• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Guru Terhadap Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 1 Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pengetahuan dan Sikap Guru Terhadap Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 1 Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2016"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Kesehatan

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing.

Perilaku manusia meupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi

manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap

dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang

terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini

bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif

(melakukan tindakan). Sesuai dengan batasannya perilaku kesehatan dapat

dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dan

lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap tentang

kesehatannya serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan.

Menurut L.W. Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor

perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan

dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factor), adalah faktor yang

terwujud dalam kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi

(2)

11

2. Faktor- faktor pemungkin (Enabling factors), adalah faktor pendukung

yang terwujud dalam lingkungan fisik, yang termasuk di dalamnya adalah

berbagai macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas,

kebijakan pemerintah dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang

meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap

dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini

undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah

daerah yang terkait dengan kesehatan.

Perilaku dapat dibatasi sebagian jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan

sebagainya) (Notoatmodjo, 1999). Untuk memberikan respon terhadap situasi

diluar objek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan).

Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan

rangsangan.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan

atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan

mencetak perilaku manusia yang hidup didalamnya, sesuai dengan sifat

keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial

budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap

pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini adalah merupakan

keadaan masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir dan

(3)

12

2.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior)

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan: 1) Tahu (know), tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yag spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang diterima; 2) Memahami (comprehension), memahami

diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui dan dapat menginterpretasikannya materi tersebut secara benar; 3)

Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya; 4) Analisis

(analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain; 5) Sintesis (synthesis), sintesis

menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru; dan 6) Evaluasi

(evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

(4)

13

2.1.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Notoatmodjo (2012), sikap terdiri

dari berbagai tingkatan, yaitu :

1. Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek);

2. Merespon (responding),memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu

indikasi dari sikap;

3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap ketiga;

4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Menurut Sarwono (1998), sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak

terhadap hal-hal tertentu. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat

negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat

kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek

tertentu. Menurut Sarwono (1998), sikap terdiri atas tiga komponen yang saling

menunjang, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dam komponen konatif.

1. Komponen kognitif

Komponen kognitif berupa apa yang dipercayai oleh subjek pemilik

(5)

14

telah kita ketahui. Berdasarkan apa yang telah kita lihat itu kemudian

terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum

suatu objek. Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka ia akan menjadi dasar

pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dan apa yang tidak

diharapkannya dari objek tertentu. Pengalaman pribadi, apa yang

diceritakan orang lain, dan kebutuhan emosional kita sendiri merupakan

determinan utama dalam terbentuknya kepercayaan.

2. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan komponen perasaan yang menyangkut

aspek emosional. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan

yang dimiliki terhadap sesuatu. Reaksi emosional ditentukan oleh

kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar bagi objek.

3. Komponen konatif

Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku

tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh subjek. Kepercayaan dan

perasaan memengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang akan

berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan

banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap

stimulus tersebut.

Kecenderungan berperilaku secara konsisten selaras dengan

kepercayaan dan perasaan ini akan membentuk sikap individual.

Kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif

(6)

15

saja, akan tetapi meliputi bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan

atau perkataan yang diucapkan seseorang.

Metode pengukuran sikap yang dianggap dapat diandalkan dan dapat

memberikan penafsiran terhadap sikap manusia terhadap sikap manusia

adalah pengukuran melalui skala sikap (attitude scala). Suatu skala sikap

tidak lain daripada kumpulan pernyataan-pernyataan sikap. Pernyataan sikap

adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap

yang diukur. Suatu pernyataan sikap dapat berisi hal-hal positif mengenai

objek sikap, yaitu berisi pernyataan yang mendukung atau yang memihak

pada objek sikap. Pernyataan ini disebut pernyataan yang favorable.

Sebaliknyasuatu pernyataan sikap dapat pula berisi hal-hal negatif mengenai

objek sikap. Hal negatif dalam peenyataan sikap ini sifatnya tidak memihak

atau tidak mendukung terhadap objek sikap dan karenanya disebut dengan

pernyataan yang unfavorable (Notoatmodjo, 2012).

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk melihat dan mengukur

sikap seseorang, yaitu (Notoatmodjo, 2012) :

a. Metode Wawancara Langsung

Metode wawancara langsung untuk mengetahui bagaimana perasaan

seseorang terhadap objek psikologis yang dipilihnya, maka prosedur yang

termudah adalah dengan menanyakan secara langsung pada orang tersebut.

b. Observasi Langsung

Pendekatan observasi langsung adalah dengan mengobservasi secara

(7)

16

Pendekatan ini terbatas penggunannya, karena tergantung individu

yang diobservasi. Dengan kata lain, bertambahnya faktor yang

diobservasi, maka maki sukar dan makin kurang objektif terhadap

tingkah laku yang dilakukan.

c. Pernyataan Skala

Skala yang digunakan dalam mengukur sikap ini dapat membuktikan

pencapaian suatu ketetapan derajat efek yang diasosiasikan dengan

objek psikologis. Oleh karena itu, skala ini dikombinasikan dan atau

dikonstruksikan, yang akhirnya menghasilkan sejumlah butir yang

distandarsiasikan dalam tes psikologis. Butir-butir yang membentuk

skala sikap ini disebut “statement” yang dapat didefenisikan sebagai

pernyataan yang menyangkut objek psikologi. Skala sikap bertujuan

untuk menentukan perasaan seseorang. Salah satu cara untuk

mengukur sikap adalah dengan menggunakan metode skala Likert.

2.2 Guru

2.2.1 Pengertian

Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam keberhasilan suatu

pendidikan. Hal ini memang wajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang

berhubungan langsung dengan siswa sebagi subjek dan objek belajar.

Bagaimanapun bagus dan idealnya kurikulum pendidikan dan bagaimana kuatnya

antusias peserta didik, tanpa diimbangi dengan kemampuan guru, maka semuanya

(8)

17

Menurut Undang-undang RI nomor 14 tahun 2005 Guru adalah pendidik

professional dengan tugasutama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Tugas- tugas professional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi

ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis belum diketahui anak

dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu

anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan

sebaiknya-baiknya. Tugas- tugas manusiawi itu adalah transformasi diri,identifikasi

diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri (Tim Pembina UKS Pusat,2007)

WF Connell, 1972 (dalam Tim UKS Pusat, 2007) membedakan tujuh

peran seorang guru yang dapat dijalankan setiap hati, yaitu :

1. Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang

berkaitan dengan tugas-tugas member bantuan dan dorongan (supporter),

tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas

yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh

terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan

masyarkat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan

dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih

lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan

orang dewasa lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan

dan keterampilan dasar, persiapan untuk perkawinan dan hidup

(9)

18

spritiual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut sebagai pendidik dan

pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggungjawab pendisiplinan anak

harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak

menyimpang dengan norma-norma yang ada.

2. Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak

mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya.

Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau

tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma- norma yang dianut oleh

masyarakat, bangsa dan Negara. Karena nilai-nilai dasar negara dan

bangsa Indonesia adalah pancasila, maka tingkah laku pendidik harus

selalu diresapi oleh nilai-nilai pancasila.

3. Peran guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman

belajar.setiap guru harus memberi pengetahuan, keterampilan, dan

pengalaman lain diluar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan

kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi, spiritual

dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan

tanggung jawab sosial tingkah laku social anak. Kurikulum harus berisi

hal-hal tersebut diatas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan

nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan

dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan

untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.

4. Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu

(10)

19

keterampilan yang dimilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan

keterampilan yang dikuasainya tidak hanya terbatas pada pengetahuan

yang berkaitan dengan pengembangan tugas professional, tetapi juga tugas

kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.

5. Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru

diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam

mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui

pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan incidental.

6. Peran guru sebagai komunikator pengembangan masyarakat. Seorang guru

diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan disegala bidang yang

sedang dilakukan. Guru dapat mengembangkan kemampuannya pada

bidang-bidang yang dikuasainya.

7. Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik

dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan

dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara

administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar

mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang

dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan

sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa telah melaksanakan

tugasnya dengan baik.

Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan

(11)

20

2.3 Perilaku Seksual

Menurut Sarwono (2005), perilaku seksual adalah segala tingkah laku

yang didorong oleh hasrat seksual, baik dari lawan jenisnya maupun dengan

sesama jenisnya. Seperti yang kita ketahui umumnya remaja laki-laki lebih

mendominasi dalam melakukan tindak perilaku seksual bila dibandingkan

dengan remaja perempuan. Hal ini di karenakan banyaknya faktor yang

membuat remaja laki-laki untuk menyalurkan hasrat seksualitasnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa Negara maju

menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih banyak melakukan hubungan

seksual pada usia lebih muda bila dibandingkan dengan remaja perempuan.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual yang

terjadi pada remaja, antara lain :

1. Faktor Internal

a. Tingkat perkembangan seksual (fisik/psikologis)

Dimana perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan

perilaku seksual yang berbeda pula. Misalnya anak yang berusia

4-6 tahun berbeda dengan anak 13 tahun.

b. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi

Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional

tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku

serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan

(12)

21

c. Motivasi

Perilaku yang pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau

termotivasi untuk memperoleh tujuan tertentu. Perilaku seksual

seseorang memiliki tujuan untuk memperoleh kesenangan,

mendapatkan perasaan aman dan perlindungan, atau untuk

memperoleh uang misalnya pekerja seks seksual (PSK).

2. Faktor Eksternal

a. Keluarga

Kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan

remaja dapat memperkuat munculnya perilaku menyimpang pada remaja.

b. Pergaulan

Pada masa pubertas, perilaku seksual pada remaja sangat

dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya dimana pengaruh dari

teman sebaya sebagai pemicu terbesar dibandingkan orangtuanya atau

anggota keluarga lainnya.

c. Media massa

Kemajuan teknologi mengakibatkan maraknya timbul berbagai macam

media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan yang

paling dicari olehremaja adalah internet. Dari internet, remaja dapat

dengan mudah mengakses informasi yang tidak dibatasi umur,

tempat dan waktu. Informasi yang diperoleh biasanya akan

diterapkan dalam kehidupan kesehariannya. Banyaknya perilaku

(13)

22

kegiatan yang tujuannya hanya untuk mendapatkan kesenangan

organ seksual melalui berbagai perilaku.Hal ini sejalan dengan

pendapat Wahyudi (2004), beberapa perilaku seksual secara rinci

dapat berupa:

a. Berfantasi merupakan perilaku membayangkan dan

mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk

menimbulkan perasaan erotisme.

b. Pegangan tangan dimana perilaku ini tidak terlalu

menimbulkan rangsangan seksual yang begitu kuat namun

biasanya muncul keinginan untuk mencoba perilaku lain.

c. Cium kering berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan

bibir

d. Cium basah berupa sentuhan bibir ke bibir

e. Meraba merupakan kegiatan pada bagian-bagian sensitive

rangsang seksualseperti leher, dada, paha, alat kelamin dan lain-lain.

f. Berpelukan perilaku ini hanya menimbulkan perasaan tenang,

aman, nyaman disertai rangsangan seksual (apabila mengenai

daerah sensitif)

g. Masturbasi (wanita) atau Onani (laki-laki) merupakan perilaku

merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual

dan dilakukan sendiri.

h. Oral seks merupakan perilaku seksual dengan cara memasukkan

(14)

23

i. Petting merupakan seluruh perilaku yang non intercourse (hanya

sebatas pada menggesekkan alat kelamin).

j. Intercourse (senggama) merupakan aktivitas seksual dengan

memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita.

2.4 Remaja

2.4.1 Pengertian Remaja

Menurut Gordon dan Chown (2008) masa remaja merupakan masa

peralihan dari kanak-kanak kedewasa dan merupakan waktu terjadinya

perkembangan yang cepat, termasuk berkembang menuju kedewasaan seksual,

menemukan diri sendiri, mendefinisikan nilai pribadi dan menemukan fungsi

social. Pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun.

Menurut WHO, remaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun.

Sementara PBB menyebut anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Ini

kemudian disatukan dalam terminology kaum muda (young people) yang

mencakup usia 10-24 tahun (Killbourne, et.al, 2000).

Pada masa remaja seorang individu akan mengalami situasi pubertas

dimana terjadi perubahan yang mencolok secara fisik maupun emosional/

psikologis. Secara psikologis, masa remaja merupakan masa persiapan terakhir

dan menentukan untuk memasuki tahapan perkembangan kepribadian selanjutnya,

yaitu menjadi dewasa. Kematangan biologis remaja perempuan pedesaan biasanya

(15)

24

risiko kehamilan dan persalinan, sementara kematangan biologis remaja laki-laki

dan perempuan di perkotaan dibayang bayangi kemungkinan lebih dini usia

pertama aktif seksual, kehamilan tidak diinginkan, aborsi tidak aman, infeksi

saluran reproduksi termasuk Penyakit Menular Seksual (PMS), dan akibat

kecacatan yang dialami, sehingga pada saat ini sangat diperlukan partisipasi guru

untuk mencegah hal ini (Gordon dan Chown, 2008)

2.4.2 Ciri-ciri Remaja

Masa remaja mempunyai cirri tertentu yang membedakan dengan periode

sebelumnya, Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (1992), antara lain :

1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan

yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada

individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan

selanjutnya.

2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa

kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status

remaja tidak jelas, keadaan ini member waktu padanya untuk mencoba

gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat

yang paling sesuai dengan dirinya.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi

perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri),

(16)

25

4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa

usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat.

5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan

demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik.

6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistic. Remaja cenderung

memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat

dirinya sendirian orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan

sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.

7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau

kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya

dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa,

yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan

dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini

akan memberikan citra.

Menurut Gordon dan Chown (2008) ada beberapa hal mengenai perubahan

yang terjadi pada masa remaja, antara lain :

1. Perubahan Fisiologis Remaja

Masa remaja diawali dengan masa puberitas, yaitu masa terjadinya

perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh

dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual).

2. Perubahan Psikologis Remaja

Perubahan psikologis ini berkaitan dengan kejiwaan remaja yaitu

(17)

26

mengembangkan cara berfikir abstrak dan suka memberikan kritikan, ingin

mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku untuk mencoba-coba,

dan menstruasi.

Dan dapat disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada

diri remaja, kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam

penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat

menjalani tugas perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.

2.4.3 Klasifikasi Remaja

Sarwono (2000) mengatakan ada tiga tahap perkembangan remaja yaitu

remaja awal (usia 11-14 tahun) sedangkan pertengahan (usia 15-17 tahun) dan

remaja akhir (usia 18-20 tahun). Menurut Sarwono (2000) ada tiga tahap

perkembangan remaja dalam rangka penyesuaian diri menuju kedewasaan, yaitu

remaja awal, remaja madya, dan remaja akhir.

Remaja Awal (Early Adolescence) yaitu remaja yang berusia berkisar

11-13 tahun, dimana pada masa adalah masa yang paling penting untuk mengetahui

pendidikan seks, karena masa ini remaja cepat tertarik dengan lawan jenis dan

mudah teransang secara erotis. Oleh karena itu, anak remaja penting untuk

mengetahui pendidikan seks sejak dini (Soetjiningsih, 2004)

Remaja Madya (Middle Adolescence) yaitu remaja yang berusia berkisar

14-16 tahun, masa ini adalah masa mengenal diri sendiri, menjauhkan diri dari

keluarga dan lebih senang bergaul dengan teman-temannya. Remaja mungkin

(18)

27

secara serius dapat menimbulkan kesenjangan dalam komunikasi dan hilangnya

rasa percaya terhadap orang lain. Pada masa ini remaja memerlukan informasi

tentang penularan penyakit menular seksual (Soetjiningsih, 2004)

Remaja akhir (Late Adolescence) yaitu remaja yang berusia berkisar 17-20

tahun. Masa yang sudah lebih terkontrol oleh karena masa ini merupakan masa

menuju periode dewasa. Pada masa ini remaja mengenal dirinya sendiri, tahu apa

yang menjadi minatnya, mau bersosialisasi dengan oran lain, tidak terlalu egois

terhadap keinginannya sendiri, dan dapat membedakan anatar ahal yang pribadi

dengan hal yang umum (Soetjiningsih, 2004).

2.4.4 Tugas dan Perkembangan Seks Remaja

Tugas-tugas perkembangan masa remaja merupakan suatu peralihan dari

mas kanak-kanak menuju dewasa. Adapun cirri-ciri dari masa remaja antara lain

pertumbuhan fisik yang cepat, emosi yang tidak stabil, perkembangan seksual

sangat menonjol, cara berpikir kausalitas (hokum sebab akibat) dan terikat pada

kelompoknya (Kriswandaru, 2003).

Adapun tugas perkembangan yang harus dilalui para remaja, antara lain

mampu menerima keadaan fisiknya, mencapai kemandirian secara emosi,

memperluas hubungan dengan tingkah laku sosial yang lebih dewasa, mengetahui

serta menerima kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki, membentuk nilai

(19)

28

2.4.5 Perilaku Seksual Remaja

Ahli mempertanyakan alasan keterlibatan remaja dalam berbagai perilaku

seksual yang membuatnya terjebak pada resiko yang berkaitan dengan aspek

social, emosional, maupun kesehatan (Turner & Feldman, 1995). Alasan yang

melandasi perilaku remaja adalah berkaitan dengan upaya-upaya untuk

pembuktian perkembangan identitas diri, belajar menyelami anatomi lawan jenis,

menyenangkan pasangan dan mengatasi rasa kesepian (Soetjiningsih, 2004). Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman remaja mengenai dampak

personal dan interpersonal dari perilaku seksual yang dilakukan tidak menjadi

bahan pertimbangan.

2.4.6 Tempat Remaja Berdiskusi Masalah Seks dan Kesehatan Reproduksi Pada dasarnya pendidikan sekss yang terbaik adalah yang diberikan oleh

orangtua sendiri. Diwujudkan melalui cara hidup orangtua dalam keluarga sebagai

suami-istri yang bersatu dalam perkawinan yang diberikan dalam suasana akrab

dan terbuka dari hati ke hati antara orangtua dan anak (Howard, 1990). Kesulitan

yang timbul adalah apabila pengetahuan orangtua kurang memadai (secara teoritis

dan objektif) menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak

memberikan pemahaman tentang masalah-masalah seks anak. Akibatnya anak

mendapatkan informasi seks yang tidak sehat. Tentang hal ini Davis (1957)

menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa informasi seks yang tidak sehat pada

(20)

konflik-29

konflik dan gangguan mental, ide-ide yang salah dan ketakutan-ketakutan yang

berhubungan dengan seks.

Pendidikan seks di sekolah merupakan komplemen dari pendidikan seks di

rumah (Kilander, 1997). Peran sekolah dalam memberikan pendidikan seks harus

dipahami sebagai pelengkap pengetahuan sari rumah dan istitusi lainnya yang

berupaya keras untuk mendidik remaja tentang seksualitas dan tidak berarti bahwa

sekolah mengambil porsi orangtua (Yeni, 1992).

2.5 Kerangka Pikir

Untuk menggambarkan penelitian maka kerangka berfikir di bawah ini

yang akan mendeskripsikan bagaimana pengetahuan dan sikap guru terhadap

perilaku seksual remaja.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Faktor Predisposisi

- Pengetahuan - Sikap

- Sosial Budaya

Faktor Pemungkin

- Media massa

Faktor Pendorong

- Peran Orangtua

- Guru

(21)

30

Kerangka pikir diatas mengacu kepada teori Lawrence Green. Green

menyatakan faktor perilaku terbagi dari tiga, yaitu :

1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mepredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara

lain pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, tradisi.

2. Faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor-faktor yang

memungkinkan atau menfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya faktor

pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya

perilaku kesehatan

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang

Referensi

Dokumen terkait

The scope of this study is only conducted to know the effect of picture crossword English vocabulary size, in particular of seventh grade students of

Ke dalam tabung berisi air dimasukkan sebuah bola besi yang berjari-jari 6 cm, sehingga permukaan airA. dalam

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuji pada Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa sistem dapat berfungsi dengan baik, dapat mendeteksi nyala api pada lilin sejauh

Sistem dapat mendata semua transaksi yang berkaitan dengan retail penjualan  User dapat menginputkan data transaksi retail penjualan.  User dapat menyimpan transaksi

Bab ini berisi tentang pengolahan data analisis permasalahan dalam penelitian yang meliputi analisis kondisi saluran drainase eksisting, perhitungan data hidrologi seperti

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2002 sampai tahun 2008. Dalam penelitian ini jumlah populasi sebanyak

Berdasarkan nilai yang sama dari pengujian secara bersama sebelumnya, maka penentuan hipotesis secara sendiri-sendiri menyebutkan jika βi ≠ 0 maka Ha diterima, artinya Pajak

Putri Purbasari, yang ditempatkan sebagai protagonis dalam cerita ini, merupakan tokoh yang serba baik yang. segenap perilakunva diperca-,'a