• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pemerintahan Rasulullah SAW dan P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sistem Pemerintahan Rasulullah SAW dan P"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Solusi Sistem Pemerintahan dan Politik Ala Rasulullah SAW

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem pemerintahan yang baik akan menghasilkan tatanan masyarakat yang baik pula, di tambah lagi jika di topang dengan pelaku pemerintahan yang amanah. Islam telah menyediakan tuntunan yang sempurna serta mempersembahkan sejarah peradaban yang luar biasa termasuk dalam hal sistem kepemerintahan. Tidak diragukan lagi keberhasilan Rasulullah SAW dalam mengatur sistem kepemerintahan pada masyarakat Madinah dan sekaligus pelaksana otoritas tertinggi tercatat sebagai titik permulaan berdirinya organisasi politik dalam Islam,1 dan ia dapat menjadi inspirasi yang tak habis-habisnya sepanjang masa, dan dapat menjadi referensi untuk memformulasikan prinsip-prinsip dalam mengatur masyarakat yang bercorak pluralistik.2 Tentu saja membuat sistem pemerintahan yang sesuai dengan masyarakat yang plural, bukanlah hal yang mudah dan instan. Namun, bukan pula sesuatu yang mustahil untuk mewujudkan, masyarakat yang di naungi atas satu sistem yang sama dan di sepakati oleh semua golongan masyarakat. Pembentukan masyarakat baru itu, yang kemudian menjelma menjadi suatu negara dan pemerintahan, ditandai dengan pembuatan perjanjian tertulis pada tahun 622 M antara Nabi dan kelompok-kelompok masyarakat yang ada di Madinah segera setelah beliau hijrah ke kota itu. Disinilah pokok keberhasilan suatu sistem dapat berjalan dengan baik, dimana Rasulullah sebagai pendatang namun dipercaya oleh

1 Nurcholis Madjid, “Cita-Cita Politik Kita”, dalam Bosco Carvallo dan Dasrizal, (penyunting), Aspirasi

(2)

masyarakat Madinah untuk menjadi pemimpin mereka, yang tentu bukan tanpa sebab. Maka manakala masyarakat percaya akan pemimpinnya, dan pemimpin menjaga kepercayaan masyarakat dengan baik, disaat bersamaan itulah akan tercipta simbiosis mutualisme yang akhirnya menciptakan pembaharuan kearah yang lebih baik.

Tak ada satu negarapun yang masyarakatnya tidak ingin memiliki sistem pemerintahan yang baik dan pemimpin yang adil dalam kepemerintahan. Namun, berkaitan dengan pluralisme justru sering menjadi hambatan ketika ingin menegakkan suatu sistem yang beasaskan nilai-nilai Islam. Jika Islam menawarkan sistem yang baik dan sudah terbukti, maka tak ada alasan bagi kita untuk tidak menganutnya. Dalam artian sistem yang diajarkan oleh Rasulullah bukanlah sistem yang disesuaikan untuk Muslim saja, lebih dari itu, sistem pemerintahan Rosulullah disesuaikan bagi masyarakat yang beragam. Di Indonesia, paradigma masyarakat sudah terkotori dengan pemahaman-pemahaman yang salah tentang Islam, berkenaan dengan usulan Indonesia harus menjadi negara Islam sementara asumsi masyarakat menolaknya lantaran keragaman agama di negara ini, membuat penerapan sistem pemerintahan Rasulullah sama dengan seperti mengubah negara ini menjadi negara Islam. Padahal usul penerapan sistem pemerintahan yang diajarkan Rasulullah bukan berarti mengubah negara Indonesia menjadi negara Islam. Yang harus digaris bawahi adalah “kita hanya mencoba menerapkan sistem”. Tidak ada yang salah dari mengambil pelajaran atas sesuatu yang sudah terbukti keberhasilannya.

(3)

asumsi-asumsi negatif atas sistem pemerintahan yang di contohkan oleh Rasulullah SAW. Sehingga sangat diperlukan pendekatan-pendekatan untuk mengubah paradigma negatif masyarakat yang mayoritas terpengaruhi akan berita yang simpang siur akan sistem ini, sehingga negara ini dapat menerima penerapan sistem pemerintahan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, dalam rangka mewujudkan impian keadilan bersama.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan membahas berbagai aspek tentang :

1. Bagaimana sejarah masyarakat Madinah ?

2. Bagaimana bentuk kebijakan-kebijakan kepemerintahan Rasulullah SAW ? 3. Apakah yang menyebabkan sistem pemerintahan Rasulullah SAW dapat diterima oleh masyarakat yang beragam?

C. Tujuan Penulis

1. Mengetahui sistem pemerintahan dan politik Rasulullah SAW di Madinah 2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukung keberhasilan

Rasulullah SAW dalam mengatur pemerintahan.

3. Menyajikan pemikiran-pemikiran penulis yang berhubungan sistem pemerintahan Rasulullah SAW.

D. Manfaat Penulisan

1. Sebagai upaya mengenalkan khazanah keilmuan Islam, terutama berkaitan tentang sistem pemerintahan Rasulullah SAW.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan, maka penulis membagi pokok pembahasan kedalam lima bab secara sistematis.

Sistematika tersebut meliputi:

(4)

Bab II: tinjauan pustaka yang mengulas rujukan pustaka mengenai penerapan sistem pemerintahan Rasulullah SAW.

Bab III: Metode penulisan yang mencakup bagaimana langkah-langkah penulis, menerapkan penelitiannya.

Bab IV: Pembahasan mengenai sejarah sistem pemerintahan Rasulullah SAW. Bab V : Penutup yang mencakup kesimpulan dan saran penulis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam penelitian ini, beberapa literatur pustaka menjadi rujukan untuk mendasari beberapa pijakan berfikir. Salah satu tulisan J. Suyuthi Pulungan dalam bukunya yang berjudul Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam

Madinah Ditinjau dari Pandangan Al-Quran, mengenai penerapan sistem

pemerintahan Rasulullah SAW dengan dibuatnya perjanjian tertulis yang disebut shahifat, dan lebih terkenal dengan sebutan Piagam Madinah (mitsaq al-Madinat) dan Konstitusi Madinah. Rasulullah SAW memuat undang-undang untuk mengatur kehidupan sosial politik bersama kaum muslim dan non muslim yang menerima dan mengakui Rasulullah sebagai pemimpin mereka.3

Sangat jelas sekali terlihat, bahwa Piagam Madinah ada bukan hanya untuk umat muslim namun juga menaungi masyarakat non muslim. Dan masyarakat Madinah tidak di paksa mengakui Rasulullah sebagai seorang utusan Allah, terlihat dalam kalimat “dan non muslim yang menerima dan mengakui Rasulullah sebagai pemimpin mereka”.

Ketetapan Rasulullah merumuskan peraturan dan undang-undang kemasyarakatan dalam Piagam itu mendahului ayat-ayat tentang kemasyarakatan yeng belum turun sempurna, dan ini merupakan langkah politik atau siyasat Rasul, dalam upaya mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat luas.4 Ibnu ‘Aqil mendefinisikan Siyasat adalah setiap langkah perbuatan

3 J. Suyuthi Pulungan, “Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan

Al-Quran”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 3

(5)

manusia dekat kepada kemaslahatan dan terhindar dari kerusakan. Ini jelas sangat bertolak belakang dengan makna politik yang berkembang saat ini yang terkenal dengan kekotoran dalam pelaksaannya dan jauh dari tujuan kemaslahatan.

BAB III

METODE PENULISAN

Dalam penulisan karya tulis ini penulis menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data serta hasil penelitian:

A. Objek penelitian

Penulis meneliti fakta sejarah tentang hiruk pikuk masa pemerintahan dan politik Rasulullah SAW di Madinah, yang mana dimulai dengan penyatuan umat dalam satu konstitusi.

B. Metode Pengumpulan Data 1. Studi Pustaka

Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, maka penulis menggunakan jenis pengumpulan data baik berupa buku-buku yang terkait dengan objek kajian maupun artikel.

BAB IV PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Sejarah Keadaan Sosial dan Kultur Masyarakat Madinah Sejarah mengenai masyarakat Madinah sangat penting untuk di kaji, untuk memahami tema ini.

(6)

dua putranya, Ishaq dan Ismail. Bangsa Arab melalui Nabi Ismail dan bangsa Yahudi melalui Nabi Ishaq.

Mekkah adalah pusat perdagangan menjadi kota transit perdagangan Timur dan Barat. Posisinya ini memberi pengaruh kepada keuntungan ekonomi dan dengan demikian sumber penghidupan penduduk mereka adalah berdagang.

Situasi Yastrib5 berbeda dengan Mekkah. Penduduknya, menjelang hijrah Nabi ke kota itu terdiri dari bangsa Arab dan bangsa Yahudi yang terbagi kedalam beberapa suku. Suku-suku terkemuka golongan Arab adalah Aus dn Khazraj yang berimigrasi dari Arabia Selatan, disamping suku-suku Arab lain yang terlebih dahulu menetap di kota itu. Menurut Watt, ada delapan suku utama Arab. Adapun golongan Yahudi memiliki lebih dari dua puluh suku. Suku-suku termuka adalah Bani Quraizhah, Bani Nadhir, Bani Qunaiqa, Bani Tsa’labat, dan Bani Hadh. Dua yang disebut pertama mereka mengklaim bahwa mereka adalah keturunan pendeta-pendeta Yahudi, al-kahinun. Klaim ini dibantah oleh al-Yakubi, karena menurutnya Bani Nadhir adalah subsuku Bani Judam dan Bani Quraizhah adalah saudara Bani Nadhir yang memeluk agama Yahudi.6 Artinya mereka bukan keturunan pendeta Yahudi melainkan penduduk Jazirah Arab yang memeluk agama Yahudi. Sikap dan pola hidup suku Yahudi secara umum berbeda dengan orang-orang Arab sekalipun diantara mereka terjalin ikatan perkawinan. Para ahli sepakat bahwa sebagian penduduk Madinah ketika Rasulullah SAW hijrah ke sana adalah kaum Yahudi terdiri dari suku-suku dan mereka disebut dalam Piagam Madinah.

Kota Madinah yang letaknya 300 mil sebelah Utara Mekkah alamnya lebih menguntungkan dari kota dagang itu. Disamping terletak di jalan yang menghubungkan Yaman dan Suria, kota itu memiliki oase-oase yang dipergunakan untuk menanam kurma, biji-bijian dan sayur mayur untuk dimakan. Kedudukan kaum Yahudi di kota dipandang sebagai ayang paling

5 Yastrib, menurut F. Buhl dalam bukunya El-Madina, jilid III, hlm. 84, berasal dari bahasa Ibrani atau

Aramea.

(7)

kuat di kalangan penduduk umumnya.7 Pada suatu waktu mereka berperan mengontrol politik di Madinah. Mungin pada waktu itulah mereka membangun pertanian dan mendominasi kehidupan orang-orang Arab yang hidupnya sangat bergantung kepada mereka. Tapi, pada awal abad ke-6 Masehi orang-orang Arab berhasil melepaskan diri dari ketergantungan mereka terhadap kaum Yahudi.

Sebagaimana orang-orang Arab Mekkah, orang-orang Arab Madinah juga adalah penyembah berhala, yang mereka yakini mempengaruhi nasib manusia adalah dewa terpenting yang disembah oleh suku Azad, Aus, dan Khazraj di Hijaz. Sedangkan masyarakat Yahudi sebagai ahli kitab mereka mencela tetangga-tetangga mereka kaum Arab yang menyembah berhala sebagai pendekatan kepada Tuhan. Mereka juga memperingatkan kaum Arab bahwa kelak akan lahir nabi yang menghabiskan mereka dn mendukung Yahudi. Selain mencaci, kaum Yahudi juga menginformasikan isi Taurat tentang hari kebangkitan dan nabi terakhir yang mendukung agama monotaisme. Selain penganut paganisme ada juga kabilah Arab yang menganut agama Masehi atau Kristen.

Adapun aspek sosial politik antara Mekkah dan Madinah memiliki perbedaan. Yaitu, jika Mekkah diperintah oleh aristokrat Quraisy, maka Madinah tidak terdapat persatuan dan kesatuan penduduk di bawah satu pemerintahan. Situasi yang tidak baik ini akibat konflik pemimpin dua suku yaitu, Aus dan Khazraj.

(8)

Yastrib dan menceritakan perihal itu kepada penduduk.

Pada musim haji berikutnya, tahun 621 M, datangpula 10 laki-laki Khazraj dan 2 orang laki-laki Aus. Setelah mereka bertemu Rasulullah di Aqabat mereka menyatakan diri masuk Islam dan melakukan baiat (sumpah setia) inilah Baiat Aqabah pertama. Ketika rombongan ini kembali ke Yastrib Rasulullah menunjuk Mus’ab bin Umair menyertai mereka sekaligus mengajarkan Islam. Pada musim haji 622 M Mus’ab bersama 73 rombongan dari Yastrib, kali ini mereka juga bertujuan untuk mengajak Rasulullah SAW agar beliau berkenan hijrah ke Yastrib.

B. Penduduk Madinah Sebagai Satu Umat dan Masyarakat Politik

Heterogenitas penduduk Madinah dalam hal etnis dan bangsa, daerah, ekonomi, agama, keyakinan dan adat istiadat adalah penyebab tiap golongan memiliki cara berpikir dan bertindak sendiri-sendiri. Faktor tersebut menjadi penyebab mudahnya timbul konflik diantara mereka. Sikap kelompok-kelompok tersebut dalam menyikapi kedatangan Rasulullah berbeda-beda, ada yang menyambut dengan gembira ada pula yang tidak senang seperti Abu Amir dan Abdullah bin Ubay, pemimpin suku Aus dan Khazraj. Sebab, akan menghalangi rencana pengankatan Abdullah bin Ubay sebagai raja Madinah. Begitu pula rencana Yahudi sebagai raja dagang yang ingin menguasai kota Madinah.

Rasulullah SAW tampaknya memahami benar bahwa masyarakat yang beliau hadapi adalah masyarakat majemuk yang masing-masing golongan bersikap bermusuhan terhadap golongan lain. Untuk itu, beliau melihat perlu adanya penataan dan pengendalian sosial untuk mengatur hubungan antar golongan dalam berbagai aspek.

(9)

Madinah, yaitu setiap orang bersaudara karena Allah. Jika langkah pertama dan kedua dikhusukan pada umat Islam, maka pada langkah berikutnya ditunjukkan kepada seluruh penduduk Madinah. Untuk itu beliau membuat perjanjian tertulis yang menekankan persatuan yang erat antara kaum Muslimin dan Yahudi. Menjamin kebebasan beragama, menekankan kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam kehidupan sosial politik dalam mewujudkan perdamaian dan menetapkan wewnang bagi Rasulullah untuk menengahi dan memutuskan segala perbaedaaan pendapat dan perselisihan yang timbul diantara mereka. Ini semua termaktub dalam Piagam Madinah.

Usaha-usaha Rasulullah mmpersaudarakan orang-orang mukmin dan membuat mereka menjadi satu umat. Kemudian mempersaudarakan orang-orang Yahudi dengan sekutunya adalah satu umat bersama orang-orang-orang-orang mukmin melalui perjanjian tertulis merupakan tindakan politik beliau dalam upaya mengorganisasikan penduduk Madinah yang majeuk menjadimasyrakat yang teratur.

Dalam ilmu politik, ada tiga unsur utama, yaitu: adanya wilayah, kesadaran sosial dan otoritas politik. Fakta historis mengemukakan bahwa dalam komunitas muslim dan Yahudi yang dipersatukan oleh Rasulullah mengandung tiga unsur tersebut. Pertama, mereka hidup dalam wilayah Madinah. Kedua, mereka bersedia di persatukan dan Ketiga, mereka mengakui Rasulullah SAW sebagai pemimpin.

(10)

rakyat. F. Buhl berpendapat bahwa dengan penetapan itu Muhammad berhasil membangun masyrakat yang bersatu dari unsur-unsur heterogen, yaitu Muslim, Yahudi dan paganisme.

Mengenai isi pokok yang terdapat di Piagam Madinah Muhammad Jalal al-Din Surur merumuskannya sebagai berikut: 1) seluruh kaum muslimin adalah umat yang satu. 2) Masyarakat Islam dibentuk sebagai masyarakat yang solider dan kolektif. 3) Mengakui hak-hak asasi kaum Yahudi dan mendorong agar masuk Islam. 4) Kebabasan beragama bagi kaum Yahudi. 5) Mengembalikan segala perselisihan dan permasalahan kepada Nabi Muhammad selaku kepala negara. 6) Memperkuat pertahanan dan bersikap waspada terhadap musuh. 7) Pertahanan negara adalah tanggung jawab seluruh warga negara. 8) Kota Madinah sebagai ibu kota negara harus dipertahankan dan di junjung tinggi kehormatannya.8

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam membuat suatu sistem Rasulullah SAW, melakukan langkah awal

8 J. Suyuthi Pulungan, “Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan

(11)

yang sangat baik yakni mengenali masyarakat itu sendiri. Bagaimana kehidupan sosial mereka antara satu dengan yang lainnya, bagaimana budaya mereka dan faktor apa yang menyebabkan ketidak harmonisan antar masyrakat di Madinah. Sehingga Rasulullah menghasilkan kebijakan-kebijakan yang dapat di terima oleh keragaman masyarakat Madinah dan berhasil mewujudkan masyarakat yang madani. Kebijakan pertama adalah persatuan, langkah ini adalah langkah yang sangat menentukan. Karena memang sistem pemerintahan sebaik apapun tidak akan berjalan dengan baik jika penjalan sistem tersebut terpecah belah. Melalui Piagam Madinah kita dapat mengetahui betapa Rasulullah SAW sangat menjunjung tinggi persamaan hak dan kewajiban atas seluruh penduduk Madinah tanpa terkecuali, sehingga isi Piagam ini menjadi pemersatu bukan hanya antar muslim dengan muslim namun juga antara muslim dengan non muslim. Ini menjadi bukti nyata, bahwa bukanlah hal yang tidak mungkin suatu masyarakat yang plural di satukan dalam satu konstitusi.

B. Saran

Bukan saatnya lagi kita memperdebatkan status sebuah negara, yang harus diperhatikan dipikirkan dan disepakati adalah persatuan sangatlah penting untuk kelangsungan bernegara. Untuk bersatu tidak harus menunggu kita sama semua dalam berbagai aspek. Namun dengan saling menghargai dan paham hak dan kewajiban masing-masing dengan itulah kita dapat bersatu. Demikian pula sangat diperlukan sistem pemerintahan yang bijaksana dan adil serta pelaku pemerintahan yang amanah yang mengerti keadaan rill masyarakatnya sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat. Kenali, Satukan, dan Bergerak bersama.

DAFTAR PUSTAKA

(12)

Persada.

Nurcholis Madjid, 1983. “Cita-Cita Politik Kita”, dalam Bosco Carvallo dan Dasrizal, (penyunting), Aspirasi Umat Islam Indonesia, Jakarta: Leppenas Hasan Ibrahim Hasan,1979. Tarikh al-Islam, Jilid I, Kairo: Maktabah Nahdhatul

al-Mishriyyat.

Referensi

Dokumen terkait

(5) Menyediakan cara zonasi daerah perairan laut dengan batas menurut pilihan pengelompokan pulau kecil atau karakteristik biogeofisik untuk pengelolaan ekosistem daerah

Fakta lingual ini menunjukkan bahwa anak-anak usia 4 – 6 tahun telah memiliki kompetensi linguistik yang memadai untuk memahami fitur-fitur semantik prototipe substantiva

Namun demikian, responden masih mengharapkan akan terjadi peningkatan jumlah tabungan untuk 6 bulan mendatang sebagaimana tercermin pada kenaikan indeks jumlah tabungan 6 bulan

Dalam kenyataan kita melihat orang cenderung ber-spesialisasi; ada yang menjadi pengusaha sepatu, menjadi petani, menjadi pialang, penjual roti, dosen, dokter gigi, ahli

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun keempat yang sudah melalui pembelajaran

Berdasarkan Undang Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja menyebutkan dengan jelas, bahwa Anggota Polisi

Sikap, sifat, dan etika kepribadian yang harus dimiliki oleh hakim seperti telah diuraikan di atas selanjutnya diimplementasikan di persidangan pada saat hakim menjalankan

Alat ini digunakan untuk mengukur jarak dan untuk membandingkan alat ukur uji dengan alat standard berbasis ATmega dan ditampilkan pada LCD 2x16 yang telah