• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pelaksanaan Program Pemantauan Lingkungan Kerja Fisik dan Kimia di PT. Taka Turbomachinery Indonesia Duri Riau Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Pelaksanaan Program Pemantauan Lingkungan Kerja Fisik dan Kimia di PT. Taka Turbomachinery Indonesia Duri Riau Tahun 2014"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lingkungan Kerja

Menurut Leavitt (1997) mendefinisikan lingkungan sebagai sebuah dunia tempat tinggal kita yang relatif masih lapang, yang masih jarang baik penduduknya maupun organisasi yang ada didalamnya. Menurut Ahyari (1986) secara umum lingkungan kerja didalam perusahaan merupakan lingkungan dimana para karyawan melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Kartono (1989) mengatakan bahwa lingkungan kerja adalah kondisi-kondisi material dan psikologis yang ada dalam perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja.

Lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab dari keberhasilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi juga dapat menyebabkan suatu kegagalan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, karena lingkungan kerja dapat mempengaruhi pekerja, terutama lingkungan kerja yang bersifat psikologis. Sedangkan pengaruhnya itu sendiri dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif (Sihombing, 2004).

Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, salah satunya adalah lingkungan kerja. Ravianto, (1986) mengemukakan lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Faktor-faktor yang termasuk lingkungan kerja dan banyak pengaruhnya terhadap produktivitas kerja antara lain kebersihan,pertukaran udara, penerangan, musik, keamanan, kebisingan.

(2)

menjalankan tugas-tugas yang dibebankannya. Jadi lingkungan kerja disini merupakan faktor yang penting dan besar pengaruhnya bagi perusahaan yang bersangkutan. Nitisemito (2000) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.

2.1.1 Lingkungan Kerja Fisik

Manusia sebagai mahluk sempurna tetap tidak luput dari kekurangan, dalam arti segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut berasal dari diri sendiri (intern), dapat juga dari pengaruh luar (ekstern) Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah kondisi fisik lingkungan kerja yaitu semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembapan udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain. Hal-hal tersebut dapat berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia (Wignjosoebroto, 1995).

Di dalam meningkatkan semangat kerja tidak terlepas dari lingkungan kerja yang mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah salah satu unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut (Sihombing, 2004).

(3)

pekerja yang mmeliputi cahaya, warna, udara, suara serta musik yang mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Moekijat, 1995).

Menurut Gie (2000) lingkungan fisik merupakan segenap faktor fisik yang bersama-sama merupakan suatu suasana fisik yang meliputi suatu tempat kerja. Menurut Nitisemito (2000) lingkungan kerja dapat berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai, sehingga setiap organisasi atau perusahaan harus mengusahakan agar lingkungan kerja dimana pegawai berada selalu dalam kondisi yang baik.

Menurut Cary Cooper (Rini, 2002) Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi, dan menurunnya produktivitas kerja. Kondisi lingkungan kerja meliputi ruang kerja yang tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruang kerja terlalu padat, lingkungan kerja yang kurang bersih, dan bising atau berisik. Menurut Sihombing (2004) menyatakan bahwa didalam meningkatkan semangat kerja pegawai tidak terlepas dari lingkungan tempat kerja yang harus mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut

2.1.1.1 Unsur-Unsur Lingkungan Kerja Fisik

(4)

sedangkan pengaruh itu sendiri dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Menurut Anoraga dan Widiyanti (2001) kondisi lingkungan kerja fisik meliputi aspek-aspek sebagai berikut

1. Pertukaran udara, yaitu agar setiap ruang diberi ventilasi yang cukup supaya karyawan merasa nyaman saat bekerja.

2. Penerangan yang cukup, untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian maka diperlukan penerangan yang cukup dan tidak menyilaukan.

3. Penerangan atau pencahayaan, fasilitas penerangan dalam ruangan yang cukup memadai akan mendukung kelancaran dalam bekerja.

4. Kebisingan atau suara gaduh, bising yang ada dalam lingkungan kerja akan mengganggu konsentrasi.

5. Tata ruang kerja, penataan, pewarnaan dan kebersihan setiap ruangan akan berpengaruh terhadap karyawan pada saat melakukan pekerjaan.

Menurut As‟ad (1999) lingkungan fisik merupakan jenis lingkungan yang

berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja :

1. Tempat kerja di dalam atau di luar, jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, serta suhu.

(5)

Menurut Soeripto (2008) yang dimaksud dengan suhu ekstrim adalah suhu tinggi (lingkungan tempat kerja panas) atau juga suhu rendah (lingkungan tempat kerja yang dingin).

Thermal comfort Zone, Moore (1999) adalah kombinasi dari temperature udara, kelembaban, radiant temperature, arus udara, dan hal yang berpengaruh di dalam comfort zone adalah temperatur udara dan kelembaban.

Menurut American Society for Heating, refrigerating and air conditioning engineers (ASHRAE Standard 55-56). Thermal comfort-that conditioning of mind which

expresses satisfaction with the thermal environment. Comfort Zone tidak absolut tetapi tergantung dari kultur, musim, kesehatan, lapisan lemak seseorang, tebalnya baju pakaian, kegiatan fisik. Kalau banyak kegiatan fisik maka comfort zone turun kearah bawah.

B. Kebisingan

Kebisingan (Noise) adalah suara yang tidak dikehendaki. Menurut Wall (1979), kebisingan adalah suara yang mengganggu. Sedangkan menurut Kep.Men 48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan kerja (Subaris dan Haryono, 2008).

(6)

pekerjaan kantor merupakan pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi pikiran, oleh karena itu diusahakan agar jangan banyak terjadi suara-suara gaduh. Suara yang gaduh menyebabkan kesulitan memusatkan fikiran, dalam menggunakan telepon dan dalam melaksanakan pekerjaan kantor dengan baik. Seorang mungkin tidak menyadari pengaruh kegaduhan suara, tetapi setelah beberapa waktu orang akan menjadi sangat lelah dan lekas marah sebagai pengaruh suara yang gaduh. Pengaruh suara yang gaduh adalah :

1. Gangguan mental dan syaraf pekerja. 2. Kesulitan mengadakan konsentrasi.

3. Kelelahan yang bertambah dan semangat kerja yang berkurang (Moekijat, 2002).

Banyak sumber suara terdapat dalam kantor antara lain percakapan, gesekan kursi-kursi pada lantai, dan mesin mesin kantor yang mengeluarkan suara. Kondisi suara yang baik adalah kondisi suara yang tidak gaduh atau tenang, tidak terganggu dari alat-alat kantor itu sendiri maupun dari luar kantor sehingga pekerja dapat bekerja sebaik mungkin. Kebisingan dapat dikurangi dengan pengaturan maupun pengendalian sumber suara, isolasi dari suara, penggunaan peredam suara, penggunaan sistem akuistik dan pemakaian alat pelindung telinga.

Bunyi mempunyai definisi:

1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastic seperti udara. Ini adalah bunyi objektif.

(7)

Menurut Doelle (1998) Bunyi dapat dihasilkan :

1. Di udara (airborne sound), misalnya suara manusia bercakap atau bernyanyi. 2. Karena benturan/tumbukan (impact sound) atau bunyi struktur (structure sound). 3. Karena getaran mesin.

Telinga normal tanggap terhadap bunyi diantara jangkauan frekuensi audio sekitar 20 sampai 20.000 Hz. Gelombang bunyi yang merambat dari sumbernya dengan muka gelombang berbentuk bola yang terus-menerus membesar, segera melemah bila jarak dari sumbernya bertambah. Sebagian energinya akan dipantulkan, diserap, disebarkan, dibelokkan atau ditransmisikan ke ruang yang berdampingan, tergantung pada sifat akustik dindingnya.

Bising adalah semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari. Dengan kata lain tiap bunyi yang tidak diinginkan oleh penerima dianggap sebagai bising. Jadi pembicaraan atau musik dianggap sebagai bising bila mereka tidak diinginkan. Seseorang cenderung mengabaikan bising bila bising itu secara wajar menyertai pekerjaan, seperti mesin ketik atau mesin di pabrik. Sumber bising dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) bising interior bisa dari alat-alat seperti mobil, motor, kipas angin, AC, televisi, radio, penghisap debu, mesin bor, dan (2) outdoor, seperti bunyi air hujan, angin, air mengalir. Bising berfrekuensi tinggi lebih mengganggu dari pada bising frekuensi rendah. Secara umum bising bias menghasilkan gangguan yang jauh lebih besar pada malam hari dari pada siang hari.

(8)

dipertimbangkan agar dapat mengurangi bising outdoor. Sedangkan bising interior dalam rumah sakit disebabkan oleh:

1. Peralatan mekanik (mesin diesel, kompresor, AC, elevator).

2. Fasilitas operasional (unit pipa ledeng, mesin cuci, mesin cetak, fasilitas masuk). 3. Fasilitas pelayanan pasien (tangki oksigen, trolley, alat-alat kesehatan).

4. Kegiatan karyawan dan pasien (pembicaraan, langkah orang berjalan).

Menurut Doelle (1998), bising yang cukup keras di atas 70 dB dapat menyebabkan kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan masalah peredaran darah. Bising yang sangat keras, di atas 85 dB dapat menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada Pengaruh bising dapat menurunkan produktivitas dari pekerja. Hal ini telah dibuktikan dalam bidang industri, produksi akan turun dan pekerja-pekerja akan membuat lebih banyak kesalahan. Bila dipengaruhi oleh bising di atas 80 dB untuk waktu yang lama. Sebaliknya, juga terbukti bahwa hal yang sama dapat terjadi bila pekerja bekerja di tempat yang terlalu sunyi. Ini dibuktikan bahwa bising dalam jumlah tertentu dapat ditolerir dan sebenarnya sejumlah bising dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan jiwa. Bising buatan disebut acoustical deodorant. Misalnya musik latar belakang yang dipilih secara tepat dan didistribusikan dengan baik, seperti di ruang tunggu, hotel dan restoran.

(9)

benturan. Selain itu petugas rumah sakit juga dilatih untuk berbicara dengan sopan dan menghargai orang lain, seperti tidak berbicara atau tertawa keras-keras.

C. Radiasi

Pemanfaatan tenaga nuklir secara positif dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta turut mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tenaga nuklir disamping mempunyai manfaat yang cukup besar dalam berbagai aplikasi di bidang industry, pertanian, kesehatan, hidrologi, energy, pendidikan, dan lain-lain, juga mempunyai potensi bahaya radiasi yang cukup besar, sehingga pemanfaatan itu harus berwawasan keselamatan yaitu dengan membuat peraturan ketat dan dilaksanakan dengan seksama serta dilakukan pengawasan agar potensi itu tidak menjadi kenyataan.

Beberapa pengertian yang berkaitan dengan radiasi di tempat kerja yang harus dipahami terlebih dahulu untuk memudahkan pemahaman dalam mempelajari radiasi: 1. Radiasi adalah emisi energi yang dilepas dari bahan atau alat radiasi.

2. Radiasi Non Pengion adalah gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang lebih besar dari 100 nanometer dengan energy sangat rendah, sehingga tidak dapat mengionisasi media yang dilaluinya.

(10)

4. Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima dengan tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam/ hari atau 40 jam/ minggu.

5. Radiasi Ultra Ungu (Ultraviolet) adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang 180 nanometer sampai 400 nanometer (nm).

6. Nilai Ambang Batas yang diizinkan adalah dosis radiasi yang masih dapat diterima oleh seseorang tanpa menimbulkan kelainan-kelainan genetic atau somatik.

Jenis radiasi secara rinci meliputi radiasi pengion dan radiasi non pengion dan salah satu dari jenis radiasi non pengion adalah radiasi optic meliputi ultraviolet dan infra merah misalnya alat penegering, matahari, lampu halogen tungsiram, industry kaca, sinar matahari, laser pengelasan. (Subaris dan Haryono, 2008).

Pemajanan radiasi sinar ultra ungu dapat terjadi dari alam maupun dari sumber buatan manusia. Sinara matahari adalah suatu pajanan penting bagi tenaga kerja yang bekerja di luar gedung. Proses industry seperti pengelasan dan beberapa pekerjaan logam panas atau pijar menghasilkan radiasi ultra ungu. Absorpsi ultra ungu dapat menghasilkan reaksi photo kimia dan menyebabkan pengaruh mencakup

protein “DNA cross linking”. Beberapa pengaruh pemajanan pemajanan ultra ungu

(11)

perasaaan ada pasir di dalam mata (welder flash). Kepada mereka yang bekerja dengan bahan yang menimbulkan reaksi photosensitisasi harus menghindari pajanan sinar matahari dan sumber ultra ungu yang lain dan mempersiapkan peringatan-peringatan bila pajanan tidak dapat dihilangkan. Tenaga kerja diluar gedung dapat menggunakan baik krim pelindung cahaya matahari maupun pakaian, yang tepat (baju lengan panjang, celana, topi dan tutup leher) untuk melindungi kulit terbakar dan berwarna coklat.

Mata para tenaga kerja dapat dilindungi terhadap sumber ultra ungu dengan intensitas rendah (tekanan dari uap air raksa, lampu sinar matahari dan cahaya lampu hitam) dengan menggunakan kacamata gelas atau kacamata plastik, goggles atau tabir. Pakaian yang ringan atau krem penyerap ultra ungu akan melindungi kulit. (Soeripto, 2008).

2.1.2 Lingkungan Kerja Kimia

Bahan kimia telah meningkatkan mutu kehidupan. Bahan kimia disektor pertanian dalam bentuk pembasmian hama (pestisida) dan pupuk (fertilizer) telah secara besar-besaran meningkatkan produksi makanan. Obat kemotrapi telah memberikan kontribusi terhadap pengobatan kanker dan obat-obat baru terus menerus secara konstan memasuki pasaran untuk pengobatan penyakit jantung misalnya. Serat karbon secara luas digunakan dipabrik pembuatan bahan baru yang ringan, sementara serat keramik digunakan sebagai bahan penyekat dan sering digunakan sebagai pengganti asbestos.

(12)

campuran cat dan pernis dan pelarut campuran yang kental dan bahan campuran lainnya. Bahan kimia dalam bentuk padat dapat berubah dijadikan bubuk atau partikel abu selama proses manufaktur dan dapat bersisa masuk kedalam udara ambient untuk jangka waktu yang lama.

Gas dan uap digunakan dalam operasi industri seperti pengelasan dan pendinginan, atau pada bermacam-macam proses kimia lainnya, gas juga dipergunakan dirumah sakit sebagai bahan anestesi. laboratorium di sekolah, universitas, badan penelitian, perwakilan pemerintah dan perusahaan perorangan banyak menggunakan berbagai macam bahan kimia baik dalam jumlah besar maupun kecil.

Menurut SNI No. 0575/PUSTAN/SNI-AS/VIII/2002 (2002), Asetilen (C2H2) adalah gas yang tidak berwarna, mudah terbakar, dengan bau mirip bawang putih. Asetilen adalah gas sintetis yang diproduksi dari reaksi kalsium karbid dengan air, dan disimpan didalam silinder yang berisi cairan aseton. Asetilen banyak digunakan untuk pemotongan besi dan pengelasan.

(13)

atau temperatur, mengurangi korosi atau karat, mengendalikan kehausan, dan membersihkan kotoran atau kerak.

Bahan bakar diesel biasa juga disebut light oil atau solar adalah suatu campuran dari hydrocarbon yang telah di distilasi setelah bensin dan minyak tanah dari minyak mentah pada temperatur 200 sampai 340. Sebagian besar solar digunakan untuk menggerakkan mesin diesel. Bahan bakar diesel mempunyai sifat utama yaitu tidak berwarna atau sedikit kekuning-kuningan dan berbau, encer dan tidak menguap dibawah temperatur normal, mempunyai titik nyala tinggi (40 C-100C), terbakar spontan pada 350, mempunyai berat jenis 0,82-0,86, menimbulkan panas yang besar (sekitar 10.500 kcal/kg), mempunyai kandungan sulfur lebih besar dibanding bensin, dan memiliki rantai hidrokarbon C14 s/d C18.

2.1.2.1Sifat Bahan Kimia

Aerosol (partikel) yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang mendispersi di udara yang mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga kecepatan jatuhnya mempunyai stabilitas cukup sebagi suspensi diudara. Perlu diingat bahwa partikel-partikel debu selalu berupa suspensi.

a. Partikel dapat diklasifikasikan:

(14)

tidak kelihatan berada diudara untuk jangka waktu tertentu dan hal ini membahayakan karena bisa masuk menembus kedalam paru-paru.

2. Kabut (mist) adalah sebaran butir-butir cairan diudara. Kabut biasanya dihasilkan oleh proses penyemprotan dimana cairan tersebar, terpercik atau menjadi busa partikel buih yang sangat kecil.

3. Asap (fume) adalah butiran-butiran benda padat hasil kondensasi bahan-bahan dari bentuk uap. Asap ini biasanya berhubungan dengan logam di mana uap dari logam terkondensasi menjadi butiran-butiran padat di dalam ruangan logam cair tersebut. Asap juga ditemui pada sisa pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon, karbon ini mempunyai ukuran lebih kecil dari 0,5  (micron)

b. Non Partikel dapat diklasifikasikan:

1. Gas adalah Bahan seperti oksigen, nitrogen, atau karbon dioksida dalam bentuk gas pada suhu dan tekanan normal, dapat dirubah bentuknya hanya dengan kombinasi penurunan suhu dan penambahan tekanan.

2. Uap Air (Vavor) adalah bentuk gas dari cairan pada suhu dan tekanan ruangan cairan mengeluarkan uap, jumlahnya tergantung dari kemampuan penguapannya. Bahan-bahan yang memiliki titik didih yang rendah lebih mudah menguap dari pada yang memiliki titik didih yang tinggi.

2.1.2.2 Pengaruh Bahan Kimia Terhadap Kesehatan

(15)

menimbulkan kanker, cacat bawaan bagi janin yang dikandung oleh pekerja yang terpajan dan yang terberat adalah kematian. Bahan kimia dapat merupakan suatu zat toksik yang tunggal atau berupa campuran senyawa kimia toksik. Sebagai contoh, timbale kromat adalah senyawa kimia toksik yang tunggal, asbestos terdiri atas bahan kimia yang komposisinya tidak jelas, tetapi merupakan variasi jenis serat dan mineral, sedangkan bahan bakar bensin adalah bahan merupakan campuran dari banyak bahan kimia. Komposisi suatu senyawa bahan kimia dapat bervariasi, misalnya komposisi bensin bervariasi dengan tingkat oktan, industri penghasil, dan sebagainya. Bahan kimia di tempat kerja dapat berupa kimia organik atau anorganik. Pekerja berisiko adalah mereka yang bekerja dengan menggunakan bahan kimia.

Bahan kimia yang ada ditempat kerja sangat beragam jenis maupun bentuknya, yang paling sering digunakan dalam dunia kerja dan dunia usaha adalah seperti berikut.

1. Logam berat

Banyak logam berat yang digunakan di berbagai tempat kerja, jarang dalam bentuk murni namun dalam bentuk senyawa seperti timbal, merkuri, kadmium, krom, cobalt, arsen, aluminium, berilium, nikel dan mangan.

2. Solvent/Pelarut organik

(16)

3. Gas dan uap

Gas dan uap di udara ada yang bersifat asphyxiants, iritasi lokal, sensitasi dan yang toksik.

a. Gas asphyxians menimbulkan tubuh kekurangan oksigen (normal 20℅), ada dua jenis yang berbeda cara kerjanya, yaitu gas simple asphyxians dan gas chemichal asphyxians. Gas simple asphyxians menggantikan oksigen secara fisik, seperti karbondioksida alifatik dengan bobot molekul rendah (C1 sampai dengan C4) seperti gas metana, etana, propana, dan butana. Gas chemical asphyxians melalui reaksi kimia atau menghambat transportasi oksigen, seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, dan asam sulfida.

b. Gas dan uap yang dapat menyebabkan iritasi lokal terutama pada mukosa mata dan saluran pernapasan.

c. Gas dan uap yang bersifat sensitasi yaitu menimbulkan respon imun berlebih sehingga terjadi reaksi alergi, kelompok isosianat dan aldehida. d. Uap dan gas yang bersifat toksik terhadap susunan saraf pusat seperti gas

karbon disulfida, hidrokarbon alifatik dan juap dari pelarut organik; toksik terhadap pembentukan darah seperti arsin; dan bersifat karsinogen seperti formaldehid, nikel karbonil, vinil klorida, dan monomer lainnya.

4. Pestisida

(17)

Partikel di udara ada yang bersifat organic dan ada yang bersifat anorganik. Partikel anorganik ada logam dan non logam. Partikel logam seperti merkuri, besi, arsen dan mangan. Partikel anorganik yang non logam ada yang bersifat fibrogenik seperti silika bebas, asbes dan debu batu bara, dan ada yang bersifat non fibrogenik atau disebut debu inert seperti debu mika dan talk. (Kurniawidjaja, 2010).

A. Pengaruh Asetilen Terhadap Kesehatan

Pernapasan: Asetilen adalah zat yang dapat menyebabkan sesak napas. Perlu diperhatikan bahwa sebelum timbul sesak napas, maka batas bawah flammability asetilen didalam udara akan terlampaui; kemungkinan menimbulkan atmosfer yang kekurangan oksigen dan atmosfer yang bersifat ekskplosif. Keterpaparan terhadap konsentrasi sedang dapat menimbulkan rasa pusing, sakit kepala, dan pingsan.

B. Pengaruh Lube Oil Terhadap Kesehatan

(18)

C. Pengaruh Minyak Solar Terhadap Kesehatan

Berdasarkan standar OSHA 29 CFR 1910.1200 (Berbahaya) iritasi pernafasan pusing, mual, pingsan. Pada pemaparan dalam waktu yang lama dan waktu yang berulang-ulang akan menyebabkan iritasi kulit atau gangguan kulit yang lebih serius. Selain itu dilaporkan juga dari penelitian bahwa produk ini ini dapat menyebabkan kanker kulit pada manusia terhadap kondisi higiene seseorang yang buruk, pemaparan dengan sinar matahari, waktu pemaparan yang lama dan berulang-ulang.

2.2 Program Pemantauan Lingkungan Kerja

Menurut Dewan K3 Nasional, program K3 adalah upaya untuk mengatasi ketimpangan pada empat unsur produksi yaitu manusia, sarana, lingkungan kerja dan manajemen. Program ini meliputi administrasi dan manajemen, P2K3, tata ruang, peralatan keselamatan kerja, pengendalian bahaya dan beracun, pencegahan kebakaran, keadaan darurat, program pemantauan lingkungan kerja, penerapan K3 dan sistem evaluasi program (DK3N, 1993).

(19)

1. Memastikan apakah lingkungan kerja (tempat kerja) tersebut telah memenuhi persyaratan K3.

2. Sebagai pedoman untuk bahan perencanaan dan pengendalian terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh faktor-faktor yang ada di setiap tempat kerja.

3. Sebagai data pembantu untuk mengkorelasikan hubungan sebab akibat terjadinya suatu penyakit akibat kerja maupun kecelakaan.

4. Bahan dokumen untuk mengembangkan program-program K3 selanjutnya. (Ichsan, 2001).

Pemantauan lingkungan kerja tidak hanya dilakukan dengan pengukuran dengan pengukuran secara kualitatif, tetapi harus dilakukan melalui pengukuran secara kuantitatif dengan menggunakan peralatan lapangan atau analisis laboratorium agar diperoleh data obyektif. Meskipun belum ada norma dan kajian yang baku, seyogianya pemantauan lingkungan kerja dilakukan sekerap mungkin untuk mendapatkan data dan akurasi yang tepat.

Agar didapatkan tingkat kepercayaan yang tinggi dalam melakukan pemantauan lingkungan kerja harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dilakukan oleh personil yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang K3, mampu melakukan pengumpulan data dan menganalisanya.

2. Menggunakan peralatan yang akurat dan terkalibrasi.

3. Menggunakan metode yang telah disepakati baik secara nasional maupun internasional.

(20)

(nilai) dan ketentuan yang ada, sekaligus menemukan awal penyebabnya. Selanjutnya diupayakan untuk melakukan saran tindak lanjutnya (pengendalian). (Ichsan, 2001).

Pemantauan lingkungan kerja (environmental monitoring) akan memberikan informasi dasar tentang luas dan besarnya potensi suatu pajanan bahaya kerja di tempat kerja. Hasil pengukuran konsentrasi/ derajat pajanan bahaya di lingkungan kerja kemudian dibandingkan dengan standar yang direkomendasikan dalam acuan resmi. Pemantauan ini dapat dilaksanakan dalam bentuk :

a. Personal breathing zone sampling

Personal breathing zone sampling dilakukan dengan menggunakan alat

pengumpul debu/ uap kerja yang dilekatkan pada tubuh pekerja, sedekat mungkin dengan hidung/ mulutnya, untuk jangka waktu tertentu. Kegunaan alat tersebut untuk menangkap debu/ uap kerja yang sama pada saat bernapas, di sekitar lingkar area pernapasan, sehingga alat tersebut turut bergerak bersama-sama pekerja. Lingkar area pernapasan (breating zone) merupakan area setengah lingkaran di depan muka dengan jari-jari 30 cm, yang diukur dari garis pertengahan telinga.

(21)

b. Positional/ fixed monitoring

Pemantauan ini dilaksanakan dengan meletakkan alat pengumpul debu/ uap kerja di tempat yang strategis pada lingkungan kerja. Alat ini biasanya berukuran lebih besar dan menggunakan tenaga listrik, digunakan untuk mengukur sumber bahaya kerja yang keluar dari suatu tempat tertentu atau mengukur konsentrasi/ derajat pajanan bahaya di beberapa tempat kerja yang simultan.

Positional/ fixed monitoring berguna untuk mengevaluasi efektifitas tindakan

pengendalian yang telah dilaksanakan atau untuk menetapkan status kebersihan lingkungan di suatu tempat kerja.

Konsentrasi debu/ uap kerja di udara (airborne contaminant) di suatu tempat kerja sangat fluktuatif di tiap saat pada tiap ruangan tempat kerja. Dengan demikian, untuk pengambilan contoh (sampling) debu/ uap kerja kita perlu mempertimbangkan beberapa hal, yakni :

1. Lokasi alat pengumpul debu/ uap kerja harus diletakkan. 2. Pekerja yang harus diukur.

3. Jumlah alat pengumpul debu/ uap kerja yang diperlukan.

4. Lamanya, frekuensi dan waktu pengambilan contoh (Harrianto, 2009). 2.2.1 Pemantauan Bahaya Fisik Di Lingkungan Kerja

Bahaya yang berasal dari faktor fisik antara lain:

a. Bising, dapat mengakibatkan bahaya ketulian atau kerusakan indera pendengaran.

(22)

d. Suhu panas atau dingin. e. Cahaya atau penerangan.

f. Radiasi dari bahan radioaktif, sinar ultra violet atau infra merah.

Bahaya dapat diketahui dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber antara lain dari peristiwa atau kecelakaan yang pernah terjadi, pemeriksaan ke tempat kerja, melakukan wawancara dengan pekerja di lokasi kerja, informasi dari pabrik atau asosiasi industri, data keselamatan bahan (material safety data sheet) dan lain-lain (Ramli, 2010).

2.2.1.1 Pengukuran Suhu di Tempat Kerja

Suhu lingkungan di tempat kerja yang terlalu panas atau terlalu dingin berbahaya terhadap kesehatan individu pekerja. Pajanan suhu lingkungan yang terlalu panas disebut heat stress, sedangkan pajanan suhu lingkungan yang terlalu dingin disebut cold stress. Pertukaran panas dengan suhu disekeliling tubuh diatur oleh kontrol fisiologis yang sesuai dengan hukum fisika, yaitu dengan proses konduksi, konveksi, evaporasi, radiasi, dan respirasi.

Bila uap atau gas pada suhu tertentu mengalir melewati suatu permukaan yang mempunyai suhu berbeda, akan terjadi pertukaran panas dengan proses konveksi. Dalam hal ini, tubuh mendapat penambahan atau kehilangan panas dari udara panas dan dingin yang kontak dengan kulit. (Harrianto, 2009).

Untuk mengetahui tingkat tekanan panas harus diukur faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga diperlukan unit peralatan, yaitu:

(23)

3. Termometer kata, alat untuk mengukur kecepatan gerakan udara. 4. Termometer basah alami, alat untuk mengukur suhu basah alami. 5. Anemometer/velometer, alat untuk mengukur kecepatan gerakan udara.

(Subaris & Haryono, 2008). Metode Pengukuran

Dalam melakukan pengukuran suatu area atau lokasi kerja dan pajanan panas personal ditempat kerja beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah.

1. Penentuan sampel. 2. Langkah pengukuran. 3. Kalkulasi hasil pengukuran. Pengukuran temperatur lingkungan 1. Penentuan titik pengukuran

Untuk menentukan titik pengukuran hal-hal yang harus diperhatikan adalah: a. Area yang diduga secara kualitatif atau penilaian secara professional

(professional judgment) mengindikasikan adanya kemungkinan terjadinya tekanan panas karena adanya sumber panas.

b. Adanya keluhan subjektif yang terkait dengan kondisi panas di tempat kerja. c. Pada area tersebut terdapat pekerja yang melaksanakan pekerjaan dan

berpotensi mengalami tekanan panas.

Aspek lain yang harus diperhatikan adalah jumlah titik pengukuran. Secara umum jumlah titik pengukuran dipengaruhi oleh jumlah sumber panas dan luas area yang terpajan panas.

(24)

Berdasarkan SNI 16-7061-2004 tentang pengukuran iklim kerja (panas) dengan parameter suhu basah dan bola tidak dijelaskan berapa lama pengukuran dilakukian pada setiap titik pengukuran, tapi hanya menyatakan bahwa pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali selama 8 jam kerja yaitu pada awal shift, tengah shift, dan akhir shift. Menurut OSHA technical manual lama pengukuran indeks WBGT dapat dilakukan secara kontinyu (selama 8 jam kerja) atau hanya pada waktu-waktu tertentu. Pengukuran seharusnya dilakukan dengan periode waktu minimal 60 menit.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.405/Menkes/SK/XI/2002 yang tercantum dalam persyaratan dan tata cara penyelenggaraan kesehatan lingkungan kerja industri tentang suhu dan kelembaban adalah agar ruang kerja industri memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut: 1. Tinggi langit-langit dari lantai minimal 2,5 m.

2. Bila suhu udara > 30 ºC perlu menggunakan alat penata udara seperti Air Conditioner (AC), kipas angin, dll.

3. Bila suhu udara luar < 18 ºC perlu menggunakan alat pemanas ruang (heater). 4. Bila kelembaban udara ruang kerja > 95 % perlu menggunakan alat dehumidifier. Bila kelembaban udara ruang kerja < 65 % perlu menggunakan humidifier (misalnya: mesin pembentuk aerosol).

2.2.1.2 Pengukuran Kebisingan di Lingkungan Kerja

(25)

dilaksanakan di tempat dimana pekerja menghabiskan waktu kerjanya serta dilaksanakan pada waktu pagi, siang, dan sore hari. Pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui efek kebisingan terhadap pendengaran perlu dilaksanakan secara intensif selama jam kerja. Bila pekerja selalu berpindah tempat maka disamping dilaksanakan pengukuran tingkat tekanan suara juga dicatat waktu selama pekerja berada di tempat-tempat tersebut agar dapat diketahui apakah pekerja sudah terpajan melampaui NAB.

Alat yang digunakan untuk pengukuran intensitas kebisingan adalah Sound Level Meter (SLM) yang mempunyai beberapa jenis antara lain:

a. Precision Sound Level Meter.

b. General Purpose Sound Level Meter. c. Survey Sound Level Meter.

d. Special Purpose Sound Level Meter.

Tindakan pencegahan dalam pengkuran: 1. Catat sebelum pengukuran

Catat tanggal dan waktu pengukuran, lokasi, kondisi cuaca, nama-nama personil, tinggi mikrofon, lingkup pengukuran, kompensasi frekwensi dari meteran tingkat kebisingan, kecepatan pencatuan kertas dari perekam tingkat, model peralatan dan pabrik peralatan.

2. Pengaruh angin

Waktu mengukur kebisingan diluar rumah, pasanglah layar pencegah angin pada mikrofon dari meteran tingkat kebisingan.

(26)

Pilihlah lokasi yang tidak dipengaruhi oleh suara yang tidak bergema atau yang terpengaruhi oleh medan magnetik, getaran-getaran, atau suhu ekstrim atau kelembapan.

4. Periode pengukuran

Pilihlah waktu yang kebisingan latar belakangnya stabil dan tidak ada sumber-sumber lainnya yang mempengaruhi pengukuran-pengukuran. Dimana sumber-sumber masalah stabil, kebutuhan pengukuran hanya perlu berlangsung 2-3 menit. Tetapi jika tingkat tekanan suara berbobot A sangat berfluktuasi, ukurlah selama 20 detik atau lebih. Apabila ada kebisingan latar belakang dari lalu lintas mobil atau sumber lain, ukurlah untuk waktu yang disebutkan sebelumnya dalam waktu periode dimana efek-efek tersebut tidak kelihatan dengan jelas. Terutam bila sedang merekam, makin lama perekamannya, makin baik.

5. Mengatur lingkup

Dapatkan ide tentang tingkat tekanan suara bebrbobot A sebelum pengukuran, kemudian stel skala penuh dengan kelonggaran terentu yang bertanggung jawab atas waktu pengukuran penuh.

Dengan sinyal-sinyal kejutan,puncak bentuk gelombang dapat keluar dari skala meskipun pembacaan jarum (nilai yang terukur) mungkin tidak. Oleh karena itu perlu mengawasi lampu pengingat kelebihan beban yang menyala bila suatu bentuk gelombang memuncak. ;angkah pencegahan yang sama diperlukan unuk perekam audio dan tidak hanya untuk alat-alat pengukuran.

(27)

Dengan menggunakan indera pendengaran seseorang, bedakan antara suara target dan kebisingan lainnya dan buatlah catata tentang itu pada kertas rekaman selama pengukuran, cataatlah prubahan itu dalam status dan wakt hal itu terjadi dan informasi terkait lainnya pada kertas rekaman. Misalnya suatu mesin berhenti atau seseorang lewat didepan meteran tingkat kebisingan, buatlah catatan mengenai satus dan waktu hal itu terjadi pada kertas rekaman.

7. Instruksi kepada orang-orang lain

Peringatkan orang-orang lain untuk tidak membuat suara-suara selama merekam kebisingan.

8. Catatan-catatan titik pengukuran

Bedakan titik-titik perekaman dengan angka-angka atau cara-cara lainnya dan terlebih dahulu tandailah hal-hal itu pada dokumen-dokumen yang disediakan. Juga masukkan jarak dari sumber, dinding-dinding, dan sebagainya. Untuk mengecek kembali titik pengukuran sesudah pengukuran, ambillah foto tempat kerja.

9. Komunikasi selama pengukuran

(28)

2.2.1.3 Upaya Pengamanan Dampak Radiasi Non Pengion

a. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) pada sumber, media lingkungan, dan manusia (population at risk/masyarakat berisiko).

b. Kewaspadaan dini (penyuluhan, proteksi) apabila hasil PWS menunjukkan eskalasi atau peningkatan kasus yang bermakna atau kecendrungan bahwa Nilai Ambang Batas (NAB) melenihi nilai yang diperbolehkan.

c. Investigasi, dengan melakukan penyelidikan kasus bila ada laporan keluhan masyarakat.

d. Mitigasi atau Remedial action berupa kegiatan tindak lanjut dari hasil monitoring dan investigasi, yang diberikan pada pengelola program baik lintas program, sektoral maupun masyarakat melalui penyuluhan, pemberian sarana proteksi terhadap radiasi.

Kegiatan penunjang upaya pengamanan dampak radiasi

a. Penetapan standar, kriteria persyaratan kesehatan dan peraturan perundang-undangan pengamanan dampak radiasi.

b. Kemitraan lintas program, lintas sektoral, dan asosiasi profesi. c. Pembinaan dan penyuluhan masyarakat.

d. Pengembangan riset/kajian pengamanan dampak radiasi.

(29)

f. Pengembangan sumber daya manusia yang profesional, melalui pendidikan, kursus, pelatihan teknis, studi banding ke Negara yang telah melakukan pengamanan dampak radiasi dengan baik.

Pengembangan jaringan informasi antara lain lintas program, sektor di daerah dan nasional, serta jaringan informasi secara regional maupun internasional. (Subaris dan Haryono, 2008).

2.2.2 Pemantauan Bahaya Kimia di Lingkungan Kerja

Bahan kimia dewasa ini telah mencapai ratusan ribu jenis untuk berbagai keperluan. Diantara bahan-bahan kimia tersebut, ada yang dapat digolongkan sebagai bahan kimia yang tidak berbahaya dan beracun (non-B3) dan ada yang digolongkan sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3). Secara umum bahan kimia yang digolongkan sebagai B3, selain bahan radiasi memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Bahan kimia mudah terbakar.

Bahan mudah terbakar adalah bahan yang mudah bereaksi dengan oksigen dan menimbulkan kebakaran. Reaksi kebakaran yang amat cepat juga dapat menghasilkan ledakan. Bahan cair dinyatakan mudah terbakar bila titik nyala > 21 ºC dan < 55 ºC pada tekanan 1 atm. Bahan cair dinyatakan sangat mudah terbakar bila titik nyala < 21 ºC dan titik didih > 20 ºC pada tekanan 1 atm.

Bahan mudah terbakar dapat diklasifikasikan menjadi: a. Zat padat mudah terbakar

Zat padat mudah terbakar dalam industri adalah belerang, fosfor, kertas/rayon, hidrida logam dan kapas.

(30)

Contohnya adalah eter, alkohol, aseton, benzena, hekson, dan lain-lain. Zat-zat tersebut pada suhu kamar menghasilkan uap yang dalam perbandingan tertentu dapat terbakar oleh adanya api terbuka atau loncatan listrik. Kecendrungan suatu pelarut organik untuk mudah terbakar ditentukan oleh titik nyala, titik bakar, daerah konsentrasi mudah terbakar dan titik didih. c. Gas mudah terbakar

Gas mudah terbakar dalam industri misalnya adalah gas alam, hydrogen, asetilen, etilen oksida. Gas-gas tersebut amat cepat mudah terbakar sehingga sering menimbulkan ledakan.

2. Bahan kimia mudah meledak

Bahan kimia mudah meledak adalah bila reaksi kimia bahan tersebut menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar serta suhu yang tinggi, sehingga menimbulkan kerusakan di sekelilingnya. Selain itu ada jenis lain yang bersifat eksplosif, yaitu debu dan campuran eksplosif. Debu-debu seperti debu karbon dalam industry batu bara, zat warna diazo dalam pabrik zat warna, dan magnesium dalam pabrik baja adalah debu-debu yang sering menimbulkan ledakan.

3. Bahan kimia reaktif terhadap air

Bahan kimia reaktif terhadap air adalah bahan yang bila bereaksi dengan air akan menghasilkan panas dan gas yang mudah terbakar hal ini disebabkan zat-zat tersebut bereaksi secara eksotermik yaitu mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar. Adapun bahan-bahan kimia tersebut adalah:

(31)

b. Logam halida anhidrat. c. Logam oksida anhidrat d. Oksida non-logam halida.

4. Bahan kimia yang reaktif terhadap asam

Bahan reaktif terhadap asam akan menghasilkan panas dan gas yang mudah terbakar atau gas-gas beracun dan korosif. Contohnya:

a. Kalium klorat/perklorat. b. Kalium permanganate. c. Asam kromat.

5. Bahan kimia korosif

Bahan korosif adalah bahan yang karena reaksi kimia dapat merusak logam. Bahan kimia korosif antara lain adalah asam sulfat, asam nitrat, asam klorida, natrium hidroksida, kalsium hidroksida dan gas belerang dioksida.

6. Bahan kimia iritan

Bahan iritan adalah bahan yang karena reaksi kimia dapat menimbulkan kerusakan atau peradangan atau sensitisasi bila kontak dengan permukaan tubuh yang lembab seperti kulit, mata, dan saluran pernapasan. Bahan iritan pada umumnya adalah bahan korosif seperti asam trikloroasetat, asam sulfat, gas belerang dioksida dapat bereaksi dengan jaringan tubuh seperti kulit, mata, dan saluran pernapasan.

7. Bahan kimia beracun

(32)

mg/kg berat badan, atau melalui pernapasan LD50 > 0,5 mg/L atau 2 mg/L. bahan-bahan beracun dalam industri dapat digolongkan dalam beberapa golongan, yakni:

a. Senyawa logam dan metaloid. b. Bahan pelarut.

c. Gas-gas beracun. d. Bahan karsinogenik e. Pestisida.

8. Bahan kimia karsinogenik

Bahan lain yang dapat mengubah struktur genetik manusia seperti kanker, mutagenesis.

9. Gas bertekanan

Bahan ini adalah gas yang disimpan dalam tekanan tinggi, baik gas yang ditekan, gas cair, atau gas yang dilarutkan dalam pelarut dengan tekanan.

10.Bahan kimia oksidator

Bahan ini adalah bahan kimia yang mungkin tidak terbakar, tetapi dapat menghasilkan oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran pada bahan-bahan lainnya. Bahan kimia oksidator bersifat eksplosif karena sangat reaktif atau tidak stabil, selain itu mampu menghasilkan oksigen dalam reaksi atau penguraiannya sehingga dapat menimbulkan kebakaran selain ledakan. (Cahyono, 2010).

(33)

Dalam upaya memastikan bahan kimia yang berbahaya ada di tempat kerja, maka perlu dilakukan identifikasi awal. Identifikasi awal dapat dilakukan berdasarkan pada:

1. Data bahan kimia yang diterima oleh pihak gudang.

2. Bahan kimia yang bisa dipergunakan oleh suatu tempat kerja. 3. Proses yang ada.

Identifikasi awal yang dilakukan secara umum memakai format berikut: 1. Nama bahan kimia

Keperluan untuk ini jelas, tetapi nama popular ataupun nama merek harus diberikan sebagaimana nama kimianya. Hal ini seperti asam asetil salisilat yang berarti aspirin bagi ahli kimia. Tidak mebingungkan operator yang telah berpengalaman. Contoh lain adalah H2S bagi ahli kimia berarti hydrogen sulfide bagi insinyur, kalsium hipoklorit sama dengan kapur klor, fenol menjadi asam karbolat, dan soda kue menjadi soda bikarbonat.

2. Apa kondisi fisiknya?

Obyek ini untuk menentukan secara sederhana apakah bahan kimia yang diterima berbentuk padat, cair, atau gas.

3. Apakah beracun?

a. Apakah menyebabkan akut? b. Apakah menyebabkan kronis?

(34)

f. Apakah kadar toksisitas dapat segera ditentukan? g. Berapakah Nilai Ambang Batas (MAC) nya?

Aspek lanjutan dari pertanyaan mengenai kadar racun adalah apakah kadar racun dapat segera ditentukan dan apakah Nilai Ambang Batas (NAB) yang dinyatakan dalam bagian per juta, yang menyatakan kondisi yang karyawan dapat terpapar setiap hari tanpa mengalami efek yang berarti. Tetapi, peringatan harus diberikan bahwa NAB, dalam konteks yang benar, hanya dapat diinterpretasikan dengan benar oleh personil yang terlatih dalam higiene industri, dan tidak boleh digunakan sebagai:

a. Indeks relatif atas bahaya atau kadar racun; b. Alat evaluasi pada gangguan polusi udara;

c. Perkiraan potensi racun pada pemaparan terus-menerus yang tidak berhenti. 4. Berapakah?

a. Densitas uap? b. Tekanan uap? c. Titik beku? d. Specific gravity? e. Kelarutan dalam air?

(35)

pada suhu tuang. Hal ini sangat penting bila menyimpan drum berisi cairan berbahaya. Kebocoran dari beberapa bahan kimia, dapat menimbulkan bahaya.

5. Apa bahan yang inkompatibilitas?

Beberapa bahan kimia beraksi hebat dengan bahan kimia lain dan bahan-bahan yang berhubungan tersebut disebut inkompatibel. Sebagai contoh adalah asitelene yang akan bereaksi hebat dengan klorin, sehingga kecelakaan yang memungkinkan bergabungnya dua bahan kimia tersebut harus dicegah. Sama halnya dengan asam nitrat yang tidak boleh dibawa sampai kontak dengan cairan mudah terbakar.

6. Apakah bahan mudah terbakar atau sangat mudah terbakar? a. Berapa titik nyalanya?

b. Berapa batas LEL dan UEL nya? c. Berapa titik bakarnya?

7. Tipe pemadam api apa yang harus digunakan? 8. Alat pelindung diri apa yang harus digunakan? 9. Sistem pencegahan yang lain?

Proses yang ada, selain proses yang sudah fix, yang berpotensi menyebabkan bahaya akibat bahan kimia antar lain adalah:

a. Pengelasan dalam ruang terbatas (confined space), seperti didalam tangki; akan menghasilkan NO, ozon, uap logam.

(36)

c. Dekomposisi bahan organiki; akan menghasilkan hydrogen sulfide, amoniak, metana, CO2.

d. Asam klorida, HCL, bila disimpan di dalam wadah baja “pickle”, tidak hanya pengetahuan bagaimana menangani asam itu sendiri, tetapi juga evolusi hidrogen dalam proses dan sisa bahan yang tidak diinginkan karena tertinggal di wadah. (Cahyono, 2010).

2.2.2.2 MATERIAL SAFETY DATA SHEET (MSDS)

MSDS adalah dokumen tentang satu bahan kimia yang harus ada pada industri yang membuat, menyimpan, atau menggunakannya, yang memberikan informasi tentang bahan kimia tersebut.

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 187/Men/1999, MSDS harus berisi hal-hal sebagai berikut:

1. Identitas bahan dan perusahaan. 2. Komposisi bahan.

3. Identifikasi bahaya. 4. Tindakan P3K.

5. Tindakan penanggulangan kebakaran.

6. Tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran. 7. Penyimpanan dan penanganan bahan.

8. Pengendalian pemajanan dan alat pelindung diri. 9. Sifat-sifat fisika dan kimia.

(37)

12.Informasi ekologi. 13.Pembuangan limbah. 14.Pengangkutan.

15.Peraturan perundang-undangan. 16.Informasi lain yang diperlukan.

Selain MSDS, Keputusan Menteri tersebut juga mensyaratkan adanya label yang member keterangan sebagai berikut:

a. Nama produk. b. Identifikasi bahaya. c. Tanda bahaya dan artinya.

d. Uraian risiko dan penanggulannya. e. Tindakan pencegahan.

f. Instruksi dalam hal terkena atau terpapar. g. Instruksi kebakaran.

h. Instruksi tumpahan atau kebocoran. i. Instruksi pengisian dan penyimpanan. j. Referensi

k. Nama, alamat, dan nomor telepon pabrik pembuat atau distributor. (Cahyono, 2010).

2.2.2.3 NAMA-NAMA BAHAN KIMIA BERBAHAYA

(38)
(39)
(40)

Beri nafas buatan bila perlu.

KETERANGAN TAMBAHAN LUBE OIL :

Ventilasi : Secara umum tidak diperlukan ketentuan khusus untuk pengaturan ventilasi pada keadaan biasa.

Perlindungan pernapasan : Gunakan fullface respirator dengan kombinasi organic vapor dan dust/mist cartridge.

Perlindungan mata : Gunakan alat pelindung mata (chemical goggles atau faceshield). Perlindungan kulit : Tidak diperlukan peralatan khusus. Namun demikian, ketentuan-ketentuan untuk personel hygiene tetap harus diperhatikan. Pakai sarung tangan khusus (nitrile) dan gunakan baju lengan panjang.

Batas paparan : Produk ini tidak mengandung bahan-bahan yang telah diketahui memiliki nilai ambang batas pemaparan. Namun demikian dapat digunakan Nilai Ambang Batas (OSHA PE) dari uapnya yaitu 5.00 mg/m3 dan ACGIH STEL yaitu 10mg/m3.

Nama bahan Sifat Akibat Kontak Pertolongan

(41)
(42)

KETERANGAN TAMBAHAN MINYAK SOLAR:

Mengandung aromatic petroleum oil berbahaya jika kontak dengan kulit. Combustible! Dapat menyebabkan kanker kulit, kerusakan pada hati, kerusakan komponen darah, dan berbahaya bagi bayi dalam kandungan.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Nitisemito definisi lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja, yang dapat mempengaruhi seorang pekerja dalam menjalankan tugas-tugas yang di

“ Kumpulan Makalah S eminar K3 RS Persahabatan Tahun 2000 &amp; 2001 (Dr.Slamet Ichsan, M.S tahun 2001) Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Penerbit Universitas Indonesia

Nitisemito (2000: 183) lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-

Selanjutnya menurut Isyandi (2009), lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di lingkungan para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas

Lingkungan kerja adalah: “Segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibenarkan” (Tesis Nur

Selanjutnya menurut Isyandi (2009), lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di lingkungan para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas

sesuatu yang ada di sekitar karyawan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang sudah dibebankan padanya.Kesesuaian lingkungan kerja dapat

Menurut Nitisemito (1984: 183), Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang mempengaruhi dirinya dalam.. menjalankan