoritas ringan (15%) sedangkan pada kelompok tanpa suami

(56)

Hubungan kecemasan dan keluhan menopause terhadap status pernikahan

masih belum dapat dipastikan. Sebagian berpendapat bahwa ini lebih sering terjadi

pada wanita yang telah menikah, tetapi sebagian penelitian menemukan hubungan

yang sebaliknya. Beberapa penelitian menunjukkan pada wanita yang kehilangan

suami ( janda atau bercerai) memiliki risiko mengalami keluhan lebih tinggi

dibandingkan dengan wanita yang masih memiliki suami terutama masalah ansietas.

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh hilangnya dukungan sosial atau hubungan

interpersonal yang erat dan berubahnya status ekonomi.

Pada kelompok dengan IMT normal keluhan yang dijumpai mayoritas adalah

sedang ke berat dengan masing-masing 42.9%, pada kelompok overweight

mayoritas keluhan ringan, sedangkan pada kelompok obesitas, keluhan terbanyak

adalah sedang (43.5%)

40

Dari tinjauan pustaka menyatakan bahwa konversi terbanyak androgen

menjadi estrogen terjadi di jaringan adiposa, sehingga sering diasumsikan bahwa

wanita dengan obesitas memiliki lebih banyak sirkulasi estrogen, dan seharusnya

memiliki keluhan menopause yang lebih rendah.43 Akan tetapi ada keluhan

menopause tertentu yang justru bertambah berat pada wanita obesitas seperti

gangguan vasomotor. Berdasarkan model termoregulator, adipositas yang tinggi

merupakan suatu insulator yang poten yang akan menghambat kehilangan panas

dan menigkatkan gejala vasomotor. 43

5.2. Tabel Kadar Glutathion Peroksidase (GPx) berdasarkan derajat

(57)

Keluhan

5.3. Tabel Multiple Comparisons untuk nilai Glutathion Peroksidase (GPx)

pada kelompok keluhan menopause

Keluhan menopause Keluhan menopause p-value

(58)

Ringan 0,000

Sedang 0,093

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Dari tabel 5.2. dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kadar seiring dengan

bertambah beratnya keluhan menopause. Pengujian one way Anova diatas bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar Glutathion

Peroksidase (GPx) pada setiap kelompok keluhan menopause. Didapati nilai p-value sebesar 0,0001. Nilai p-value ini < 0,05 maka peneliti dapat menolak H0

Penelitian sebelumnya dilakukan untuk menilai hubungan dan perbedaan

antara kadar Glutathion Peroksidase (GPx) pada wanita premenopause dan

postmenopause. Shrivastava, et al (2004) membandingkan kadar Glutathion Peroksidase (GPx) pada wanita premenopause dan postmenopause terdapat

hubungan yang bermakna secara signifikan (3,59 + 1,37 vs 8,9 + 0,47, p < 0,01).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sánchez. MA, et al, didapatkan data bahwa kadar lipoperoksidase (stres oksidatif) lebih tinggi pada wanita postmenopause dibandingkan dengan premenopause. (0,357+ 0,05 vs 0,331 + 0,05

чmol/L, P< 0,001. Dijumpai bahwa menopause memiliki risiko terhadap keberadaan

stress oksidatif ( OR 2,62, CI95% 1,35-5,11 p<0,01).

sehingga diperoleh kesimpulan dengan tingkat kepercayaan 95% bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan rata-rata kadar Glutathion Peroksidase (GPx) pada

masing-masing kelompok keluhan menopause.

Penelitian diatas sesuai dengan kepustakaan bahwa stres oksidatif terlibat

dalam patogenesis keluhan menopause, seperti gangguan vasomotor.8 Gangguan

(59)

Selama menopause, gangguan episode vasomotor berulang menghasilkan

peningkatan jangka panjang terhadap masalah metabolisme. Peningkatan ini telah

menunjukkan adanya kontribusi pada pembentukan stres oksidatif dengan

menempatkan hambatan pada antioksidan dan fungsinya dalam menetralisir ROS

(reactive oxygen species).

Dari data diatas didapati adanya korelasi antara derajat keluhan menopause

dengan kadar Glutathion Peroksidase (GPx), dapat dilihat dari besarnya koefisien

korelasi Spearman. Data dari 50 sampel yang diteliti pada penelitian ini, diperoleh hasil bahwa korelasi derajat keluhan menopause terhadap Glutathion Peroksidase

(GPx) adalah -0,641, yang artinya korelasi antara derajat keluhan menopause dan

GPx adalah korelasi sedang.

8

Korelasi ini memiliki arah negatif yang memiliki makna ketika skor derajat

keluhan menopause (MRS) mengalami peningkatan maka kadar Glutathion

Peroksidase (GPx) akan mengalami penurunan yang signifikan.

Pada tabel 5.3. dengan memperhatikan nilai signifikansi (p-value) dapat dilihat adanya perbedaan yang bermakna pada kelompok derajat tidak ada keluhan

menopause dengan derajat keluhan ringan, sedang dan berat. Didapati juga adanya

perbedaan signifikan antara kelompok derajat keluhan ringan terhadap menopause

tidak ada keluhan dan keluhan berat, derajat keluhan sedang terhadap tidak ada

keluhan menopause dan derajat keluhan berat terhadap tidak ada keluhan dan

Gambar

Gambar 1. Menopause Rating Scale 6
Tabel 5.1. diatas menggambarkan karakteristik paramedis wanita menopause
Tabel Multiple Comparisons untuk nilai Glutathion Peroksidase (GPx)
Gambar 3. Coordinates of the Curve Menopause dengan Derajat

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Then, 3D structure lines are obtained from the 3D cloud points acquired with 3D cameras and projected onto the 2D images to generate 2D structure lines, which are combined with the

[r]

Pembuatan Penulisan Ilmiah ini menggunakan Aplikasi software Visual Basic 6 dengan Ms.Access 2003 sebagai aplikasi datbasenya.Data-data diambil langsung dari lokasi penelitian

2015, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Karo Sarpras Polda Bali selaku Kuasa Pengguna Anggaran Nomor : Kep/08/XII/2014 tanggal 30 Desember 2014 tentang Penunjukan dan

Dari penjelasan tersebut diatas, Penulis mengambil kesimpulan bahwa bila proses pendaftaran siswa dan penyimpanan datanya dilakukan dengan sistem manual memiliki beberapa

Setelah batas akhir waktu upload dokumen penawaran secara elektronik melalui Lpse Polda Bali, penyedia yang mengupload dokumen penawaran tidak ada sehingga menyebabkan lelang

Kepada peserta Pelelangan yang keberatan, diberikan kesempatan untuk menyampaikan sanggahan khususnya mengenai ketentuan dan prosedur yang telah ditentukan dalam dokumen