1
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Berbagai jenis bahan hasil pertanian pangan mempunyai karakteristik yang
sangat beragam. Karakteristik – karakteristik tersebut seperti ; sifat fisis, morfologis, fisiologis, dan berbagai senyawa penting yang terkandung didalamnya dan sifat – sifat alami lainnya sangat penting dipahami untuk digunakan sebagai pedoman atau
pertimbangan pada proses penanganan dan pengolahan lebih lanjut lebih tepat dan
sesuai.
Pati merupakan salah satu produk pangan yang dijadikan sumber
karbohidrat. Pati dibuat dari umbi – umbian seprti ; singkong, ubi garut, gandum, dan lain – lain. Tanaman gandum menghasilkan tepung terigu. Tepung terigu yang beredar di pasaran dikenal bermacam – macam di dasarkan pada kandungan proteinnya. Hard flour merupakan tepung terigu dengan kandungan protein tinggi sekitar 14% , Medium
flour mempunyai kandungan protein sedang (sekitar 12%), sedangkan Soft flour
merupakan tepung terigu dengan kandungan protein rendah sekitar (sekitar 10%).
Jenis tepung terigu tersebut berbeda, hard flour lebih cocok untuk membuat roti,
sedangkan medium dan soft flour lebih cocok untuk membuat mie dan makanan lain.
Seringkali penggunaan untuk membuat olahan makanan, dilakukan pencampuran untuk
mendapatkan karakteristik hasil olahan yang diinginkan.Gluten merupakan tepung
terigu yang tidak larut dalam air. Gluten bersifat elastis dan dapat memanjang. Adanya
2
gluten dan CO2 yang dihasilkan oleh khamir menyebabkan gluten mengembang selama
fermentasi. (Dwiari et al,2008)
Di dalam berbagai produk pangan, pati umumnya akan terbentuk dari dua
polimer molekul glukosa yaitu amilosa (amylose) dan amilopektin (amylopectin).
Karena amilosa banyak terkandung di dalam beberapa komoditas pertanian terutama
golongan serealia, maka perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui kadar amilosa
pada beberapa produk serealia.
Selain itu juga perlu dilakukan pengujian terhadap kualitas biji serealia maupun
produk olahannya seperti tepung. Pengujian tersebut meliputi uji daya serap air, kadar
gluten, dan uji bleaching pada tepung terigu.
Seperti halnya gandum, dedak dari beras mengandung lebih banyak vitamin
daripada bagian dalam biji. Tepung beras yang didapatkan dengan menggiling beras
putih sampai kehalusan yang sesuai, digunakan sebagai bahan pengental dalam produksi
makanan kaleng. Pembuatan minuman beralkohol dan makanan ternak di beberapa
daerah juga menggunakan beras.(Buckle et al, 1985)
Tingkat pengembangan dan penyerapan air tergantung pada kandungan amilosa.
Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap air dan
mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan membentuk
ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin. Amilosa termasuk senyawa
yang bersifat polar, oleh karena itu makin tinggi kadar amilosa pati maka kelarutannya
dalam air juga meningkat.(Alam dan Nurhaeni, 2008)
3
Ciri khas tepung terigu yaitu mengandung gluten yang tidak dimiliki oleh jenis
tepung lainnya. Gluten merupakan suatu senyawa pada tepung terigu yang bersifat
kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat mengembang
dengan baik, yang dapat menentukan kekenyalan mie serta berperan dalam pembuatan
kulit martabak telur supaya tidak mudah robek. Umumnya kandungan gluten
menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten, maka semakin
tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kadar gluten pada tepung terigu, yang
menentukan kualitas pembuatan suatu makanan, sangat tergantung pada jenis
gandumnya.
Protein yang terdapat dalam tepung terigu tidak larut dalam air ini disebut
gliadin dan glutein. Glutein adalah bentuk dari protein yang tidak larut dalam air jika
tepung dipanaskan dan dicampurkan dengan air. Glutein bisa diekstrak dengan cara
mencucinya dengan air hingga patinya menghilang. Glutein yang telah diekstrak
memiliki sifat elastis dan kohesi. Jika gliadin dan glutein dipisahkan dari gluten maka
gliadin akan bersifat seperti substansi sirup yang menggumpal dan saling terikat serta
glutenin akan menghasilkan kekerasan yang berkemungkinan memperbesar kekuatan
tekstur bahan.(Parker, 2003)
Pada gandum, kandungan gluten tidak tersebar merata pada keseluruhan butiran
endosperma biji gandum, tetapi berpusat di dalam bagian badan protein yang
mengandung jaringan lemak. Bagian ini bertindak sebagai pusat untuk sintesis gliadin
dan glutenin. Tepung gandum mengandung kurang lebih 0,5% hingga 0,8% pentosa
yang larut dalam air dan kurang lebih 0,8% lipida bebas serta 1,0% lipida yang terikat.
Gluten adalah campuran amorf ( bentuk tak beraturan) dari protein yang terkandung
4
bersama pati dalam endosperma (dan juga tepung yang dibuat darinya) beberapa
serealia terutama gandum, gandum hitam, dan jelai. Dari ketiganya gandumlah yang
paling tinggi kandungan glutennya. Kandungan gluten dapat mencapai 80% dari total
protein dalam tepung dan terdiri dari glutenin dan gliadin. Gluten membuat adonan
kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara.(Desrosier, 2008)
1.2. Permasalahan
Apakah %SRC (solvent radiant capacity) yang dilakukan pada PT. AGRI FIRST
INDONESIA(AFI) sudah sesuai dengan standart mutu perusahaan.
1.3.Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui Hasil dari pengaruh waktu pengocokan pada uji solvent
radiant capacity (SRC) asam laktat pada tepung gandum, sehingga dapat digunakan
dengan baik sesuai dengan standar mutu dari tepung gandum yang telah ditetapkan.
1.4.Manfaat
Dengan mengetahui %SRC (solvent radiant capacity) yang di analisa, maka
dapat diketahui bahwa penambhan asam laktat pada tepung gandum tersebut sudah
memenuhi standar mutu atau belum, sehingga pihak perusahaan dapat melakukan
penanganan lebih lanjut untuk meningkatkan mutu penambahan asam laktat pada
tepung gandum tersebut.