• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kehidupan Bangsawan Melayu Kesultanan Langkat Sebelum dan Sesudah Revolusi Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kehidupan Bangsawan Melayu Kesultanan Langkat Sebelum dan Sesudah Revolusi Sosial"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAUM BANGSAWAN MELAYU LANGKAT

2.1 Masa Pemerintahan Kolonial Belanda

Kesultanan Langkat merupakan salah satu Kesultanan Melayu terbesar yang ada di

Sumatera Timur. Berdirinya Kesultanan Langkat berawal dari abad ke-16. Akan tetapi

eksistensiKesultanan Langkat dan adanya pemimpin yang disebut sultan baru ada sejak tahun

1840. Ketika itu, pengertian sultan tidak hanya sebagai pemimpin pemerintahan dan ulil

amri, tetapi juga sebagai pemimpin adat.16

Pada masa kepemimpinan Sultan Musa, kehidupan bangsawan di Kesultanan Langkat

masih sederhana. Istana yang terletak di Kota Pati (Tanjung Pura sekarang) masih berbentuk

rumah panggung berbahan dasar kayu papan. Istananya berhadapan dengan Sungai Batang

Durian yang terletak di belakang Mesjid Azizi.17

Sebelah utara dan selatan : berbatasan dengan Afdeeling Simalungun dan Tanah Karo.

Pada masa itu wilayah Kesultanan Langkat berada di antara Kesultanan Deli dan

Tamiang dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah timur : berbatasan dengan Landschap Deli dan Serdang Sebelah barat : berbatasan dengan Keresidenan Aceh

18

16

Budi Agustono. “Kehidupan Bangsawan Serdang 1887-1946”, dalam TesisS2 belum diterbitkan. Yogyakarta : Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 1993, hlm. 30.

17

Zainal ArifinAka, Riwayat Tengku Amir Hamzah : Cinta Tergadai, Kasih Tak Sampai, Langkat : Dewan Kesenian Langkat, 2002, hlm. 5.

18

(2)

Kontak pertama antara Kesultanan Langkat dengan Kolonialisme Belanda dimulai

ketika Sultan Musa berkuasa, yaitu setelah ditandatangani traktaat Siak.19 Pada bulan Februari 1862 Sultan Musa secara terang-terangan datang ke Siak untuk meminta bantuan

Belanda mengamankan wilayahnya dari pemberontakan-pemberontakan yang sering terjadi

di wilayahnya, serta ancaman dari Aceh. Oleh sebab itu, tidak mengherankan ketika E.

Netscher melakukan ekspedisi pertamanya ke Sumatera Timur dalam rangka mengikat

kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur di bawah kekuasaan Belanda, di Langkat Netscher

tidak mendapat hambatan apapun.20

Penaklukkan raja-raja Sumatera Timur itu oleh Netscher bersamaan dengan mulai

berkembangnya usaha onderneming yang dipelopori Nienhuys. Artinya, terjeratnya

sultan-sultan Melayu di dalam kekuasaan kolonial, semakin mempermudah kaumplanters untuk

memperoleh tanah perkebunan itu.21

Sama seperti wilayah Kesultanan Melayu Sumatera Timur lainnya, usaha perkebunan

ternyata memberi keuntungan bagi pihak kesultanan. Anggapan bahwa sultan sebagai

19

Traktaat Siak adalah perjanjian antara Belanda dengan Siak yang ditandatangani pada tanggal 1 Februari 1858. Salah satu isinya adalah Siak mengakui kedaulatan Belanda dan termasuk kerajaan-kerajaan yang ada di pantai timur Sumatera, seperti Deli, Serdang, Langkat, Asahan, dan Tamiang.

20

Ekspedisi pertama dilakukan pada awal Agustus 1862. Ketika itu, Serdang dan Deli tidak mau langsung menandatangani surat perjanjian dengan Belanda itu karena mereka tidak mau tunduk di bawah kekuasaan Siak. AkhirnyaPemerintah Kolonial Belanda memenuhi permintaan mereka dengan menyingkirkan kalimat yang mengakui kedaulatan Siak, dan sepenuhnya mengakui kedaulatan Belanda. Akan tetapi ekspedisi pertama ini mengalami hambatan karena meskipun mereka sudah mengakui tetapi dalam prakteknya raja-raja ini masih membangkang terhadap Belanda.

21

Langkat termasuk menjadi salah satu incaran kaum planters dalam rangka memperluas wilayah

onderneming. Kemudian usaha onderneming di Langkat baru dimulai sekitar tahun 1871. Pada tahun 1872 di wilayah Deli sudah terdapat sekitar 13 onderneming sedangkan di Serdang dan Langkat terdapat 1

(3)

pemilik tanah menyebabkan para pengusaha hanya berhubungan dengan sultan bila

membutuhkan tanah perkebunan. Untuk mendapatkan konsesi tanah perkebunan itu, para

pengusaha membayar uang sewa tanah pertahun kepada sultan sebagai ganti rugi.22

Tanah yang subur dan hasil yang menguntungkan membuat investor asing

berlomba-lomba mendirikan perkebunan disana. Sampai tahun 1875 sudah terdapat tujuhonderneming

di wilayah Langkat.23

Menurut kaum planters mendapatkan konsesi-konsesi tanah dengan syarat-syarat

yang paling menguntungkan, dan menjalankan “uang pelicin” dan sistem sogok serta

persenan-persenan kepada elite Melayu jauh lebih murah dibandingkan membayar pajak

kepada pemerintah Kolonial Belanda. Untuk gubernemen, sultan-sultan ini bukan saja

menjadi dalih bagi kehadiran kekuasaannya, tetapi juga menjadi alat perantara yang murah

untuk menertibkan struktur sosial yang sangat kompleks dan bersifat otonomi sendiri-sendiri

dari suku-suku Batak. Selain itu, sultan-sultan ini dapat dijadikan tameng untuk menutupi

tindakan-tindakan gubernemen yang tidak menyenangkan rakyat.

Semakin tinggi keuntungan dari hasil perkebunan-perkebunan ini,

maka akan semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh oleh Sultan Langkat.

24

Meskipun begitu,

kekuasaan Kolonial Belanda dengan sistem ekonomi perkebunannya telah meningkatkan

prestise dan kesejahteraan mereka sebagai golongan bangsawan.25

22

Anthony Reid,Perjuangan Rakyat : Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera Timur, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. 1987, hlm. 87-88.

23

Said, op.cit., hlm. 45.

24

Reid, loc.cit.

25

(4)

Dari hasil kerjasama antara kaum planters dan Sultan Musa dalam konsesi

onderneming, Sultan Musa mampu membangun istana Darul Aman (1880)26

Setelah Sultan Musa sudah tidak berkuasa lagi (1892), kekuasaan diwariskan kepada

anaknya, Tengku Abdul Azis. Di masa kepemimpinan Tengku Abdul Azis, Kesultanan

Langkat semakin berjaya. Hal ini disebabkan produksi minyak di Pangkalan Brandan yang cukup

megah menurut ukuran masa itu. Istana itu letaknya agak ke kota yaitu di sekitar Jalan Istana

(Jalan Amir Hamzah sekarang). Selain itu sultan mampu memiliki barang-barang mewah

yang terpajang di dalam ruangan istana.

Meskipun terdapat campur tangan politik Pemerintahan Kolonial Belanda di dalam

unsur pemerintahan kesultanan, tetapi Belanda masih memberikan keleluasaan terhadap

sultan agar kekuasaan pemerintahan Kesultanan Langkat berjalan sesuai dengat adat yang

berlaku selama ini. Dalam menjalankan pemerintahan di Kesultanan Langkat, sultan masih

tetap mempercayai keluarga dan kerabat dekatnya yang memiliki potensi dan dapat

dipercaya untuk menjalankan tugas tersebut. Misalnya, anak-laki-laki Sultan Musa yang

bernama Tengku Sulong yang diangkat menjadi wakil (luhak) Langkat Hulu (1884-1896),

dan Tengku Hamzah yang diangkat menjadi pangeran Langkat Hilir (1887-1899). Selain itu,

sultan juga merekomendasi golongan bangsawan untuk menduduki jabatan di kerapatan

(pengadilan) kesultanan dan perusahaan perkebunan asing. Dengan demikian sudah dapat

dipastikan orang-orang yang memiliki jabatan tinggi dalam tatanan birokrasi pemerintahan

kesultanan adalah golongan bangsawan.

26

(5)

memperoleh hasil yang cukup memuaskan.27Dari hasil produksi itu, sultan mendapat royalty

(hingga tahun 1936) yaitu 1 sen per 1 liter untuk Kesultanan Langkat dan 1 sen untuk pribadi

Sultan Langkat (konsesi kilang minyak N.I.A.M. dan Teluk Haru), dan royalty 0,5 sen per

liter untuk pribadi sultan dan 0,5 sen per liter untuk para pembesar kerajaan (Datuk Lepan

dan Datuk Besitang).28 Maka tidak heran dari royalty itu sultan juga kembali membangun Istana Darussalam dan mampu memiliki kapal tanker bernama SS Sultan van Langkat

(1897).29

Di samping itu, usaha-usaha perkebunan karet sebagai salah satu mata pencaharian

sebagian rakyat Langkat, juga berdampak pada pendapatan sultan. Menurut Tengku Rahil,30

27

Izin konsesi untuk mengusahakan sumber minyak di Pangkalan Brandan diberikan oleh Sultan Musa kepada Aeilko J. Zijlker pada tanggal 8 Agustus 1883. Perusahaan minyak pertama yang didirikan adalah de Koninklijke pada tahun 1890. Perusahaan minyak itu mulai berproduksi sejak Maret 1892.

28

Tuanku Luckman Sinar,Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur,Tanpa Kota Terbit : Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun Terbit, hlm. 244.

29

Djohar Arifin Husin. Sejarah Kesultanan Langkat. Medan: Yayasan Bangun Langkat Sejahtera, 2013, hlm. 73. Untuk mengetahui bangunan Istana Darussalam lihat lampiran III.

30

Wawancara, dengan Tengku Rahil, Tanjung Pura, 28 Mei 2014.

bahwa selain kaum planters yang memiliki perkebunan karet, rakyat Langkat ketika itu juga

ada yang menanam karet sebagai milik pribadi. Biasanya hasil getah karet itu mereka jual ke

pengepul atau jual langsung ke Malaysia.Kemudian Pemerintah Belanda melalui Sultan

Langkat melarang rakyat Langkat menjual karet ini langsung ke Malaysia karena produksi

akan tersaingi yang dapat menyebabkan harga karet rendah. Sebagai imbalannya Pemerintah

Kolonial menggantikannya dengan imbalan berupa kupon (sebagai ganti uang).Usaha ini

(6)

diperoleh mengakibatkan sultan mampu membangun Mesjid Azizi yang cukup megah dan

Makhtab Jamiyatul Mahmudiyah. Hal ini menunjukkan tidak hanya sultan yang kaya tetapi

rakyatnya pun juga memperoleh kesejahteraan. Bagi rakyat yang tidak mampu, mereka akan

mendapatkan satu kaleng minyak secara gratis dari sultan.

Hubungan sultan dengan Belanda serta kedudukannya sebagai seorang bangsawan

membuka perubahan terhadap pola hidup bangsawan dan anak-anaknya yang tidak hanya

dihormati oleh rakyat, tetapi mendapatkan perlakuan istimewa dari Kolonial Belanda. Ketika

itu, anak-anak bangsawan diberi kesempatan bersekolah di sekolah berbahasa Belanda atau

Hollandsch Inlandsche School (HIS). Biasanya hanya kaum ambtenaar Belanda dan

golongan bangsawan serta pengusaha kaya yang mampu menyekolahkan anak-anaknya di

sekolah tersebut.Setelah tamat, anak-anak bangsawan itu diizinkan untuk memperoleh

pendidikan tahap selanjutnya. Bagi anak-anak sultan yang ingin melanjutkan sekolah ke

Jawa atau luar negeri, mereka akan mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Kolonial

Belanda.31

Dalam kehidupan sosial golongan bangsawan, di Tanjung Pura terdapat gedung

bangsawan club. Gedung ini terletak di sekitar stasiun kereta api Tanjung Pura.Gedung ini

didirikan khusus untuk tempat berkumpulnya para anak-anak bangsawan. Di sini mereka Bagi anak-anak bangsawan yang tidak melanjutkan pendidikannya, maka mereka

bisa menjadi pegawai di kantor pemerintahan Belanda.

31

(7)

biasanya melakukan permainan olahraga seperti bulu tangkis, catur, bola sodok (bilyard), dan

sebagainya.32

“Setiap Hari Raya Idul Fitri, ayah patik dipanggil oleh Sultan Abdul Azis naik ke istana. Ayah patik dan rakyat duduk bersila di lantai dan makan bersama. Tutur katanya lembut dan beliau tidak mau dipanggil tengku atau sultan. Beliau senang dipanggil uwak atau panggilan Melayu lainnya”.

Meskipun terdapat bangsawan club banyak juga anak-anak bangsawan

Langkat yang senang menyatu dengan rakyat biasa. Walaupun ada bangsawanclub, tetapi

bukan berarti ada jarak pemisah antara rakyat dengan bangsawan.

Sultan Musa dan Sultan Abdul Azis dikenal rakyat sebagai sultan yang baik hati dan

bijaksana. Berdasarkan cerita Tengku Chalizar Sulong, yang memperoleh cerita dari ayahnya

Tengku Muhammad Chalid (Kejuruan Stabat), bahwa di masa pemerintahan kedua sultan

tersebut, rakyat hormat dan menyayangi sultannya. Hubungan yang baik antara keduanya

membuat Kesultanan Langkat sejahtera.

33

Menurut Tengku Sulong, pada masa Kolonial Belanda situasi di Langkat ketika itu

aman. Hubungan antara sultan dan bangsawan Melayu dengan etnis pendatang terjalin

cukup baik. Sultan pun mengizinkan rakyat, baik penduduk maupun pendatang untuk

memperoleh tanah. Mereka boleh menggarap tanah semampunya dan membayar pajak

apabila telah memperoleh hasil.34

32

Wawancara, dengan Tengku Rahil, Tanjung Pura, 28 Mei 2014.

33

Wawancara, Tengku Luckman Sinar dengan Tengku Sulong Chalizar, Stabat, 18 Juni 1983.

(8)

Pada tahun 1926 kekuasaan Sultan Abdul Azis digantikan oleh anaknya Tengku

Mahmud. 35 Sumber pendapatan Kesultanan Langkat semakin meningkat akibat meningkatnya produksi perkebunan dan minyak. Kekayaan dan royalty yang diperoleh

semakin ditonjolkan oleh Sultan Mahmud dengan membeli barang-barang mewah, seperti

mobil mewah, perhiasan, perabotan impor. Sampai tahun 1933 sultan telah memiliki 13

mobil dan beliau adalah salah satu dari beberapa orang di Sumatera Timur yang mengendarai

mobil Buick yang mahal ketika menghadiri pertemuan.36

Gaya hidup mewah ini perlahan-lahan membuat jarak pemisah antara sultan dengan

rakyat. Sultan Mahmud sudah jarang memperlihatkan diri kepada rakyat sehingga rakyat

tidak begitu mengenal sultan. Hal ini berdasarkan pengalaman pribadi Tengku Sulong

Chalizar. Tengku Sulong Chalizar mengatakan selama kepemimpinan Sultan Mahmud belum

pernah bertatapan langsung dengan sultan. Suatu ketika, di saat ada pertemuan sultan dengan

para pejabat kesultanan di Binjai, beliau ikut dengan ayahnya. Beliau hanya mendengar

bahwa Sultan Mahmud memiliki tubuh pendek dan putih. Sesampainya disana beliau melihat

orang yang memiliki ciri-ciri tersebut. Beliau langsung mengangkat tangan untuk melakukan

tabik/penghormatan. Ternyata beliau salah karena orang yang dimaksud bukanlah sultan.37

Gaya hidup mewah dan kekuasaan Sultan Langkat juga membuat golongan elite

modern merasa tidak senang. Sikap awal yang dilakukan adalah dengan melakukan protes.

35

Foto Sultan Mahmud, lihat lampiran IV.

36

Reid, op.cit., hlm. 89.

37

(9)

Akan tetapi masa itu sikap protes pun bungkam karena tidak ada dukungan dari rakyat.

Rakyat Langkat sendiri merasa hal itu bukanlah sesuatu yang patut dikeluhkan karena

kekayaan yang diperoleh sultan juga dinikmati dan telah mampu mensejahterahkan rakyat.38

Pendapat ini dibenarkan oleh Jalilah Yahya yang berasal dari golongan Melayu biasa.

Beliau pernah tinggal selama 4 tahun di istana, dari tahun 1938 hingga tahun 1941. Jalilah

Yahya merupakan cucu dari almarhum Syech Abdul Wahab Rokan yang telah menjadi anak

yatim sejak masih berumur 4 tahun. Beliau bercerita bahwa Sultan Mahmud meminta

kepadanya untuk tinggal di istana sambil bersekolah dan mengajar di Jamiyatul

Mahmudiyah. Beliau menambahkan bahwa penghuni istana sangat banyak karena selain

keluarganya, sultan senang memelihara anak yatim piatu dan anak-anak dari kerabatnya

untuk disekolahkan. Selama di istana, beliau hidup bersama keluarga yang baru menikah

yaitu Tengku Amir Hamzah dan Tengku Kamaliah. Keluarga sultan sangat baik kepadanya.

Menurutnya Tengku Amir Hamzah adalah orang yang cerdas. Beliau sering melihat di ruang

kerja Tengku Amir Hamzah dipenuhi dengan buku-buku.39

Gaya hidup mewah ternyata menjadi masalah bagi Sultan Langkat, terutama terjadi

krisis ekonomi dunia (1930) yang mengakibatkan melemahnya perekonomian di Hindia

Belanda. Hal ini juga berdampak berkurangnya hasil produksi perkebunan dan

mempengaruhi keuangan sultan. Para sultan yang sudah terbiasa hidup mewah dan

persaingan prestise (kehormatan) tidak peka terhadap situasi ini, sehingga untuk menutupi

38 Ibid. 39

(10)

kebiasaan hidup mewah, mereka terlibat dalam masalah utang kepada para rentenir atau ceti

orang India.40

Masalah utang tidak hanya membuat pemerintah kolonial gusar, sultan juga semakin

gelisah untuk membayarnya. Pejabat Pemerintah Kolonial Belanda yang marah segera

mengambil tindakan tegas. Pada tahun 1934-1935, Belanda mengambil alih urusan keuangan

pribadi Sultan Langkat, untuk menghindarkan semakin jatuhnya martabat sultan di mata

rakyat.

Utang yang banyak membuat Pemerintah Kolonial Belanda bersikap tegas

untuk tidak lagi memanjakan mereka.

41

Pada tahun 1938 Sultan Mahmud menandatangani kontrak pembaharuan politik

dengan Belanda yang semakin membuat kekuasaan pemerintahan kesultanan semakin

terbatas. Kontrak yang terdiri dari 22 pasal itu berisi tentang penentuan wilayah kekuasaan

sultan, penggunaan tanah, penghasilan kesultanan, dan sebagainya.42

Dalam kontrak ini ditetapkan bahwa penghasilan kesultanan, termasuk juga hasil izin

dan konsesi, hasil pajak dan ganti kerugian sebesar 64.150 gulden setahun. Ini menandakan

bahwa pendapatan sultan telah menurun dari 472,094 gulden pada tahun 1931 menjadi hanya

64.150 gulden pada tahun 1938. Dalam kontrak ini disebutkan jumlah penghasilan yang

40

Reid, op.cit., hlm. 97.

41

Pengambilan alih kekuasaan Sultan Mahmud jelas terlihat dalam kontrak perjanjian raja dengan Belanda pada tahun 1938 dimana untuk menggunakan tanah perkebunan sepenuhnya harus mendapat izin dari Pemerintah Kolonial Belanda. Hasil penghasilan sultan juga ditahan untuk pembayaran utang mereka. Lihat,

Het Governement van Nederland Indie en Het Zelfbestuur van Langkat, 1938, hlm. 17; Reid, op.cit., hlm. 98.

42

(11)

harus dibayar oleh gubernemen berhubungan dengan hak-hak yang dahulu diperolehnya

harus dimasukkan ke dalam landschaps kas menurut pasal-pasal yang berlaku.43

Dalam suasana pergerakan politik itu, lahir pula organisasi yang beranggotakan

golongan bangsawan Melayu. Di Langkat, para bangsawan membentuk Bangsawan Langkat Jadi, dapat

disimpulkan bahwa kekuasaan pemerintahan Kesultanan Langkat sudah dikendalikan

sepenuhnya oleh Belanda dan tahun 1938 menunjukkan kekuasaan sultan mulai berkurang.

Sekitar tahun 1930-an hingga menjelang pendudukan Jepang, suasana pergerakan

politik menunjukkan arah yang jelas. Banyak para elite modern yang berasal dari berbagai

etnis menjadi promotor berdirinya partai-partai politik seperti Gerindo, Parindra, Partindo,

PNI, PKI. Organisasi politik ini lahir disebabkan oleh perlakuanpemerintah Kolonial

Belandaterhadap rakyat yang dianggap sebagai kebodohan dan penindasan.

Semakin banyaknya para elite modern bergabung ke dalam pergerakan politik

tersebut, elite modern yang berasal dari golongan bangsawan juga unjuk gigi untuk

menentang Belanda. Akan tetapi tindakan yang dilakukan mereka selalu dihalangi oleh adat

istana yang cukup membelenggu mereka. Akhirnya, perjuangan politik dari golongan

bangsawan Melayu harus terhenti di tengah jalan. Misalnya, Tengku Amir Hamzah yang

harus merelakan segala perjuangan yang telah ditempuhnya di Jawa akibat desakan Sultan

Langkat yang juga mendapat tekanan dari Pemerintah Kolonial Belanda.

43

(12)

Sejati.44 Kemudian pada tahun 1938 dibentuk Persatuan Sumatera Timur (PST).45 Tujuan

berdirinya PST adalah sebagai wadah untuk melihat kondisi sosial penduduk asli di Sumatera

Timur, sekaligus sebagai perlawanan atas dominasi etnis pendatang di Sumatera Timur.

Ternyata kehadiran penduduk pendatang untuk mengadu nasib dan kemudian berhasil

menimbulkan rasa tidak senang segelintir golongan bangsawan terhadap mereka. Pada

akhirnya organisasi ini tidak dapat bertahan lama karena tidak mendapat dukungan dari

kalangan masyarakat bawah dan para bangsawan yang terpelajar.46

2.2 Masa Pendudukan Jepang

Pemerintah Kolonial Belanda menunjukkan sikap agresif untuk mematahkan

pergerakan partai-partai politik tersebut. Akan tetapi sejak tahun 1940 hingga tahun 1942,

kerusuhan yang disebabkan oleh kelompok pergerakan sering terjadi di Sumatera Timur dan

ditambah lagi dengan serangan dari Jepang sehingga kekuasaan Pemerintah Kolonial

Belanda tidak berkutik lagi.

Setelah memukul mundur Pemerintah Kolonial Belanda di Hindia Belanda, pada

tanggal 2 Maret 1942, tentara Jepang segera melanjutkan perjalanan ke Sumatera Timur

melalui Pantai Cermin dan Tanjung Tiram dan sebagian melalui Teluk Haru.

44

Bangsawan Langkat Sejati adalah organisasi yang didirikan oleh para bangsawan Melayu Langkat sekitar tahun 1930-an. Hampir sama dengan organisasi Melayu lainnya, tujuan berdirinya Bangsawan Langkat Sejati yaitu untuk mewadahi segala gagasan/pemikiran dan mampu menyelesaikan masalah yang terjadi di sekitar lingkungan bangsawan Melayu Langkat.

45

PST adalah suatu organisasi yang didirikan oleh sekelompok elite modern yang terdiri dari etnis Melayu. PST didirikan pada bulan April 1938 di Medan. Tokoh yang terkenal adalah adalah Abdul Wahab dan Zahari, para guru yang telah menyadari akan keterbelakangnya para penduduk asli Sumatera Timur, baik dari segi pendidikan maupun lainnya. Lihat, Reid, op.cit., hlm. 123.

46

(13)

Pada tanggal 12 Maret 1942 tentara Jepang mendarat di Sumatera Timur. Tentara

Jepang mulai melakukan pendudukan ke berbagai daerah di Sumatera Timur. Sebelumnya,

Tentara Jepang yang telah mengetahui kondisi di Sumatera Timur telah mendengar bahwa

mereka tidak bisa masuk ke Langkat karena sebelum Belanda mundur ke Binjai, mereka

telah menghancurkan beberapa kantor pemerintahan dan beberapa jembatan yang ada di

Tanjung Pura untuk mempersulit gerakan Jepang yang datang dari Pangkalan Brandan.

Pengeboman ini dilakukan oleh “Stadwacht” atau tentara sukarela Hindia Belanda di bawah

pimpinan Tengku Harun Azis, adik Sultan Langkat.47

Pada tanggal 12 Maret 1942, ketika Jepang menduduki Sumatera Timur dibentuk

lembaga “Komite Indonesia” di Medan, dipimpin oleh Sugondo Kartoprodjo. Komite ini

bertujuan sebagai usaha menampilkan suatu front persatuan kaum pergerakan Indonesia

kepada Jepang dan juga untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia melalui politik, sosial,

ekonomi dan agama. Anggota yang bergabung dalam komite ini terdiri dari organisasi Partai

Islam Indonesia (Parpindo) dan organisasi Islam lainnya.

Ternyata Kesultanan Langkat sudah

mengetahui bahwa Jepang akan datang. Golongan bangsawan dan Belanda sudah

bekerjasama untuk memperlambat pergerakan Jepang demi melindungi kedudukan mereka.

Pada tanggal 13 Maret 1942 tentara Jepang memutuskan mendirikan markas di Pangkalan

Brandan dan sekaligus ingin menguasai kilang minyak yang terdapat disana.

48

47

Tengku M. Lah Husny, Revolusi Sosial di Sumatera Utara/Tapanuli Disertai Pangkal dan Akibatnya, Medan : Badan Penerbit Husny, 1983, hlm. 3.

48

Reid, op.cit., hlm 157.

Dr. Amir bergabung ke dalam

(14)

Jepang, segala aktivitasnya sebagai dokter pskiater di rumah sakit Tanjung Pura diawasi. Hal

ini disebabkan latar belakang dr. Amir yang sangat dekat dengan Kesultanan Langkat dan

Belanda sehingga dianggap orang yang membahayakan Jepang. Lembaga Komite Indonesia

ini dianggap illegal oleh Jepang.49

Berdasarkan wawancara dengan Tengku Mochtar Azis (adik Sultan Langkat), setelah

Jepang berkuasa, beliau diperintahkan oleh Sultan Mahmud mewakili Kesultanan Langkat

untuk menghubungi komando militer Jepang di Pangkalan Brandan yang dipimpin oleh

Kapten Sakamoto. Awalnya Jepang menolak kedatangan Tengku Mochtar karena kedekatan

Tengku Mochtar dengan Belanda. Jepang menganggap Tengku Mochtar adalah kaki tangan

Belanda. Akan tetapi kecakapannya dalam berdiplomasi membuat beliau diterima oleh

tentara Jepang. Kapten Sakamoto memerintahkan kepada Tengku Mochtar dan Tengku

Temenggung Jafar untuk mengumpulkan semua pejabat pemerintahan Kesultanan Langkat di

Pangkalan Brandan pukul 10.00 WIB. Setelah semua pejabat pemerintahan berkumpul,

kemudian dibentuklah pemerintahan baru di bawah pimpinan Jepang. Jepang tetap

membiarkan jabatan-jabatan lama yang sudah berlaku di pemerintahan Kesultanan Langkat. Sikap Jepang yang awalnya tidak suka dengan dr. Amir,

akhirnya berubah melunak karena beliau berhubungan dengan Tsuno (penasehat politik

Gubernur Sumatera Nakashima).

49

(15)

Untuk mengadili rakyat yang bersalah, kerapatan di Kesultanan Langkat tetap berjalan

seperti biasa.50

Pada masa Jepang kondisi ekonomi di Sumatera Timur sudah tidak menentu.

Pemerintahan Jepang yang lebih terfokus terhadap pemerintahan dan persiapan perang, tidak

terlalu mementingkan warisan Belanda. Onderneming-onderneming dibiarkan menjadi

semak belukar. Onderneming yang masih menghasilkan sejak ditinggalkan Belanda, mereka

rawat dan hasilnya dijual. Selebihnya, tanah-tanah tersebut mereka bagi-bagikan kepada

penduduk yang datang dari berbagai daerah untuk ditanami bahan pangan untuk kepentingan

persiapan perang.51

Peran sultan mulai merosot pada masa pendudukan Jepang. Perubahan yang terjadi

akibat kebijakan-kebijakan Pemerintah Jepang membuat martabat para sultan dan bangsawan

lain memudar di mata rakyat. Pada setiap upacara para sultan diperintahkan berdiri sejajar

dengan para pemimpin pergerakan politik sambil menyanyikan lagu kebangsaan Jepang.

Lebih menyedihkan lagi bahwa kaum bangsawan harus mengayunkan cangkul untuk

memberi contoh kepada rakyat tentang pertanian dan ikut dalam kegiatan gotong-royong.52

Sultan dan golongan bangsawan diibaratkan boneka yang sewaktu-waktu diajak

bermain oleh pemiliknya ketika diperlukan. Hal ini juga dirasakan oleh segelintir bangsawan

di Langkat, diantaranya Tengku Amir Hamzah. Pada tahun 1943, Tengku Amir Hamzah

50

Wawancara, Tengku Luckman Sinar dengan Tengku Mochtar Azis, Medan, 22 Juli 1983.

51

Suprayitno, op.cit., hlm. 46-47.

52

(16)

pernah ditangkap oleh Jepang dan menjadi tawanan di kamp Lau Segala (Tanah Alas), dan

kemudian dipindahkan ke Belawan. Setelah bebas, Tengku Amir Hamzah diangkat menjadi

kepala bagian ekonomi pemerintahan Jepang di Binjai. Tugasnya adalah mengumpulkan

beras dan jagung untuk tentara Jepang. Pekerjaan ini merupakan pekerjaan terendah baginya

karena beliau merasa tidak lebih dari sebagai tukang timbang dan tukang sukat yang

menyediakan beras untuk Jepang di Langkat.53

Pendapat ini dibenarkan oleh Tengku Mochtar. Beliau diperintahkan oleh Jepang

untuk menyiapkan segala kebutuhan Jepang selama di Langkat termasuk bahan makanan

untuk tentara Jepang. Sultan pun menyetujui dan memerintahkan rakyatnya memberikan

beras kepada tentara Jepang. Sebagai ganti rugi atas pemberian beras oleh rakyat kepada

Jepang, sultan menggantikannya dalam bentuk uang.54

Menurut Tengku Sulong Chalizar, rakyat ketika itu sangat menderita. Tanah-tanah

dikuasai oleh Jepang. Banyak tenaga rakyat yang dikerahkan untuk menjadi romusha.

Pemerintah Jepang memerintahkan pihak kesultanan untuk secara bergantian mengerahkan

tenaga penduduk kampung di Kesultanan Langkat sebagai wajib bekerja membangun sarana

bagi kepentingan Jepang. Tengku Sulong pernah melihat di pinggir jalan di Batu Lenggang

(Tanjung Beringin sekarang) banyak ditemukan kerangka manusia. Kerangka itu merupakan

53

Tengku M. Lah Husny, Biography Sejarah Pujangga dan Pahlawan Nasional Amir Hamzah, Medan : Badan Penerbit Husny, 1976, hlm. 65-67.

54

(17)

kerangka tubuh rakyat yang menjadi romusha untuk membangun lapangan pesawat terbang

militer Jepang disitu.55

Pada tahun 1943 Jepang membentuk satu badan yang disebut Badan Usaha

Membantu Perang Asia (BOMPA). Setelah beberapa kali terjadi pergantian kepemimpinan,

Gubernur Sumatera, Nakashima menunjuk Abdul Xarim MS dan dr. Amir untuk menjadi

ketua dan wakil BOMPA. Tugas badan ini adalah untuk pertahanan Jepang sekaligus

merekrut pemuda Indonesia bergabung ke dalam gyugun dan heiho. Selama di organisasi

tersebut dr. Amir bertemu dengan rekan organisasinya seperti Mr. Luat Siregar (Wakil Ketua

PKI), Djamaludin alias Nugroho (Redaktur Sumatera Shimbun). Nakashima juga menunjuk

dr. Amir menjadi anggota dewan penasihat residensi (Syu Sangi Kai)untuk wilayah Sumatera

Timur.56

Di dalam kepemimpinan Abdul Xarim MS, BOMPA juga bertugas untuk

mengerahkan tenaga rakyat. Di setiap kecamatan di wilayah Langkat dibentuk badan ini

yang dipimpin oleh Tengku Abubakar Husni. Melalui badan ini Jepang mengerahkan tenaga

rakyat menjadi romusha untuk bekerja gotong-royong secara paksa di basis-basis tentara

fasisme Jepang, membangun benteng-benteng pertahanan, pembuatan jalan, parit-parit, dan

ada yang dikirim ke gunung Setan dan Blangkejeren untuk membuat jalan dari Aceh

55

Wawancara, Tengku Luckman Sinar dengan Tengku Sulong Chalizar, Stabat, 18 Juni 1983.

56

(18)

Tenggara sampai Takengon Biruen Aceh Utara. Selama disana mereka banyak meninggal

akibat penyakit dan kelaparan, serta ada meninggal karena kedinginan.57

Kehidupan yang sulit pada masa Jepang juga dirasakan oleh penduduk Melayu di

Langkat. Menurut Musa Darus, ibunya pernah bercerita bahwa ketika melahirkannya mereka

tidak diizinkan oleh Jepang menggunakan lampu, sehingga ibunya harus berjuang

melahirkannya dengan penerangan lampu petromak seadanya.

Ketika itu pakaian

yang terbuat dari goni merupakan pakaian kebesaran bagi rakyat karena harga kain sangat

mahal.

58

Hal serupa juga

dikemukakan oleh Fachruddin Ray. Selama Jepang berkuasa, hampir semua sekolah di

Langkat ditutup termasuk Makhtab Jamiyatul Mahmudiyah dan Makhtab Jamiyatul

Khalidiyah. Sekolah-sekolah umum seperti H.I.S. atau Meisje School dibuka kembali,

sedangkan makhtab ditutup hingga Agresi Militer Belanda pertama. Murid-murid yang

bersekolah harus kembali ke kampung halaman masing-masing, sedangkan guru-guru

mencari pekerjaan lain. Ayahnya yang berprofesi sebagai guru di makhtab tersebut harus

berhenti mengajar dan berusaha menghidupi keluarga dengan bertani di sawah.59

Pengalaman hidup masa pendudukan Jepang selama 3,5 tahun dirasakan lebih kejam

dan menyakitkan dibandingkan dijajah Belanda yang hampir mencapai 350 tahun. Akan

57

Nas Sebayang, dkk. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Langkat dan Binjai. Langkat-Binjai : Team Redaksi Panitia Penyusun Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. 1993, hlm. 85.

58

Wawancara, dengan Musa Darus, Tanjung Pura, 1 Agustus 2014.

59

(19)

tetapi perlu kita sadari bahwa setidaknya Jepang memberikan warisan positif kepada para

pemuda Indonesia mengenai sikap kepemimpinan dan kemiliteran, meskipun tujuan awalnya

untuk kepentingan Jepang. Adanya kewajiban militer menjadi bekal bagi para pemuda untuk

merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Pada tahun 1943 kebijakan wajib militer diberlakukan kepada para pemuda

Indonesia, termasuk di Langkat. Menurut Oka Rulam,setelah beliau putus sekolah akibat

sekolah-sekolah ditutup, beliau diperintahkan untuk wajib militer. Menurutnya, perintah

untuk mengikuti latihan kemiliteran dan kepemimpinan dikenakan jika di dalam satu

keluarga memiliki anak laki-laki yang telah cukup dewasa, dan memang waktu mengikuti

wajib militer beliau telah berusia 20 tahun. Beliau mengikuti latihan militer selama tiga bulan

di markas Kempetai (tentara Jepang) di Binjai. Selama di sana, beliau dan para pemuda

lainnya diajarkan latihan baris-berbaris dan menggunakan senjata. Setelah selesai, beliau

kembali ke kampung halamannya.60

Diantara para pemuda yang telah menjalankan latihan militer, ada yang tertarik untuk

menjadi tentara rakyat yang disebut gyugun dan heiho. Hal ini diungkapkan oleh Zainudin

Hamid atau lebih sering dipanggil Rokyoto. Menurut beliau, setelah mengikuti latihan

militer, dibuka penerimaan calon tentara heiho. Beliau yang sangat menyukai olahraga dan

hobi menyanyi ini merasa tertarik dan akhirnya menjadi tentara heiho. Beliau pun juga aktif

dalam organisasi BOMPA. Selama terjun dalam organisasi ciptaan Jepang, ia mengenal

60

(20)

orang-orang berpengaruh di Sumatera Timur setelah Indonesia merdeka, seperti Ahmad

Tahir, Jamin Gintings, Abdul Xarim M.S, Tengku Ahmad Chairy.61

Prosedur pembentukan gyugun dan heiho dimulai dengan memanggil para pemuda

yang telah selesai menjalani Sinen Renseisyo (latihan Pusat Latihan Pemuda dalam bidang

Administrasi dan Pimpinan). Pemanggilan dilakukan juga lewat penunjukkan kepala-kepala

kantor pemerintahan dan terutama lewat penunjukan para pemimpin yang berkesadaran

nasional yang berhimpun dalam BOMPA, untuk mendaftarkan diri sebagai calon-calon

perwira dan bintara gyugun.62

Kepercayaan dan sedikit kebebasan yang diberikan oleh Jepang kepada para pemuda

Indonesia untuk bergabung dalam pergerakan politik prakarsa Jepang, membuat mereka

memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan gerakan bawah tanah melawan Jepang. Di

Sumatera Timur terdapat empat kelompok gerakan bawah tanah, yaitu gerakan bawah tanah

anti fasisme untuk kemerdekaan Indonesia, gerakan bawah tanah pro Belanda, gerakan

bawah tanah Cina peranakan, dan pendatang anti fasisme yang berhaluan nasionalis, dan

berhaluan kiri.Gerakan bawah tanah ini terdiri dari berbagai latar belakang, tujuan, dan cara

yang berbeda.63

61

Wawancara, S.P. Dewi Murni dengan Rokyoto, Binjai, 12 Juni 1983.

62

Nas Sebayang, dkk, op.cit., hlm. 17.

63

(21)

Gerakan bawah tanah ini mendapat sambutan hangat dari rakyat terutama para

pendatang, namun gerakan ini tidak mampu mematahkan pertahanan Jepang di Sumatera

Timur. Pada tahun 1944, situasi politik dan ekonomi di Sumatera Timur mengalami krisis.

Jepang yang terdesak oleh Perang Asia Timur Raya sibuk mempersiapkan

sebanyak-banyaknya bahan logistik untuk tentara Jepang. Perkebunan yang masih berfungsi kembali

dihidupkan dan tanah-tanah dibagikan kepada rakyat yang mayoritas adalah pendatang di

Sumatera Timur. Kelompok pergerakan politik yang anti Belanda dan kaum feodal, terus

menyokong para pendatang mendapatkan tanah-tanah tersebut. Para tokoh pemimpin

kesultanan dan bangsawan serta penduduk Melayu merasa tidak senang tanah-tanah

perkebunan yang menjadi hak mereka direbut. Hal ini yang membuat konflik antara Melayu

dan non-Melayu semakin memanas.

Meledaknya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 9 dan 14 Agustus

1945 merupakan titik awal berakhirnya pendudukan Jepang. Masyarakat di Utara Pulau

Sumatera belum mengetahui mengenai berita kekalahan Jepang tersebut dan belum

sepenuhnya bersiap untuk menerima kemerdekaan. Jepang hanya sebagian berhasil

menjembatani jurang perpecahan antara pejabat-pejabat kesultanan dan para tokoh

pergerakan untuk bisa menahan tekanan-tekanan yang akan datang. Semangat pengabdian

dan jiwa patriotisme yang tinggi yang ditempa Jepang dalam diri para pemuda, bersama

(22)

sudah memberi bayangan bakal terjadinya ujian keras bagi apa yang masih tersisa dari

struktur sosial kesultanan yang tradisional.64

2.3 Masa Kemerdekaan Indonesia

Suasana Sumatera Timur menjelang bulan-bulan terakhir kekalahan Jepang tidak

menentu. Jepang yang kemudian kalah berusaha menutupinya dengan melakukan penjagaan

ketat dan menyita radio-radio milik rakyat dan sejak tanggal 14 Agustus menutup Kantor

Berita Domei di Medan agar berita kekalahan itu tidak tersebar. Akan tetapi berkat usaha dan

semangat para pemuda, pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia merdeka. Di Jawa, seluruh

rakyat bersorak gembira menyambut kemerdekaan Indonesia, sementara berita kemerdekaan

itu belum sampai ke telinga rakyat Sumatera Timur karena terbatasnya komunikasi, hanya

beberapa tokoh pemuda, antara lain Ahmad Tahir, dr. Amir yang mendengar isu berita

kemerdekaan tersebut. Gubernur Sumatera Nakashima baru mengumumkan secara resmi

kekalahan Jepang di Medan pada tanggal 22 Agustus 1945.

Pada tanggal 23 Agustus 1945 T.M. Hasan, dr. Amir, dan Mr. Abbas berangkat ke

Batavia memenuhi panggilan untuk bergabung dalam sidang PPKI untuk mendukung dan

mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Dalam momen itu, T.M. Hasan diangkat oleh Ir.

Soekarno sebagai gubernur Sumatera dan dr. Amir sebagai wakilnya. Ketika itu, dr. Amir

64

(23)

sempat merasa kecewa dengan keputusan Soekarno. Pada hari itu juga mereka kembali ke

Medan menggunakan pesawat militer Jepang.65

Pada tanggal 25 Agustus 1945, dr. Mansyur sebagai ketua Syu sangi kai mengundang

sejumlah tokoh pergerakan, antara lain Abdul Xarim MS dan Mr. Joesoef dan para sultan di

Sumatera Timur di rumahnya di Jalan Raja Kota Maksum (Jalan Sisimangaraja, Yuki

Simpang Raya sekarang) untuk membicarakan masalah kemerdekaan tersebut. Semua

mempunyai kepentingan untuk mencegah terjadinya tindakan balas dendam dan mengadukan

“kolaborator-kolaborator” kepada sekutu yang bakal mendarat. Kelompok ini kemudian

mengedarkan suatu pengumuman yang menyerukan penduduk supaya tetap tenang. Sultan

Langkat dan dr. Mansyur juga telah membentuk panitia untuk menjelaskan kepada sekutu

mengapa setiap orang merasa perlu untuk bekerja sama dengan Jepang. Pertemuan ini oleh

sekelompok pemuda, seperti Abdul Xarim MS, menimbulkan kecurigaan dan menuduh

bahwa pihak kesultanan telah membentuk suatu Comite van Ontvangst, panitia untuk

menyambut kedatangan Belanda.66

Situasi politik yang memanas membuat T.M. Hasan dan dr. Amir ragu untuk

mengumumkan berita kemerdekaan. Desas-desus sekutu akan segera mendarat di Sumatera

Timur, membuat para pemuda terus mendesaknya. Akhirnya pada tanggal 31 September,

65

NEFIS Publicatie, De Rol Door Dr Amir Gespeeld In De Sociale Revolutie Ter Oostkust van Sumatera No. 7 , Batavia tanggal 17-6-1946. Dan di ARA 1207 (Archief Algemeene Secretarie) Kist II, dossier 51.

66

(24)

T.M. Hasan dalam rapat Barisan Pemuda Indonesia 67 di Gedung Taman Siswa

(Medan),memanggil seluruh tokoh pemuda,antara lain Ahmad Tahir dan Sugondo

Kartoprodjo, untuk memberitakan peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia.Pada tanggal

4 Oktober T.M. Hasan secara resmi memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, sekaligus

membentuk Pemerintahan Propinsi Sumatera di Medan.68

Di Binjai dan Langkat, berita proklamasi kemerdekaan diterima tanggal 6 September

1945 pukul 13.00 WIB setelah selesai sholat Idul Fitri 1365 H. Pada hari itu juga, tokoh

ulama dan politisi, Ustadz H.A. Halim Hasan dan Ustadz A. Rahim Haitami memerintahkan

untuk mengibarkan bendera merah putih di Binjai. Tanggal 7 Oktober 1945, rakyat dari

segenap penjuru Kota Binjai berduyun-duyun berdatangan ke tanah lapang Binjai untuk

menghadiri dan menyaksikan pemasangan dan pengibaran bendera Merah Putih bahwa

Indonesia sudah merdeka.69Sebenarnya berita kemerdekaan telah diketahui oleh tokoh pergerakan dan Sultan Langkat sekitar bulan Agustus, hanya saja belum disebarluaskan

kepada rakyat. Perlu diketahui bahwa di setiap daerah berita proklamasi diterima dalam

waktu yang berbeda-beda. Untuk di Medan sendiri baru secara resmi disebarluaskan sekitar

tanggal 31 September 1945. Hal ini disebabkan sikap T.M.Hasan yang kurang tegas

ditambah dr. Amir yang terang-terangan bersikap acuh (pro Belanda) mengakibatkan berita

proklamasi terlambat disampaikan di Medan.70

67

Untuk mempersiapkan kekuatan militer dibentuklah Barisan Pemuda Indonesia (BPI) pada tanggal 23 September 1945 yang anggotanya terdiri dari para mantan gyugun dan heiho. Ibid., hlm. 268.

68

Suprayitno, op.cit., hlm 53-54.

69

Nas Sebayang, dkk, op.cit., hlm. 89-91.

70

(25)

Menurut Tengku Sulong, beberapa hari setelah Indonesia merdeka, Oka Ibrahim

datang ke kantor Kejuruan Stabat untuk menemui Tengku Muhammad Khalid. Dalam

percakapan itu, beliau mengatakan bahwa Indonesia telah merdeka. Beliau menyarankan

bahwa sudah tiba saatnya untuk menyerahkan kejuruan, melebur ke dalam Republik

Indonesia. Setelah itu, Tengku Khalid memerintahkan opas untuk mengibarkan bendera sang

merah putih di halaman kantor Kejuruan Stabat.71

Para mantan gyugun dan heiho yang ditinggalkan oleh Jepang mulai dikumpulkan

kembali. Mereka dikumpulkan untuk merekrut para pemuda Indonesia menjadi Tentara

Keamanan Rakyat.

Menjelang beberapa bulan terakhir tahun 1945, merupakan hal yang paling

membahagiakan dan melelahkan bagi tokoh pergerakan dan para pemuda. Di samping giat

menyebarluaskan berita kemerdekaan, mereka juga harus mempersiapkan kekuatan militer

dan mendirikan laskar-laskar rakyat untuk melawan Belanda. Bulan Oktober 1945 Tentara

Inggris yang memboncengi tentara Netherlands Indisch Civil Administration (NICA) telah

masuk ke Medan.

72

71

Wawancara, Tengku Luckman Sinar dengan Tengku Sulong Chalizar, Stabat, 18 Juni 1983.

72

Perjalanan militer dimulai dari Barisan Pemuda Indonesia (BPI) pada tanggal 23 September 1945. Tidak berapa lama BPI berubah nama menjadi Barisan Keamanan Rakyat (BKR). Kemudian pada tanggal 5 Oktober 1945 berubah nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Akan tetapi di Medan TKR baru bisa dibentuk pada tanggal 10 Oktober 1945. TKR kemudian berubah nama lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Akhirnya pada tanggal 3 Juni 1947 oleh Presiden Soekarno TRI secara resmi berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) hingga sekarang. Reid., op.cit., hlm. 277.

Selain itu, partai-partai politik juga mendirikan laskar-laskar rakyat

(26)

dengan Napindo dan Barisan Harimau Liar, Masyumi/Majelis Islam Tinggi (MIT)73dengan

Hizbullah dan Sabilillah, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dengan Divisi Panah.

Partai-partai dan laskar rakyat itu kemudian melebur ke dalam Persatuan Perjuangan (Volksfront).74 Untuk memperkuat kedudukan, partai-partai membentuk cabang laskar rakyat di

setiap wilayah. Di Langkat, laskar rakyat tumbuh dengan suburnya. Tidak hanya para

pemuda yang menjadi anggota, tetapi para golongan bangsawan Langkat yang terpelajar juga

tertarik untuk berpartisipasi ke dalam laskar rakyat. Misalnya, Tengku Sulong Chalizar yang

bergabung ke dalam Pesindo cabang Stabat. Selama menjadi anggota Pesindo, beliau merasa

tidak cocok dengan misi yang diterapkan yang selalu menjelekkan kesultanan dan para

bangsawan Melayu. Akhirnya beliau memilih keluar dan bergabung dalam Persatuan Majelis

Islam Tinggi (MIT). Selama di MIT, beliau dipercaya mengorganisir Harimau Bampu

(Harib) yang merupakan pasukan inti dari Laskar Sabililah.75

73

Majelis Islam Tinggi (MIT) merupakan organisasi Islam yang merupakan gabungan antara Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) dengan Muhammadiyah dan Jamiyatul Wasliyah. Pada awalnya organisasi Islam Jamiyatul Wasliyah melahirkan sebuah kesatuan bersenjata pada tanggal 5 Desember 1945, dengan nama Laskar Hisbullah. Kemudian laskar ini digabungkan dengan Sabilillah Parmusi. Setelah kongres Majelis Islam Tinggi pada pertengahan bulan Januari 1946, diputuskan organisasi ini melebur menjadi Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Laskar Sabilillah inipun dilebur menjadi Laskar Hizbullah kembali di bawah naungan Masyumi . Cabang organisasi ini segera berdiri di Sumatera Timur dan terkuat adalah di Langkat. Lihat, Hasan Basrie Z.T, Two Rivers Darah Juang 45, Medan : Panitia Anjangsana Pejuang RI Medan Area, 1984, hlm. 39.; Reid, op.cit., hlm. 298-299.

74

Rokyoto menjelaskan bahwa ketika itu banyak para pemuda Indonesia yang bergabung ke dalam TKR dan laskar rakyat. Beliau sendiri bergabung ke dalam Pesindo cabang Binjai dan menjadi staf di markas Pesindo. Banyak tokoh pergerakan yang menjadi anggota Pesindo. Pesindo merupakan laskar rakyat yang diatur oleh Volksfront. Wawancara, S.P. Dewi Murni dengan Rokyoto, Binjai, 12 Juni 1983. Lihat juga, Nas Sebayang, dkk, op.cit., hlm. 172-181.

75

(27)

Dalam suasana yang bergejolak, hati Sultan Langkat pun mulai sedikit tersentuh

untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.76 Menurut catatan pegawai Belanda, A.I.Spit dan V.D. Wal bahwa Sultan Langkat pada awal revolusi menyumbangkan uang

sebesar 100.000 gulden kepada T.M. Hasan untuk keperluan Pemerintahan Republik

Indonesia. Gubernur Sumatera, T.M. Hasan juga mempercayakan beberapa tokoh bangsawan

untuk memimpin di Sumatera Timur, seperti Tengku Amir Hamzah yang dilantik sebagai

Asisten Residen Langkat yang berkedudukan di Binjai.77 Akan tetapi bagi tokoh pergerakan seperti Abdul Xarim MS dan Mr. Luat Siregar, tindakan yang dilakukan para sultan ini hanya

tameng untuk menutupi dosa-dosa mereka sebagai kaum feodal dan untuk mencari muka

dihadapan rakyat Indonesia.

76

Lah Husny, op.cit., hlm. 68-69.

Referensi

Dokumen terkait