• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi pemilihan struktur komposit dan struktur beton Bertulang ditinjau dari biaya pada bangunan hot air furnace

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi pemilihan struktur komposit dan struktur beton Bertulang ditinjau dari biaya pada bangunan hot air furnace"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Struktur Beton, Baja dan Komposit Terhadap Perubahan Temperatur 2.1.1. Perilaku Beton Terhadap Api

Beton merupakan material bangunan yang memiliki tahanan terhadap api/panas yang unggul dibandingkan jenis material lain, seperti kayu atau baja. Hal ini disebabkan karena beton merupakan penghantar panas yang lemah (low thermal conductivity), sehingga dapat membatasi kedalaman penetrasi panas. (Soemardi, dan Munaf,1998) .

Sifat termal agregat mempengaruhi keawetan dan kualitas lain dari betonnya. Sifat-sifat utama Sifat-sifat termal agregat yaitu: (Tjokrodimulyo,1996)

(1) Koefisien muai (2) Panas jenis (3) Penghantar panas

Gambar 2.1 Pengaruh perubahan suhu terhadap kekuatan beton

(2)

Gambar 2.2 Modulus Elastisitas Beton Pada Temperatur Tinggi (sumber: ACI 216R-89)

(3)

adanya desain struktur beton dengan resistensi kebakaran tertentu atau mengevaluasi struktur yang telah dirancang terhadap adanya unsur api.

Tahapan desain struktur (pelat, balok dan kolom) beton bertulang tahan api pada dasarnya harus didahului dengan desain pendahuluan tanpa memperhitungkan beban api didalamnya. Setelah itu dilakukan analisa kondisi eksisting dari pelat, balok dan kolom yang telah didesain. Apabila dari hasil analisa telah didapatkan ketahanan api yang sesuai dengan yang diinginkan maka desain tersebut telah dianggap selesai. Namun apabila ketahanan api yang didapatkan kurang dari yang diharapkan maka harus dilakukan desain ulang. Dalam melakukan desain ulang, analisa dilakukan terhadap 3 variabel yang sangat berpengaruh yakni cover beton, mutu beton dan mutu baja.

2.1.2. Perilaku Baja Pada Temperatur Tinggi

Temperatur yang tinggi pada material baja akan sangat berpengaruh terhadap sifat

(4)

Gambar 2.3 Variasi sifat mekanis baja terhadap temperatur (sumber: SNI 03-1729-2002)

2.1.3. Perilaku Struktur Komposit Temperatur Tinggi

Batang komposit adalah batang yang terdiri dari profil baja dan beton yang digabung bersama untuk memikul beban tekan dan atau lentur. Batang yang memikul lentur umumnya disebut dengan balok komposit. Sedangkan batang yang memikul beban tekan umumnya disebut dengan kolom komposit.

Dengan menggunakan konstruksi komposit dalam desain suatu komponen struktur ternyata dapat diperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut:

a. Dapat mereduksi berat profil baja yang dipakai b. Tinggi profil baja yang dipakai dapat dikurangi c. Meningkatkan kekakuan lantai

(5)

Perubahan temperatur pada struktur komposit dapat menyebabkan sifat lekatan antara baja dan beton menjadi berkurang. Balok komposit baja-beton (concrete-encased beam) pasca bakar yang tidak dikekang (unconfind) akan mengalami penurunan faktor

kekakuan rata–rata lebih dari 50%. Dengan bertambahnya temperatur, balok komposit baja-beton akan mengalami penurunan faktor daktilitas yang menyebabkan kemampuan dalam menerima beban juga semakin kecil. (Brian Uy & Mark Andrew Bradford, 1995)

Gambar 2.4 Hubungan beban (P) dan lendutan () balok komposit

(Sumber: Lilis Indriani dan Ahmad Tohir. Kuat Lentur Balok Komposit Baja-Beton Pasca Bakar )

2.2. Metode Perencanaan Struktur Beton Bertulang 2.2.1. Umum

Ada dua metode yang umum digunakan untuk perencanaan struktur beton bertulang,

yaitu metode beban kerja (working stress design) dan metode kekuatan batas (ultimate strength design). Metode beban kerja sangat popular pada masa lampau, yaitu sekitar awal

(6)

kekuatan batas pada tahun 1955 dengan peraturan atau pedoman standar yang mengatur perencanaan dan palaksanaan bangunan beton bertulang yaitu Peraturan Beton Indonesia 1955 (PBI 1955) kemudian PBI 1971.

Pada Peraturan Beton Indonesia 1971 (PBI 1971) metode kuat batas diperkenalkan sebagai metode alternatif (masih mengandalkan metode beban kerja). Kemudian mulai 1991 dengan dikeluarkannya peraturan SK SNI T-15-1991-03 tentang “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Bertulang Untuk Bangunan Gedung” telah mengacu pada kuat batas yang merujuk pada peraturan perencanaan struktur beton Amerika (ACI 318M-83). Pembaharuan tersebut tentunya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya mengimbangi pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang berkaitan dengan beton ataupun struktur beton bertulang. Sedangkan yang edisi yang terbaru yaitu SK SNI 03-2847-2002 mengacu pada ketentuan dan persyaratan dari Uniform building Code (UBC 1997) untuk pedoman ketahanan gempa, dan ACI 318-99 dan ACI

318-02 untuk mendisain dan pendetailan struktur dengan beberapa modifikasi. Menurut Uniform Building Code (UBC 1997) beberapa perubahan sudah mencerminkan hasil

observasi perilaku struktur oleh kejadian gempa Northridge di California pada tahun 1994 dan kejadian gempa Hyogoken-Nanbu di Kobe Jepang pada tahun 1995.

Dalam tugas akhir ini, akan digunakan metode kuat batas sebagai perencanaan struktur beton bertulang. Karena metode kuat batas (ultimate strength design) di peraturan SNI 03-2847-2002 sebagai metode utama dalam perencanaan struktur beton bertulang.

2.2.2 Perencanaan Kuat Batas (Ultimate Strength Design)

(7)

mencari beban batas untuk setiap struktur sangat variatif sekali, sehingga dibuat kesepakatan bahwa beban batas adalah sama dengan kombinasi beban layan dikalikan faktor beban yang ditentukan.

Dalam menentukan beban batas, aksi redistribusi momen negatif dapat dimasukkan sebagai hasil dari aksi nonlinear yang ada antara gaya dan deformasi penampang batang pada pembebanan maksimum, dimana pada kondisi tersebut struktur mengalami deformasi akibat pelelehan tulangan maupun terjadi retak-retak pada bagian beton tarik. Beberapa alasan digunakannya metode kuat batas (ultimate strength design) sebagai trend perencanaan struktur beton adalah:

a. Struktur beton bersifat in-elastis saat beban maksimum, sehingga teori elastis tidak dapat secara akurat menghitung kekuatan batasnya. Untuk struktur yang direncanakan dengan metode beban kerja (working stress design) maka faktor beban (beban atas/beban kerja) tidak diketahui dan dapat bervariasi dari struktur yang

lainnya.

b. Faktor keamanan dalam bentuk faktor beban lebih rasional, yaitu faktor beban rendah untuk struktur dengan pembebanan yang pasti, sedangkan faktor beban tinggi untuk pembebanan yang fluaktif (berubah-berubah).

(8)

tidak terlihat pada saat direncanakan dengan metode beban kerja yang memakai nilai modular ratio sebelum creep. Metode perencanaan kuat batas tidak memerlukan rasio modulus.

d. Metode perencanaan kuat batas memanfaatkan kekuatan yang dihasilkan dari distribusi tegangan yang lebih efisien yang memungkinkan oleh adanya regangan in-elastis. Sebagai contoh, penggunanaan tulangan desak pada penampang dengan tulangan ganda dapat menghasilkan momen kapasitas yang lebih besar karena pada tulangan desaknya dapat didayagunakan sampai mencapai tegangan leleh pada beban batasnya, sedangkan dengan teori elastis tambahan tulangan desak tidak terlalu terpengaruh karena hanya dicapai tegangan yang rendah pada baja.

e. Metode perencanaan kuat batas menghasilkan penampang struktur beton yang lebih efisien jika digunakan tulangan baja mutu tinggi dan tinggi balok yang rendah dapat digunakan tanpa perlu tulangan desak.

f. Metode perencanaan kuat batas dapat digunakan untuk mengakses daktilitas struktur di luar batas elastisnya. Hal tersebut penting untuk memasukkan pengaruh redistribusi momen dalam perencanaan terhadap beban gravitasi, perencanaan tahan gempa dan perencanaan terhadap beban ledak (blasting).

2.2.2.1. Keruntuhan Lentur Akibat Kondisi Batas (Ultimite)

(9)

diletakkan simetris sehingga ditengah bentang struktur tersebut hanya timbul momen lentur saja (tidak ada gaya geser).

Gambar 2.5 Balok yang dibebani sampai runtuh

(Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)

Penampang ditengah diberi sensor-sensor regangan untuk mengetahui tegangan yang terjadi. Beban diberikan secara bertahap dan dapat dilakukan pencatatan lendutan ditengah bentang sehingga dapat diperoleh kurva hubungan momen dan kelengkungan untuk setiap tahapan beban sampai beban maksimum sebelum balok tersebut runtuh.

(10)

Gambar 2.6 Kurva Momen – Kelengkungan Balok (Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)

Keruntuhan yang didahului oleh lendutan atau deformasi yang besar seperti yang diperlihatkan pada balok diatas disebut keruntuhan yang bersifat daktail. Sifat seperti

itu dapat dijadikan peringatan dini mengenai kemungkinan akan adanya keruntuhan sehingga pengguna struktur bangunan mempunyai waktu untuk menghindari struktur tersebut sebelum benar-benar runtuh, dengan demikian jatuhnya korban jiwa dapat dihindari.

Keruntuhan akibat lentur yang terjadi pada balok ternyata tidak semua berperilaku sama, hal itu tergantung dari banyak atau sedikitnya jumlah tulangan tarik yang ditempatkan pada penampang balok. Keruntuhan lentur tersebut dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda, yaitu:

1. Keruntuhan Tarik, terjadi bila jumlah tulangan baja relatif sedikit sehingga tulangan tersebut akan leleh terlebih dahulu sebelum betonnya pecah, yaitu apabila

regangan baja (εs) lebih besar dari regangan beton (εy). Penampang seperti itu

(11)

pada balok uji yaitu daktail (terjadinya deformasi yang besar sebelum runtuh). Semua balok yang direncanakan sesuai peraturan diharapkan berperilaku seperti itu.

2. Keruntuhan Tekan, karena jumlah tulangan baja relatif banyak maka keruntuhan dimulai dari beton sedangkan tulangan bajanya masih elastis, yaitu apabila

regangan baja (εs) lebih kecil dari regangan beton (εy). Penampang seperti itu

disebut penampang over-reinforced, sifat keruntuhannya adalah getas (non-daktail). Suatu kondisi yang berbahaya karena penggunaan bangunan tidak melihat adanya deformasi yang besar yang dapat dijadikan pertanda bilamana struktur tersebut mau runtuh sehingga tidak ada kesempatan untuk menghindarinya terlebih dahulu.

3. Keruntuhan Balance, jika baja dan beton tepat mencapai kuat batasnya, yaitu

apabila regangan baja (εs) sama besar dengan regangan beton (εy). Jumlah

penulangan yang menyebabkan keruntuhan balans dapat dijadikan acuan untuk menentukan apakah tulangan relatif sedikit atau tidak, sehingga sifat keruntuhan daktail atau sebaliknya.

Gambar 2.7 Perilaku Keruntuhan Balok

(12)

Gambar 2.8 Ciri-Ciri Keruntuhan Penampang

(Sumber: Wiryanto Dewobroto, Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang)

2.2.2.2. Keruntuhan Akibat Geser

Keruntuhan akibat geser pada pembebanan balok, diketahui bahwa transfer beban ketumpuan melampaui mekanisme momen lentur dan gaya geser yang terjadi secara bersamaan. Pola keruntuhan (retak) yang terjadi akibat kedua mekanisme tersebut terlihat berbeda dari komponen tegangan utama yang terjadi.

Gambar 2.9 Balok dengan Keruntuhan Geser

(13)

Bagian yang menerima lentur dan geser, materialnya mengalami tegangan utama biaksial dengan orientasi diagonal, sehingga retaknya pun terbentuk diagonal pada daerah yang mengalami tegangan tarik. Perhatikan pada daerah lentur murni, retak yang terjadi cenderung berorientasi vertikal. Keruntuhan balok akibat geser (akibat tegangan biaksial) bersifat getas dan terjadinya tiba-tiba. Berbeda dengan keruntuhan lentur yang bersifat daktail, didahului dengan timbulnya lendutan besar yang dapat digunakan sebagai “pertanda”. Oleh karena itu, dalam perencanaan struktur, semua elemen harus didesain sedemikian agar kekuatan gesernya lebih besar dari yang diperlukan sehingga dapat dijamin bahwa keruntuhan lentur akan terjadi lebih dahulu.

2.2.2.3. Pengaruh Keruntuhan Geser Terhadap Jumlah Tulangan Memanjang

Dari gambar terlihat bahwa balok mempunyai rasio tulangan memanjang yang kecil akan runtuh pada tegangan geser yang rendah. Dan juga memperlihatkan bahwa

pengurangan kapasitas geser diakibatkan oleh bertambahnya lebar retak, sehingga bidang temu (interface) transfer geser juga berkurang. Hal yang sama juga berlaku jika lentur (retak vertikal) semakin panjang sehingga mengurangi bidang temu gaya tekan.

Gambar 2.10 Rasio Tulangan Memanjang dan Kapasitas Geser

(14)

Gambar di atas juga membandingkan pengaruh jumlah tulangan memanjang dari sejumlah rumus empiris. Kapasitas lentur ditunjukkan juga untuk berbagai mutu tulangan memanjang. Kurva diatas juga mengikuti fakta yang umum dikenal bahwa keruntuhan lentur akan dominan dibanding keruntuhan geser untuk balok dengan rasio bentang geser terhadap tinggi, a/d > 5 dengan jumlah tulangan memanjang yang rendah

(ρ < 1%), yang dipasang konstan sepanjang balok.

2.2.3. Kuat perlu

1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama dengan U = 1,4 D

Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga beban atap A atau beban hujan R, paling tidak harus sama dengan

U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)

2. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu:

U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R)

Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya, yaitu:

U = 0,9 D ± 1,6 W

3. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai:

U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E

(15)

kecuali untuk ruangan garasi, ruangan pertemuan, dan semua ruangan yang beban hidup L-nya lebih besar daripada 500 kg/m2.

U = 0,9 D ± 1,0 E

dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03-1726-1989-F, Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung, atau penggantinya.

2.2.4. Struktur Balok Persegi

Balok merupakan suatu komponen yang menerima beban lateral dari atap, lantai dan sebagainya, serta menerima momen lentur, gaya lintang dan momen puntir.

a. Perhitungan dimensi balok

Tabel 2.1 Tebal minimum balok non-prategang atau pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung

Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh

(16)

b. Menentukan luas tulangan 1. Perhitungan Momen Ultimite

Momen ultimate adalah kuat lentur balok dimana kekuatan batang sama dengan kekuatan teoritisnya dikalikan faktor reduksi kekuatan, atau:

Mu =  Mn

Momen nominal adalah momen penahan teoritis atau momen penahan nominal sebuah penampang.

Gambar 2.11. Beberapa kemungkinan bentuk distribusi tegangan (sumber: Jack C. McCormac, Desain Beton Bertulang)

Dengan membuat persamaan-persamaan balok, dibuat acuan pada gambar 2.12 dengan menyamakan gaya horizontal C dan T dan mencari a, maka diperoleh:

Gambar 2.12. Distribusi Tegangan

(17)

= As. fy

Karena jumlah tulangan baja terbatas dan akan leleh sebelum beton mencapai kekuatan ultimitnya, nilai momen nominal adalah:

M = T d−a

2 = Asfy d−

a 2

Dan kuat lentur yang digunakan adalah:

M = ∅ = ∅ Asfy d−a

2

2. Persentase maksimum dan minimum baja yang diizinkan

Jika digunakan sebuah balok yang seimbang (baik dalam keadaan underreinforced maupun overreinforced), secara teoritis balok tersebut akan runtuh secara tiba-tiba tanpa peringatan sebelumnya. Maka dari itu, peraturan ACI membatasi persentase baja yang digunakan, yaitu:

(18)

dengan rasio bagian tinggi dengan dimensi lateral terkecil kurang dari tiga dinamakan pedestal.

Secara garis besar ada tiga jenis kolom bertulang, yaitu :

1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral, sedemikian rupa hingga penulangan keseluruhan membentuk kerangka.

2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom.

3. Struktur kolom komposit, merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dngan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok memanjang.

2.2.5.1 Interaksi Beban Aksial dan Momen

(19)

Gambar 2.13 Kolom Memikul Beban Aksial

(sumber: Jack C. McCormac, Design of Reinforced Concrete)

Berikut ini adalah sedikit penjelasan terhadap gambar :

a. Beban aksial besar tanpa momen. Dalam situasi ini, kehancuran akan terjadi dengan hancurnya beton dengan seluruh tulangan dalam kolom berada dalam kondisi luluh akibat tekan.

b. Beban aksial besar dengan momen kecil sedemikian seluruh tampang masih berada dalam keadaan tertekan. Ketika suatu kolom diberikan momen lentur yang kecil (dimana eksentrisitas kecil), seluruh kolom akan dalam keadaan tertekan tetapi tekanan akan lebih besar pada salah satu sisi lainnya. Tegangan tekan maksimum pada kolom akan mencapai 0,85f’c dan kehancuran akan terjadi dengan hancurnya beton dengan seluruh tulangan dalam keadaan tertekan.

(20)

d. Kondisi pembebanan seimbang. Seiring dengan semakin bertambahnya eksentrisitas, suatu kondisi akan tercapai dimana tulangan baja pada daerah tarik akan mencapai tegangan luluhnya pada saat beton pada sisi lainnya mencapai tekanan maksimumnya sebesar 0,85f’c. Kondisi ini dinamakan kondisi pembebanan seimbang.

e. Momen besar dengan beban aksial kecil. Jika eksentrisitas terus ditambahkan, kehancuran akan ditentukan oleh luluhnya tulangan tarik pada kolom.

f. Momen besar tanpa beban aksial. Untuk kondisi ini, kehancuran akan terjadi seperti yang terjadi pada balok.

Dengan demikian kekuatan suatu penampang kolom dapat diperhitungkan terhadap banyak kemungkinan kombinasi beban aksial dan momen. Kuat lentur penampang kolom dapat direncanakan untuk beberapa kemungkinan kuat beban aksial yang berbeda, dengan masing-masing mempunyai pasangan kuat momen tersendiri.

Perencanaan dimensi kolom berdasarkan pembebanan aksial pada kolom: (Jack C. McCormac, 2003)

Untuk kolom spiral ( = 0,75) dan kolom sengkang persegi ( = 0,70)

Pn = 0,85  [0,85fc’(Ag – Ast) + fy. Ast ]

Pu =  Pn

Dimana:

(21)

2.3. Metode Perencanaan Struktur Komposit 2.3.1. Umum

Kemajuan teknologi sangat berpengaruh terhadap perkembangan konstruksi di Indonesia termasuk pemakaian baja menjadi bahan konstruksi. Baja menjadi sangat penting karena memiliki tingkat daktalitas (ductility) yang sangat tinggi, dimana ductility merupakan kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan maupun regangan sebelum terjadi kegagalan. (Charles G. Salmon, 1991)

Sebelumnya pada struktur komposit, kerangka baja yang menyangga konstruksi pelat beton bertulang pengaruh komposit dari pelat beton dan baja yang bekerja bersama-sama tidak diperhitungkan. Hal ini terjadi karena adanya asumsi pada saat mendesain bahwa pelat beton dan baja dalam menahan beban bekerja secara terpisah, dan ikatan antara pelat beton dan bagian atas balok baja dianggap tidak dapat diandalkan. Namun dengan berkembangnya teknik pengelasan, pemakaian alat penyambung geser (shear connector)

mekanis menjadi praktis untuk menahan gaya geser horizontal yang timbul ketika batang terlentur. (Charles G. Salmon, 1991)

(22)

Gambar 2.14 (a) Lantai jembatan komposit dengan penghubung geser, (b) Balok baja yang diselubungi beton, (c) Lantai gedung komposit dengan penghubung geser.

(sumber: Agus Setiawan, 2008)

Karena struktur komposit melibatkan dua macam material yang berbeda, maka perhitungan kapasitasnya tidak sesederhana bila struktur bukan komposit. Karakteristik dan dimensi kedua bahan akan menentukan bagaimana pemilihan jenis profil dan pelat beton yang akan dikomposisikan dan kinerja struktur tersebut. (Suprobo, 2000)

Sistem struktur komposit sendiri terbentuk akibat interaksi antara komponen struktur baja dan beton yang karakteristik dasar masing-masing bahan dimanfaatkan secara optimal. Karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur baja adalah kekuatan tinggi, modulus elastisitas tinggi, serta daktilitas tinggi. Sedangkan karakteristik penting yang dimiliki oleh struktur beton adalah ketahanan yang baik terhadap api, mudah dibentuk, dan murah. (Dong Keon Kim, 2005)

Batang komposit adalah batang yang terdiri dari profil baja dan beton yang digabung bersama untuk memikul beban tekan dan atau lentur. Batang yang memikul lentur umumnya disebut dengan balok komposit. Sedangkan batang yang memikul beban tekan umumnya disebut dengan kolom komposit.

(23)

sendiri mempunyai beberapa tipe, diantaranya balok komposit dengan pelat beton yang dicor tempat (solid in situ), balok komposit yang menggunakan precast reinforced concrete planks yang bagian atasnya kemudian dicor tempat, balok komposit yang

penghubung gesernya diberi perkuatan, serta balok komposit yang diberi bondek.

Dengan menggunakan konstruksi komposit dalam desain suatu komponen struktur ternyata dapat diperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut:

a. Dapat mereduksi berat profil baja yang dipakai b. Tinggi profil baja yang dipakai dapat dikurangi c. Meningkatkan kekakuan lantai

d. Dapat menambah panjang bentang layan

Reduksi berat sekitar 20-30% dapat diperoleh dengan memanfaatkan perilaku sistem komposit penuh. Dengan adanya reduksi berat ini maka secara langsung juga dapat mengurangi tinggi profil baja yang dipakai. Berkurangnya profil baja yang dipakai akan

mengakibatkan berkurangnya tinggi bangunan secara keseluruhan dan membawa dampak pula berupa penghematan material bangunan, terutama untuk dinding luar dan tangga.

2.3.2. Balok Komposit

Balok adalah salah satu diantara elemen-elemen struktur yang paling banyak dijumpai pada setiap struktur. Balok adalah elemen struktur yang memikul beban yang bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinalnya. Hal ini akan menyebabkan balok melentur. (Spiegel & Limbrunner,1998).

Sebuah balok komposit (composite beam) adalah sebuah balok yang kekuatannya bergantung pada interaksi mekanis diantara dua atau lebih bahan (Bowles,1980).

(24)

a) Balok komposit penuh

Untuk balok komposit penuh, penghubung geser harus disediakan dalam jumlah yang memadai sehingga balok mampu mencapai kuat lentur maksimumnya. Pada penentuan distribusi tegangan elastis, slip antara baja dan beton dianggap tidak terjadi (SNI 03-1729-2002 Ps.12.2.6).

b) Balok komposit parsial

Pada balok komposit parsial, kekuatan balok dalam memikul lentur dibatasi oleh kekuatan penghubung geser. Perhitungan elastis untuk balok seperti ini, seperti pada penentuan defleksi atau tegangan akibat beban layan, harus mempertimbangkan pengaruh adanya slip antara baja dan beton (SNI 03-1729-2002 Ps. 12.2.7).

c) Balok baja yang diberi selubung beton

Walaupun tidak diberi angker, balok baja yang diberi selubung beton disemua permukaannya dianggap bekerja secara komposit dengan beton, selama hal-hal

berikut terpenuhi (SNI 03-1729-2002 Ps.12.2.8):

 Tebal minimum selubung beton yang menyelimuti baja tidak kurang daripada 50

mm, kecuali yang disebutkan pada butir ke-2 di bawah.

 Posisi tepi atas balok baja tidak boleh kurang daripada 40 mm di bawah sisi atas

pelat beton dan 50 mm di atas sisi bawah plat.

 Selubung beton harus diberi kawat jaring atau baja tulangan dengan jumlah yang

(25)

Gambar 2.15 Penampang Balok Komposit (sumber: Charles G. Salmon, 1991)

2.3.3. Lebar efektif pelat beton

Lebar efektif maksimum yang diijinkan oleh AISC-11.1 adalah harga terendah yang dihitung dengan persamaan berikut:

Untuk balok-balok interior:

b ≤ L 4

b ≤ b (untuk jarak balok yang sama)

b ≤ b + 16t

Untuk balok-balok eksterior:

b ≤ L

12 + b

b ≤ 1

2( b + b )

b ≤ b + 6t

(26)

2.3.4. Kekuatan balok komposit dengan penghubung geser

Kuat lentur positif rencana ditentukan sebagai berikut (SNI 03-1729-2002 Pasal 12.4.2.1):

a. Untuk

øb = 0,85 dan Mn dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis pada penampang komposit.

b. Untuk . , . .

øb = 0,9 dan Mn ditentukan berdasarkan superposisi tegangan-tegangan elastis yang memperhitungkan pengaruh tumpuan sementara (perancah).

Kuat lentur negatif rencana øb.Mn harus dihitung untuk penampang baja saja, dengan mengikuti ketentuan-ketentuan pada butir 8 (SNI 03-1729-2002 Pasal 12.4.2.2).

2.3.5. Menghitung Momen Nominal

 Menghitung nilai transformasi beton ke baja:

= 4700 ′ (MPa)……….untuk beton normal

Dimana : Es = 200000 MPa

n = E

E ; b =

b

n danA = ( b xts)

(27)

Menghitung momen nominal (Mn) positif

Gambar 2.16 Distribusi tegangan plastis (sumber: Charles G. Salmon, 1991) Menghitung momen nominal (Mn) positif :

 Gaya tekan (C) pada beton : C = 0,85. f’c.tp.beff

Gaya tarik (T) pada baja : T = As.fy *dari hasil diatas dipilih nilai terkecil

 Menentukan tinggi balok tekan effektif: = As.fy

0,85.fc′.bE  Kekuatan momen nominal : Mn = C.d1 atau T.d1

Kuat nominal dalam bentuk gaya baja : = A . f + ts−

Menghitung momen nominal (Mn) negatif

(28)

Menghitung momen nominal (Mn) negatif :

 Menentukan lokasi gaya tarik pada balok baja

Pc = n.Ar.fy dan Pyc = As.fy

2.3.6. Penghubung Geser (Shear Connector)

Gaya geser yang terjadi antara pelat beton dan profil baja harus dipikul oleh sejumlah penghubung geser, sehingga tidak terjadi slip pada saat masa layan. Idealnya alat penghubung geser harus cukup kaku untuk menghasilkan interaksi penuh, namun hal ini akan memerlukan pengaku yang sangat tegar. Adapun jenis-jenis alat penghubung geser yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :

- Alat penyambung stud (stud connector) berkepala dan berbentuk pancing. - Alat peyambung kanal (canal connector)

(29)

Pada tugas akhir ini, alat penghubung geser yang digunakan berbentuk stud berkepala (stud connector). Kekuatan penghubung geser adalah : (SNI 03-1729-2002 Pasal 12.6.3)

= 0,5. . ≤ .

Dimana: Qn = kuat geser satu buah stud (N/stud) Asc = luas stud (mm2)

f’c = mutu beton (MPa)

Ec = modulus elastisitas beton (MPa) fu = mutu stud (MPa)

Dan untuk perhitungan jumlah penghubung geser (shear connector) yang

dibutuhkan digunakan persamaan: =

2.3.7. Kolom Komposit

Kolom komposit didefinisikan sebagai “kolom baja yang dibuat dari potongan baja giling (rolled) built-up dan di cor di dalam beton struktural atau terbuat dari tabung atau pipa baja dan diisi dengan beton struktural (Salmon & Jonson, 1996). Menurut SNI 03-1729-2002 Ada dua tipe kolom komposit, yaitu :

 Kolom komposit yang terbuat dari profil baja yang diberi selubung beton di

sekelilingnya (kolom baja berselubung beton).

 Kolom komposit terbuat dari penampang baja berongga (kolom baja berintikan

(30)

Gambar 2.18 Penampang Kolom Komposit dari profil baja IWF (a), Kingcross yang dibungkus beton (b), Persegi (c) dan O (d) yang diisi beton

(sumber: Salmon & Jonson, 1996)

Pada tugas akhir ini penulis merencanakan kolom komposit dengan penampang dari profil kingcross yang dibungkus beton seperti yang tampak pada gambar di bawah:

Gambar 2.19 Profil Baja Kingcross

(sumber: Gunung Garuda, King Kross Product Spesification)

(31)

Kolom komposit merupakan suatu solusi hemat untuk kasus dimana kapasitas beban tambahan yang diinginkan lebih besar dibandingkan dengan penggunaan kolom baja sendiri. Kolom komposit juga menjadi solusi yang efektif untuk berbagai permasalahan yang ada pada desain praktis. Salah satunya, yaitu jika beban yang terjadi pada struktur kolom sangatlah besar, maka penambahan material beton pada struktur kolom dapat memikul beban yang terjadi, sehingga ukuran profil baja tidak perlu diperbesar lagi. (Roberto Leon, Larry Griffis,2005)

Kriteria untuk kolom komposit bagi komponen struktur tekan (SNI 03-1729-2002 Ps.12.3.1) :

1. Luas penampang profil baja minimal sebesar 4 % dari luas penampang komposit total.

2. Selubung beton untuk penampang komposit yang berintikan baja harus diberi tulangan baja longitudinal dan tulangan pengekang lateral.

3. Tulangan baja longitudinal harus menerus pada lantai struktur portal, kecuali untuk tulangan longitudinal yang hanya berfungsi memberi kekangan pada beton.

4. Jarak antar pengikat lateral tidak boleh melebihi 2/3 dari dimensi terkecil penampang kolom komposit. Tebal bersih selimut beton dari tepi terluar tulangan longitudinal dan transversal minimum sebesar 40 mm.

5. Mutu beton yang digunakan tidak lebih 55 MPa dan tidak kurang dari 21 MPa untuk beton normal dan tidak kurang dari 28 MPa untuk beton ringan.

6. Tegangan leleh profil dan tulangan baja yang digunakan untuk perhitungan kekuatan kolom komposit tidak boleh lebih dari 380 MPa.

7. Tebal minimum dinding pipa baja atau penampang baja berongga yang diisi beton

adalah / 3 untuk setiap sisi selebar b pada penampang persegi dan / 8

(32)

Kuat rencana kolom komposit yang menumpu beban aksial adalah øcNn dengan øc= 0,85.

= ( . ) =

Untuk: ≤ 0,25 ………maka w = 1

0,25 ≤ ≤ 1,2 ……… maka = ,

, ,

≥ 1,2 ……….. maka = 1,25 Dengan:

 Parameter kelangsingan kolom

=

 Tegangan leleh modifikasi

= + + ′

 Modulus elastisitas modifikasi

= +

= 0,041 ,

Jika beban desain kolom ditopang oleh kolom komposit (terdiri dari profil baja dan beton). Persyaratan luas minimal penampang beton yang menahan beban desain kolom adalah :

 Kemampuan profil baja menahan beban  Pns = 0,85 x As x fy

(33)

 Syarat untuk luas penampang beton:

 Pnc ≤ 1,7  fc’ Ab

2.3.8. Aksi Komposit

Aksi komposit terjadi apabila dua batang struktural pemikul beban seperti pada pelat

beton dan balok baja sebagai penyangganya dihubungkan secara menyeluruh dan mengalami defleksi sebagai satu kesatuan. Pada balok non-komposit pelat beton dan balok baja tidak bekerja bersama-sama sebagai satu kesatuan karena tidak terpasang alat penghubung geser, sehingga masing-masing memikul beban secara terpisah. Apabila balok non-komposit mengalami defleksi pada saat dibebani, maka permukaan bawah pelat beton akan tertarik dan mengalami perpanjangan sedangkan permukaan atas dari balok baja akan tertekan dan mengalami perpendekan. Karena penghubung geser tidak terpasang pada bidang pertemuan antara pelat beton dan balok baja maka pada bidang kontak tersebut tidak ada gaya yang menahan perpanjangan serat bawah pelat dan perpendekan serat atas balok baja. Dalam hal ini, pada bidang kontak tersebut hanya bekerja gaya geser vertikal.

(34)

Gambar 2.20 Perbandingan defleksi antara balok komposit dan non-komposit (sumber: Charles G. Salmon, 1991)

Pada dasarnya aksi komposit pada balok komposit dapat tercapai atau tidaknya tergantung dari penghubung gesernya. Biasanya penghubung geser diletakkan disayap atas profil baja. Hal ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya slip pada pelat beton dengan balok baja. (Bruce G Johnston, Fung-Jen Lin dan T.V. Galambos, 1980)

2.4. Rencana Anggaran Biaya

Rencana anggaran biaya proyek adalah perkiraan atas besarnya biaya yang dibutuhkan atau diperlukan untuk bahan dan upah serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek berdasarkan gambar spesifikasi teknis. Sedangkan rencana anggaran biaya pelaksanaan proyek adalah perhitungan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan pembangunan konstruksi.

Tujuan pembuatan anggaran biaya proyek adalah:

1. Mengetahui biaya pembangunan proyek yang akan dilaksanakan. 2. Mendapatkan perhitungan volume pekerjaan dari suatu konstruksi.

3. Mengetahui harga pekerjaan dan macam-macam pekerjaan yang terjadi dalam konstruksi.

(35)

5. Mengantisipasi kerugian dari pelaksanaan proyek

Data-data yang mendukung dalam pembuatan rencana anggaran biaya suatu proyek adalah sebagai berikut :

1. Gambar Bestek

Gambar bestek adalah gambar lanjutan dari uraian gambar pra rencana dan gambar detail dasar dengan skala (perbandingan ukuran) yang lebih kecil. Gambar bestek merupakan lampiran dari uraian dan syarat-syarat (bestek) pekerjaan.

2. Harga Satuan

Harga satuan adalah jumlah harga bahan, tenaga kerja dan peralatan berdasarkan perhitungan analisis. Harga bahan dan peralatan didapat dalam satu daftar yang dinamakan daftar anggaran satuan kerja. Analisa bahan adalah menghitung banyak atau volume masing-masing bahan serta besarnya biaya yang diperlukan. Sedangkan upah tenaga kerja didapatkan di lokasi, dikumpulkan dan dicatat dalam

satu daftar yang dinamakan daftar harga satuan upah. Analisa upah adalah menghitung banyaknya tenaga yang diperlukan serta besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut. Analisa peralatan adalah menghitung produktifitas perjam yang diperlukan serta besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut.

Gambar

Gambar 2.1 Pengaruh perubahan suhu terhadap kekuatan beton
Gambar 2.2 Modulus Elastisitas Beton Pada Temperatur Tinggi
Gambar 2.3 Variasi sifat mekanis baja terhadap temperatur
Gambar 2.4 Hubungan beban (P) dan lendutan () balok komposit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Wakaf am ialah harta pemberian selama-lamanya dan segala pendapatan daripada harta itu turun-temurun bagi penggunaan agam Islam atau faedah umum yang diharuskan oleh agama Islam

Keberhasilan kerja membutuhkan motif-motif untuk mendorong atau memeri semangat dalam pekerjaan. Motif itu meliputi motif untuk kreatif dan inovatif yang

Perseroan yang tidak melakukan penyesuaian anggaran dasarnya, berakibat pada suatu kemungkinan pembubaran perseroan oleh keputusan pengadilan, yang dapat dilakukan atas

(2) Dalam hal terjadi perubahan terhadap kelas jabatan dari para pemangku jabatan di lingkungan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

[r]

Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3). huruf

Menurut Pasal 5 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974, disebutkan pengertian Perusahaan Pembangunan Perumahan yang dapat pula masuk dalam pengertian developer,

Setelah dilakukan analisis regresi logistik didapatkan bahwa peubah penjelas yang berpengaruh terhadap status penggunaan metode kontrasepsi (kategori yang tidak memakai)