• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan fungi Asprgillus flavus, Aspergillus tereus, dan Tricodherma harzianum untuk meningkatkan pertumbuhan bibit Ceriops tagal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan fungi Asprgillus flavus, Aspergillus tereus, dan Tricodherma harzianum untuk meningkatkan pertumbuhan bibit Ceriops tagal"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN FUNGI Aspergillus flavus, Aspergillus tereus,

DAN Trichoderma harzianumUNTUK

MENINGKATKANPERTUMBUHAN BIBIT Ceriops tagal

Oleh:

DEVITA MALA SARI

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTASPERTANIAN

(2)

PEMANFAATAN FUNGI Aspergillus flavus, Aspergillus tereus,

DAN Trichoderma harzianumUNTUK

MENINGKATKANPERTUMBUHAN BIBIT Ceriops tagal

SKRIPSI

Oleh:

DEVITA MALA SARI 111201076

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Program Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pemanfaatan fungi Asprgillus flavus, Aspergillus tereus, dan

Tricodherma harzianum untuk meningkatkan pertumbuhan bibit Ceriops tagal.

Nama : Devita Mala Sari

NIM : 111201076

Program Studi : Kehutanan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi., M.Si. Dr. Budi Utomo., SP. MP

Ketua Anggota

Mengetahui

(4)

ABSTRAK

DEVITA MALA SARI. Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, danTrichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit

Ceriops tagal.Di bawah bimbingan akademikoleh YUNASFI dan BUDI UTOMO.

Kondisi hutan mangrove yang semakin rusak menyebabkan banyaknya dampak yang terjadi.Kerusakan hutan mangrove yang terjadi diakibatkan karena terjadi banyaknya pembukaan lahan pada hutan mangrove seperti pembukaan lahan untuk pelabuhan pemukiman serta lahan tambak.Kerusakan hutan mangrove harus segera diatasi, salah satunya dengan melakukan rehabilitasi pada kawasan hutan mangrove yang sudah rusak dengan menggunakan fungi yang diharapkan fungi dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan dapat bertahan hidup dengan baik.Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2014 sampai Januari 2015 dengan menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Ada 3 fungi yang diaplikasikan denganlima ulangan. Fungi yang diaplikasikan adalah A.flavus, A. terreus, dan T. harzianum. Pertumbuhan bibit yang baik dengan menggunakan fungi Trichoderma harzianum lebih bagus terhadap parameter pertumbuhan bibit

Ceriops tagaldengan tinggi rata-rata 2.68 cm, diameter 0.226cm, luas permukaan daun 89.89 cm2 dan bobot kering total 4.02 gr dibandingkan dengan bibit kontrol dan bibit dengan pemberian fungi yang lain.

(5)

ABSTRACT

DEVITA MALA SARI. The utilizationof Fungi Aspergillus flavus,

Aspergillus tereus andTrichoderma harzianumto increase growth of seedling

Rhizophora mucronata. Under academic supervisionof YUNASFI and BUDI UTOMO.

Mangroveforestconditiondeterioratingcausemanyimpacts.Mangroveforest damagewhich occurred due totake placeonland clearedof mangroveforestsas land clearingforsettlementandportponds. Damage of mangrove forestsshouldimmediately resolved,one of themwithrehabilitationinmangrove forest areasthat have beendamagedby theuseof fungiwhichare expectedto increase growthof fungiandplantscansurvive better. The research was conductedfrom June2014 untilJanuary 2015 using RAL (). There are 3types offungitreatmentandfivereplications. FungiareappliedisA.flavus, A.terreus,andT.harzianum. Application ot T. harzianum gave the best result son seedling growth parameters Ceriops tagalwith an average height of 2.68 cm, a diameter of 0,226 cm, 89.89 cm2 leaf area, and total dry weight of 4.02 gcomparedwithcontrolseedsandtheprovision ofotherfungi.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pematangsiantar, 25 Januari 1994, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.Anak dari pasangan Rahman dan Eliana. Penulis lulus dari SD Swasta Sultan Agung Pematangsiantar pada tahun 2005, tahun 2008 lulus dari SMP Swasta Sultan Agung Pematangsiantar, dan lulus dari SMA Negeri 4 Pematangsiantar pada tahun 2011. Penulis diterima resmi di Progam Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli 2011, dan kemudian pada tahun 2014 memilih minat Budidaya Hutan.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini.

Penelitian ini berjudul “Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, danTrichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit

Ceriops tagal”.Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan berbagai jenis fungi dalam meningkatkan pertumbuhan Bibit Ceriops tagal.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M. Si dan kepada Bapak Dr. Budi Utomo, SP. MPatas kesediaannya untuk membimbing saya dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini belum sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk hasil penellitian yang lebih baik.Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei2015

Penulis

(8)

Halaman

KerangkaPemikiran ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove... 4

Taksonomi dan Morfologi Ceriops tagal ... 5

Fungsi Hutan Mangrove ... 5

Kondisi Kerusakan Mangrove ... 6

Pengenalan Fungi ... 8

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 12

Alat dan Bahan ... 12

Prosedur Penelitian... 12

(9)
(10)

No. Halaman

1.

KerangkaPemikiran ... 3

2. Proses Pembuatan Suspensi Fungi ... 14

3. Kondisi Semai Pada Pengamatan Akhir ... 16

4. GrafikPertambahanTinggiBibitC. tagal ... 17

5. GrafikPertambahan Diameter SemaiC. tagal ... 18

6. GrafikLuas Permukaan Daun BibitC. tagal ... 18

7. GrafikBerat Kering TotalC.tagal ... 19

(11)

ABSTRAK

DEVITA MALA SARI. Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, danTrichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit

Ceriops tagal.Di bawah bimbingan akademikoleh YUNASFI dan BUDI UTOMO.

Kondisi hutan mangrove yang semakin rusak menyebabkan banyaknya dampak yang terjadi.Kerusakan hutan mangrove yang terjadi diakibatkan karena terjadi banyaknya pembukaan lahan pada hutan mangrove seperti pembukaan lahan untuk pelabuhan pemukiman serta lahan tambak.Kerusakan hutan mangrove harus segera diatasi, salah satunya dengan melakukan rehabilitasi pada kawasan hutan mangrove yang sudah rusak dengan menggunakan fungi yang diharapkan fungi dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan dapat bertahan hidup dengan baik.Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2014 sampai Januari 2015 dengan menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Ada 3 fungi yang diaplikasikan denganlima ulangan. Fungi yang diaplikasikan adalah A.flavus, A. terreus, dan T. harzianum. Pertumbuhan bibit yang baik dengan menggunakan fungi Trichoderma harzianum lebih bagus terhadap parameter pertumbuhan bibit

Ceriops tagaldengan tinggi rata-rata 2.68 cm, diameter 0.226cm, luas permukaan daun 89.89 cm2 dan bobot kering total 4.02 gr dibandingkan dengan bibit kontrol dan bibit dengan pemberian fungi yang lain.

(12)

ABSTRACT

DEVITA MALA SARI. The utilizationof Fungi Aspergillus flavus,

Aspergillus tereus andTrichoderma harzianumto increase growth of seedling

Rhizophora mucronata. Under academic supervisionof YUNASFI and BUDI UTOMO.

Mangroveforestconditiondeterioratingcausemanyimpacts.Mangroveforest damagewhich occurred due totake placeonland clearedof mangroveforestsas land clearingforsettlementandportponds. Damage of mangrove forestsshouldimmediately resolved,one of themwithrehabilitationinmangrove forest areasthat have beendamagedby theuseof fungiwhichare expectedto increase growthof fungiandplantscansurvive better. The research was conductedfrom June2014 untilJanuary 2015 using RAL (). There are 3types offungitreatmentandfivereplications. FungiareappliedisA.flavus, A.terreus,andT.harzianum. Application ot T. harzianum gave the best result son seedling growth parameters Ceriops tagalwith an average height of 2.68 cm, a diameter of 0,226 cm, 89.89 cm2 leaf area, and total dry weight of 4.02 gcomparedwithcontrolseedsandtheprovision ofotherfungi.

(13)

Latar Belakang

Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 21% dari luas total global yang terbesar hampir diseluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai Papua (Spalding dkk., 2010). Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut.Berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut, dan angin topan. Tanaman mangrove berperan juga berperan juga sebagai

buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa sungai dan yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus (Suryono, 2013).

Kondisi hutan mangrove pada umumnya memiliki tekanan berat, sebagai akibat dari tekanan krisis ekonomi yang berkepanjangan.Selain dirambah dan atau dialih fungsikan, kawasan mangrove di beberapa daerah, termasuk DKI Jakarta, untuk kepentingan tambak, kini marak terjadi.Akibat yang

ditimbulkan terganggunya peranan fungsi kawasan mangrove sebagai habitat biota laut, perlindungan wilayah pesisir, dan terputusnya mata rantai makanan bagi biota kehidupan seperti burung, reptil dan berbagai kehidupan lainnya (Waryono, 2008).

(14)

daya daerah pesisir. Pada umumnya mereka lebih mementingkan keuntungan sesaat tanpa memikirkan kelestarian alam.

Dalam melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi kelautan dan perikanan perlu dilakukan kajian kebijakan di bidang tersebut, baik kebijakan di tingkat pusat maupun di tingkat lokal/daerah. Melalui kajian ini akan diketahui apakah kebijakan yang ada sudah cukup mendukung untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi atau diperlukan kebijakan baru (WWF-Indonesia dan WIIP, 2007).

Setiap jenis tumbuhan mangrove memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungan seperti kondisi tanah, salinitas, temperatur, curah hujan dan pasang surut.Hal ini meyebabkan terjadinya struktur dan komposisi tumbuhan mangrove dengan batas-batas yang khas, mulai dari zona yang dekat dengan daratan sampai dengan zona yang dekat dengan lautan.Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove (Bengen, 2002).

Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah membandingkan kemampuan jenis fungi dalam meningkatkan pertumbuhan Ceriops tagal.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna untuk memberi informasi tentang fungi yang mampu mempercepat pertumbuhan semai Ceriops tagal.

Kerangka Pemikiran

(15)

pengaruh yang baik agar daerah kawasan hutan mangrove yang rusak dapat dipulihkan. Dengan adanya pengujian tentang aplikasi berbagai jenis fungi untuk meningkatkan kemampuan pertumbuhan bibit mangrove khususnya

Ceriops tagal. Pengaplikasian bahan kimia untuk meningkatkan pertumbuhan bibit mangrove akan lebih baik apabila diganti dengan menggunakan bahan alami yang berasal dari hutan mangrove itu juga. Alur kerangkapemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Hutan Mangrove

Alih Fungsi Lahan

Rehabilitasi Hutan Mangrove

Pemanfaatan Fungi

meningkatkan kemampuan pertumbuhan bibit mangrove

Ceriops tagal

Pelabuhan Pemukiman Tambak ikan

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Hutan Mangrove

Hutan mangrove atau dikenal juga dengan sebutan hutan bakau berada di kawasan pinggiran pantai dan laut.Hutan mangrove memiliki banyak manfaat bagi makhluk hidup yang ada disekitarnya. Indonesia memiliki potensi sunberdaya mangrove yang sangat luas, bahkan terluas di dunia, yang bila dikelola degan baik di harap akan memberi manfaat besar bagi kehidupan makhluk hidup disekitarnya. Akan tetapi, saat ini kondisi hutan mangrove Indonesia mengalami kerusakan dan pengurangan luas secara cepat (Suryono, 2013).

Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas di daerah pasang surut.Hutan mangrove merupakan tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas genangan pada saat pasang rendah. Hutan mangrove biasa juga dikenal dengan sebutan hutan pantai (coastal woodland ), hutan pasang surut (tidal forest), dan hutan bakau, yang merupakan formasi tumbuhan litoral yang karakteristiknya terdapat di daerah tropika dan sub tropika (Kusuma, 2002).

(17)

Taksonomi dan Morfologi Ceriops tagal

Klasifikasi Ceriops tagal dapat diuraikan sebagai berikut (Satriono, 2007) : Kerajaan : Tumbuhan

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rhizophorales Famili : Rhizophoraceae Genus : Ceriops

Spesies : Ceriops tagal

Fungsi Mangrove

(18)

Semua tipe hutan mangrove, dengan pengecualian hutan-hutan yang mengalami perubahan, menunjukkan kemampuan untuk meredam energi dan

kekuatan tsunami, mengurangi kecepatan dan dalamnya aliran, dan membatasi wilayah penggenangan.Hutan-hutan mangrove yang alami, sehat dan utuh memberikan perlindungan yang baik bagi wilayah pesisir (Mazda dkk., 1997).

Proteksi dari tiupan angin kencang di atas kanopi mangrove adalah jauh lebih tinggi dibandingkan di atas permukaan air, sehingga semakin ke arah mangrove pedalaman kecepatan angin semakin berkurang.Saenger (2002) melaporkan bahwa mangrove yang tersusun oleh tegakan pohon dengan tinggi 3 – 5 m hanya sedikit mengalami kerusakan (1% dari jumlah pohon) akibat tiupan angin topan.

Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pesisir adalah penyambung darat dan laut, seperti peredam gejala-gejala alam yang ditimbulkan oleh perairan, seperti abrasi, gelombang, badai, dan juga menjadi penyangga bagi kehidupan biota lainnya yang merupakan sumber masyarakat sekiktarnya.Namun ssat ini sebagian besar kawasan mangrove berada dalam kondisi rusak, bahkan dibeberapa daerah sangat memprihatinkan.Tercatat laju degradasi mencapai 160-200 ribu ha per tahun (Saparinto, 2007).

Kondisi Kerusakan Mangrove

Hutan mangrove di Indonesia berada dalam ancaman serius dan terus meningkat dari berbagai pembangunan, diantara yang utama adalah pembangunan yang cepat yang terdapat di seluruh wilayah pesisir yang secara ekonomi vital. Konsevasi kemanfaatan lain seperti untuk budidaya perairan,

(19)

tempat perdagangan dan perumahan, serta pertanian, adalah penyebab berkurangnya sumber daya mangrove dan beban berat bagi hutan mangrove yang ada. Selain ancaman yang langsung ditujukan pada mangrove melalui pembangunan tersebut, ternyata sumber daya mangrove rentan terhadap aktivitas pembangunan yang terdapat jauh dari habitatnya. Ancaman dari luar tersebut yang sangat serius berasal dari pengelolaan DAS yang serampangan, dan meningkatnya pencemar hasil industri dan domestik (rumah tangga) yang masuk ke dalam daur hidrologi. Hasil yang terjadi dari erosi tanah yang parah dan meningkatnya kuantitas serta kecepatan sedimen yang diendapkan di lingkungan mangrove adalah kematian masal

mangrove yang tidak terhindarkan lagi karena lentisel-nya tersumbat oleh sedimen tersebut.Polusi dari limbah cair dan limbah padat berpengaruh serius pada perkecambahan dan pertumbuhan mangrove.Ancaman langsung yang paling serius terhadap mangrove pada umumnya diyakini akibat pembukaan liar mangrove untuk pembangunan tambak ikan dan udang (Hery, 2010).

Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan, maka fungsi lingkungan pantai di beberapa daerah telah menurun atau rusak dimana banyaknya kepentingan yang menyebabkan kawasan mangrove mengalami perlakuan yang melebihi kemapuan untuk mengadakan permudaan, pengalihan penggunaan lahan dari tanah timbul menjadi pemukiman. Selain itu, kurang adanya usaha yang signifikan dalam melakukan rehabilitasi mangrove yang telah mengalami kerusakan (Luqman, dkk., 2013).

(20)

keanekaragaman jenis yang tinggi. Tercatat terdapat 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana dan 44 jenis epifit. Merujuk hasil identifikasi Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tahun 1999, luas keseluruhan hutan bakau di Indonesia sekitar 8,6 juta hektar, terdiri atas 3,8 juta hektar didalam kawasan hutan dan 4,8 hektar di luar kawasan hutan. Kerusakan hutan bakau didalam kawasan hutan 1,7 hektar atau sekitar 44,73 persen dan kerusakan di luar kawasan hutan 4,2 juta hektar atau sekitar 87,50 persen. Penebangan hutan bakau lebih banyak disebabkan oleh ketidaktahuan petani nelayan (petambak) yang berpikir bahwa kerindangan dedaunan bakau menghalangi masuknya sinar matahari dan mengurangi luas areal untuk lahan tambak.Ekspansi pembangunan dan pengoperasian tambak yang tidak terkontrol menempatkan sumber hayati hutan bakau yang tumbuh sepanjang 81 ribu kilometer perairan pantai Indonesia terancam kepunahan (Suryono, 2013).

Pengenalan Fungi

(21)

tanaman. Unsur P yang terkandung didalam bahan organik akan dilepaskan oleh mikroba pelarut fosfat dan menyediakannya bagi tanaman. Jenis mikroba yang mampu melarutkan P antara lain Aspergilus sp., dan Penicilliumi sp. Mikrob yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P umumnya juga memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan K (Sumarsih, 2003).

Menurut Firman dan Arynantha (2003) diketahui bahwa fungi Penicillium,

Rhizhopus, dan Fusarium memiliki potensi sebagai penghasil glukosa oksidase dengan aktivitas yang cukup tinggi. Semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan dan tersedia di dalam tanah akan meningkatkan laju pertumbuhan sel-sel dan dengan semakin banyak sel-sel baru yang terbentuk maka pertumbuhan tanaman terutama pertambahan diameter batang akan meningkat.

Menurut Sihite (2014), hasil pengamatan tinggi tanaman yang dilakukan di rumah kaca, aplikasi fungi berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Tinggi bibit

A.marina dengan berbagai fungi menunjukkan bahwa tinggi tanaman yang paling rendah adalah tanaman kontrol namun tidak berbeda nyata dengan tanaman yang

diberi perlakuan.Sedangkan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan

T. harzianum.Pemberian fungi yang berbeda pada tanaman A.marina memberikan reaksi pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman yang berbeda.Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kemampuan antara beberapa jenis fungi dalam menyediakan unsur hara bagi A.marina serta perbedaan enzim yang dikeluarkan oleh fungi untuk mendekomposisikan lumpur.Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian fungi memberikan pengaruh terhadap diameter batang.

(22)

Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Fungi Trichoderma diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (daun dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida,yang berperan mengendalikan pathogen penyebab penyakit tanaman. Trichoderma dapat menghambat pertumbuhan beberapa fungi penyebab penyakit pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsi.Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, T. harzianum

memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tanaman (Herlina, 2010).

Trichoderma merupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat patogen.Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik.Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen.Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi

Trichoderma.Trichoderma sp. menghasilkan enzim kitinase yang dapat membunuh patogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya (Tjandrawati, 2003).

(23)

sekitarnya. Trichoderma viridae menghasilkan 2 jenis antibiotik yaitu gliotoksin dan viridian yang dapat melindungi tanaman bibit dari serangan penyakit rebah kecambah, aman bagi lingkungan, hewan maupun manusia karena tidak menimbul residu bahan kimia, serta mampu merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman. Secara ekonomi, penggunaan Trichoderma sp. lebih murah dibandingkan penggunaan pupuk kimia (Amani, 2008).

METODE PENELITIAN

(24)

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai Januari 2015. Pengambilan propagul dan penanaman bibit Ceriops tagal dilaksanakan di Desa Pulau Sembilan. Peremajaan fungi dilaksakan di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universiats Sumatera Utara, Medan.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan Petri, tabung reaksi, gelas ukur, labu Erlenmeyer, pipet tetes, timbangan analitik, kamera, oven, spidol permanen, Autoklaf, inkubator fungi, label kertas, aluminum foil, plastik clingwrap, lampu Bunsen, gunting, benang nilon, corong, kapas kertas saring, polybag, sarung tangan, sprayer, kompor.

Bahan penelitian yang digunakan adalah fungi yang diperoleh dari hasil peremajaan, alkohol 70 %, spritus, antibiotik, aquades.

Prosedur Penelitian

Pembuatan PDA

Media Potato Dextrose Agar (PDA) dibuat dengan menggunakan bahan kentang 200 g, agar-agar 20 g dan gula 20 g. Media PDA dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC dan tekanan 15 psi selama 15 menit dan disimpan di lemari pendingin untuk menghindari pertumbuhan mikroorganisme lain. Sampai media tersebut akan digunakan dalam proses peremajaan fungi, biasanya cukup 3 hari.

(25)

Media PDA dipanaskan hingga mencair, cawan Petri yang telah steril disiapkan. Media PDA dimasukkan ke dalam cawan petri sampai seluruh cawan terisi. Fungi yang telah diisolasi sebelumnya diambil sedikit yaitu 1 cm x 1 cm sebagai inang dan dimasukkan kedalam cawan petri. Cawan petri yang berisi fungi kemudian disimpan dan ditunggu sampai fungi tersebut tumbuh dan berkembang. Waktu yang dibutuhkan fungi tersebut untuk tumbuh dan berkembang adalah 3 hari dan pertumbuhan maksimal akan terlihat setelah 1 minggu.

Penyiapan media tanam dan penanaman

Media yang digunakan adalah lumpur yang diambil dari kedalaman 0 cm - 20 cm dan dimasukkan ke dalam wadah tanam polybag yang berukuran 15 cm.

(26)

Gambar 2. Proses pembuatan suspensi fungi yang akan diaplikasikan ke bibit

Ceriops tagal

Parameter yang diamati

a. Tinggi semai (cm)

Pengukuran tinggi semai dilakukan sekali dua minggu selama tiga bulan. Alat ukur yang digunakan adalah penggaris dengan ketelitian 1 cm. Pengukuran tinggi dimulai dari batang dimana daun pertama muncul, demikian dengan pengukuran selanjutnya sehingga data yang diperoleh lebih akurat, dapat dilihat pada Lampiran 1.

b. Diameter semai (cm)

Diameter batang diukur dengan menggunakan jangka sorong. Untuk mendapatkan pengukuran yang lebih akurat diameter batang diukur dari batang dimana daun pertama muncul.

c. Jumlah dan luas daun

(27)

d. Berat kering tajuk

Dianalisis setelah data terakhir diambil.Daun dan akar dari setiap perlakuan dan kontrol masing-masing dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 700C sampai berat konstan. Kemudian daun dan akar tersebut ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg.

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) karena kondisi lingkungan yang homogen dan faktor perlakuannya hanya satu yaitu pengaruh aplikasi fungi. Terdapat tiga jenis fungi yang diaplikasikan dengan lima kali ulangan.

���= �+��+���

Keterangan:

���=respon pertumbuhan tanaman terhadap perlakuan ke-i ulangan ke-j

� =rataan umum

�� =taraf perlakuan

��� =pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j

i = Kontrol, A. flavus, A. tereus, dan T. harzianum

j = 1, 2, 3, 4, 5

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil yang diperoleh dalam penelitian yang dilakukan selama 12 minggu untuk melihat pertumbuhan tanaman Ceriops tagal dengan perlakuan kontrol dan beberapa jenis fungi yaitu fungi Aspergilus flavus, Aspergilus tereus,Trichoderma harzianum. Terdapat perbedaan terhadap pertambahan tinggi, diameter, luas daun dan berat bobot kering dapat dilihat pada Tabel 1.Kondisi semai Ceriops tagal dengan berbagai perlakuan pada pengamatan terakhir dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 1. Data hasil pengamatan pertumbuhan tanaman C. tagal

Parameter

tereus T. harzianum

Tinggi rata-rata 2.08 2.34 2.16 2.68 Cm

Diameter rata-rata* 0.12 0.158 0.124 0.226 Cm

Luas daun 78.914 85.162 88.837 89.89 Cm2

Berat kering total* 2.78 3.38 3.22 4.02 g

Keterangan : *Berpengaruh nyata berdasarkan analisis sidik ragam pada taraf 5%

Gambar 3. Kondisi semai pada pengamatan akhir dengan perlakuan kontrol (a), T.

harzianum (b), A. flavus (c), A. tereus (d)

a

b

(29)

Tinggi Bibit

Dari pengukuran yang dilakukan selama 12 minggu diperoleh data tinggi bibit C. tagal dari berbagai aplikasi fungi yang diberikan dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada data tinggi yang diperoleh terlihat bahwa penggaruh pertumbuhan bibit dengan fungi T. harzianum lebih tinggi dengan hasil rata-rata tinggi yaitu 2.68 cm.Sedangkan data tinggi bibit C. tagal terendah yaitu kontrol dengan rata-rata pertumbuhan tinggi adalah 2.08 cm. Perbedaan tinggi bibit C. tagal dengan pengaplikasian berbagai fungi dapat dilihat grafik (Gambar 4).

Gambar 4.Grafik pertambahan tinggi bibit C. tagal.

Diameter Batang

Pengamatan diameter batang yang dilakukan selama 12 minggu dengan pengaplikasian berbagai fungi menunjukkan perbedaan pertumbuhan diameter batang bibitC. tagaldapat dilihat pada lampiran 2. Ada pun hasil yang didapatkan selama penelitian diameter batang terlihat lebih besar nilai rata-ratanya pada bibit yang diberikan fungi T. harzianum dengan nilai rata-rata yaitu 0.266 cm. Sedangkan pertumbuhan diameter batang yang terendah adalah 0.12 cm pada bibit yang tidak diberi perlakuan.Perbedaan pertumbuhan diameter bibit dapat dilihat dari grafik (Gambar 5).

(30)

Gambar 5.Grafik pertambahan diameter bibit C. tagal.

Luas daun

Setelah pengukurang tinggi dan diameter yang dilakukan selama 2

minggu sebelum dicarinya bobot kering bibit terlebih dahulu dicari luas permukaan daun.Dari hasil penelitian yang dapat dilihat pada Lampiran 4,

luas daun dengan hasil yang lebih tinggi didapat dari bibit yang diberi perlakuan fungi T. harzianum dengan nilai rata-rata yaitu89.89cm2, dan hasil terendah pada kontrol dengan luas daun sebesar 78.914 cm2. Perbedaan luas daun masing-masing bibit dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik luas permukaan daun C. tagal

0

Kontrol A.flavus A. terreus T.harzianum

(31)

Berat kering total C. tagal

Pada perhitungan bobot kering total pada bibit C. tagal diperoleh hasil berat kering tertinggi pada bibit Ceriops tagal yang diberikan fungi T. harzianum

yaitu sebesar 4.02 gr, sedangkan nilai terendah pada kontrol dengan nilai sebesar 2.78 gr dapat dilihat pada Lampiran 5. Perbedaaan berat bobot kering bibit C. tagal dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik berat kering total bibit C. tagal

Pembahasan

Dari pengamatan yang dilakukan selama 12 minggu pertumbuhan bibit

C. tagal dengan pengaplikasian berbagai fungi memberikan hasil yang berbeda dan lebih baik dibandingkan kontrol.Pemberian fungi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bibit C.tagaluntuk parameter diameter dan berat kering total, akan tetapi tidak pada tinggi bibit dan luas permukaan daun.

Tinggi bibit

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pertumbuhan tinggi bibit dengan perlakuan fungi menghasilkan pertumbuhan tinggi yang lebih baik

0

Kontrol A.flavus A. terreus T.harzianum

(32)

dibandingkan pertumbuhan bibit yang tanpa perlakuan. Akan tetapi setelah dilakukan analisis sidik ragam pada taraf 5 %, pemberian fungi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi semai C. tagal.

Pertumbuhan bibit dengan nilai tertinggi adalah pada bibit yang diberikan fungiT. Harzianum dengan tinggi rata-rata 2.68 cm sedangkan pertumbuhan bibit dengan nilai terendah adalah kontrol dengan rata-rata 2.08 cm. Fungi T. harzianum menghasilkan tinggi yang lebih baik dibandingkan dengan fungi lainnya, karena fungi T. harzianum selain dapat mendekomposisikan serasah juga dapat dijadikan agen biokontrol untuk menekan pertumbuhan jamur patogen yang menyerang tanaman, hal ini sesuai dengan pernyataanTjandrawati (2003),Trichodermasppmerupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat patogen. Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik.Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen.Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi

Trichoderma.Trichoderma sp. menghasilkan enzim kitinase yang dapat membunuh patogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya.

(33)

Amani (2008) manfaat Trichoderma sp. antara lain menghasilkan sejumlah besar enzim ekstraseluler glukanase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel fungi patogen serta menyerang dan menghancurkan propagul patogen yang ada di sekitarnya. Trichoderma sp menghasilkan 2 jenis antibiotik yaitu gliotoksin dan viridian yang dapat melindungi tanaman bibit dari serangan penyakit rebah kecambah, aman bagi lingkungan, hewan maupun manusia karena tidak menimbul residu bahan kimia, serta mampu merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman. Secara ekonomi, penggunaan

Trichoderma sp. lebih murah dibandingkan penggunaan pupuk kimia.

Diameter Batang

Dari hasil pengamatan pertambahan diameter tertinggi diperoleh dari bibit yang diberi perlakuan fungi T. Harzianum dengan nilai rata-rata 0.226 cm sedangkan nilai pertambahan terendah pada kontrol dengan nilai 0.12 cm. Berdasarkan analisis sidik ragam taraf 5% diketahui bahwa aplikasi fungi memberikan pengaruh terhadap pertambahan diameter C. tagal.

(34)

Berdasarkan uji lanjut BNT pada taraf 5% T.Harzianum memberikan pengaruh yang bebeda terhadap pertumbuhan diameter batang C. tagal apabila dibandingkan dengan perlakuan fungi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa

T. harzianum memberikan hasil yang lebih baik dibanding perlakuan fungi lainnya.Menurut Herlina dan P. Dewi (2010) kompos aktif T. harzianum selain mengandung bahan organik yang diperlukan untuk pertumbuhan, juga mengandung jamur T. harzianum dimana jamur tersebut mampu mengeluarkan senyawa anti fungi sehingga zat tersebut merupakan penghalang bagi masuknya jamur patogen.

Luas permukaan daun

(35)

non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Bahan Organik banyak mengandung unsur P, namun hanya sedikit atau tidak tersedia bagi tanaman. Unsur P yang terkandung didalam bahan organik akan dilepaskan oleh mikroba pelarut fosfat dan menyediakannya bagi tanaman. Jenis mikroba yang mampu melarutkan P antara lain Aspergilus sp., dan

Penicilliumi sp. Mikroba yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P umumnya juga memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan K.

Luas permukaan daun terbesar terdapat pada perlakuan T. harzianum, hal ini diduga karena rendahnya tingkat penyakit yang menyerang bibit C. tagal,

berdasarkan penelitian Hartal dkk (2010) Cendawan Trichoderma sp. dan

Gliocladiumsp. merupakan agen antagonis yang cukup efektifuntuk menghambat perkembangan patogenFusarium oxysporum pada tanaman krisan.Penggunaan kedua agen antagonis tersebut jugamampu menyediakan unsur hara tanaman yangdiperlukan untuk mendukung pertumbuhan organvegetatif maupun reproduktif melalui prosesdekomposisi bahan organik yang diberikan padamedia tanam.

Berat Kering Total

(36)

dapatdilihat bahwa semua bibit yang diaplikasikan fungi tumbuh lebih bagus dibandingkan dengan kontrol.

Dari hasil yang diperoleh berat bobot kering bibit lebih besar jumlahnya pada bibit yang diberi fungi T. harzianum. Menurut Herlina (2010) spesies

Trichoderma disamping sebagai pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. konigii

yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Fungi Trichoderma diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (daun dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida,yang berperan mengendalikan pathogen penyebab penyakit tanaman. Trichoderma dapat menghambat pertumbuhan beberapa fungi penyebab penyakit pada tanaman antara lain

Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium

rolfsi.Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, T. harzianum

memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tanaman.

Berdasarkan uji lanjut BNT pada taraf 5% semua perlakuan memiliki pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan berat kering tanaman,

akan tetapi fungi A. flavus dan T.harzianum memiliki hasil bobot kering lebih baik. T. harzianum selain mengoloni akar jugamampu mempercepat

(37)

memroduksihormon asam giberelin (GA3), asam indolasetat(IAA), dan benzylaminopurin (BAP) dalam jumlahyang lebih besar, sehingga pertumbuhan tanamanlebih optimum, subur, sehat, kokoh, dan padaakhirnya berpengaruh pada ketahanan tanaman.Hormon giberelin dan auksin berperan dalampemanjangan akar dan batang, merangsangpembungaan dan pertumbuhan buah sertameningkatkan pertumbuhan tanaman.

(38)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Aplikasi fungi memberi pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan semai

Ceriops tagal.

2. Pemberian fungi Trichoderma harzianum memberikan hasil yang lebih baik terhadap pertumbuhan semai Ceriops tagal.

Saran

Sebaiknya untuk mempercepat proses pertumbuhan bibit digunakan fungi

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Amani.2008. Biofungisida Trichoderma harzianum [Diakses 4 Februari 2015].

Bengen, D. G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir.Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Firman, A. P. dan I. P. Aryantha. 2003. Eksplorasi dan Isolasi Enzim Glukosa Oksidase dari Fungi Inperfekti (Genus Penicillium dan Aspergillus). KPP Ilmu Hayati LPPM ITB.

Hartal, Misnawati, dan I. Budi.2010. Efektifitas Thricoderma sp. dan Gliocladium sp. Dalam Pengendalian Layu Fusarium Pada Tanaman Krisan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 12 (1): 7-12.

Herlina, L. 2010. Penggunaan Kompos Aktif Thricoderma harzianum Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Cabai.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Hery, P. 2010.Ancaman Terhadap Hutan Mangrove di Indonesia dan Langkah Strategis Pencegahannya.Staf Pengajar Biologi. Universitas Airlangga. Kusuma, A.S. 2002. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone –F dan NAA

terhadap Keberhasilan Tumbuh Stek Manglid (Magnolia blumei Prantl). Skripsi.IPB. Bogor.

Latifah, A, Kustantinah, dan L. Soesanto. 2011. Pemanfaatan Beberapa IsolatThricodherma harzianum Sebagai Agnesia Pengendalian Hayati Penyakit Layu Fusarium Pada Bawang Merah In Planta. Vol. 17 No.2. Fakultas Pertanian. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto

Luqman, A., W. Kastolani., dan I. Setiawan.2013. Analisis Kerusakan Mangrove Akibat Aktivitas Penduduk Dipesisirkota Cirebon.Jurusan Pendidikan Geografi. Fakultas Pendidikan Ilmu Pendidikan Sosial.Universitas Pendidikan Indonesia.

Mazda, Y., M. Magi, M. Kogo and P.Ng. Hong. 1997. Mangrove as A Coastal Protection from Waves in The Tong King Delta, Vietnam. Mangroves and Salt Marshes 1:127-135.

Noor, R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP, Bogor.

(40)

Saenger, P. 2002. Mangrove Ecology, Silviculture and Conservation.Kluwer Academic Publisher.Dondrecht. Netherlands.

Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove.PT Dahara Prize. Semarang.

Satriono, A. 2007. Profil mangrove taman nasional baluran. Program Studi Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Sihite, E. D. 2014. Jenis-Jenis Fungi dan Pengaruh Aplikasinya Terhadap Pertumbuhan Semai Avicenia marina [skripsi]. Medan. Jurusan Budidaya Hutan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Spalding, M., M. Kainuma., dan L. Collins. 2010. World Atlas of Mangroves. Earthscan. London.

Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Buku Ajar.Fakultas Pertanian UPN Veteran.Yogyakarta.

Suryono, A. 2013. Sukses Usaha Pembibitan Mangrove Sang Penyelamat Pulau. Penerbit Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

(41)

Lampiran 1. Dokumentasi kegiatan

a. Media tanam bibit b. Persemaian bibit

c. Kondisi bibit pada awal tanam d. Kondisi bibit di persemaian

(42)

Lampiran 2. Data Pengukuran Tinggi Bibit C. tagal(Cm)

Perlakuan Ulangan Pengukuran ke-

I II III IV V VI VII

Analisis Sidik Ragam Tinggi Bibit C. tagal

Jumlah kuadrat Derajat Bebas K Tengah F.Hitung F.Tabel

Perlakuan 1.065 3 0.355 2.514 3.238

Galad 2.260 16 0.141

(43)

Lampiran 3. Data Pengukuran Diameter Bibit C. tagal(Cm)

Perlakuan Ulangan Pengukuran ke-

I II III IV V VI VII

Analisis Sidik Ragam Diameter Bibit C. tagal

Jumlah kuadrat Derajat Bebas K Tengah F.Hitung F.Tabel

Perlakuan 0.036 3 0.012 6.032 3.238

Galad 0.032 16 0.002

Total 0.068 19

Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) Diameter Bibit C. tagal

Perlakuan Diameter C. tagal BNT 0.05

Kontrol 0.12 a

Aspergillus tereus 0.124 a

Aspergilus flavus 0.158 a

Thricoderma harzianum 0.226 b

(44)

Lampiran 4. Data Pengukuran Luas Permukaan Daun Bibit C.tagal (Cm2)

Perlakuan Ulangan Total

1 2 3 4 5

Kontrol 93.95 66.395 54.206 90.887 89.133 78.914

A tereus 66.707 95.169 70.30 94.529 99.108 85.162

A flavus 78.814 95.022 89.534 92.299 88.518 88.837

T harzianum 93.123 81.489 89.804 96.705 88.329 89.89

Analisis Sidik Ragam Luas Permukaan Daun Bibit C.tagal

Jumlah kuadrat Derajat Bebas K Tengah F.Hitung F.Tabel

Perlakuan 368.676 3 122.892 0.797 3.238

Galad 2466.116 16 154.132

(45)

Lampiran 5. Data Pengukuran Berat Kering Total Bibit C. tagal (g)

Perlakuan Ulangan Total

1 2 3 4 5

Kontrol 3 2.4 2.7 3.5 2.3 2.78

A tereus 3.1 3.2 3.4 3.5 3.7 3.38

A flavus 3 3.2 3.6 3.1 3.2 3.22

T harzianum 4.1 3.2 3.7 4.8 4.3 4.02

Analisis Sidik Ragam Berat Kering Total Bibit C. tagal

Jumlah kuadrat Derajat Bebas K Tengah F.Hitung F.Tabel

Perlakuan 3.958 3 1.319 7.401 3.238

Galad 2.852 16 0.178

Total 6.810 19

Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) Berat Kering total Bibit C. tagal

Perlakuan BKTC. tagal BNT 0.05

Kontrol 2.78 a

Aspergillus tereus 3.22 a

Aspergilus flavus 3.38 b

Thricoderma harzianum 4.02 b

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 2. Proses pembuatan suspensi fungi yang akan diaplikasikan ke bibit Ceriops tagal
Tabel 1. Data hasil pengamatan pertumbuhan tanaman C. tagal
Gambar 4.Grafik pertambahan tinggi bibit C. tagal.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Fungi di hutan mangrove berperan dalam proses dekomposisi serasah serta berperan dalam menetralisis kondisi yang terakumulasi logam berat dan minyak sehingga menciptakan

Kerusakan hutan mangrove menyebabkan kerugian yang besar sehingga perlu dilakukan penanaman sebagai upaya pemulihan termasuk di luar kawasan hutan.Aplikasi persemaian A.marina

harzianum paling tinggi disebabkan karena fungi tersebut dapat menghasilkan senyawa glukosa yang dapat meningkatkan diameter batang, hal ini sesuai dengan peryataan

Judul Penelitian : Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Fungi Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Glodokan ( Polyalthia longifolia) pada

mudah disemai serta dapat tumbuh pada daerah genangan pasang yang tinggi. maupun genangan rendah

Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrical di Desa Nelayan

Menurut Firman dan Aryantha (2003) berdasarkan penelitian yang telah dilakukannya terhadap fungi Penicilium sp., dan Aspergillus sp., memiliki potensi sebagai penghasil

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian berbagai jenis fungi yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit B.. Ini