• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Konsumsi Jenis Makanan yang Mengandung Zat Besi Pada Ibu Menyusui Dengan Kejadian Anemia Pada Bayi 0 – 6 Bulan di Kota Binjai Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pola Konsumsi Jenis Makanan yang Mengandung Zat Besi Pada Ibu Menyusui Dengan Kejadian Anemia Pada Bayi 0 – 6 Bulan di Kota Binjai Tahun 2016"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan ibu akan zat gizi selama menyusui lebih tinggi dari pada tahap

manapun dalam kehidupan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan zat gizi

dalam ASI, kebutuhan zat gizi untuk memproduksi ASI dan untuk memenuhi

kesehatan ibu sendiri. Ibu menyusui dan bayi termasuk kedalam kelompok rentan

gizi, kelompok ini paling mudah menderita kelainan gizi bila terkena kekurangan

penyediaan bahan pangan. Pada umumnya kelompok ini berhubungan dengan

proses pertumbuhan yang relatif pesat, yang memerlukan zat-zat gizi dalam

jumlah relatif besar.

Masa menyusui adalah masa yang sangat penting dan berharga bagi

seorang ibu dan bayinya. Pada masa inilah hubungan emosional antara ibu dan

anak akan terjalin, dengan periode yang cukup panjang, masa menyusui sangat

baik bagi perkembangan mental dan psikis anak. Zat gizi menyusui sangat penting

karena berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak. Selama menyusui, ibu

dianjurkan untuk meningkatkan asupan kalori, protein, kalsium, zat besi, asam

folat dan vitamin serta mineral lainnya untuk mencukupi kebutuhan zat gizi saat

menyusui (Zalilah, 2006). Apabila ibu yang sedang menyusui bayinya tidak

mendapatkan tambahan makanan, tentu akan berakibat terjadinya kemunduran

(2)

Status gizi ibu menyusui disebabkan oleh banyak faktor, salah satu

diantaranya adalah pola makan atau asupan zat gizi ibu. Pola makan yang baik

adalah pola makan yang seimbang, memenuhi kebutuhan gizi ibu baik dari jenis

maupun jumlah. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang ditemukan ibu

menyusui mengalami kekurangan asupan zat gizi akibat adanya pantangan

makanan tertentu yang berkaitan dengan masalah budaya. Asupan zat gizi

seseorang ditentukan oleh kebisaan makan dan frekuensi makan. Asupan zat gizi

ibu ditentukan oleh ketersedian makanan di tingkat keluarga. Ketersediaan

makanan atau ketahanan pangan tingkat keluarga atau rumah tangga sangat

ditentukan oleh kemampuan daya beli atau pendapatan keluarga tersebut

(Nadimin, 2010).

Pada masa menyusui sebagian besar kebutuhan zat gizi bayi didapat dari

air susu ibu (ASI), karenanya konsumsi kalori dan zat gizi bayi selama menyusui

sangat dipengaruhi kualitas dan kuantitas ASI yang dikonsumsi bayi. Bayi lahir

normal cukup bulan, simpanan besinya cukup untuk mempertahankan kecukupan

besi kira-kira selama empat bulan pertumbuhan pascakelahiran. Pada bayi

prematur, total besi tubuh lebih rendah dibandingkan bayi cukup bulan, meskipun

proporsi besi terhadap berat badan sama. Bayi prematur, pertumbuhan

pascakelahirannya lebih cepat dibandingkan bayi yang lahir cukup bulan,

karenanya jika makanannya tidak disuplementasi zat besi, mereka lebih cepat

menderita deplesi besi daripada bayi lahir cukup bulan (Helmyati, 2007).

Golongan ibu menyusui merupakan kelompok sangat rawan terhadap

(3)

memiliki peran yang penting dalam praktek pemilihan, pengolahan dan

pengaturan makanan ibu sehari-hari. Selama masa menyusui konsumsi pangan

yang tidak mencukupi kebutuhan menyebabkan ASI yang dihasilkan sangat

rendah kualitasnya, apalagi bila cadangan makanan untuk produksi ASI yang

ditimbun selama masa kehamilan tidak mencukupi atau hanya mencukupi untuk

beberapa waktu saja (Yuli, 2006).

Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena

secara langsung menentukan kualitas sumber daya manusia serta dapat

meningkatkan derajat kesehatan. Empat masalah gizi utama di Indonesia yang

belum teratasi, salah satunya adalah anemia (Hb <11gr%) yang menduduki 

40% dari penyebab kematian ibu. Anemia merupakan salah satu masalah yang

memberikan kontribusi peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka

Kematian Bayi (AKB) di Indonesia. Secara umum di Indonesia sekitar 20%

wanita, 50% wanita hamil, dan 3% pria kekurangan zat besi. Anemia gizi dapat

mengakibatkan antara lain: kematian janin di dalam kandungan, abortus, cacat

bawaan, berat badan lahir rendah (BBLR), abruptio plasenta, cadangan zat besi

yang berkurang pada bayi atau bayi dilahirkan sudah dalam keadaan anemia

(Soebroto, 2009).

Anemia gizi besi mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan

atau kematangan sel otak, serta menghambat produksi dan pemecahan zat

senyawa transmiter yang diperlukan untuk mengantar rangsangan pesan dari satu

(4)

Data prevalensi anemia dan defisiensi besi pada bayi masih sangat kurang.

Hal ini disebabkan asumsi umum yang menyatakan bahwa bayi yang lahir cukup

bulan dan dengan berat badan normal memiliki cadangan besi untuk 4-6 bulan

pertama di kehidupannya. Tetapi dari hasil-hasil penelitian ditunjukkan bahwa

bayi yang dilahirkan dengan berat badan normal dari ibu dengan anemia ternyata

mempunyai cadangan besi rendah dan cenderung menderita anemia. Prematuritas

dan BBLR adalah risiko defisiensi besi, sedangkan faktor lain yang mungkin

berhubungan adalah tingginya prevalensi ibu yang anemia (Helmyati, 2007).

Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu

21,7%, dengan proporsi 20,6% di perkotaan dan 22,8 % di pedesaan serta 18,4%

laki-laki dan 23,9% perempuan. Berdasarkan kelompok umur, penderita anemia

berumur 5-14 tahun sebesar 26,4 dan sebesar 18,% pada kelompok umur 15-24

tahun.

Prevalensi anemia gizi besi di Indonesia untuk anak usia 6 bulan-5 tahun

sekitar 24% (dari kalangan ekonomi mampu) dan sekitar 38%-73% berasal dari

kalangan ekonomi kurang mampu. Berdasarkan survei kesehatan Rumah Tangga

tahun 2001, prevalensi anemia pada balita 0-5 tahun sekitar 47%, anak usia

sekolah sekitar 26,5% dan wanita usia subur (WUS) bekisar 40%. Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalens ADB pada

bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%,

64,8% dan 48,1%. Data SKRT tahun 2007 menunjukkan angka kejadian anemia

defisiensi besi pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%. Hasil Survei

(5)

pada ibu hamil 50%, Wanita Usia Subur (15-44 tahun) 39,5%, dan anak-anak

(usia 10-14 tahun) 57,1%. Sementara survei di DKI Jakarta tahun 2004

menunjukan angka prevalensi anemia pada balita sekitar 26,5% dan pada ibu

hamil 43,5%. Pada penelitian sebelumnya, tepatnya di Kabupaten Bantul

Prevalensi anemia bayi lebih tinggi dibandingkan angka yang diperkirakan oleh

ACC/SCN untuk wilayah Asia tenggara yang sebesar 60%-70%. Demikian juga

jika dibandingkan angka hasil survei yang dilakukan oleh HKI di Jawa Timur,

Jawa Tengah dan Jawa Barat pada tahun 1999 sampai 2001 yang sebesar 37%

pada bayi 3-5 bulan (Helmyati, 2007). Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar Hb yang rendah pada bayi usia 6

bulan di Kabupaten Bantul adalah pemberian MP ASI, jenis kelamin bayi dan

sosial ekonomi keluarga.

Binjaiadalah salah satu kota(dahulu daerah tingkat II ber status kota

madya) dalam wilayah provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Binjai terletak 22 km

di sebelah barat ibukota provinsi Sumatera Utara, Medan. Kota Binjai terbagi atas

5kecamatan yang kemudian dibagi lagi menjadi 37kelurahan dan terdapat 7

puskesmas. Dengan jumlah penduduk 246.154 jiwa. Mata pencaharian

masyarakat di kota Binjai sendiri lebih kepada sektor pertanian. Kecamatan Binjai

Timur merupakan salah satu kecamatan dari Kota Binjai yang terbagi atas 7

kelurahan dan memilki jumlah penduduk sekitar 35.482 jiwa/13.647 KK. Adapun

jumlah wanita usia subur sebanyak 1.596 jiwa. Jumlah ibu yang menyusui

sebanyak 606 jiwa, sedangkan jumlah bayi berusia 0 – 6 bulan sebanyak 606

(6)

menyusui sebanyak 785 jiwa, sedangkan jumlah bayi 0 – 6 bulan sebanyak 785

jiwa. Binjai Kota terbagi atas 7 kelurahan, dimana jumlah ibu menyusui sebanyak

306 jiwa dan jumlah bayi juga 306 jiwa. 3 Kecamatan di atas merupakan 3

kecamatan yang terbanyak dalam hal jumlah ibu dan bayi. 2 kecamatan lainnya,

jumlah ibu dan bayi tidak sebanyak 3 kecamatan lainnya. Jika di jumlahkan 5

kecamatan di Kota Binjai ada sebanyak 2.241 jiwa ibu dan bayi 0-6 bulan. 3

kecamatan teratas di atas di pilih karena berdasarkan minimal sampel yang setelah

di hitung, jumlah ibu dari ke 3 kecamatan inilah yang memenuhi syarat minimal

untuk pengambilan sampel.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada beberapa ibu yang

menyusui bayi 0 – 6 bulan, para ibu ini biasanya mengonsumsi makanan yang

tidak jauh beda dengan sebelum hamil ataupun saat hamil. Tidak ada makanan

khusus yang mereka konsumsi sebagaimana seharusnya jenis makanan yang dapat

menambah produksi ASI. Makanan apa yang tersedia di rumah untuk makanan

keluarga, itulah juga yang akan di konsumsi oleh para ibu menyusui. Ada yang

mengonsumsi nasi dengan lauk tanpa sayur ataupun sebaliknya, dan ada juga yang

mengonsumsi lengkap nasi dengan lauk dan sayur. Walaupun ada yang sudah

tahu, namun masih banyak ibu yang enggan mengonsumsi jenis – jenis makanan

yang seharusnya mereka konsumsi pada saat menyusui, karena adanya

kepercayaan dalam masyarkat makanan pantangan. Beberapa para ibu enggan

mengonsumsi makanan karena takut akan berakibat terhadap bayinya. Misalnya

saja ASI ibu yang menjadi amis. Hanya saja ada dari beberapa ibu yang setiap

(7)

kandungannya ke puskesmas ataupun bidan tentu akan mendapatkan tablet Fe.

Namun dari survei beberapa ibu yang menyusui, pada saat hamil beberapa

diantaranya ada yang tidak rutin mengonsumsi tablet tersebut. Berdasarkan data

Dinas Kesehatan Kota Binjai, cakupan untuk program pemberian tablet Fe sudah

baik, namun pada kenyataanya di lapangan masih banyak ditemukan ibu hamil

yang tidak mengonsumsi tablet tersebut. Berdasarkan inilah kemungkinan besar

pada saat ibu melahirkan dan menyusui, kandungan Fe dalam asi sebagai

makanan utama bayi tentu belum memenuhi syarat. Masalah kesehatan di Binjai

sendiri mengenai anemia belum diketahui, dikarenakan kurangnya survei data

mengenai kejadian anemia yang ditemukan di masyarakat. Kejadian anemia

sendiri terakhir sekali survei dilakukan pada tahun 2005 di 4 kabupaten/kota di

Sumatera Utara, yaitu Kota Medan, Binjai, kabupaten Deli Serdang dan Langkat.

Hasil survei menunjukkan bahwa 40,50% wanita hamil masih menderita anemia.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka ini dapat menunjukkan bahwa ketika

seorang wanita hamil menderita anemia dan ketika menyusui, makanan yang

dikonsumsi tidak sesuai dengan yang di anjurkan maka asupan gizi yang di dapat

bayi tidaklah mencukupi sehingga kemungkinan besar bayinya bisa terkena

anemia.

1.2 Rumusan Masalah

Masih belum memadainya konsumsi pada ibu menyusui di Kota Binjai,

maka yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini apakah ada hubungan

(8)

Kecamatan Binjai Timur, Kecamatan Binjai Utara dan Kecamatan Binjai Kota

tahun 2016.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui ada atau tidaknya hubungan pola konsumsi ibu menyusui

dengan kejadian anemia pada bayi di Kota Binjai tahun 2016

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Mengetahui bagaimana pola konsumsi ibu menyusui

2. Mengetahui kadar hb pada bayi

3. Mengetahui kejadian anemia pada bayi

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Puskesmas sebagai bahan sumbangan pengetahuan dan saran bagi

Puskesmas di Kota Binjai untuk dapat memberikan penyuluhan/informasi yang

terkait dengan kejadian anemia pada bayi misalnya pada saat Posyandu dalam

rangka meningkatkan kesehatan ibu dan bayi .

2. Sebagai informasi bagi masyarkat terutama ibu yang menyusui untuk lebih

Referensi

Dokumen terkait

/* I : G terdefinisi tidak kosong, source dan destination terdefinisi sebagai label vertex asal dan tujuan edge yang dicari. O : mereturnkan alamat jika edge dengan vertex asal

Survei BI : Pertumbuhan Kredit 4Q18 Mengucur Deras Kandaskan Mosi Tidak Percaya, PM Inggris Tetap Berkuasa JCI Movement.. JCI - one month Source: Bloomberg

e) Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui debit banjir maksimum kala ulang 5, 20, 50 tahun dan 2 harian maksimum tahunan di Sungai Bakalan, mengetahui volume simpanan kolam

Aktivitas antioksidan daging buah naga pada penelitian ini relatif sejalan dengan hasil penelitian Nataliani dkk (2018) yang menyatakan bahwa aktivitas

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti melalui penerapan pembelajaran tematik di kelas IV Sekolah Dasar Negeri 04 Hulu Sungai, maka dapat

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah dengan komitmen organisasi, budaya

Selain untuk menjadi tolak ukur dalam penerapan sistem, kedua komponen ini juga menjadi elemen penting bagi sistem itu sendiri untuk menghasilkan bentuk penilaian