PENGARUH FUNGI
Aspergillus flavus
,
Aspergillus tereus
, DAN
Trichoderma harzianum
TERHADAP PERTUMBUHAN
BIBIT
Avicennia officinalis
SKRIPSI
OLEH:
INDAH K SIHOMBING 111201034/BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pengaruh Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus terreus dan Trichoderma harzianum Terhadap Pertumbuhan Bibit Avicennia officinalis
Nama : Indah K Sihombing
NIM : 111201034
Progaram Studi : Budidaya Hutan
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Dr. Budi Utomo, SP, MP
Ketua Anggota
Mengetahui:
ABSTRAK
INDAH K SIHOMBING. Pengaruh Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum Terhadap Pertumbuhan Bibit Avicennia officinalis.D i bawah bimbingan akademik oleh YUNASFI dan BUDI UTOMO.
Mangrove memiliki kemampuan untuk menyerap bahan-bahan organik dan non organik dari lingkungannya. Fungi di hutan mangrove berperan dalam proses dekomposisi serasah serta berperan dalam menetralisis kondisi yang terakumulasi logam berat dan minyak sehingga menciptakan tempat tumbuh yang sesuai serta dapat meningkatkan pertumbuhan A. officinalis. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai fungi yang mampu meningkatkan pertumbuhan bibit A. officinalis. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2014 sampai bulan Januari 2015 dengan menggunakan rancangan acak laengkap (RAL) dengan perlakuan tiga jenis fungi dan lima ulangan. Jenis fungi yang diaplikasikan yaitu A. flavus, A. terreus, T. harzianum.
Pemberian fungi T. harzianum memberikan hasil pertumbuhan tinggi yang paling baik terhadap bibit A. officinalis dengan tinggi rata-rata 26.04 cm, pemberian A. flavus memberikan hasil diameter yang paling tinggi,luas daun tertinggi dengan total area 66238,6 cm2 serta bobot kering total tertinggi dengan diameter rata-rata 0.62 cm dan bobot kering total 2.82 g dibandingkan dengan bibit kontrol.
ABSTRACT
INDAH K SIHOMBING. Effect of Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereusand Trichoderma harzianumon Seedling Growth ofAvicennia officinalis. Under academic supervisionofYUNASFI and BUDI UTOMO.
Mangrove has the ability to absorb organic an inorganic from the environment. Fungi in mangrove forests play a role in the decomposition of litter and play a role in neutralizing condition accumulated heavy metals and oil thus creating an appropriate place to grow and to improve the growth of A. officinalis.. This research can provide information on the types of fungi are able to increase growth of seedlingA. officinalis. This study was conducted from September 2014untilJanuary 2015 using a completely randomized design (CRD) with treatment application three types of fungi and five replications. There are three types of fungi namely appliedA. flavus, A.tereus T. harzianum. Application ofT. harzianumgave the best high growth of A. officinaliswith an average height 26.04 cm, application of A. flavusgave the best diameter growth, the best leaf area and total dry weight of A. officinaliswith an average diameter 0.62 cm, leaf area total 66238,6 cm2 and total dry weight 2.82 g, higher than the average of control.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengaruh Berbagai Jenis Fungi Terhadap Pertumbuhan Avicennia officinalis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Yunasfi, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing pertama dan kepada Dr. Budi Utomo, SP. MP sebagai Komisi Pembimbing kedua yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memotivasi, dan memberi masukan selama penelitian.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran untuk penelitian selanjutnya. Skripsi ini penulis persembahkan untuk Bapak Alm. Josen Sihombing dan Ibu Berliana Sianturi, kepada abang/kakak dan keluarga besar penulis, Lestari Marbun, Suryanti Saragih, Johanna C Malau, Ika Manik, Sehat Martua Pasaribu, Yonri Situmorang, Rachel Nababan, M. Luthfi Dharmawan, Ade Khana Saputri, Devita Mala Sari, Jonny L Hutabarat, Darmanto Ambarita, Monalia Hutauruk serta seluruh mahasiswa kehutanan angkatan 2011.
Medan, Mei2015
DAFTAR ISI
KerangkaPemikiran ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove... 5
Jenis dan Penyebaran Mangrove ... 5
Fungsi Hutan Mangrove ... 6
Deskripsi Avicennia officinalis ... 7
Dekomposisi Serasah dan Fungi ... 8
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 12
Alat dan Bahan ... 12
Prosedur Penelitian... 12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Korelasi Parameter Pertumbuhan ... 26
Saran ... 27 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1.
KerangkaPemikiran ... 32. Proses Pembuatan Suspensi Fungi ... 14
3. GrafikPertambahanTinggiBibitA. officinalis ... 18
4. GrafikPertambahan Diameter SemaiA. officinalis ... 19
5. GrafikLuasdaunBibitA. officinalis ... 20
6. GrafikBobotKering TotalA. officinalis... 21
ABSTRAK
INDAH K SIHOMBING. Pengaruh Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma harzianum Terhadap Pertumbuhan Bibit Avicennia officinalis.D i bawah bimbingan akademik oleh YUNASFI dan BUDI UTOMO.
Mangrove memiliki kemampuan untuk menyerap bahan-bahan organik dan non organik dari lingkungannya. Fungi di hutan mangrove berperan dalam proses dekomposisi serasah serta berperan dalam menetralisis kondisi yang terakumulasi logam berat dan minyak sehingga menciptakan tempat tumbuh yang sesuai serta dapat meningkatkan pertumbuhan A. officinalis. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai fungi yang mampu meningkatkan pertumbuhan bibit A. officinalis. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2014 sampai bulan Januari 2015 dengan menggunakan rancangan acak laengkap (RAL) dengan perlakuan tiga jenis fungi dan lima ulangan. Jenis fungi yang diaplikasikan yaitu A. flavus, A. terreus, T. harzianum.
Pemberian fungi T. harzianum memberikan hasil pertumbuhan tinggi yang paling baik terhadap bibit A. officinalis dengan tinggi rata-rata 26.04 cm, pemberian A. flavus memberikan hasil diameter yang paling tinggi,luas daun tertinggi dengan total area 66238,6 cm2 serta bobot kering total tertinggi dengan diameter rata-rata 0.62 cm dan bobot kering total 2.82 g dibandingkan dengan bibit kontrol.
ABSTRACT
INDAH K SIHOMBING. Effect of Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereusand Trichoderma harzianumon Seedling Growth ofAvicennia officinalis. Under academic supervisionofYUNASFI and BUDI UTOMO.
Mangrove has the ability to absorb organic an inorganic from the environment. Fungi in mangrove forests play a role in the decomposition of litter and play a role in neutralizing condition accumulated heavy metals and oil thus creating an appropriate place to grow and to improve the growth of A. officinalis.. This research can provide information on the types of fungi are able to increase growth of seedlingA. officinalis. This study was conducted from September 2014untilJanuary 2015 using a completely randomized design (CRD) with treatment application three types of fungi and five replications. There are three types of fungi namely appliedA. flavus, A.tereus T. harzianum. Application ofT. harzianumgave the best high growth of A. officinaliswith an average height 26.04 cm, application of A. flavusgave the best diameter growth, the best leaf area and total dry weight of A. officinaliswith an average diameter 0.62 cm, leaf area total 66238,6 cm2 and total dry weight 2.82 g, higher than the average of control.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas yang terdapat di sepanjang
pantaiatau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang air laut. Mangrove tumbuh
pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar. Biasanya tempat
yang tidak ada muara sungainya hutan mangrove sedikit, namun pada tempat yang
mempunyai muara sungai besar dan delta yang aliran sungainya banyak
mengandung lumpur dan pasir, mangrove biasanya tumbuh meluas. Mangrove
tidak tumbuh di pantai yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang-surut
yang kuat karena hal ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur dan
pasir yang merupakan substrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mangrove
(Odum, 1996).
Indonesia merupakan satu diantara negara yang mempunyai hutan
mangrove paling luas di dunia. Pada tahun 2010 Giri dkk., (2011) menyebutkan
bahwa Indonesia memiliki hutan mangrove dengan luas 3.112.989 Ha yang
merupakan 22,6 % dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia. Walaupun
mangrove Indonesia merupakan yang terluas di dunia namun kondisinya semakin
menurun dari tahun ke tahun akibat degradasi hutan.
Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi
dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang,
kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Dengan kondisi
lingkungan yang seperti itu, beberapa jenis mangrove mengembangkan
mekanisme yang memungkinkan secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan,
memperoleh oksigen bagi sistem perakarannya. Dalam hal lain, beberapa jenis
mangrove berkembang dengan buah yang sudah berkecambah sewaktu masih di
pohon induknya atau vivipar (Rusila,dkk., 1993).
Beberapa jamur dilaporkan mempunyai potensi sebagai agen pengendali
hayati dari jamur patogenik. Diantaranya adalah Trichoderma spp. (Baker, 1984).
Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk
biologis tanah adalah jamur Trichoderma sp. Spesies Trichoderma disamping
sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan
stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies Trichoderma telah dilaporkan
sebagai agensia hayati seperti T. harzianum, T. viridae, dan T.konigii yang
berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Biakan jamur Trichoderma
diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer,
mendekomposisi limbah organik (rontokan dedaunan dan ranting tua) menjadi
kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida,yang berperan
mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit tanaman . Trichoderma
dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada
tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani,
Sclerotiumrolfsi. Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, Trichoderma
harzianum memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman,
pertumbuhan tanaman, hasil produksi tanaman. Sifat ini menandakan bahwa juga
Trichoderma harzianum berperan sebagai Plant GrowthEnhancer .
Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang
banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau
merupakan tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis
mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan
endapan dan menstabilkan tanah habitatnya. Jenis api-api (Avicennia sp.) atau di
dunia dikenal sebagai black mangrove merupakan jenis terbaik dalam proses
menstabilkan tanah habitatnya karena penyebaran benihnya mudah, toleransi
terhadap temperatur tinggi, cepat menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak) dan
sistem perakaran di bawahnya mampu menahan endapan dengan baik serta dapat
mengurangi dampak kerusakan terhadap arus, gelombang besar dan angin
(Irwanto, 2008).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur perbadingan kemampuan
berbagai jenis fungi dalam meningkatkan pertumbuhan Avicennia officinalis.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna untuk memberi informasi tentang fungi
yang mampu mempercepat pertumbuhan semai A. officinalis.
Hipotesis Penelitian
1. Pemberian fungi mampu mempercepat pertumbuhanA.officinalis.
2. Terdapat perbedaan kemampuan fungi dalam meningkatkan pertumbuhan
A.officinalis.
Kerangka Pemikiran
Mangrove memiliki kemampuan untuk menyerap bahan-bahan organik
dan non organik dari lingkungannya. Fungi di hutan mangrove berperan dalam
proses dekomposisi serasah serta berperan dalam menetralisir kondisi yang
meningkatkan pertumbuhan A. officinalis.Kerangka pemikiran penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hutan Mangrove
Aplikasi Fungi
Menciptakan tempat tumbuh yang sesuai
Meningkatkan pertumbuhanA. officinalis
Kerusakan akibat logam berat dan kandungan minyak dari limbah pabrik
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Mangrove
Menurut Sasekumar (1992) hutan mangrove adalah kelompok jenis
tumbuhan yang tumbuh sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang
memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan
bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Sedangkan menurut
Tomlinson (1986), kata mangrove berarti tanaman tropis dan komunitasnya yang
tumbuh pada daerah intertidal. Daerah internal adalah wilayah di bawah pengaruh
pasang surut sepanjang garis pantai, seperti laguna, estuarin, pantai dan river
banks. Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena pada umumnya
hanya di jumpai pada pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung
dari ombak, di sepanjang delta dan estuarin yang dipengaruhi oleh masukan air
dan lumpur dari daratan.
Karakteristik ekosistem mangrove, menurut Sunarso (2005) yaitu
umumnya tumbuh pada daerah interdal yang jenis tanahnya berlumpur,
berlempung dan berpasir. Ekosistem mangrove memilki daerah yang tergenang air
laut secara berkala, baik setiap hari maupun tergenang hanya saat pasang.
Frekuensi genangan menentukan kompisisi vegetasi hutan.
Jenis dan Penyebaran Mangrove
Soerianegara (1987) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang
terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai
yang dipengaruhi pasang surut air larut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon
Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria,
Adaptasi Mangrove
Tapak mengrove berifat anaerob bila dalam keadaan terendam namun
tumbuhan mangrove mampu beradaptasi secara anatomi dengan memiliki sistem
perakaran udara yang spesifik seperti, akar tunjang (stilt roots) dijumpai pada
genus Rhizophora, akar napas (pneumatophores) pada genus Avicennia dan
Sonneratia, akar lutut (knee roots) pada genus Brugueira, dan akar papan (plank
roots) pada genus Xylocarpus (Arief, 2003).
Saeger(1983) mengemukakan tiga cara mangrove beradaptasi terhadap
garam, yaitu:
1. Mencegah masuknya garam (Salt Exclusion)
Flora mangrove manyerap air tetapi mencregah masuknya garam melalui jaringan
ultra filter yang terdapat pada akar.
2. Akumulasi garam (Salt Acumulation)
Flora mangrove mengakumulasikan garam pada daun sekuler sehinga daun
sekuler tersebut gugur untuk mengurangi kadar garam yang dapat
menghambat pertumbuhan buah.
3. Sekresi garam (Salt Secretion)
Flora mangrove manyerap air dengan salinitas tinggi kemudian mengekskresikan
garam dengan kelenjar garam yang ada pada daun.
Fungsi Hutan Mangrove
Peranan fungsi fisik mangrove mampu mengendalikan abrasi dan
penyusupan air laut (intrusi) ke wilayah daratan serta mampu menahan sampah
yang bersumber dari daratan, yang dikendalikan melalui sistem perakarannya.
gelombang, memperlambat arus pasang surut, menahan serta menjebak besaran
laju sedimentasi dari wilayah atasnya (Gunarto, 2004).
Deskripsi Avicennia officinalis
Kerajaan : Tumbuhan
Spesies : Avicennia officinalis
Avicennia officinalis disebut juga dengan api, api daun lebar,
api-api ludat, sia-sia putih, api-api-api-api kacang, merahu, marahuf. Pohon A. officinalis
biasanya memiliki ketinggian sampai 12 m, bahkan kadang-kadang sampai 20 m.
Pada umumnya memiliki akar tunjang dan akar nafas yang tipis, berbentuk jari
dan ditutupi oleh sejumlah lentisel. Kulit kayu bagian luar memiliki permukaan
yang halus berwarna hijau-keabu-abuan sampai abu-abu-kecoklatan serta
memiliki lentisel. Daunberwarna hijau tua pada permukaan atas dan
hijau-kekuningan atau abu-abukehijauan di bagian bawah. Permukaan atas daun
ditutupi oleh sejumlah bintik-bintik kelenjar berbentuk cekung. Unit dan
letaksederhana dan berlawanan, bentuk bulat telur terbalik, bulat
memanjang-bulat telur terbalik atau elips, memanjang-bulat memanjang. Ujungmembundar, menyempit ke
arah gagang, ukuran 12,5 x 6 cm,susunan bunga seperti trisula dengan bunga
bergerombol muncul di ujung tandan, bau menyengat. Daun mahkota bunga
oleh rambut halus dan pendek pada kedua permukaannya, letak daun di ujung atau
ketiak tangkai.
Dekomposisi Serasah dan Fungi
Ketika gugur ke permukaan substrat, daun-daun (serasah) yang banyak
mengandung unsur hara tidak langsung mengalamipelapukan atau pembusukan
oleh rnikroorganisme. Tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang disebut
makrobentos. Makrobentos inimemiliki peranan yang sangat besar dalam
penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove
maupun bagi makrobentos itu sendiri. Makrobentos berperan sebagai dekomposer
awal yang bekerjadengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian
kecil. Yang kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil,yakni
mikroorganisme (bakteri. fungi. protozoa, dan lainnya). Padaumumnya,
keberadaan makrobentos mempercepat proses dekomposisi (Dahuri, 2002).
Perombak bahan organik terdiri atas perombak primer dan perombak
sekunder. Perombak primer adalah mesofauna perombak bahan organik, seperti
Colembolla, Acarina yang berfungsi meremah-remah bahan organik/serasah
menjadi berukuran lebih kecil. Cacing tanah memakan sisa-sisa remah serasah
lalu dikeluarkan sebagai faeces setelah melalui pencernaan dalam tubuh cacing.
Perombak sekunder ialah mikroorganisme perombak bahan organik seperti
Trichoderma reesei, T. harzianum, T. koningii, Phanerochaeta crysosporium,
Cellulomonas, Pseudomonas, Thermospora, Aspergillus niger, A. terreus,
Penicillium, dan Streptomyces. Adanya aktivitas fauna tanah, memudahkan
mineralisasi berjalan lebih cepat dan penyediaan hara bagi tanaman lebih baik
(Howard, 2003).
Mikroba didalam tanah bermacam-macam jenisnya, contoh mikrobayang
dapat membantu pelarutan fosfat didalam tanah darigolongan bakteri
sepertiPseudomonas, Bacillus, Escherichia,BrevibacteriumdanSerratia,
sedangkandari golongan jamur sepertiAspergillus, Penicillium, Culvuvaria,
Humicola,danPhoma.Populasi mikroba tersebut tersedia dalam tanah berkisar
antara
ratusansampai puluhan ribu sel per gram tanah (Arshad, M and Frankerberger,199
3). Beberapa species jamur yang lain seperti genusAspergillus mempunyai
kemampuan yang lebih tinggi dalam melarutkan fosfat terikat dibandingkan
dengan bakteri.
Widyastuti dkk. (1999) menunjukkan jamur Trichoderma spp. dapat
mempercepat dekomposisi serasah. Selain jamur, fauna tanah juga dapat
membantu proses dekomposisi serasah. Makrofauna tanah dapat mengubah
serasah menjadi fragmen kecil dan feses, meningkatkan luas areal permukaan dan
memodifikasi substrat untuk kolonisasi bakteri. Meskipun fauna tanah
bertanggung jawab kurang dari 5% dari total respirasi dekomposer, biomasnya
biasanya berhubungan dengan tingkat dekomposisi. Aktivitas makrofauna tanah
dapat memencarkan spora, miselium jamur dan bakteri yang berperan dalam
proses dekomposisi serasah. menemukan ada hubungan yang kuat antara
Aspergillus flavus pada sistem klasifikasi yang terdahulu merupakan
spesies kapang yang termasuk dalam divisi Tallophyta, sub-divisi
Deuteromycotina, kelas kapang Imperfect, ordo Moniliales, famili Moniliaceae
dan genus Aspergillus.Kapang dari genus Aspergillus menyebar luas secara
geografis dan bisa bersifat menguntungkan maupun merugikan bergantung pada
spesies kapang tersebut dan substrat yang digunakan. Aspergillus memerlukan
temperatur yang lebih tinggi, tetapi mampu beradaptasi pada aktivitas air (water
activity) yang lebih rendah dan mampu berkembang lebih cepat bila dibandingkan
dengan Penicillium. Genus ini, sekalipun memerlukan waktu yang lebih lama dan
intensitas cahaya yang lebih untuk membentuk spora, tetapi mampu memproduksi
spora yang lebih banyak sekaligus lebih tahan terhadap bahan-bahan kimia.
Hampir semua anggota dari genus Aspergillus secara alami dapat ditemukan di
tanah dimana kapang dari genus tersebut berkontribusi dalam degradasi substrat
anorganik. Spesies Aspergillus dalam industri secara umum digunakan dalam
produksi enzim dan asam organik, ekspresi protein asing serta fermentasi pangan
(Fekete, 2009).
Spesies Trichoderma adalah cendawan yang hidup bebas, umum ditemui
pada ekosistem tanah dan akar. Cendawan ini telah dipelajari secara ekstensif
dalam kemampuannya menghasilkan antibiotik, memarasitisasi cendawan lain,
dan mikroorganisme penyebab penyakit pada tanaman. Sampai saat ini, dasar
tentang bagaimana Trichoderma memberikan efek menguntungkan pada
pertumbuhan dan perkembangan tanaman masih terus diteliti. Namun, beberapa
strain Trichoderma memberikan pengaruh penting dalam perkembangan dan
pertumbuhan tanaman dan juga berperan sebagai pengendalian hayati dalam tanah
(Chang, dkk., 1986).
Spesies Trichoderma di samping sebagai organisme pengurai, dapat pula
berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman.Cendawan T.
harzianum telah digunakan dalam percobaan pengendalian hayati
(Chet, dkk., 1982) yang menunjukkan meningkatnya kemampuan pertumbuhan
tanaman. Respons dari aplikasi T. harzianum adalah dengan meningkatnya
persentase perkecambahan, tinggi tanaman, dan bobot kering serta waktu
perkecambahan yang lebih singkat pada tanaman sayuran (Baker, dkk.,1984) dan
lebih awal berbunga serta meningkatkan jumlah kumpulan bunga pada petunia
(Petunia hybrid Vilm).
Trichoderma harzianum memiliki kemampuan antagonis paling baik
dibandingkan dengan mikroba antagonis yang lain, seperti B.
thuringiensis,Rhizobiummeliloti dan A. niger untuk mengendalikan penyakit
busuk akar tanaman bunga matahari. Trichoderma viride efektif digunakan secara
in vitro dalam mengendalikan patogen pasca panen seperti : Aspergillus niger,
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 dan selesai pada
bulan Januari 2014. Pengambilan biji dan penanaman bibit A.
officinalisdilaksanakan di Desa Nelayan Indah sebagai daerah yang dekat dengan
kawasan industri. Peremajaan fungi dilaksakan di Laboratorium Biologi Tanah,
Fakultas Pertanian, Universiats Sumatera Utara, Medan.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan Petri, tabung
reaksi, gelas ukur, labu Erlenmeyer, pipet tetes, timbangan analitik, kamera, oven,
spidol permanen, Autoklaf, inkubator fungi, label kertas, aluminum foil, plastik
clingwrap, lampu Bunsen, gunting, benang nilon, corong, kapas kertas saring,
polybag, sarung tangan, sprayer, kompor.
Bahan penelitian yang digunakan adalah fungi yang diperoleh dari hasil
peremajaan, alkohol 70 %, spritus, antibiotik, aquades.
Prosedur Penelitian
Pembuatan PDA
Media Potato Dextrose Agar (PDA) dibuat dengan menggunakan bahan
kentang 200 g, agar-agar 20 g dan gula 20 g. Media PDA dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC dan
tekanan 15 psi selama 15 menit dan disimpan di lemari pendingin untuk menghindari
pertumbuhan mikroorganisme lain. Sampai media tersebut akan digunakan dalam
Peremajaan fungi
Media PDA dipanaskan hingga mencair, cawan Petri yang telah steril
disiapkan. Media PDA dimasukkan ke dalam cawan Petri sampai seluruh cawan terisi.
Fungi yang telah diisolasi sebelumnya diambil sedikit yaitu 1 cm x 1 cm sebagai inang
dan dimasukkan kedalam cawan Petri. Cawan Petri yang berisi fungi kemudian
disimpan dan ditunggu sampai fungi tersebut tumbuh dan berkembang. Waktu yang
dibutuhkan fungi tersebut untuk tumbuh dan berkembang adalah 3 hari dan
pertumbuhan maksimal akan terlihat setelah 1 minggu.
Penyiapan media tanam dan penanaman
Media yang digunakan adalah lumpur yang diambil dari kedalaman
0 cm-20 cm dan dimasukkan ke dalam wadah tanam polybag yang berukuran 15
cm.
Pengambilan biji diupayakan diambil dekat dengan lokasi yang akan
dilakukan penanaman. Pengambilan biji harus diseleksi, yaitu memilih biji yang
sehatdan berwarna kekuningan, jika dari biji yang sudah tumbuh harus memilih
biji yang memiliki pertumbuhan sesuai dengan umurnya. Biji A. officinalis kemud
ian ditanamke wadah yang sudah diisi lumpur. Setelah biji tersebut tumbuh dan
memiliki dua buah daun, diaplikasikan jamur yang didapat dari hasil peremajaan
fungi.Jenis-jenis fungi yang telah disiapkan untuk penelitian diaplikasikan dengan
cara membuat suspensi fungi. Fungiyang tumbuh di media PDA diambil 1 cm x 1
cm, selanjutnya fungi ini dimasukkan ke dalam air steril 10 ml pada tabung reaksi.
Fungi yang ada dalam tabung reaksi ini selanjutnya dikocok, sampai fungi
yang akan dilaksanakan. Suspensi fungi ini selanjutnya dimasukkan ke dalam
polybag. Proses pembuatan suspensi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Proses pembuatan suspensi fungi yang akan diaplikasikan ke bibit A.
officinalis
Parameter yang diamati
a. Tinggi semai (cm)
Pengukuran tinggi semai dilakukan sekali dua minggu selama tiga
bulan.Alat ukur yang digunakan adalah penggaris dengan ketelitian 1
cm.Pengukuran tinggi dimulai dari batang yang telah di beri tanda titik awal
pengukuran terlebih dahulu, demikian dengan pengukuran selanjutnya sehingga
data yang diperoleh lebih akurat.
b. Diameter semai (cm)
Diameter batang diukur dengan menggunakan jangka sorong. Untuk
mendapatkan pengukuran yang lebih akurat diameter batang diukur dari batang
yang telah di beri tanda titik awal pengukuran.
c. Luas daun
Pada saat pengamatan dihitung semua jumlah daun dari bibit.Perhitungan
luas daun dilaksanakan pada pengamatan terakhir. Daun di foto diatas kertas
putih, lalu di masukkanke komputer, selanjutnya dihitung dengan menggunakan
d. Bobot kering tajuk
Dianalisis setelah data terakhir diambil.Daun dan akar dari setiap
perlakuan dan kontrol masing-masing dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
700C sampai berat konstan. Kemudian daun dan akar tersebut ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg.
Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap (RAL) karena kondisi lingkungan yang homogen dan
faktor perlakuannya hanya satu yaitu pengaruh aplikasi fungi. Terdapat tiga jenis
fungi yang diaplikasikan dengan lima kali ulangan.
���= �+��+���
Keterangan:
���=respon pertumbuhan tanaman terhadap perlakuan ke-i ulangan ke-j
� =rataan umum
�� =taraf perlakuan
��� =pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j
i = Kontrol, A. flavus, A. tereus, dan T. harzianum
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengamatan dan pengukuran yang dilakukan terhadap bibit A. officinalis
selama 12 minggu menunjukkan perbedaan terhadap pertambahan tinggi,
diameter, luas daun dan berat kering total. Data pengamatan bibit A. officinalis
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Bibit A. officinalis 12 Minggu Setelah Tanam
Parameter pengamatan Perlakuan Satuan
Kontrol A. flavus A. tereus T. harzianum
Tinggi rata-rata* 16,3 23,74 24,32 26,04 Cm
Diameter rata-rata 0.56 0.62 0.58 0.60 Cm
Luas daun* 40335 66238,6 60332,2 64940,4 Cm2
Berat kering total* 1.53 2.82 2.45 1.53 g
Keterangan: * Berpengaruh nyata berdasarkan analisis sidik ragam pada taraf 5%
Tinggi bibit
Dari pengukuran yang dilakukan selama 12 minggu, diperoleh data tinggi
semai A.officinalisyang dapat dilihat pada Lampiran1.Semua bibit A. officinalis
yang diberi perlakuan aplikasi jenis-jenis fungi menunjukkan pertumbuhan yang
lebih baik dibandingkan dengan kontrol kecuali pada luas permukaan daun.
Pertambahan tinggi yang lebih besar terdapat pada bibit A.officinalis dengan
perlakuan T.harzianum dengan tinggi rata-rata 26.04 cm sedangkan yang
terendah terdapat pada bibit tanpa aplikasi fungi dengan tinggi rata-rata 16.3 cm.
Gambar 3. Grafik Pertambahan Tinggi Bibit A. officinalis
Diameter bibit
Pemberian fungi berpengaruh terhadap diameter bibit A.officinalis. Hasil
pengukuran diameter dapat dilihat pada Lampiran 4. Diameter tertinggi terdapat
pada bibit A.officinalis yang diberi perlakuan aplikasi fungi A. flavus dengan
diameter 0,62 cm. Sedangkan diameter terkecil terdapat pada bibit yang tidak
diberi perlakuan dengan diameter sebesar 0,56 cm. Sebagian bibit menunjukkan
tidak ada perubahan diameter setiap minggunya seperti pada bibit tanpa
pemberian fungi ulangan dua, dimana pada minggu pertama dan kedua tidak ada
pertambahan diameter selain itu pada bibit yang diberi fungi A. terreus juga
terjadi hal yang sama yaitu pada ulangan ketiga, bibit tersebut tidak mengalami
pertambahan diameter pada minggu kedua dan ketiga. Pertumbuhan semua bibit
A.officinalissetiap minggunya, dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Pertambahan Diameter Bibit A. officinalis
Luas daun
Luas daun dihitung pada akhir pengamatan untuk setiap perlakuan dapat
dilihat pada Lampiran 6. Aplikasi fungi menunjukkan perbedaan luas permukaan
daun pada masing-masing perlakuan. Luas permukaan daun tertinggi terdapat
pada bibitA.officinalisdengan perlakuan A. flavus sebesar66238,6 cm2, sedangkan
yang terendah terdapat pada Kontrol dengan luaspermukaan daun sebesar
40335cm2. Perbedaan luas permukaan daun pada masing-masing perlakuan dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Luas Daun Bibit A. officinalis
Berat Kering Total
Setelah data tinggi dan diameter selanjutnya, dihitung bobot kering total
bibit A. officinalisseperti yang tercantum pada Lampiran 9.Bobot kering total
merupakan hasil penjumlahan dari bobot kering tajuk dan bobot kering akar.
Bobot kering tertinggi terdapat pada bibit dengan perlakuanA. flavussebesar 2,822
g dan yang terendah terdapat pada kontrol yaitu sebesar 1,53 g. Perbedaan berat
kering total pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6. 40335
66238,6
60332,2
64940,4
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000
Gambar 6. Grafik Bobot Kering Total Bibit A. officinalis
Perbedaan secara keseluruhan pada pengamatan bibit A. officinalisyang
terjadi pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7. 1,53
1,948
2,822
2,452
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Kontrol T. harzianum A. flavus A. terreus
Gambar 7. Bibit A. officinalis sebelum aplikasi (a), sesudah aplikasi (b), panen A. flavus (c), T. harzianum (d), A. terreus (e) dan Kontrol (f)
c d
Pembahasan
Hasil pengamatan terhadap bibitA. officinalis untuk semua parameter
menunjukkan bahwa fungi memiliki peran yang sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman baik tinggi bibit, diameter bibit, luas daun serta bobot
kering total bibit.
Tinggi bibit
Berdasarkan hasil pengamatan tinggi tanaman yang dilakukan, aplikasi
fungi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 2). Dan setelah
dilakukan setelah dilakukan Uji Lanjutan BNT pada taraf 5%, penagruh aplikasi
fungi dengan perlakuan T. harzianumtidak berbeda nyata dengan perlakuan A.
terreus (Lampiran 3). Tinggi bibit tanamaan A.officinalis yang paling baik
diantara beberapa perlakuan aplikasi fungi adalah tanaman dengan perlakuan T.
harzianum sebesar 26.04 cm dan pertumbuhan tinggi tanaman yang paling rendah
adalah tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan olehTrichoderma harzianum berperan
sebagai fungi antagonis terhadap pathogen, juga berperan dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman melalui produksi auksin dan proses dekomposisi bahan
organik.
Spesies Trichoderma disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula
berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman.Mengingat
peran T. harzianum yang sangat besar dalam menjaga kesuburan tanah dan
menekan populasi jamur patogen, sehingga T. harzianum memiliki potensi
sebagaikompos aktif juga sebagai agen pengendali organisme patogen.
Respons dari aplikasi T. harzianum adalah dengan meningkatnya
perkecambahan yang lebih singkat pada tanaman sayuran. Selain itu,pada tahun
1988 penelitian aplikasi T. harzianum ternyata dapat meningkatkan 150-250%
pertumbuhan tanaman.
Penelitian Suwahyono (2004) juga menyatakan bahwa pemberian T.
harzianum mampu meningkatkan jumlah akar dan daun menjadilebar, serta
aplikasi T. harzianum pada tanaman alpukat yang terserang penyakitsetelah
beberapa minggu muncul pucuk daun yang baru.
Diameter batang
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan, rata-rata
pertumbuhan diameter tertinggi terdapat pada fungi A. flavus dengan diameter
rata-rata 0,62 cm dan pertumbuhan diameter terendah terdapat pada tanaman
kontrol dengan diameter rata-rata 0,56 cm. Pada hasil analisis sidik ragam
pemberiang fungi tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter bibit
A. officinalis (Lampiran 5).
Pada pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa pemberian
fungitidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan diameter
batang bibit A. officinalis namun, jika dibandingkan dengan bibit tanpa
perlakuan, bibit yang diberi fungi memiliki pertumbuhan diameter batang yang
lebih tinggi terutama bibit yang diberi fungi A. flavus.
Aspergillus sp. mampu mengubah P tidak tersedia menjadi
tersedia.Aspergillus sp. juga memiliki kemampuan menghasilkan enzim urea
reduktase dan fosfatase yang berperan dalam penambatan N bebas dari udara dan
menghasilkan asam-asam organik pelarut P dan/atau polisakarida yang berfungsi
sebagai perekat dalam pembentukan agregat mikro (Goenadi dkk, 1995)
Hal ini sesuai dengan penelitian Thaher (2013) yang menyatakan bahwa
fungi Aspergillus sp yang diaplikasikan menunjukkan pengaruh yang sangat
signifikan terhadap bobot kering serasah daun R. mucronata. Fungi Aspergillus sp
merupakan salah satu fungi yang mampu hidup pada daerah yang ekstrim sesuai
dengan pernyataan Effendi (1999). Fungi ini diketahui mampu bertahan dalam
keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan dari pada mikroorganisme lain.
Luas daun
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, luasdaun paling tinggi
adalah pada tanaman dengan perlakuan A. flavus. Hal ini dikarenakan oleh
kemampuan fungi A. flavus dalam menyediakan unsur hara terutama unsur hara
fosfat yang dibutuhkan bibit dalam pertumbuhannya . Hal ini sesuai dengan
pernyataan Arshad (1993) yang menyatakan bahwaAspergillusmempunyai
kemampuan dalam melarutkan fosfat terikat dibandingkan dengan bakteri
sehingga mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk
pertumbuhannya dan dapat meningkatkan pertum buhan tanaman tersebut.
Dari hasil analisis sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan pemberian fungi
memberikan pengaruh yang nyata terhadap luas permukaan daun bibit A.
officinalis (Lampiran 7). Dan setelah dilakukan Uji Lanjutan BNT dengan taraf
5% terhadap luas daun, pemberian fungi A. flavus, A. terreus dan T. harzianum
berbeda nyata terhadap kontrol (Lampiran 8). Aplikasi fungi berbeda secara
signifikan dengan kontrol, dimana pada pengamatan luas daun ini, luas daun yang
dalam menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh bibit A. officinalis sehingga
dapat meningkatkan luas daun bibit A. officinalis.
Bobot Kering Total
Hasil perhitungan untuk bobot kering total menunjukkan bahwa
penggunaan jenis fungi memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering
total tanaman (Lampiran 10). Bobot kering total yang paling tinggi adalah pada
bibit dengan perlakuan A. flavus.Dan setelah dilakukan Uji Lanjutan BNT dengan
taraf 5% terhadap bobot kering total bibit A. officinalis dengan perlakuan A. flavus
tidak berbeda nyata dengan A. terreus (Lampiran 11).
Bobot
kering menunjukkan kemampuan tanaman dalam menyerap bahanorganik yang di
gunakan untuk proses pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan danperkembangan tan
aman memerlukan unsur hara dan air,penyerapan air dan hara
yang baik dipengaruhi oleh pertumbuhan akar, dengan pemberian fungi makapert
umbuhan akan menjadilebih baik sehingga proses penyerapan hara dan airberjalan
dengan baik.
Bobot kering total merupakan hasil pertumbuhan tanaman secara
keseluruhan termasuk menunjukkan kemampuan tanaman dalam menyerap bahan
organik. Unsur-unsur hara dan air yang diserap dari tanah berhubungan secara
langsung dengan akar tanaman, sehingga dengan penambahan fungi penyerapan
unsur hara menjadi lebih baik dan hasilnya meningkatkan pertumbuhan tanaman
yang ditunjukkan oleh bobot kering total.
Dari seluruh hasil yang diperoleh, diketahui bahwa aplikasi fungi memberi
pertumbuhan yang lebih bagus, hal ini disebabkan tanah berperan penting dalam
mempercepat penyediaan hara dan juga sebagai sumber bahan organik tanah.
Pemberian fungi T. harzianum memberikan pertumbuhan tinggi yang lebih baik
dan luas daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Pemberian fungi A. flavus memberikan pertumbuhan diameter yang lebih baik
serta bobot kering tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Korelasi Parameter Pertumbuhan
Selain beberapa parameter pertumbuhan bibit yang diamati, hasil antar
parameter menunjukkan korelasi yang saling berhubungan sehingga dapat
diketahui keterkatitan nilai antar parameter seperti pada tabel 2.
Tabel 2. Korelasi antar perlakuan
Parameter Tinggi Diameter Luas daun Bobot kering total
Tinggi 1
Diameter 0.253 1
Luas daun 0.362 0.227 1
Bobot kering total 0.1083 0.121 0.491 1 Keterangan: 0.00-0.199 : Sangat rendah
0.20-0.399 : Rendah 0.40-0.599 : Cukup 0.60-0.799 : Kuat 0.80-1.00 : Sangat kuat
Berdasarkan data Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa setiap pertumbuhan
tinggi memberikan korelasi positif yang rendah terhadap pertumbuhan diameter.
Setiap pertambahan tinggi memeberikan korelasi positif yang rendah terdahap
terhadap luas daun. Pada pertambahan tinggi memberikan korelasi positif yang
rendah juga terhadap bobot kering total. Diameter memberikan korelasi positif
memberikan korelasi positif yang rendah. Namun, luas daun berkolerasi positif
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Aplikasi fungi memberi pengaruh yang baik serta mampu meningkatkan
pertumbuhan semai A. officinalis.
2. Kemampuan setiap fungi berbeda-beda yaitu fungiT. harzianum mampu
meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit sedangkan fungiA. flavus mampu
meningkatkan pertumbuhan diameter, luas daun dan bobot keringyang
lebih tinggi.
Saran
Sebaiknya untuk mempercepat proses pertumbuhan bibit A. officinalis
yang berada di daerah yang terakumulasi logam berat dan berminyak diberi
apliksi fungiA. flavus dan T. harzianum.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 2003. Hutan Mangrove: Fungsi Dan Manfaatnya, Penerbit Kanius. Yogyakarta.
Arshad, M and W.T Frankenberger. 1993. Microbial Production of Plant Growth Regulators. In F.B. Metind (ed.) Soil Microbial Ecology. Marcel Dekker,Inc. NewYork. Basel. Hongkong p.307 - 347.
Baker, R., Y. Elad and I. Chet. 1984. The Controlled Experiment in The Scientific Method With Special Emphasis on Biological Control. Phytopathology. 74: 1019-1021.
Bustaman, H. 2006. Seleksi Mikroba Rhizosfer Antagonis Terhadap Bakteri Ralstolnia solanacearum Penyebab Bakteri Layu Bakteri pada Tanaman Jahe di Lahan Tertindas. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. 8(1) : 12-18.
Chang, Y.C., R. Baker, O. Kleifeld and I. Chet. 1986. Increased Growth of Plants in Presence of The Biological Control Agent Trichoderma harzianum.
Plant Dis. 70:145-148.
Chet, I., Y. Hadar, J. Katan and Y. Henis. 1979. Biological Control of Soil-Brone
Plant Pathogens by Trichoderma harzianum. In Soil-Borne Plant
Pathogens. Eds. B. Erida Nurahmi et al. (2012) J. Floratek 7: 57 - 65 Schippers and W. Gams. pp. 585-592. Academic Press, London.
Dahuri, R. 2002. Pengolahan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu. SinarGeofisika. Jakarta.
Fekete. 2009. Conidia of Aspergillus flavus mold . http ://enfo.agt.bme.hu/drupal/ node/2780,diakses pada tanggal 29 November 2014.
Effendi, I. 1999. Pengantar Mikrobiologi Laut. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekan Baru.
Giri, C., E. Ochieng, L. L. Tieszen, Z. Zhu, A. Singh, T. Loveland, J. Masek dan N. Duke. 2011. Status and distribution of mangrove forests of the world using earth observation satellite data. Global Ecology and Biogeography 20:154–159.
Goenadi, D.H., R. Saraswati, N.N. Naganro, dan J.A.S. Adiningsih. 1995.
Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber HayatiPerikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian. Jakarta.
Handajani, N.S. dan T. Purwoko. 2008. Aktivitas ekstrak rimpang lengkuas (Alpiniagalanga) terhadap pertumbuhan jamur Aspergillus spp. penghasil aflatoksin dan Fusarium moniliforme. BIODIVERSITAS. 9(5): 161-164.
Howard, R.L., E. Abotsi, J.V. Rensburg, and Howards. 2003. Lignocellulose biotechnology: issues of bioconversion and enzyme production. African Journal of Biotechnology 2: 602-619.
Irwanto. 2008. Hutan Mangrove dan Manfaatnya. http//:www.irwantoshut.com. [09 Oktober 2014].
Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Alih Bahasa. Cahyono, S. FMIPA IPB. Gadjah Mada University Press. 625p.
Rusila, Y., Th. Siburian & Rudyanto. 1993. Milky Stork Banding at Pulau Rambut. West Java. Indonesia. SIS Newsletter Vol. 6 No. 12.
Saenger, P., E.J. Hegerl & J.D.S. Davie. 1983. Global Status of Mangrove
Ecosystems.IUCN Commission on Ecology Papers No. 3, 88 hal.
Sasekumar, A., M.U. Leh, V.C. Chong, R. D’Cruz & M.L. Audrey. 1989. The SungaiPulai (Johor): A Unique Mangrove Estuary. Prosiding Seminar Tahunan ke-12 the Malaysian Society of Marine Sciences. Hal. 191-211.
Soerianegara, I. 1987. Masalah Penentuan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan
Mangrove. Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove. Jakarta. Hal 39.
Sunarso, S. 2005. Hukum Pidana Lingkungan Hidup, Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Suwahyono, U. dan P. Wahyudi. 2004. Penggunaan Biofungisida pada Usaha Perkebunan. diakses dari tanggal 20 Desember 2014.
Thaher, E. 2013.Laju Dekomposisi Serasah Rhizophora mucronata dengan Aplikasi Fungi Aspergillus sp. Pada Berbagai Tingkat Salinitas. Skripsi. USU. Medan.
Tomlinson, P.B. 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press, Cambridge, U.K., 419 hal.
Widyastuti, S.M., Sumardi, dan Supriyanto. 1999. Pemanfaatan biofungisida,
Trichoderma sp. untuk mempercepat penguraian serasah Acacia
Lampiran 1. Data Pengukuran Tinggi Bibit A. officinalis
Perlakuan Ulangan Pengukuran minggu ke-
Kontrol 0 1 2 3 4 5 6
Lampiran 2. Analisis Sidik RagamTinggi Bibit A. officinalis
Sumberkeragaman Jumlahkuadarat Derajatbebas Kuadrattengah F. hitung F. tabel
Perlakuan 226.977 3 75.689 6.603 3.238
Galat 183.308 16 11.456
Lampiran 3. Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) Tinggi Bibit A. officinalis
Perlakuan TinggiA.officinalis BNT 0,05
Kontrol 5.90 a
A.flavus 7.88 a
A. terreus 13.42 b
T. harzianum 13.54 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf berbeda pada kolom BNT 0,05 menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Lampiran 4. Data Pengukuran Diameter Bibit A. officinalis
Perlakuan Ulangan Pengukuran ke-
Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam Diameter Bibit A. officivinalis
Sumberkeragaman Jumlahkuadarat Derajatbebas Kuadrattengah F. hitung F. tabel
Perlakuan 0.034 3 0.011 2.583 3.238
Galat 0.070 16 0.004
Total 0.105 19
Lampiran 6. Data Pengukuran Luas Daun Bibit A. officinalis
Perlakuan Ulangan Total
Lampiran 7. Analisis Sidik Ragam Luas Daun Bibit A. officinalis
Sumberkeragaman Jumlahkuadarat Derajatbebas Kuadrattengah F. hitung F. tabel
Perlakuan 216,764,752 3 722,548,584 5.164 3.238
Galat 2,238,704793 16 139,919,050
Total 4,406,350,545 19
Lampiran 8. Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) Luas Daun Bibit
A. officinalis
Perlakuan Luas Daun A.officinalis BNT 0,05
Kontrol 40,335 a
A.terreuss 60,332.2 b
T.harzianum 64,940.4 b
A. flavus 66,238.6 b
Lampiran 9. Data Pengukuran Bobot Kering Total Bibit A. officinalis
Perlakuan Ulangan Total
1 2 3 4 5
Kontrol 1,24 1,51 1,2 1,33 2,37 7,65
A tereus 1,9 2,94 1,49 3,64 2,29 12,26
A flavus 2,05 2,88 2,8 3,09 3,29 14,11
T harzianum 1,09 1,96 2,06 1,88 2,75 9,74
Lampiran 10. Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Total Bibit A. officinalis
Sumberkeragaman Jumlahkuadarat Derajatbebas Kuadrattengah F. hitung F. tabel
Perlakuan 4.811 3 1.603 4.184 3.238
Galat 6.132 16 0.383
Total 10.943 19
Lampiran 11. Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) Bobot Kering Total Bibit
A. officinalis.
Perlakuan B. Kering BNT 0.05
Kontrol 1,53 a
T. harzianum 1,95 a
A. terreus 2,45 b
A.flavus 2,82 b
Lampiran 12. Dokumentasi kegiatan
a. Persiapan Lahan b. Pengisian Polybag
c. Peremajaan fungi d. Persemaian