• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami (Studi Akta Perdamaian Notaris Mediator Nomor 40 Tanggal 23 Juni 2011)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami (Studi Akta Perdamaian Notaris Mediator Nomor 40 Tanggal 23 Juni 2011)"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Hukum waris Islam merupakan salah satu bagian dari Hukum Islam.Oleh

sebab itu pengertian hukum waris Islam haruslah didahului dengan memahami

pengertian hukum dan Islam. Berbicara tentang hukum, paling tidak ada empat

komponen yang harus ada yaitu peraturan-peraturan atau komponen yang harus ada

yaitu peraturan-peraturan seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia

dalam suatu masyarakat, dibuat memiliki sanksi yang jelas/tegas.

Hukum dapat berupa bentuk tidak tertulis seperti hukum adat, mungkin juga

berupa hukum tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Hukum dalam konsepsi

seperti hukum tertulis ini adalah hukum yang sengaja dibuat oleh manusia untuk

mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan mengatur berada di

masyarakat.

Pada dasarnya hukum waris yang berlaku dan diterima masyarakat Indonesia

ada tiga yaitu, hukum waris adat, hukum waris Islam dan hukum waris perdata (BW).

Ditinjau dari segi kodratnya, manusia pada dasarnya memiliki sifat yang kurang puas.

Dimana sifat yang kurang puas tersebut selalu berusaha untuk memenuhinya, apabila

telah terpenuhi kemudian timbul kebutuhan lain yang ingin dipenuhi sehingga

menimbulkan ketidakpuasan atas dirinya sendiri dan bahkan menimbulkan kerugian

(2)

Manusia memiliki berbagai kebutuhan di dalam hidupnya. Untuk dapat

memenuhi kebutuhan tersebut, di dalam berhubungan dengan manusia lain

diperlukan keteraturan. Keadilan dan kepastian hukum merupakan salah satu

kebutuhan yang penting dalam masyarakat. Untuk itu, masyarakat membuat aturan

hukum untuk dipatuhi dan akan ditegakkan bila terjadi pelanggaran. Namun, seiring

dengan berjalannya waktu, konflik-konflik hukum yang terjadi di masyarakat menjadi

semakin meningkat sehingga menghambat jalannya proses penegakan.

Sejarah mencatat,1 bahwa dalam kehidupan manusia tidak dapat terhindar dari konflik, Al-Qur`an menggambarkan menusia sebagai Khalīfah-Nya di bumi,

mendapat tantangan dari malaikat. Malaikat khawatir dengan keberadaan manusia

sebagai khalifahfil ardh, karena manusia cenderung melakukan kerusakan dan

pertumpahan darah di muka bumi.Malaikat mempertanyakan kenapa Allah

menjadikan manusia sebagaikhalifah,dan “bukankah kami yang selalu mengabdi dan

menyucikan diri-Mu”.

Dialog malaikat dengan Allah, dijelaskan Allah dalam al-Qur`an Surah

Al-Baqarah/Q.S. 2 : 30.

Dan (ingatlah) Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata , “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu mengetahui.”2

1Kasus Hābil dan Qābil yang dilukiskan al-Qur`an merupakan bukti sejarah konflik dan

kekerasan serta pertumpahan darah pertama dilakukan manusia di bumi. 2

(3)

Ayat ini dimulai dengan menyampaikan keputusan Allah kepada para

malaikat tentang rencana-Nya menciptakan manusia di bumi. Penyampaian kepada

mereka penting, karena malaikat akan dibebani sekian tugas menyangkut manusia;

ada yang akan bertugas mencatat amal-amal manusia, ada yang bertugas

memeliharanya, ada yang membimbingnya, dan sebagainya. Kasus ini menarik untuk

dicermati sebagai awal start berpikir memperhatikan peristiwa konflik dalam

kehidupan manusia sejak awal sampai kini dan memikirkan dimasa yang akan datang.

Konflik dikalangan manusia adalah seumur dengan manusia itu, baik yang

terjadi pada diri seseorang seperti terjadinya kesenjangan antara keinginan dan

kenyataan dalam diri.Jika diperhatiakan sejarah kehidupan kita dapat menemukan

berbagai macam bentuk konflik, baik yang berbentuk perorangan, kelompok, suku,

agama dan ras demikian pula konflik antara bangsa. Dalam suatu negara banyak pula

terjadi konflik, baik yang menyangkut politik, ekonomi dan konflik dalam keluarga

yang tidak ada habisnya.3

Dalam negara hukum konflik masyarakat dapat berlanjut menjadi sengketa

atau perkara di pengadilan. Secara faktual dapat disaksikan konflik yang meningkat

menjadi sengketa di pengadilan dan telah banyak hal menimbulkan problem,

diantaranya bertumpuknya perkara kasasi di Mahkamah Agung, berkurangnya

kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan di Indonesia, banyak kerusuhan

terjadi di pengadilan dan telah menelan korban jiwa, baik dari pihak yang bersengketa

maupun pihak pengadilan serta pihak pengamanan.

(4)

Masalah konflik berpasangan sering terjadi, karena segala sesuatu diciptakan

dalam keadaan berpasang-pasangan sebagaimana firman Allah Swt.dalam al-Qur`an

Surah Yā Sin/ Q. S. 36 : 36 yang artinya : Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan

semuanya pasangan-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari

diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.4

Demikian juga firman Allah Swt. dalam al-Qur`an Surahal-Dzāriyat/Q.

S.51:49 yang artinya : Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasngan agar

kamu mengingat (kebesaran Allah).5

Dari ayat tersebut ditegaskan bahwa segala sesuatu diciptakan dalam bentuk

berpasang-pasangan termasuk pasangan konflik dan damai, konflik harus

ditanggulangi dan damai harus dilestarikan agar kemaslahatan hidup manusia dunia

dan akhirat dapat terwujud. Hal itulah yang menjadi salah satu sebab hukum

diperlukan untuk menjamin ketertiban hidup manusia.

Konflik yang masuk di pengadilan harus ditangani secara profesional terutama

yang berkaitan dengan hukum keluarga, seperti kasus perceraian yang digabung

dengan kasus harta bersama, pemeliharaan anak nafkah serta sengketa kewarisan. Hal

tersebut telah banyak menelan korban, baik berupa materi maupun nyawa. Kenapa

konflik keluarga sangat penting ditanggulangi, karena segala masalah dapat dikatakan

berawal dari keluarga. Hal ini yang dapat menjadi indikasi mengapa al-Qur`anbanyak

(5)

menampilkan yang menyangkut keluarga, bukan hukum yang mengatur tentang

kenegaraan.

Konflik dapat berlanjut menjadi sengketa dan sengketa perlu ditangani dengan

baik agar terhindar dari persoalan yang lebih besar. Penyelesaian sengketa dapat

ditempuh berbagai cara, diantaranya melalui “Alternative Dispute Resolution(ADR)”

padanannya dalam bahasa Indonesia dapat disebut pilihan penyelesaian Sengketa

(PPS), dapat pula melalu negosiasi, mediasi, arbiterase, dan perdamaian desa.

Penelitian ini yang menjadi pokok masalah adalah mediasi perspektif hukum Islam.

Penyelesaian sengketa melalui mediasi dapat dipersamakan dengan

penyelesaian sengketa melalui “hakam dan bentuk operasionalnya adalah

“tahkim”, hal tersebut dikemukakan dalam al-Qur’an. Konflik yang berlanjut menjadi

sengketa di pengadilan banyak terjadi di negara hukum Republik Indonesia, baik

yang bersifat pidana maupun perdata. Dilihat dari subyeknya konflik yang menjadi

sengketa bersifat perorangan, kelompok, dan dapat pula bersifat keluarga.6

Konflik yang terjadi dalam masyarakat berlanjut menjadi perkara apabila yang

berangkutan merasa hak-haknya terganggu kemudian memasukkan atau mengajukan

gugatan di pengadilan dan setelah terdaftar resmi menjadi perkara. Sehubungan

dengan hal tersebut penanganan perkara di Indonesia, sekarang telah menimbulkan

masalah serius bertumpuknya perkara baik di tingkat pertama, banding, maupun

tingkat kasasi.

(6)

Landasan filosofis tentang penyelesaian konflik melalui mediasi pernah

dilaksanakan oleh Muhammad Rasulullah Saw., baik sebelum menjadi rasul maupun

setelah menjdi rasul. Proses penyelesaian konflik (sengketa) dapat ditemukan dalam

peristiwa peletakan kembali `Hajar Aswad (batu hitam pada sisi kakba) dan

perjanjian hudaibiyah.Kedua peristiwa ini dikenal baik oleh kaum muslimin di

seluruh dunia, dan karena itu diterima secara umum. Peletakan kembaliHajar Aswad

dan perjanjian Hudaibiyah memiliki nilai dan strategi resolusi konflik (sengketa)

terutama mediasi dan negoisasi, sehingga kedua peristiwa ini memiliki perspektif

yang sama yaitu mewujudkan perdamaian.7

Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar

pengadilan sudah lama dipakai dalam berbagai kasus-kasus bisnis, lingkungan hidup,

perburuhan, pertanahan, perumahan, sengketa konsumen dan sebagainya yang

merupakan perwujudan tuntutan masyarakat atas penyelesaian sengketa yang cepat,

efektif dan efisien.8

Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa Latin, yaitu ; “mediare

yang berarti berarti berada ditengah. Makna ini menunjuk pada peran yang

ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi

dan menyelesaikan sengketa antara para pihak.“Berada di tengah” juga bermakna

mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan

7Hamadi Redissi dan Jon-Erik Lane, “Does Islam Partivide a Theory of Violence”, dalam

Amelie Blom, Laetitia Bucaille dab Luis Martinez, The Enigma of Iaslamits Violence, (New York: Columbia University Press, 2007), hal 48.

8 Bambang Sutiyono, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Solusi dan Antisipasi bagi Peminat

(7)

sengketa. Mediator harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa

secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari pihak yang

bersengketa.9

Mediasi merupakan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yang

bersifat suka rela atau pilihan. Akan tetapi dalam konteks mediasi di pengadilan,

ternyata mediasi di pengadilan bersifat wajib. Hal ini mengandung arti proses mediasi

dalam penyelesaian sengketa di pengadilan harus terlebih dahulu dilakukan

penyelesaiannya melalui perdamaian. Pihak-pihak yang bersengketa di muka

pengadilan, terlebih dahulu harus menyelesaikan persengketaannya melalui

perdamaian atau perundingan dengan dibantu oleh mediator.

Sebagaimana diketahui penyelesaian sengketa melalui perdamaian dengan

menempuh mediasi dipengadilan, dibantu oleh mediator. Mediator inilah yang

nantinya yang nantinya akan membantu para pihak yang berperkara dalam proses

perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa.

Di Indonesia, Pancasila sebagai dasar filosofi kehidupan bermasyarakatnya,

telah mengisyaratkan bahwa asas penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk

mufakat lebih diutamakan, seperti tersirat juga dalam Undang-Undang Dasar 1945.10 Dalam mediasi, mediator memperlakukan sengketa sebagai suatu peluang

untuk membantu para pihak memahami pandangan masing-masing dan membantu

9Syahrizal Abbas,Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, Hukum Nasional,

(Jakarta: Kencana,2009), hal 1-2

10Joni Emirzon. 2011. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi,

(8)

mencari persoalan-persoalan yang dianggap penting bagi mereka.Mediator

mempermudah pertukaran informasi, mendorong diskusi mengenai

perbedaan-perbedaan kepentingan, persepsi, penafsiran terhadap situasi dan persoalan-persoalan

dan membiarkan, tetapi mengatur pengungkapan emosi. Mediator membantu para

pihak memprioritaskan persoalan-persoalan dan menitikberatkan pembahasan

mengenai tujuan dan kepantingan umum.11

Siapa yang dapat bertindak sebagai mediator pada mediasi di pengadilan,

diatur dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2008, yang menentukan

sebagai berikut:

1. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan;

2. Advokat atau akademisi hukum

3. Profesi bukan hukum yang dianggap oleh para pihak menguasai atau

berpengalaman dalam sengketa.

4. Hakim majelis pemeriksa perkara

5. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d atau gabungan

butir b dan d atau gabungan butir c dan d.

Jadi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) PERMA Nomor 1 Tahun

2008, yang dapat bertindak sebagai mediator adalah hakim, advokat, akademisi

hukum dan profesi lainnya sepanjang yang bersangkutan menguasai atau

berpengalaman dalam pokok sengketa.Hal ini mengandung arti, bahwa para pihak

11Gary Goodpaster,Tinjauan Terhadap penyelesaian Sengketa, dalam arbitrase di Indonesia,

(9)

yang berperkara dapat memilih salah satu atau lebih diantara mereka untuk menjadi

mediator. Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tersebut, para pihak dibolehkan

untuk menggunakan jasa mediator lebih dari satu yang terdiri satu yang terdiri atas

hakim dan profesi lainnya yang dianggap memahami masalah pokok

sengketa.Konsep ini menyerupai dengan konsep chotei dalam sistem hukum Jepang.12 Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) PERMA Nomor 2 Tahun 2003,

yang dapat bertindak sebagai mediator pada setiap pengadilan dapat berasal dari

kalangan hakim dan bukan hakim, yang syaratnya telah memiliki sertifikat sebagai

mediator, bedanya dalam PERMA Nomor 2 Tahun 2003, hakim pemeriksa, baik

sebagai ketua atau anggota majelis dilarang atau tidak diperkenankan bertindak

sebagai mediator bagi perkara yang diperiksanya. Sementara itu bilamana

dibandingkan dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2008, maka hakim pemeriksa perkara

tidak dilarang atau diperkenankan saja menjadi mediator bagi perkara yang

diperiksanya bilamana pada pengadilan yang bersangkutan tidak terdapat hakim

bukan hakim pemeriksa perkara.Hakim pemeriksa perkara boleh menjadi mediator

dalam perkara yang diperiksanya menyerupai dengan konsep wakai dalam sistem

hukum Jepang.13

Berkaitan dengan peranan mediator dalam penyelesaian sengketa waris, dalam

penelitian yang dilakukan, ditemukan kasus yang menarik untuk dikaji, terkait

dengan peranan mediator dalam penyelesaian sengketa waris, dimana almarhum

12Rachmadi Usman,Mediasi di Pengadilan dalam Teori dan Praktik,2012, (Jakarta : Sinar

Grafika), hal. 84.

(10)

semasa hidupnya melangsungkan pernikahan sebanyak 5 (lima) kali dan dari 5 (lima)

orang istri tersebut almarhum dikaruniai 13 (tiga belas) orang anak. Kasus ini berawal

dari ayahanda penggugat (sebut saja Almarhum A) meninggal dunia dan sebahagian

aset Perseroan almarhum A tersebut (sebut saja PT. ABCD) telah dikuasai tergugat

secara sepihak dan tanpa dasar atau persetujuan dari pemegang saham lainnya (ic.

Para Penggugat, Turut Tergugat II, III dan IV ataupun ahli waris almarhum A

tersebut), namun berdasarkan gugatan dari tergugat tanggal 11 April 2003 yang

didaftarkan di Pengadilan Negeri Medan No. 115/Pdt.G/2003/PN.Mdn (gugatan

terhadap rapat umum pemegang saham yang dilakukan tergugat kepada para

penggugat, baru para penggugat sendiri dan diketahui keberadaan penguasaan asset

perseroan tersebut telah dilakukan oleh tergugat secara melawan hukum. Kasus ini

telah mencapai putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dengan nomor

423/PDT/2009/PT-MDN, hingga kedua belah pihak yang bersengketa sepakat untuk

melakukan perdamaian melalui mediator untuk menyelesaikan sengketa waris antara

mereka. Inilah yang menjadi alasan untuk mengkaji dan menelaah putusan tersebut,

dan menjadikan judul: Peranan Mediator dalam Penyelesaian Sengketa

Pembagian Waris Poligami (Studi Akta Perdamaian Notaris Mediator Nomor

40 Tanggal 23 Juni 2011) sebagai judul tesis ini.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam

(11)

1. Bagaimana peranan mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian waris

poligami?

2. Bagaimana mekanisme menyelesaikan sengketa pembagian waris poligami

yang dilakukan oleh mediator?

3. Apa saja faktor-faktor yang menghambat mediator dalam menyelesaikan

sengketa pembagian waris poligami?

C. Tujuan Penulisan

Didalam penulisan tesis ini mempunyai beberapa tujuan pokok yang akan

dicapai didalam pembahasan tesis ini. Pembahasan tersebut didukung dengan adanya

pendekatan-pendekatan ilmiah terhadap suatu permasalahan yang akan dibahas pada

bab selanjutnya.

Adapun tujuan penulisan tesis ini adalah:

1. Untuk mengtahui dan menganalisis peranan mediator dalam penyelesaian

sengketa pembagian waris poligami.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme penyelesaian sengketa

pembagian waris poligami yang dilakukan oleh mediator.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang menghambat

mediator dalam menyelesaikan sengketa pembagian waris poligami.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

(12)

a. Sebagai sumbangsi pemikiran bagi masyarakat pencari keadilan dan hakim

yang menjalankan fungsi mediator di Pengadilan Agama dalam rangka

memanipestasikan asas wajib mendiasi untuk mendamaikan para pihak

dalam setiap tahap pemeriksaan perkara sesuai ketentuan mediasi dan

hukum Islam.

b. Sebagai sumbangsi pemikiran bagi pengembangan wawasan pemahaman

bidang ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum Islam pada khususnya

dan meningkatkan keterampilan menulis dalam membuat karya ilmiah.

2. Secara praktis.

Penelitian ini berguna sebagai acuan atau referensi pagi pendidikan

hukum pada umumnya dan penelitian hukum lanjutan pada khususnya

dibidang mediasi di pengadilan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan tahapan pengajuan judul yang disebutkan di atas telah melalui

tahap penelusuran pada data pustaka di lingkungan Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara dan perolehan informasi bahwa belum adanya pengangkatan judul

yang diajukan ditemukan judul tesis antara lain:

Yunasril (2003) Sengketa Waris dan Upaya Penyelesaiannya pada Masyarakat

adat Minangkabau (Studi kasus di Kabupaten Solok).

Achmad Fadil (2010) Peran dan Pelaksanaan Mediasi Dalam Menyelesaikan

Sengketa Perdata Di Pengadilan Negeri Medan (Analisis Terhadap Perkara Yang

(13)

Selly Herwina (2011) Peran Hakim Mediator Dalam Menyelesaikan Perkara

Perdata Menurut Perma Nomor 1 Tahun 2008.

Dalam penelitian tesis ini mengambil judul tentang Peranan Mediator Dalam

Penyelesaian Sengketa Pembagian Waris Poligami (Studi Akta Perdamaian Notaris

Sebagai Mediator), jadi penelitian ini belum diteliti oleh peneliti yang lain. Kajian

pada penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya. Adapun perumusan masalah

yang akan dikaji dalam penulisan ini antara lain tentang Bagaimana peranan mediator

dalam penyelesaian sengketa pembagian waris poligami? Bagaimana mekanisme

penyelesaian sengketa pembagian waris yang dilakukan oleh mediator? Apa saja

faktor-faktor yang menghambat mediator dalam menyelesaikan sengketa pembagian

waris poligami? Perumusan masalah di atas berbeda dari penulisan tesis sebelumnya,

dengan demikian ini keaslian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat mengenai

sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan dan

pegangan teoritis. Kerangka teori merupakan susunan dari beberapa anggapan,

pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis menjadi

landasan, acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan,14 sedangkan teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan

14Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti,

(14)

suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan

pengalaman empiris.15

Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan, yang

dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu, maka teori hukum dapat

ditentukan dengan lebih jauh sebagai suatu keseluruhan pernyatan-pernyataan yang

saling berkaitan dan berkenaan dengan hukum. Dengan ini harus cukup menguraikan

tentang apa yang diartikan dengan unsur teori dan harus mengarahkan diri kepada

unsur hukum. Teori juga merupakan sebuah desain langkah-langkah penelitian yang

berhubungan dengan kepustakaan, isu kebijakan maupun narasumber penting

lainnya.Sebuah teori harus diuji dengan menghadapkannya kepada fakta-fakta yang

kemudian harus dapat menunjukkan kebenarannya.

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan

pedoman/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.16Adapun teori yang akan digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori

Tahkim dan teori kepastian hukum.Kata Tahkim dalam bahasa Arab diambil dari akar

kata hakkama-yuhakkimu-tahkiman, yang berarti menjadikan sebagai hakim.17 Tahkim dalam perspektif Islam sering sekali dipandang dengan istilah arbitrase.

1. Teori Tahkim

Secara etimologi, tahkim berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah

suatu sengketa.18 Secara umum, tahkim memiliki pengertian yang sama dengan arbitrase yang dikenal dewasa ini, yakni pengangkatan seseorang atau lebih sebagai

15M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung : Bandar Maju, 1994), hal.27. 16Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya,

2002),hal. 35.

17Ibnu Mandzur,Lisanul Arab, (Riyadh:Dasar Aalam Al-Kutub, 2003), hal 350

(15)

wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih guna menyelesaikan perselisihan

mereka secara damai. Orang yang menyelesaikan disebut dengan hakam.

Dalam Hukum Islam, terminologi tahkim diartikan: Berlindungnya dua pihak

yang bersengketa kepada orang yang mereka sepakati dan setujui serta rela menerima

keputusannya untuk menyelesaikan persengketaan mereka.19Kadangkala terma tahkim didefinisikan juga dengan berlindungnya dua pihak yang bersengketa kepada

orang yang mereka tunjuk sebagai penengah untuk memutuskan / menyelesaikan

perselisihan yang terjadi antara mereka.20Kedua definisi yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa pemilihan dan pengangkatan seorang juru damai (hakam)

dilakukan secara sukarela oleh kedua belah pihak yang terlibat persengketaan.

Menurut Abu al-Alnain Fatah Muhammad, pengertian Tahkim menurut istilah

Fiqih adalah sebagai bersandaranya dua orang yang pertikaian para pihak yang

bersengketa.21 Sedangkan menurut Said Aqil al-Munawwar, pengertian tahkim menurut kelompok ahli Hukum Islam Mazhab Hanafiyah adalah memisahkan

persengketaan atau menetapkan hukum diantara manusia dengan ucapan yang

mengikat kedua belah pihak yang bersumber dari pihak yang mempunyai kekuasaan

secara umum.22

19Erman Rajagukguk, Penyelesaian Sengketa Alternatif, (Jakarta: Fakultas Hukum

Universitas Indonesia), hal 57

20Ibid,hal 58

21 Abu Al-Alnain Fatah Muhammad, Al-Qadha wa al-itsbat Fi al-Fiqh al-Islami, (Kairo:

Dasar al-Fikr, 1976), hal 84

22Said Agil al-Munawwar,Pelaksanaan Arbitrase di dunia Islam, dalam arbitrase Islam di

(16)

Adapun pengertian tahkim menurut Hukum Islam kelompok Syafiyyah adalah

memisahkan pertikaian antara pihak yang bertikai atau lebih dengan hukum Allah

atau menyatakan dan menetapkan hukum syara’ terhadap suatu peristiwa yang wajib

dilaksanakannya.23

Ruang lingkup tahkim (arbitrase) syari'ah hanya terkait dengan

persoalan-perseoalan yang menyangkut haququl ibad(hak-hak perorangan) secara penuh, yaitu

aturan-aturan hukum yang mengatur hak-hak perorangan yang berkaitan dengan harta

bendanya.24

Menurut Wahbah Zuhaily, para ahli hukum islam dikalangan Mazhab

Hanabilah berpendapat bahwa Tahkim berlaku dalam masalah harta benda, qishash,

hudud, nikah, li'an, baik yang menyangkut hak Allah dan hak manusia, sebagaimana

yang dikatakan oleh Imam Ahmad al-Qadhi Abu Ya'la, bahwa tahkim dapat

dilakukan dalam segala hal, kecuali dalam bidang nikah, li'an, qazf dan qishash.25 Sebaliknya, ahli hukum di kalangan mazhab Hanafiyyah berpendapat bahwa

tahkim itu dibenarkan dalam segala hal kecuali dalam bidang Hudud dan Qishash,

adapun dalam ijtihad hanya dibenarkan dalam bidang mu'amalah, nikah, dan thalak

saja.26

Ahli hukum Islam di kalangan Mazhab Malikiyyah mengatakan bahwa tahkim

dibenarkan dalam syari'ah islam hanya dalam bidang harta benda saja, tetapi tidak

23Ibid, hal 49

24Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, 2013, (Bandung:

Citapustaka Media Perintis, 2013), hal. 77.

(17)

dibenarkan dalam bidang hudud, qishash, dan li'an, karena masalah ini merupakan

urusan peradilan.27

Pendapat terakhir ini adalah pendapat yang sering dipakai oleh kalangan ahli

hukum Islam.Untuk menyelesaikan perkara yang timbul dalam kehidupan

masyarakat, termasuk juga dalam bidang ekonomi syari'ah.28 Pendapat ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ibnu Farhun, bahwa wilayah tahkim itu hanya

berhubungan dengan harta saja, tidak termasuk dalam bidang hudud dan qishash.

Di Indonesia, sebagaimana tersebut dalam Pasal 66 huruf b Undang-Undang

Nomor 30 tahun 1999 tentang ADR dijelaskan bahwa sengketa-sengketa yang tidak

dapat dijelaskan oleh lembaga Arbitrase adalah sengketa-sengketa yang menurut

peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.29

Para ahli hukum Islam dikalangan Mazhab Hanafiyyah, Malikiyyah, dan

Hanabilah, sepakat bahwa segala apa yang menjadi keputusan hakam (arbitrase)

langsung mengikat kepada pihak-pihak yang bersengketa tanpa terlebih dahulu

meminta persetujuan kedua belah pihak. Pendapat ini juga didukung oleh sebagian

besar ahli hukum dikalangan mazhab Syafi'i.

Alasan mereka ini didasarkan hadist Rasulullah saw yang menyatakan bahwa

apabila mereka sudah sepakat mengangkat hakam untuk menyelesaikan

persengketaan yang diperselisihkannya, kemudian putusan hakam itu tidak mereka

patuhi, maka bagi orang yang tidak mematuhinya akan mendapat siksa dari Allah

27Ibid, hal 752

(18)

swt. Disamping itu barang siapa yang diperbolehkan oleh syari'at untuk memutuskan

suatu perkara, maka putusannya adalah sah, oleh karena itu putusannya mengikat,

sama halnya dengan hakim di pengadilan yang telah diberi wewenang oleh penguasa

untuk mengadili suatu perkara.30 2. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama adanya

aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh

atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari

kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum

itu, individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh

negara terhadap individu.31

Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisebel terhadap tindakan

sewenang-wenang, masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena

dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas

menciptakan kepastian hukum.32 3. Teori Islah

Teori lainnya yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori islah, yang

berasal dari kata al-islah yang artinya memperbaiki, mendamaikan dan

30Ibid,hal 78

31Peter Mahmud Marzuki,Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group,

2008), hal. 158.

32Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta:Liberty, 2003),

(19)

menghilangkan sengketa atau kerusakan.33Berusaha menciptakan perdamaian, membawa keharmonisan, menganjurkan orang untuk berdamai antara satu dan

lainnya, melakukan perbuatan baik, berprilaku sebgai orang suci (baik).34

Ruang lingkup bahasan islah sangat luas, mencakup aspek-aspek kehidupan

manusia baik pribadi maupun sosial. Dalam hadis Nabi Muhammad SAW yang

diriwayatkan Abu Dawud at-Tirmizi, Ibnu Majah, al-Hakim, dan Ibnu Hibban,

dijelaskan bahwa islah yang dilarang adalah menghalalkan yang diharamkan Allah

SWT atau mengharamkan yang dihalalkan-Nya.35

Di antara islah yang diperintahkan Allah SWT adalah dalam masalah rumah

tangga.Untuk menangani kemelut dan sengketa dalam rumah tangga (syiqaq dan

nusyus), dalam surah an-Nisa' (4) ayat (35) Allah SWT memerintahkan untuk

mengutus pihak ketiga (hakam) dari pihak suami dan istri untuk mendamaikan

mereka.Dalam hal ini, ulama fikih sepakat menyatakan bahwa jika hakam (juru damai

dari pihak suami dan istri) berbeda pendapat, maka putusannya harus dijalankan

tanpa meminta kuasa (ijin) mereka.36 2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi merupakan unsur pokok dalam usaha penelitian atau untuk membuat

karya ilimiah.

Menurut Hilman Hadikusuma:

33Hasballah Thaib dan Zamakhsyari Hasballah,Tafsir Tematik Al Qur'an V, (Medan: Pustaka

Bangsa, 2008), hal. 147.

(20)

Konsepsi adalah suatu pengertian mengenai sesuatu fakta atau dapat berbentuk batasan atau definisi tentang sesuatu yang akan dikerjakan. Jadi jika teori kita berhadapan dengan sesuatu hasil kerja yang telah selesai, sedangkan konsepsi masih merupakan permulaan dari sesuatu karya yang setelah diadakan pengolahan akan dapat menjadikan suatu teori.37

Selanjutnya dinyatakan Hilman Hadikusuma:

Kegunaan dari adanya konsepsi agar supaya ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan. Dalam hal ini seolah-olah ia tidak berbeda dari suatu teori, tetapi perbedaannya terletak pada latar belakangnya. Suatu teori pada umumnya merupakan gambaran dari apa yang sudah pernah dilakukan penelitian atau diuraikan, sedangkan suatu konsepsi lebih bersifat subjektif dari konseptornya untuk sesuatu penelitian atau penguraian yang akan dirampungkan.38

Konsepsi merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain,

seperti asas dan standar.Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep

merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep

adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh satu proses yang

berjalan dalam penelitian untuk keperluan analistis.39

Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan

suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka konsepsionil

belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan

definisi-definisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit di dalam proses penelitian.40 Oleh karena itu, untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu

37Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal 5 38Ibid. hal 5

(21)

didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi untuk dapat

menjawab permasalahan penelitian yang dimaksud yaitu:

a. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang

perempuan sebagai suami/istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.41

b. Mediasi adalah adalah proses negosiasi pemecahan masalah, di mana para pihak

yang tidak memihak bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk mencari

kesepakatan bersama. Pihak luar tersebut disebut dengan mediator, yang tidak

berwenang untuk memutus sengketa, tetapi hanya membantu para pihak untuk

menyelesaiakan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya.42

c. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses

perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa

menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.43

d. Hukum kewarisan menurut fiqih mawaris adalah fiqih yang berkaitan dengan

pembagian harta warisan, mengetahui perhitungan agar sampai kepada

mengetahui bagian harta warisan dan bagian-bagian yang wajib diterima dari

harta peninggalan untuk setiap yang berhak menerimanya.19

e. Waris dalam bahasa Indonesia disebut pusaka, yaitu harta benda dan hak yang

ditinggalkan oleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak

41Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1

42 Khotibul Umam, Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan, (Yogyakarta:Pustaka

Yustisia,2010), hal 10

43Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur

(22)

menerimanya. Pembagian itu lazim disebut Faraidh, artinya menurut syara’ ialah

pembagian pusaka bagi yang berhak menerimanya.44

f. Di dalam Islam poligami mempunyai arti perkawinan yang lebih dari satu, dengan

batasan, umumnya dibolehkan sampai empat wanita. Walaupun ada juga yang

memahami ayat tentang poligami dengan batasan istilah lebih dari empat atau

bahkan lebih dari sembilan istri. Perbedaan ini disebabkan perbedaan dalam

memahami dan menafsirkan ayat (3)surat An- Nisa sebagai dasar penetapan

hukum poligami.45

g. Tahhim adalah tahkim berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah suatu

sengketa.46

h. Islah adalah memperbaiki, mendamaikan dan menghilangkan sengketa atau

kerusakan, berusaha menciptakan perdamaian, membawa keharmonisan,

menganjurkan orang untuk berdamai antara satu dan lainya melakukan perbuatan

baik berperilaku sebagai orang suci47 G. Metode Penelitian

Sebelum membahas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan metode

penelitian yang dipakai dalam penulisan tesis ini, terlebih dahulu akandipaparkan

pengertian dari penelitian hukum. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan

ilmiah, yang didasarkan pada metode,sistematika dan pemikiran tertentu, yang

44Moh Rifai,Ilmu Fiqih Islam,(Semarang:Toha Putra,1978), hal.513

45Kasmuri Selamat, Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia,

Jakarta, 1998), hal. 19

46Louis Ma’luf,Op.cithal 146

(23)

bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan

jalan menganalisisnya.Disamping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam

terhadap faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan

atas permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan.48 1. Jenis penelitian

Dalam metode penelitian hukum dikenal ada dua jenis penelitian yaitu

penelitian hukum empiris dan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum empiris

adalah penelitian terhadap identifikasi hukum, dan efektivitas hukum (kaidah hukum,

penegak hukum, sarana atau fasilitas, kesadaran hukum masyrakat) dan penelitian

perbandingan hukum.Sedangkan penelitian hukum normatif adalah penelitian yang

membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum.49

Jenis penelitian dalam penulisan tesis ini adalah penelitian hukum ini

menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada

penerapan norma hukum yang berlaku berupa doktrin dan asas dalam ilmu hukum.50 2. Sifat penelitian

Sifat yang melekat pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis

yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat obyek masalah dengan

maksud untuk mengambil suatu kesimpulan yang berlaku secara umum, dengan

perkataan lain tesis ini bertujuan untuk melukiskan realita yang ada.51

48Zainuddin Ali,Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal 9 49Ibid. hal. 24

50Ibid.hal 31

(24)

3. Sumber Data Penelitian

Data adalah bahan yang dipakai dalam suatu penelitian.Data sangat berperan

penting dalam suatu penelitian demi penemuan terbaru.Sumber data dalam penelitian

yaitu Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh dari sumber pertama. Data

sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian,

laporan, makalah, surat kabar dan lain-lain.52

Data sekunder, meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan

bahan hukum tersier.53

a. Bahan hukum adalah semua dokumen yang mengikat keberlakuannya dan

ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, contohnya segala macam bentuk

peraturan perundang-undangan, (sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 10

Undang-undang No. 10 Tahun 2004), bahan hukum yang tidak dikodifikasi

seperti hukum adat dan kebiasaan, yurisprudensi dan traktat. Dalam penulisan

tesis ini bahan hukum primernya antara lain Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, PERMA No. 02 Tahun 2003 dan PERMA

No. 01 Tahun 2008. yang meliputi bahan hukum Primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tertier.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menjelaskan tentang bahan

hukum primer, yaitu semua dokumen yang merupakan sumber informasi dan

(25)

bahan referensi yang berasal dari media cetak dan media masa. Contohnya

buku, artikel-artikel yang termuat dalam internet, koran dan majalah.

c. Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk

atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

bahan hukum tertier seperti kamus, ensiklopedia dan lain sebagainya.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan :

a. Interview (wawancara) yaitu memperoleh data bagi penulisan penelitian

dengan cara tanya jawab secara langsung. Dalam proses interview ada dua

pihak yang menempati kedudukan yang berbeda, satu pihak berfungsi

sebagai pemberi informasi atau interviewer sedangkan pihak lain

berfungsi sebagai pemberi informasi atau informan (responden).54 Wawancara dilakukan dengan seorang mediator yang menangani langsung

kasus yang diangkat dalam penulisan tesis ini.

b. Studi Kepustakaan (library research) Dilakukan dengan mempelajari

buku-buku literature dokumen resmi, brosur, buku, makalah, surat kabar,

majalah, artikel, internet, peraturan perundang-undangan, Peraturan

Mahkamah Agung yaitu PERMA No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur

Mediasi Di Pengadilan,Undang-undang No. 04 tahun 2004 tentang

54Soemitro Romy H, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia

(26)

Kekuasaan Kehakiman, keputusan pengadilan yang diselesaikan melalui

mediasi dan teori-teori yang berguna untuk menunjang obyek penelitian.

5. Analisis Data

Penelitian sosial umumnya mengenal dua macam analisis data yaitu analisis

kualitatif dan analisis kuantitatif.Analisi kualitatif sering disebut dengan analisis

penelitian yang mencari informasi sedalam-dalamnya dan sebanyak-banyaknya

tentang aspek yang diteliti, dan mengkaji objek secara utuh.Sedangkan analisis

kuantitatif pada dasarnya penyorotan terhadap usaha pemecahan yang dilakukan

dengan upaya-upaya yang banyak didasarkan pada aspek pengukuran yang ketat yang

dilakukan dengan memecahkan objek penelitian kedalam unsur-unsur tertentu untuk

kemudian ditarik suatu generalisasi yang seluas mungkin ruang lingkupnya.55Tesis ini menggunakan analisis data kualitatif.Penelitian yang kemudian dituangkan dalam

tesis ini tidak hanya mengumpulkan data, dalam penulisan tesis ini data yang telah

diperoleh kemudian di analisis. Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan

metode penelitian bersifat deskriptif analisis maka analisis yang digunakan pada

penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu mengacu pada norma hukum yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta

norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan model-model pengelolaan kelas yang diterapkan oleh guru di kelas III. Jenis penelitian ini adalah penelitian

in Iranial Journal of Pediatric Hematology oncology, Vol 2, No.3, 2012.. Nelson Essentials of Pediatric toc ; Sections XXI

Penulisan Hukum dengan judul “PENYITAAN OBJEK FIDUSIA APABILA DEBITUR WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBT COLLECTOR DI PT MPM FINANCE DITINJAU DALAM PERSPEKTIF HUKUM

Kami menghimbau dengan bapak ibu guru untuk memgunakan metode- metode yang menjadikan kelas itu menjadi suasana aktif dalam interaksi sehingga murit itu menjadi

Kurangya kesadaran masyarakat terutama para penerima fidusia, kuasa atau wakilnya seperti yang diamanatkan oleh Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000

Pada simulasi ini p mendekati access point access point. Dengan dem pengguna melakukan mobil akan semakin cepat menjau pengguna akan semakin cep terjauh dari access

Filsafat Sejarah, dalam pengertian yang paling sederhana, seperti dikemukakan oleh al-Khudairi adalah tinjauan terhadap peristiwa-peristiwa historis secara filosofis

Mekanisme aksi dari antibiotik penisilin adalah dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin-protein (PBPs),