• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tingkat Fatigue pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tingkat Fatigue pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Ginjal Kronik

2.1.1 Pengertian Penyakit Ginjal Kronik

Penyakit ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang dapat

disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,

glomerulonefretis kronis, pielonefretis, hipertensi yang tidakdapat

dikontrol, obstuksi traktus urinarius, lesi heriditer, lingkungan dan

agenberbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal kronis seperti timah,

kadmium,merkuri, dan kromium (Smeltzer, 2002).

Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal

secara progresif dan irreversible, yang menyebabkan ketidakmampuan

ginjal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

maupun elektrolit, sehingga akan menimbulkan gejala uremia (Smeltzer,

2008 dalam Bestari, 2015).

2.1.2 EtiologiPenyakit Ginjal Kronik

Arora (2014 dalam Rangkuti, 2015) menyatakan ada begitu banyak

kondisi klinis yang menyebabkan terjadinya penyakit ginjal kronik.

Kondisi klinis tersebut adalah:

1. Penyakit ginjal diabetic

2. Hipertensi

(2)

4. Penyakit glomelurus (primer atau sekunder)

5. Penyakit ginjal kistik

6. Penyakit tubulointerstitial

7. Obstruksi atau disfungsi saluran kemih

8. Penyakit batu ginjal yang berulang

9. Cacat bawaan lahir pada ginjal atau saluran kemih (kongenital)

10. Penyakit ginjal akut yang belum dipulihkan

Banyak penyakit dan kondisi lainnya yang dapat menyebabkan

gangguan pada ginjal, misalnya:

1. Gangguan pembukuh darah ginjal. Berbagai jenis lesi vascular

dapat menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan

ginjal. Lesi yang paling sering adalah aterosklerosis pada arteri

renalis yang besar, dengan konstruksi skletatik progresif pada

pembuluh darah. Hyperplasia fibromuskular pada satu atau

lebih arteri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh

darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh

hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikkan oleh

penebalan, hilangnya elastisitas system, perubahan darah ginjal

mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal

ginjal.

2. Gangguan autoimun (sistemik lupus eritematosus,

glomerulonephritis dan scleroderma)

(3)

menyebabkan mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi

penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan

disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amyloidosis yang

disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada

dinding pembuluh darah secara serius merusak membrane

glomerulus.

4. Infeksi.Infeksi dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri

terutama E.Coli yang berasal dai kontaminasi tinja pada trakus

urinus bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran darah

atau yang lebih sering secara ascenden dari trakus urinarius

bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan

kerusakan irreversible ginjal yang disebut plenlonefritis.

5. Gangguan tubulus primer. Gangguan ini terjadi nefrotoksis

akibar analgedic atau logam berat.

6. Obstruksi trakus urinarius. Ini disebabkan oleh atu ginjal,

hipertrofi prostat dan kontruksi uretra.

7. Kelainan kongenital dan herediter, seperti kista.

2.1.3 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik

Klasifikasi stadium pada pasien dengan PGK ditentukan oleh nilai

laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai

laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah.KDIGO (2013 dalam JU

Rangkuti, 2015) membagikan penyakit ginjal kronik menjadi beberapa

(4)

Tabel 2.1 Pembagian Penyakit Ginjal Kronik Berdasarkan Laju Filtrasi Glomelurus

Kategori LFG LFG (ml/min/1.73m2) Batasan

G1 90 Normal atau tinggi

G2 60-89 Penurunan ringan

G3a 45-49 Penurunan ringan sampai sedang

G3b 30-44 Penurunan sedang sampai berat

G4 15-29 Penurunan berat

G5 <15 Gagal ginjal

Sumber: KDIGO (2013)

2.1.4 Manifestasi Klinis Penyakit Ginjal Kronik

Sudoyo (2009) menyatakan manifestasi klinis dari penyakit ginjal

kronik antara lain:

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari yaitu diabetes melitus,

infeksitraktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi,

hiperurikemi, Lupusdan Eritomatosus Sistemik (LES).

2. Sindrom uremia yaitu lemah, letargi, anoreksia, mual,

muntah,nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),

neuropati perifer,pruritus, perikarditis, kejangkejang dan koma.

3. Gejala komplikasi: hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,

payahjantung, asidosis metabolic, dan gangguan keseimbangan

elektrolit (sodium, kalium, khlorida).

2.1.5 Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk

glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa

(5)

volume filtrasi yang meningkat disertasi reabsorbsi walaupun dalam

keadaan penurunan GFR/ daya saing.Metode adaptif ini memungkinkan

ginjal untuk berfungsi sampai tiga per empat dari nefron-nefron

rusak.Beban bahan yang harus dilarutkan menjadi lebih besar daripada

yang bisa direabsorbsi berakibat diuresis osmotic disertai poliuri dan

haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak banyak, maka oliguria

timbul disertai retensi produksi sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala

pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan

ginjal bila kira kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%.Pada tingkat ini

fungsi ginjal yang demikian memiliki nilai kreatinin clearance turun

sampai 15 ml/ menit atau lebih rendah. (Long, 996, 368)

Fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolism protein (yang

normalnya dieksresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi

uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak

timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala

uremia membaik seteh dialisis.(Brunner & Suddath, 2001, 1448).

2.1.6 PenatalaksanaanPenyakit Ginjal Kronik

Penatalaksanaan PGK dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: tindakan

konservatif dan terapi pengganti ginjal (Suharyanto, 2006).

2.1.6.1 Tindakan konservatif meliputi pembatasan diet protein,

kalium, natrium dan cairan

1. Pembatasan protein

(6)

memperlambat terjadinya gagal ginjal.Apabila pasien

mendapatkan terapi dialisis teratur, jumlah kebutuhan

protein biasanya dilonggarkan 60-80 gr/hari (Smeltzer

& Bare, 2002).

2. Diet rendah kalium

Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal

ginjal lanjut.Diet yang dianjurkan adalah 40-80

mEq/hari. Penggunaan makanan dan obatobatan yang

tinggi kadar kaliumnya dapat menyebabkan

hiperkalemia (Black & Hawks, 2005).

3. Diet rendah natrium

Diet natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari

(1-2 gr Na).Asupan natrium yang terlalu banyak dapat

mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema

paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif (Lewis,

dkk, 2007).

4. Pengaturan cairan

Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap

lanjut harus diawasi dengan seksama.Parameter yang

tepat untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran

cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran

Berat Badan harian.Intake cairan yang bebas dapat

(7)

edema.Sedangkan asupan yang terlalu rendah

mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan

fungsi ginjal (Hudak & Gallo, 1996).

2.1.6.2 Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal yang diindikasikan adalah

hemodialisis, peritoneal dialysis dan transplantasi

ginjal.Hemodialisis adalah terapi pengganti ginjal yang

paling banyak digunakan oleh pasien PGK.

2.2 Hemodialisis

2.2.1 PengertianHemodialisis

Hemodialisis adalah tindakan yang dilakukan dengan mengalirkan

darah dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua

komponen yang terpisah.Darah pasien dipompa dan dialirkan ke

kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermiabel buatan

(artifisial) dengan kompartemen dialisat (Sudoyo, 2006).

Hemodialisis adalah suatu bentuk tindakan untuk menggantikan

sebagian besar dari fungsi ginjal pada pasien yang menggalami gangguan

ginjal. Hemodialisis merupakan suatu tindakan pembuangan sisa

metabolisme ginjal dengan menggunakan alat bantu dialiser. Tujuan

daripada tindakan hemodialisis adalah untuk membuang toksik-toksik

yang ada di dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan lain-lain

(8)

2.2.2 Prinsip Hemodialisis

Prinsip kerja fisiologis dari hemodialisis adalah difusi dan

ultrafiltrasi. Difusi merupakan proses perpindahan toksin dan zat limbah

dari larutan dengan konsentrasi tinggi ke larutan dengan konsentrasi

rendah sampai tercapai kondisi seimbang (Sukandra, 2006 dalam

Rumentalia Sulistini, 2010). Larutan tersebut adalah cairan dialisat yang

tersusun dari semua elektrolit penting dengan konsentrasi ekstrasel yang

ideal.Kadar elektrolit dapat dikendalikan dengan mengatur rendaman

dialisat secara tepat.Sel darah merah dan protein tidak dapat melewati

pori-pori kecil dalam membrane semi permiabel (Ida Rosdiana, 2011).

Air yang berlebihan akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui

proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan

gradient tekanan, yaitu air bergerak dari daerah dengan tekanan lebih

tinggi (tubuh pasien) ke daerah dengan tekanan yang lebih rendah (cairan

dialisat).Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan

negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialysis.

2.2.3 Komplikasi Hemodialisis

Sukandar (2006, dalam Sulistini, 2010) menyatakan bahwa

komplikasi yang terjadi selama prosedur hemodialisis terbagi menjadi 2

yaitu komplikasi teknik dan non teknik.Komplikasi teknik dapat dicegah

dengan melakukan pengawasan dan monitoring kompartemen darah dan

dialisat.Pada komplikasi non teknik sering terjadi di antaranya adalah

(9)

punggung, gatal, demam dan menggigil.

Komplikasi lain yang dapat terjadi pada pasien PGK yang

menjalani hemodialisis (Rosdiana, 2011) adalah:

1. Hipotensi

Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialysis ketika cairan

dikeluarkan.

2. Emboli udara

Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang namun dapat

saja terjadi jika udara memasuki system vaskuler pasien.

3. Nyeri dada

Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan

dengan terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh.

4. Pruritus

Pruitus dapat terjadi selama terapi dialysis ketika produk akhir

metabolism meninggalkan kulit.

5. Gangguan keseimbangan dialysis

Gangguan keseimbangan dialysis terjadi karena perpindahan

cairan selebral dan muncul sebagai serangan kejang.

Komplikasi ini mungkin terjadi lebih besar jika terdapat gejala

uremia yang berat.

6. Malnutrisi

Malnutrisi terjadi akibat control diet dan kehilagan nutrient

(10)

7. Fatigue dan kram

Pasien PGK yang menjalani hemodialisis akan mudah

mengalami fatigueakibat hipoksia yang disebabkan oleh edema

pulmoner. Edema pulmoner terjadi akibat retensi cairan dan

sodium, sedangkan hipoksia bisa terjadi akibat pneumonitis

uremik.Fatigue merupakan komplikasi dengan prevalensi

tinggi pada pasien hemodialisis (Kring & Crane, 2009).

2.3 Fatigue

2.3.1 Pengertian Fatigue

Fatigue merupakan perasaan subjektif berupa kelelahan (Jhamb, et

al, 2008; Ream & Richardscn, 1996; Potter & Perry, 2007 dalam

Sulistini, 2010).Fatigueberhubungan dengan pengalaman tertentu

terhadap kelelahan dan kapasitas fisik maupun mental yang tidak dapat

dikurangi dengan istirahat (Black & Hawks, 2005 dalam Sulistini, 2010).

Pengukuran fatiguedapat dilakukan dengan berbagai instrument

yang banyak dikembangkan, diantaranya Piper Fatigue Scale (PFS) yang

menggunakan 22 item pertanyaan dengan mengukur empat dimensi

subjektif dari fatigueyaitu dimensi behavioral, afektif, sensory dan

kognitif (Piper, 1998 dalam Sulistini, 2010). Skala fatiguedibagi menjadi

tidak fatigue (skor 0), ringan (skor 1-3), sedang (skor 4-6), dan berat

(11)

2.3.2 Etiologi Fatigue

Fatiguebiasanya terjadi pada penyakit yang menyebabkan stress,

gangguan tidur, cemas, depresi, kurang melakukan aktivitas (Lubkin &

Larsen, 2006).Menurut Carpenito (1995, dalam Sulistini, 2010) fatigue

dapat disebabkan oleh patofisiologi penyakit, treatmen dan maturasi.

Penyakit yang mempengaruhi terjadinya fatiguediantaranya hipotiroid,

chronic renal failure, maglinasi, congestive heart failure, anemia,

gangguan nutrisi, penyakit paru, AIDS, Parkinson dan multiple sclerosis.

Fatigueyang dialami pasien dapat dijelaskan dengan berbagai teori

diantaranya Middle Range Theory (Liehr, 2005, dalam Sulistini, Krisna,

dan Rr Tutik, 2012) dan A Multi Dimensional Fatigue Experience (Lee,

et al, 2007) dan Peripheral and Central Fatigue (Chaudhuri dan Behan,

2000 dalam Jhamb et al, 2008).

2.3.2.1 Middle Range Theory

Middle Range Theorymerupakan pengalaman subjektif yang

mempengaruhi waktu, kualitas, intensitas dan distress yang

dipengaruhi oleh faktor psikologi, fisiologi dan situasional.

2.3.2.2 A Multi Dimensional Fatigue Experience

Hasil studi yang dilakukan Lee (2007) mendapatkan 10 tema

hasil wawancara pengalaman fatigue pada pasien yang menjalani

hemodialisis. Dari tema tersebut didaptkan 3 domain yaitu domain

pertama physical fatiguedengan tema kebiasaan, symptom uremik,

(12)

affective fatiguedengan tema lama pengobatan, depresi dan

perasaan kelelahan.Domain ketiga adalah cognitive fatiguedengan 3

tema yaitu kehilangan kognitif, isolasi dan koping (Lee, 2007

dalam Sulistini, 2010).

2.3.2.3 Peripheral and Central Fatigue

Peripheral and Central Fatiguedigambarkan sebagai

kegagalan berinisiatif dan berkonsentrasi (mentalfatigue) dan

aktivitas fisik (physical fatigue) yang membutuhkan motivasi diri,

sedangkan peripheral atau motor fatigue merupakan kelelahan otot

dan kemampuan otak untuk mengontrol otot tersebut. (Jhamb, 2008

dalam Sulistini, 2010).

2.3.3 Faktor yang berhubungan dengan Fatigue

2.3.3.1 Faktor Demografi

Faktor demografi diantaranya usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, status pernikahan, dan status pekerjaan

(Jhamb, 2008 dalam Sulistini, 2010).

2.3.3.2 Faktor Fisiologis

Jhamb, et al (2008, dalam Rumentalia, Krisna, dan Rr

Tutik, 2012) menyatakan bahwa fatiguesering

dihubungkan dengan kondisi fisiologis pasien, yaitu

kondisi malnutrisi, kurangnya karbohidrat, komposisi

(13)

2.3.3.3 Faktor Social Ekonomi

Faktor social ekonomi pasien yang menjalani hemodisis

meliputi kebiasaan merokok, minum alcohol dan latihan

fisik (Jhamb, 2009 dalam Sulistini, 2010).

2.3.3.4 Faktor Situasional

Faktor situasional merupakan faktor yang berhubungan

dengan hemodialisis dan faktor laboratorium.Faktor yang

berhubungan dengan hemodialisis meliputi model, dosis

dan penyebab ESRD.Faktor laboratorium terdiri dari

hematocrit, albumin, kreatinin, dan phospat (Jhamb,

2009 dalam Sulistini, 2010).

2.4 Teknik Relaksasi Otot Progresif

2.4.1 PengertianTeknik Relaksasi Otot Progresif

Terapi relaksasi otot progresif yaitu terapidengan cara peregangan

otot kemudian dilakukan relaksasi otot (Gemilang,2013, dalam Heppy,

2013). Teknik relaksasi otot progresif merupakan salah satu terapi yang

dapat dilakukan oleh pasien hemodialisis (Setyoadi & Kusharyadi, 2013;

Amigo & Widyastuti, 2013 dalam Cornelia, Rully, Aat, 2014).

Pelaksanaan teknik relaksasi otot progresif membuat otot akan

mendapatkan penegangan terlebih dahulu kemudian menghentikan

penegangan dan merasakan hilangnya ketegangan otot secara rileks. Untuk

hasil yang maksimal, dianjurkan untuk melakukan teknik relaksasi otot

(14)

menit (Davis, 2005 dalam Damanik, 2015). Greenberg (2002, dalam

Damanik, 2015)mengatakan bahwa teknik relaksasi otot progresif akan

memberikan pengaruh yang signifikan setelah dilakukan sebanyak 3 kali

latihan. Waktu yang diperlukan untuk melakukan teknik ini sehingga dapat

menimbulkan efek yang maksimal adalah selama satu sampai dua minggu

dan dilaksanakan selama satu sampai dua kali 15 menit per hari (Davis,

1995 dalam Damanik, 2015).

2.4.2 Tujuan Teknik Relaksasi Otot Progresif

Menurut Herodes (2010), Alim (2009), dan Potter (2005) dalam

Setyoadidan Kushariyadi (2011) bahwa tujuan dari teknik ini adalah:

1. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan

punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju

metabolik.

2. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.

3. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien

sadar dan

tidak memfokus perhatian seperti relaks.

4. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.

5. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.

6. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot,

fobia ringan, gagap ringan, dan

(15)

2.4.3 Persiapan dan ProsedurTeknik Relaksasi Otot Progresif

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011, dalam Heppy, 2013)

hal-hal yang harus diperhatikan untuk melakukan teknik relaksasi otot

progresif yaitu:

1. Persiapan

a. Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan yang

tenang dan sunyi.

b. Pahami tujuan, manfaat, prosedur.

c. Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata

tertutup menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau duduk

di kursidengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri.

d. Lepaskan aksesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan

sepatu.

e. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain

sifatnyamengikat.

2. Prosedur

a. Gerakan 1: Ditunjukan untuk melatih otot tangan.

1) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

2) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi

ketegangan yang terjadi.

(16)

4) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat

membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan

relaks yang dialami.

5) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.

b. Gerakan 2: Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.

1) Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan tangan

sehingga otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah

menegang.

2) Jari-jari menghadap ke langit-langit.

c. Gerakan 3: Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar

padabagian atas pangkal lengan).

1) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.

2) Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak sehingga otot

biseps akan menjadi tegang.

d. Gerakan 4: Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.

1) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga

menyentuh kedua telinga.

2) Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang

terjadi di bahu punggung atas, dan leher.

e. Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah

(seperti dahi, mata, rahang dan mulut).

1) Gerakan otot dahi dengancara mengerutkan dahi dan alis

(17)

2) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan

di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan

mata.

f. Gerakan 7: Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang

dialami oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan

menggigit gigisehingga terjadi ketegangan di sekitar otot rahang.

g. Gerakan 8: Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di sekitar

mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan

dirasakanketegangan di sekitar mulut.

h. Gerakan 9: Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian

depanmaupun belakang.

1) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudian otot leher bagian depan.

2) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

3) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa

sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang

leherdan punggung atas.

i. Gerakan 10: Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.

1) Gerakan membawa kepala ke muka.

2) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan

ketegangan di daerah leher bagian muka.

j. Gerakan 11: Ditujukan untuk melatih otot punggung

(18)

2) Punggung dilengkungkan

3) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,

kemudian relaks.

4) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil

membiarkan otot menjadi lurus.

k. Gerakan 12: Ditujukan untuk melemaskan otot dada.

1) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara

sebanyak-banyaknya.

2) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan

dibagian dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.

3) Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.

4) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara

kondisi tegang dan relaks.

l. Gerakan 13: Ditujukan untuk melatih otot perut

1) Tarik dengan kuat perut ke dalam.

2) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu

dilepaskan bebas.

3) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.

m. Gerakan 14-15: Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti

paha dan betis).

1) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.

2) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga

(19)

3) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

Gambar

Tabel 2.1 Pembagian Penyakit Ginjal Kronik Berdasarkan Laju Filtrasi Glomelurus

Referensi

Dokumen terkait

Sepakbola merupakan cabang olah raga yang populer dan banyak digemari, tapi tidak semua orang mengenal taktik-taktik dalam sepakbola oleh karena itu penulis mencoba membuat

[r]

Melalui Penulisan Ilmiah yang berjudul âPenerapan Operator Overloading C++ Untuk Pengolahan Matriks,â Penulis menjelaskan bagaimana cara membebanlebihi (overloading)

[r]

Penjelasan/keterangan dalam Berita Acara Pemberian Penjelasan (BAPP) ini termasuk tanya jawab dari peserta dan panitia pengadaan merupakan bagian dari Dokumen

Pertanyaan kami : Project Manager yang dipersyaratkan apabila berpendidikan Elektro tentunya hanya mempunyai SKA Ahli Madya Teknik Tenaga listrik dan apabila persyaratan

[r]

[r]