• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kehidupan Bangsawan Melayu Kesultanan Langkat Sebelum dan Sesudah Revolusi Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kehidupan Bangsawan Melayu Kesultanan Langkat Sebelum dan Sesudah Revolusi Sosial"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Secara umum masyarakat terbagi atas dua golongan yaitu golongan elite dan non

elite. Golongan elite merupakan suatu kelompok minoritas yang biasanya memiliki

kekayaan, kekuasaan, dan kehormatan.1

Dalam sistem pemerintahan Kesultanan Langkat, golongan ini memegang peranan

penting. Mereka menduduki posisi tertentu dalam pemerintahan Kesultanan Langkat seperti

penasihat sultan, sekretaris, serta bendahara. Untuk menguasai daerah vasal di Kesultanan

Langkat, sultan memberikan wewenang kepada kerabat dekat atau golongan bangsawan yang

mempunyai hubungan kekerabatan dengan sultan.

Dalam hubungannya dengan penelitian ini, maka

golongan elite yang dimaksud adalah bangsawan Melayu (Langkat), baik bangsawan

penguasa/raja maupun bukan penguasa/raja. Status seseorang yang termasuk dalam golongan

bangsawan Melayu dapat dikenali dari gelar bangsawan yang dipergunakan, antara lain

tengku, raja, datuk, orangkaya (oka), dan wan.

2

Keistimewaan itu tidak hanya ada di pemerintahan Kesultanan Langkat, tapi juga

dalam kehidupan ekonomi dan sosial. Dalam hal ekonomi, khususnya golongan bangsawan

1

T.B. Bottomore, Elite dan Masyarakat. Jakarta : Institut Akbar Tanjung. 2006, hlm. 1-2.

2

(2)

raja memiliki hak istimewa menyangkut upeti atau pengutipan pajak-pajak tertentu, misalnya

pajak tapak lawang. Pajak tapak lawang adalah pajak yang dikenakan pada seseorang yang

membuka ladang. Setelah memperoleh hasil, maka ia wajib membayar pajak tapak lawang

kepada sultan sebanyak 10 gantang.3

Di kehidupan sosial, maka keistimewaan yang dimiliki oleh golongan adalah dalam

penggunaan kata-kata tertentu ketika berbicara dengan mereka sebagai tanda penghormatan

kepada mereka. Kata patik dan duli adalah dua kata yang sering diucapkan oleh seseorang

ketika ia berhadapan atau berbicara dengan orang yang dianggap statusnya lebih tinggi dari

dirinya.4

3

1 gantang = 4,549 liter.

4

Patik berarti saya dan duli berarti debu, debu pasir di bawah telapak kaki sultan.

Pada masa kolonial, keistimewaan ini masih tetap dipertahankan termasuk

mempertahankan sistem pemerintahan kerajaan tradisional ini. Ketika sistem pendidikan

barat diperkenalkan melalui politik etis, ternyata tetap mengutamakan kelompok bangsawan

sehingga lahirlah kelompok-kelompok elite modern yang berasal dari keluarga bangsawan

Melayu. Bangsawan Melayu Langkat yang pernah mengenyam pendidikan modern antara

lain Dr. Abdullah Hod dan Tengku Amir Hamzah yang mendapat gelar meester in de rechten

atau sarjana hukum. Meskipun dalam kapasitas kecil, kaum elite modern dari bangsawan

Melayu Langkat ini juga terjun dalam arus pergerakan Indonesia, seperti misalnya Tengku

(3)

Perkenalan bangsawan Melayu pada industri perkebunan yang dipelopori oleh

Nienhuys ikut membawa perubahan dalam kehidupan bangsawan. Kepentingan akan lahan

yang dianggap sebagai milik bangsawan raja (sultan) telah menyebabkan terjalinnya

hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara para pengusaha perkebunan dengan

Sultan Langkat. Atas konsesi tanah perkebunan tersebut, Sultan Langkat mendapat ganti rugi

berupa “honorarium” yang menjadi pendapatan pribadi sultan.5 Ketika ditemukan sumber

minyak di Pangkalan Brandan membuat kekayaan Sultan Langkat semakin meningkat.

Menurut Anthony Reid, honorarium Sultan Langkat sebesar 472,094 gulden pada tahun

1931.6

Dari honorarium yang diperoleh, sultan mampu membangun tiga istana megah7 yang

berada di Tanjung Pura dan Binjai. Selain itu, Sultan Langkat dan kerabat bangsawan

Melayu lainnya mampu membeli barang-barang mewah dan berpesiar. Akan tetapi dari

kekayaan tersebut, sultan juga berusaha untuk memakmurkan rakyatnya. Dari catatan

sejarah, dengan uang pribadinya Sultan Langkat membangun sarana umum seperti mesjid,

makhtab atau sekolah rakyat, dan membagi-bagikan 1 kaleng minyak untuk kebutuhan

sehari-hari.8

5

Anthony Reid, Perjuangan Rakyat : Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera Timur, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, hlm. 88.

6

Ibid., hlm. 89.

7

Ketiga istana itu adalah Istana Darul Aman dan Istana Darussalam di Tanjung Pura dan satu Istana lagi di Binjai.

8

Tuanku Luckman Sinar. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Tanpa Kota Terbit : Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun Terbit, hlm. 244.

(4)

tidak mampu membeli beras, sultan akan memberikannya secara cuma-cuma kepada rakyat

dengan syarat dipersilahkan untuk mengaji Al-Qur’an, membaca surat Al-Ikhlas atau

membaca shalawat di Mesjid Azizi Tanjung Pura.9

Pada masa penjajahan Jepang, kehidupan para sultan berubah. Mereka yang pada

masa Belanda ditimang-timang dengan kekayaan, pada masa Jepang mereka harus bekerja

dan turun ke jalan untuk mengerahkan rakyat sebagai tenaga romusha. Kedudukan mereka

pun di mata Jepang tidak ada bedanya dengan rakyat pribumi. Kaum bangsawan berusaha

mengadakan diplomasi dengan Jepang sehingga perlahan-lahan mereka mendapat sedikit

kepercayaan Jepang untuk menggunakan kekuasaannya demi kepentingan Jepang. Akan

tetapi sikap dan kekuasaan yang dimiliki kelompok bangsawan ketika berkuasa mungkin

telah membuat kelompok yang tergabung dalam partai-partai politik10

Setelah Indonesia merdeka, situasi politik di Sumatera Timur pada waktu itu ikut

bergejolak. Tidak hanya mendapat tantangan adanya isu akan kembalinya Belanda untuk

menjajah Indonesia, tetapi juga dari para pemimpin tradisional yang masih pro kontra

terhadap kemerdekaan Indonesia.Perlu diketahui bahwa salah satu tujuan kemerdekaan

Indonesia tidak hanya bebas dari penderitaan dan dari belenggu penjajah, tetapi terbebas dari tidak senang. Puncak

ketidaksenangan itu muncul setelah Indonesia merdeka.

9

Datuk Oka Abdul Hamid A, Sejarah Langkat Mendai Tuah Berseri, Medan : Badan Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi Propinsi Sumatera Utara, 2011, hlm. 107.

10

(5)

belenggu pemerintahan yang bersifat otokrasi di bawah kaum bangsawan. Landasan inilah

yang mengakibatkan kelompok revolusioner bersikap radikal. Sikap ragu-ragu yang

ditunjukkan sultan dan kelompok bangsawan Melayu untuk melebur ke dalam Republik

Indonesia dan isu terbentuknya Comite van Ontvangst membuat kelompok revolusioner

percaya diri untuk melancarkan gerakan yang disebut peristiwa Maret 1946 (revolusi

sosial).11

Pasca revolusi sosial, gambaran kehidupan bangsawan Melayu Langkat berubah

drastis. Menurut Fachruddin RY

Banyak keluarga bangsawan yang dibunuh dan ditawan.

12

11

Faktanya adalah tidak semua kesultanan di Sumatera Timur menolak untuk melebur ke dalam pemerintahan RI, salah satunya adalah Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah dari Kesultanan Serdang. Beliau memberikan sebagian harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan perang kemerdekaan. Mansyur, The Golden Bridge : Jembatan Emas 1945, Medan : Lembaga Sosial Juang 45 Medan Area, Tanpa Tahun, hlm. 265-266.

12

Wawancara, dengan Fachruddin RY, Stabat, 12 Februari 2014.

, sebagian dari golongan bangsawan yang masih hidup

dibebaskan dari tawanan. Banyak dari mereka yang trauma dan sudah tidak memiliki harta

benda lagi memilih merantau meninggalkan rumahnya. Mereka merantau ke tempat yang

aman, seperti Aceh dan kota Medan. Akan tetapi masih ada yang tetap tinggal di rumahnya

karena tidak tahu mau pergi kemana. Tanah yang mereka miliki dulu dijual untuk memenuhi

kebutuhan hidup, sehingga mereka tidak memiliki harta benda lagi. Berbekal kualitas

seadanya dan peninggalan harta benda yang masih bisa diselamatkan, mereka mencoba untuk

bangkit dari bayang hitam revolusi sosial, dengan menjalankan usaha yang tidak bergantung

dengan orang lain, seperti berdagang, membuka kantor pelayanan jasa, atau bekerja di

kantor-kantor swasta seperti bank.Ada juga yang berusaha mengucilkan diri dari masyarakat

(6)

Dari uraian di atas maka penelitian yang berjudul “Kehidupan Bangsawan Melayu

Kesultanan Langkat Sebelum dan Sesudah Revolusi Sosial” tentu sangat menarik dikaji.

Alasan peneliti mengapa penelitian ini sangat menarik karena belum pernah dikaji selama

ini. Selain itu, pengalaman revolusi sosial telah mempengaruhi kehidupan golongan

bangsawan Melayu Langkat yang mengalami keterpurukan. Hal ini yang membuat peneliti

merasa tertarik ingin melihat bagaimana kehidupan bangsawan dan apa usaha mereka untuk

bangkit menjalani kehidupannya kembali.

Penelitian ini mengambil skop temporal pada tahun 1946 merupakan periode awal

penelitian ini dikarenakan tahun 1946 merupakan awal tahun terjadinya peristiwa revolusi

sosial. Walaupun batasan awal penelitian dimulai pada tahun 1946, namun untuk melihat

proses perubahan kehidupan bangsawan perlu adanya perbandingan pada masa-masa

sebelumnya yang perlu dikaji. Berakhirnya masa Orde Baru, dan munculnya era

pemerintahan Reformasi hingga awal tahun 2002 merupakan batasan akhir penelitian ini.

Dalam rentang waktu ini, sudah mulai terlihat upaya yang dilakukan kaum bangsawan untuk

bangkit dari masa-masa krusial setelah revolusi sosial, yaitu ditandai dengan upaya mereka

menegakkan kembali pemerintahan adat Kesultanan Langkat yang dipimpin oleh bangsawan

Melayu. Dengan demikian diharapkan akan terlihat dinamika dari berbagai perubahan yang

terjadi, baik dari segi sosial, ekonomi, dan politik terhadap kehidupan golongan bangsawan

Melayu selama kurun waktu tersebut. Untuk skop spasial peneliti membatasi di Langkat

karena salah satu peristiwa revolusi sosial yang tragis terjadi di Langkat.13

13

(7)

Dalam penelitian ini, objek penelitiannya adalah golongan bangsawan Melayu

Langkat. Akan tetapi peneliti tidak membatasi bahwa golongan bangsawan yang dimaksud

adalah keluarga dan kerabat kerajaan yang dulunya memiliki kedudukan atau yang menjadi

korban dalam peristiwa revolusi sosial saja, melainkan juga mereka yang termasuk golongan

bangsawan biasa dan mengalami dampak akibat peristiwa revolusi sosial.

1.2 Rumusan Masalah

Di dalam suatu penelitian, rumusan masalah menjadi landasan yang sangat penting

dari sebuah penelitian karena akan memudahkan peneliti di dalam proses pengumpulan data

dan analisis data. Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang

dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai kehidupan bangsawan Melayu Kesultanan

Langkat sebelum dan sesudah revolusi sosial.

Adapun pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana gambaran kehidupan kaum bangsawan sebelum terjadi revolusi

sosial?

2. Bagaimana proses terjadinya revolusi sosial di Kesultanan Langkat?

3. Bagaimana gambaran kehidupan kaum bangsawan sesudah revolusi sosial?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian merupakan suatu cara untuk menjawab masalah yang kita rumuskan.

(8)

sia-sia apabila suatu penelitian tidak memiliki tujuan dan manfaat, bukan hanya bagi peneliti

tetapi juga bagi masyarakat. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menjelaskan bagaimana gambaran kehidupan kaum bangsawan sebelum revolusi

sosial.

2. Menjelaskan bagaimana proses terjadinya revolusi sosial di Kesultanan Langkat.

3. Menjelaskan bagaimana gambaran kehidupan kaum bangsawan sesudah revolusi

sosial.

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai tambahan perbendaharaan khasanah ilmiah demi perkembangan dunia ilmu

pengetahuan, khususnya bagi ilmu sejarah dalam penelitian sejarah lokal.

2. Sebagai sumber informasi dan motivasi kepada masyarakat.

3. Sebagai sarana informasi dan pengambilan keputusan bagi pihak berkepentingan

dalam penelitian lebih lanjut mengenai pembangunan di Langkat, baik pembangunan

ekonomi maupun pembangunan mental masyarakat sebagai modal sosial.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, selain telah melakukan penelitian ke lapangan dan wawancara,

peneliti juga menggunakan beberapa sumber tertulis dan literatur kepustakaan berupa

buku-buku dan laporan sebagai bentuk studi kepustakaan yang dilakukan selama penelitian.

Adapun buku-buku yang peneliti gunakan sebagai acuan tinjauan pustaka ini antara

(9)

pencerahan awal mengenai gambaran bagaimana konsep elite sehingga peneliti dapat

memahami keduduka n golongan bangsawan yang menjadi objek penelitian.

Darsiti Soeratman dalam karyanya berjudu l Kehidupan Dunia Kraton Surakarta

1830-1939 (1989) menggambarkan bagaimana kehidupan Kraton Surakarta yang dianggap

suci dan gaya hidup para raja dan golongan bangsawan hingga masuknya pengaruh Belanda

di Kraton Surakarta. Meskipun bertema Jawa, buku ini dapat memberikan pemahaman

mengenai kehidupan bangsawan Melayu yang berlatar belakang budaya yang berbeda.

Tesis Ratna yang berjudul Birokrasi Kerajaan Melayu Sumatera Timur di Abad XIX

(1990) juga menjadi referensi bagi peneliti. Dalam tesis tersebut diuraikan tentang status

sosial yang berlaku di Kesultanan Melayu di Sumatera Timur, termasuk Langkat seperti

keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh golongan bangsawan pada waktu itu.

Anthony Reid dalam bukunya berjudul Perjuangan Rakyat : Revolusi dan Hancurnya

Kerajaan di Sumatera Timur(1987). Di dalam buku ini dijelaskan bagaimana sengitnya

perselisihan antara partai-partai politik dan laskar rakyat seperti PSI, PNI, dan PKI dengan

kaum bangsawan. Sikap simpati para sultan terhadap Belanda dan ancaman yang

ditampilkannya terhadap kemerdekaan mengakibatkan timbulnya perpecahan. Hal ini

diperparah dengan adanya isu bahwa kaum bangsawan di Sumatera Timur telah membentuk

Comite van Ontvangst untuk menyambut Belanda sebagai “tuan besar penyelamat” mereka.

Pada akhirnya tanggal 3 Maret 1946 dimulailah peristiwa revolusi sosial di Sumatera Timur.

(10)

1946.14

Susilo dalam skripsinya berjudu l Pengaruh Revolusi Sosial di Langkat Terhadap

Kondisi Sosial Ekonomi Bangsawan Melayu di Kabupaten Langkat (2008). Meskipun

terdapat kesamaaan dalam topik penulisannya, namun terdapat perbedaan dari pendekatan

(perspektif) sejarah yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini. Selain itu terdapat

perbedaan dalam pengumpulan sumber karena penulis sebelumnya (Susilo) hanya

menggunakan sumber sekunder sedangkan penulis menggunakan sumber primer yaitu arsip.

Penulis juga menggunakan sumber lisan berupa rekaman wawancara dengan para informan

yang telah didokumentasikan menjadi arsip. Dari isi tulisan pun terdapat kelemahan karena

penulis sebelumnya kurang detail menggambarkan seperti apa kehidupan bangsawan Melayu

Langkat ketika berada di tahanan atau pengungsian dan bagaimana kehidupan mereka setelah Buku ini dapat dijadikan informasi bagi peneliti tentang kondisi di Sumatera Timur

pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, Pendudukan Jepang, hingga peristiwa revolusi

sosial terjadi, khususnya di Langkat.

Agus Syafwira Lubis dalam skripsinya berjudul Amir Hamzah (Biografi) (1990).

Dalam skripsi ini menggambarkan bagaimana sejarah hidup Amir Hamzah sejak kecil hingga

meletusnya revolusi sosial di Langkat yang mengakhiri riwayat hidupnya karena dituduh pro

Belanda. Skripsi ini dapat dijadikan informasi bagi peneliti karena skripsi ini secara tidak

langsung memberikan gambaran kepada peneliti bagaimana dampak revolusi sosial terhadap

kaum bangsawan yang menjadi sasaran utama.

14

(11)

bebas kembali. Untuk itu, penulis berusaha menutupi kelemahan-kelemahan itu dengan

menemukan sumber-sumber yang lebih lengkap dan objektif sehingga akan diperoleh sebuah

kebenaran fakta baru tentang penafsiran kehidupan bangsawan Melayu Kesultanan Langkat

pasca revolusi sosial. Akan tetapi skripsi ini dapat dijadikan pedoman karena di dalamnya

menggambarkan bagaimana perubahan kehidupan bangsawan Melayu pasca revolusi sosial

dari segi sosial dan ekonomi.

1.5 Metode Penelitian

Metode Penelitian adalah suatu cara atau aturan yang sistematis yang digunakan

sebagai proses untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip untuk mencari kebenaran

dari sebuah permasalahan. Dalam menulis peristiwa sejarah pada masa lampau yang

direalisasikan dalam bentuk penulisan sejarah (historiografi), tentu harus menggunakan

metode sejarah. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis

rekaman dan peninggalan masa lampau. 15

Pada tahap pertama (heuristik) merupakan proses mengumpulkan dan menemukan

sumber baik sumber tertulis maupun lisan yang sesuai untuk mendukung objek yang diteliti.

Dalam melaksanakan tahap ini penelititelah melakukan studi kepustakaan dan studi arsip.

Studi kepustakaan dilakukan dengan mengunjungi perpustakaan seperti ke Perpustakaan

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Dalam penerapannya, metode sejarah

menggunakan empat tahapan pokok, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

15

(12)

Utara,Perpustakaan Unimed, Perpustakaan Pusat Studi Sejarah dan Ilmu Sosial (Pussis),

Perpustakaan Daerah Sumatera Utara, dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

(PNRI). Dari studi kepustakaan ini, penulis berhasil mengumpulkan sumber-sumber tertulis

(sumber sekunder) berupa buku-buku dan koran terbitan tahun 1945-1946 sepertiSoeloeh

Merdeka, Harian Merdeka, Semangat Merdeka, serta beberapa artikel yang berhubungan

dengan topik skripsi. Studi arsip dilakukan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI),

Selama melakukan studi arsip di ANRI, penulis telah mengumpulkan sumber-sumber tertulis

berupa, arsip terbitan Pemerintah Kolonial Belanda seperti NEFIS, Algemeene Secretarie,

dan arsip terbitan Republik Indonesia seperti surat-surat dalam bentuk telegram. Selain itu,

penulis juga telah mengumpulkan rekaman wawancara (sumber lisan) terhadap para korban

yang mengalami revolusi sosial di Langkat, yang direkam dalam bentuk kaset.

Selain itu juga telah dilakukan studi lapangan (field-research) untuk mengumpulkan

sumber lisan melalui teknik wawancara terhadap para informan, khususnya golongan

bangsawan, baik yang secara langsung mengalami peristiwa revolusisosial ataupun yang

mengalami dampak dari revolusi sosial. Dalam hal ini peneliti menggunakan interview guide

sebagai pedoman wawancara, dan wawancara dilakukan secara mendalam. Selama

melakukan wawancara dengan para informan, penulis mengalami sedikit hambatan,

dikarenakan faktor usia dan banyak yang sudah meninggal, jarak waktu dengan peristiwa,

psikologis, dan keterbatasan daya ingat para informan sehingga hanya ada beberapa orang

yang dapat memenuhi kriteria sebagai informan. Mengenai nama-nama informan yang

(13)

Setelah mengumpulkan sumber, tahap kedua yang telah dilakukan adalah kritik

sumber. Ada dua macam kritik sumber yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik

eksternal dilakukan untuk menguji sumber guna mengetahui otentisitas sumber. Dalam hal

ini kritik menyangkut arsip atau dokumen, seperti apakah dokumen itu berhubungan dengan

objek yang ingin diteliti, apakah palsu atau sejati, apakah utuh atau sudah diubah sebagian

bagiannya. Kritik internal dilakukan untuk menentukan apakah sumber tersebut memang

telah kita kehendaki, apakah isi sumber dapat dipercaya atau tidak, apakah isi sumber

memuat fakta sejarah yang benar, dengan membandingkan isi sumber dengan sumber lain,

baik melalui gaya bahasa, penulisan, maupun kertas yang digunakan.

Setelah pengumpulan dan analisis data dilakukan, maka tahap ketiga yang telah

dilakukan adalah interpretasi. Interpretasi merupakan tahap untuk menafsirkan fakta, yaitu

data yang telah dikumpulkan kemudian dibandingkan sehingga akan diperoleh data yang

objektif untuk diceritakan kembali ke dalam sebuah tulisan.

Pada tahap terakhir yaitu historiografi merupakan proses mensintesakan fakta ke

dalam penulisan sejarahyang bersifat kronologis, analitis, dan bersifat ilmiah sehingga tahap

Referensi

Dokumen terkait

1.4 Bantuan Kepada Peserta Didik Kurang Mampu

Panitia telah melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga sesuai Berita Acara Evaluasi Penawaran tanggal 12 Juli 2012 Nomor BA-1239/PPBJ/2012 serta pembuktian

Demikian berita acara penjelasan pekerjaan ( aanwijzing ) pengadaan penyedia barang/jasa konstruksi pembangunan selasar dan pagar (lelang ulang) Pada Badan

Penyedia jasa dapat digugurkan apabila tidak hadir pada saat pembuktian kualifikasi (untuk memperlihatkan dokumen asli kualifikasinya) sesuai waktu yang telah

Berdasarkan penetapan pemenang pelelangan Pengadaan Jasa Konstruksi Pembangunan Gedung Kantor di Lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai nomor :

Pada sistem berbasis web yang dibangun ini, SPK digunakan untuk membantu pihak sekolah dalam menentukan prioritas siswa calon penerima bantuan sesuai dengan kriteria

Untuk itu, backlink yang diberikan harus menggunakan anchor text sesuai dengan URL blog tersebut yaitu Tutorial Ngeblog, bukan Ide blog, Cara blog, Belajar blog,

KUHP yang sudah tidak sesuai lagi. d) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. e) Peraturan Mahkamah Agung No.2 Tahun 2012 tentang. penyesuaian batasan tindak pidana ringan