TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Mangrove
Menurut Sasekumar (1992) hutan mangrove adalah kelompok jenis
tumbuhan yang tumbuh sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang
memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan
bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Sedangkan menurut
Tomlinson (1986), kata mangrove berarti tanaman tropis dan komunitasnya yang
tumbuh pada daerah intertidal. Daerah internal adalah wilayah di bawah pengaruh
pasang surut sepanjang garis pantai, seperti laguna, estuarin, pantai dan river
banks. Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena pada umumnya
hanya di jumpai pada pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung
dari ombak, di sepanjang delta dan estuarin yang dipengaruhi oleh masukan air
dan lumpur dari daratan.
Karakteristik ekosistem mangrove, menurut Sunarso (2005) yaitu
umumnya tumbuh pada daerah interdal yang jenis tanahnya berlumpur,
berlempung dan berpasir. Ekosistem mangrove memilki daerah yang tergenang air
laut secara berkala, baik setiap hari maupun tergenang hanya saat pasang.
Frekuensi genangan menentukan kompisisi vegetasi hutan.
Jenis dan Penyebaran Mangrove
Soerianegara (1987) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang
terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai
yang dipengaruhi pasang surut air larut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon
Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria,
Adaptasi Mangrove
Tapak mengrove berifat anaerob bila dalam keadaan terendam namun
tumbuhan mangrove mampu beradaptasi secara anatomi dengan memiliki sistem
perakaran udara yang spesifik seperti, akar tunjang (stilt roots) dijumpai pada
genus Rhizophora, akar napas (pneumatophores) pada genus Avicennia dan
Sonneratia, akar lutut (knee roots) pada genus Brugueira, dan akar papan (plank
roots) pada genus Xylocarpus (Arief, 2003).
Saeger(1983) mengemukakan tiga cara mangrove beradaptasi terhadap
garam, yaitu:
1. Mencegah masuknya garam (Salt Exclusion)
Flora mangrove manyerap air tetapi mencregah masuknya garam melalui jaringan
ultra filter yang terdapat pada akar.
2. Akumulasi garam (Salt Acumulation)
Flora mangrove mengakumulasikan garam pada daun sekuler sehinga daun
sekuler tersebut gugur untuk mengurangi kadar garam yang dapat
menghambat pertumbuhan buah.
3. Sekresi garam (Salt Secretion)
Flora mangrove manyerap air dengan salinitas tinggi kemudian mengekskresikan
garam dengan kelenjar garam yang ada pada daun.
Fungsi Hutan Mangrove
Peranan fungsi fisik mangrove mampu mengendalikan abrasi dan
penyusupan air laut (intrusi) ke wilayah daratan serta mampu menahan sampah
yang bersumber dari daratan, yang dikendalikan melalui sistem perakarannya.
gelombang, memperlambat arus pasang surut, menahan serta menjebak besaran
laju sedimentasi dari wilayah atasnya (Gunarto, 2004).
Deskripsi Avicennia officinalis
Kerajaan : Tumbuhan
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Genus : Avicennia
Spesies : Avicennia officinalis
Avicennia officinalis disebut juga dengan api, api daun lebar,
api-api ludat, sia-sia putih, api-api-api-api kacang, merahu, marahuf. Pohon A. officinalis
biasanya memiliki ketinggian sampai 12 m, bahkan kadang-kadang sampai 20 m.
Pada umumnya memiliki akar tunjang dan akar nafas yang tipis, berbentuk jari
dan ditutupi oleh sejumlah lentisel. Kulit kayu bagian luar memiliki permukaan
yang halus berwarna hijau-keabu-abuan sampai abu-abu-kecoklatan serta
memiliki lentisel. Daunberwarna hijau tua pada permukaan atas dan
hijau-kekuningan atau abu-abukehijauan di bagian bawah. Permukaan atas daun
ditutupi oleh sejumlah bintik-bintik kelenjar berbentuk cekung. Unit dan
letaksederhana dan berlawanan, bentuk bulat telur terbalik, bulat
memanjang-bulat telur terbalik atau elips, memanjang-bulat memanjang. Ujungmembundar, menyempit ke
arah gagang, ukuran 12,5 x 6 cm,susunan bunga seperti trisula dengan bunga
bergerombol muncul di ujung tandan, bau menyengat. Daun mahkota bunga
oleh rambut halus dan pendek pada kedua permukaannya, letak daun di ujung atau
ketiak tangkai.
Dekomposisi Serasah dan Fungi
Ketika gugur ke permukaan substrat, daun-daun (serasah) yang banyak
mengandung unsur hara tidak langsung mengalamipelapukan atau pembusukan
oleh rnikroorganisme. Tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang disebut
makrobentos. Makrobentos inimemiliki peranan yang sangat besar dalam
penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove
maupun bagi makrobentos itu sendiri. Makrobentos berperan sebagai dekomposer
awal yang bekerjadengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian
kecil. Yang kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil,yakni
mikroorganisme (bakteri. fungi. protozoa, dan lainnya). Padaumumnya,
keberadaan makrobentos mempercepat proses dekomposisi (Dahuri, 2002).
Perombak bahan organik terdiri atas perombak primer dan perombak
sekunder. Perombak primer adalah mesofauna perombak bahan organik, seperti
Colembolla, Acarina yang berfungsi meremah-remah bahan organik/serasah
menjadi berukuran lebih kecil. Cacing tanah memakan sisa-sisa remah serasah
lalu dikeluarkan sebagai faeces setelah melalui pencernaan dalam tubuh cacing.
Perombak sekunder ialah mikroorganisme perombak bahan organik seperti
Trichoderma reesei, T. harzianum, T. koningii, Phanerochaeta crysosporium,
Cellulomonas, Pseudomonas, Thermospora, Aspergillus niger, A. terreus,
Penicillium, dan Streptomyces. Adanya aktivitas fauna tanah, memudahkan
mineralisasi berjalan lebih cepat dan penyediaan hara bagi tanaman lebih baik
(Howard, 2003).
Mikroba didalam tanah bermacam-macam jenisnya, contoh mikrobayang
dapat membantu pelarutan fosfat didalam tanah darigolongan bakteri
sepertiPseudomonas, Bacillus, Escherichia,BrevibacteriumdanSerratia,
sedangkandari golongan jamur sepertiAspergillus, Penicillium, Culvuvaria,
Humicola,danPhoma.Populasi mikroba tersebut tersedia dalam tanah berkisar
antara
ratusansampai puluhan ribu sel per gram tanah (Arshad, M and Frankerberger,199
3). Beberapa species jamur yang lain seperti genusAspergillus mempunyai
kemampuan yang lebih tinggi dalam melarutkan fosfat terikat dibandingkan
dengan bakteri.
Widyastuti dkk. (1999) menunjukkan jamur Trichoderma spp. dapat
mempercepat dekomposisi serasah. Selain jamur, fauna tanah juga dapat
membantu proses dekomposisi serasah. Makrofauna tanah dapat mengubah
serasah menjadi fragmen kecil dan feses, meningkatkan luas areal permukaan dan
memodifikasi substrat untuk kolonisasi bakteri. Meskipun fauna tanah
bertanggung jawab kurang dari 5% dari total respirasi dekomposer, biomasnya
biasanya berhubungan dengan tingkat dekomposisi. Aktivitas makrofauna tanah
dapat memencarkan spora, miselium jamur dan bakteri yang berperan dalam
proses dekomposisi serasah. menemukan ada hubungan yang kuat antara
Aspergillus flavus pada sistem klasifikasi yang terdahulu merupakan
spesies kapang yang termasuk dalam divisi Tallophyta, sub-divisi
Deuteromycotina, kelas kapang Imperfect, ordo Moniliales, famili Moniliaceae
dan genus Aspergillus.Kapang dari genus Aspergillus menyebar luas secara
geografis dan bisa bersifat menguntungkan maupun merugikan bergantung pada
spesies kapang tersebut dan substrat yang digunakan. Aspergillus memerlukan
temperatur yang lebih tinggi, tetapi mampu beradaptasi pada aktivitas air (water
activity) yang lebih rendah dan mampu berkembang lebih cepat bila dibandingkan
dengan Penicillium. Genus ini, sekalipun memerlukan waktu yang lebih lama dan
intensitas cahaya yang lebih untuk membentuk spora, tetapi mampu memproduksi
spora yang lebih banyak sekaligus lebih tahan terhadap bahan-bahan kimia.
Hampir semua anggota dari genus Aspergillus secara alami dapat ditemukan di
tanah dimana kapang dari genus tersebut berkontribusi dalam degradasi substrat
anorganik. Spesies Aspergillus dalam industri secara umum digunakan dalam
produksi enzim dan asam organik, ekspresi protein asing serta fermentasi pangan
(Fekete, 2009).
Spesies Trichoderma adalah cendawan yang hidup bebas, umum ditemui
pada ekosistem tanah dan akar. Cendawan ini telah dipelajari secara ekstensif
dalam kemampuannya menghasilkan antibiotik, memarasitisasi cendawan lain,
dan mikroorganisme penyebab penyakit pada tanaman. Sampai saat ini, dasar
tentang bagaimana Trichoderma memberikan efek menguntungkan pada
pertumbuhan dan perkembangan tanaman masih terus diteliti. Namun, beberapa
strain Trichoderma memberikan pengaruh penting dalam perkembangan dan
pertumbuhan tanaman dan juga berperan sebagai pengendalian hayati dalam tanah
(Chang, dkk., 1986).
Spesies Trichoderma di samping sebagai organisme pengurai, dapat pula
berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman.Cendawan T.
harzianum telah digunakan dalam percobaan pengendalian hayati
(Chet, dkk., 1982) yang menunjukkan meningkatnya kemampuan pertumbuhan
tanaman. Respons dari aplikasi T. harzianum adalah dengan meningkatnya
persentase perkecambahan, tinggi tanaman, dan bobot kering serta waktu
perkecambahan yang lebih singkat pada tanaman sayuran (Baker, dkk.,1984) dan
lebih awal berbunga serta meningkatkan jumlah kumpulan bunga pada petunia
(Petunia hybrid Vilm).
Trichoderma harzianum memiliki kemampuan antagonis paling baik
dibandingkan dengan mikroba antagonis yang lain, seperti B.
thuringiensis,Rhizobiummeliloti dan A. niger untuk mengendalikan penyakit
busuk akar tanaman bunga matahari. Trichoderma viride efektif digunakan secara
in vitro dalam mengendalikan patogen pasca panen seperti : Aspergillus niger,