• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia di Antara Sistem Pemerintahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Indonesia di Antara Sistem Pemerintahan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

INDONESIA DI ANTARA SISTEM PEMERINTAHAN

PARLEMENTER DAN SISTEM PRESIDENSIAL

Disuusun oleh:

Nama

: Nuzla Abidin

NIM

: 10.12.5104

Kelas

: 10.S1.SI.09

Jurusan

: Sistem Informasi

Nama Dosen : Mulyadi Erman, S.Ag, M.A

JURUSAN SISTEM INFORMASI

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

AMIKOM YOGYAKARTA

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dari-Nya, meminta ampunan dari-Nya dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kita serta keburukan amal perbuatan kita. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Karena hidayah serta kesehatan yang di berikannya pula, Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “INDONESIA DI ANTARA SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER DAN SISTEM PRESIDENSIAL” ini sebagai tugas dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada Bapak selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan. , serta semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Akhirnya penulis mohon kritik dan saran untuk lebih sempurnanya makalah ini. Selanjutnya penulis berharap makalah yang sederhana ini bermanfaat.

Yogyakarta, 22 Februari 2013

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Perumusan Masalah 2

C. Tujuan Penelitian. 2

D. Manfaat Penelitian. 2

E. Metode Penelitian. 2

BAB II PEMBASAHAN 3

A. Pengertian Sistem Pemerintahan. 3 B. Pengertian Sistem Pemerintahan Parlementer Dan Presidensial 4 C. Ciri-Ciri Sistem Parlementer Dan Presidensil 5 D. Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Parlementer Dan Sistem Presidensil 6

E. Sistem Pemerintahan Indonesia 7

BAB III PENUTUP 14

Kesimpulan 14

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketika kita mengatakan bahwa sistem pemerintahan kita menganut sistem presidensial, tetapi dalam prakteknya sistem tersebut masih belum diimplementasikan secara murni dan konsekuen bahwa kita benar-benar menerapkan sistem pemerintahan presidensial dengan presiden sebagai kepala negara dan juga sekaligus kepala pemerintahan (dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri).

Sistem presidensial kita masih belum bisa membuat pembatas yang jelas antara posisi kewenangan eksekutif dan legislatif. Dalam konstitusi kita, dalam hal ini UUD 1945, redaksional tentang apa-apa yang menjadi kewenangan presiden, masih sering bertabrakan dengan kekuasaan/kewenangan yang dimiliki oleh DPR.

Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunyai sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.

(5)

B. Perumusan Masalah

Agar perumusan masalah ini tidak meluas maka penulis perlu membatasi ruang lingkup sebagai berikut:

A. Pengertian Sistem Pemerintahan.

B. Pengertian Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial. C. Ciri-ciri Pemerintahan Parlementer dan Presidensial.

D. Kelebihan dan kekurangan sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial. E. Sistem Pemerintahan Indonesia

C. Tujuan Penelitian.

 Sebagai salah satu tugas dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan..

 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Sistem Pemerintahan

 Pengelompokkan Sistem Pemerintahan

 Mengetahui Pelaksanaan Sistem pemerintahan Negara Indonesia.

 Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia

 Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia

D. Manfaat Penelitian.

1. Sebagai pedoman untuk menambah wawasan dalam menulis dan membuat suatu karya ilmiah terutama pada makalah ini.

2. Sebagai referensi bagi penulis dalam pembuatan makalah beikutnya.

3. Sebagai bahan bacaan dan lebih memahami bagaimna tata cara penulisan makalah.

E. Metode Penelitian.

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Pemerintahan.

Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata sistem dan pemerintahan. Kata sistem merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Pada Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:

a. Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau

b. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.

c. Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah

Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :

 Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan.

 Kekuasaan Legislatif yang berarti kekuasaan membentuk undang-undang

 Kekuasaan Yudikatif yang berarti kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang.

(7)

Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu sistem pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.

B. Pengertian Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial

Sistem parlementer adalah adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Kepala eksekutif (head of government) adalah berada di tangan seorang perdana menteri Adapun kepada Negara (head of state) adalah berada pada seorang ratu, raja ataupun sultan, misalnya di Negara Inggris, Malaysia

Sistem presidensial (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.

Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu:

 Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.

 Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan.

 Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.

(8)

C. Ciri-Ciri Sistem Parlementer Dan Presidensil a. Parlementer

. Ciri-ciri pemerintahan parlemen yaitu:

 Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala negara dikepalai oleh presiden/raja.

 Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif

 Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi berdasarkan undang-undang.

 Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.

 Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.

 Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.

 Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif. b. Presidensil

Ciri-ciri pemerintahan presidensial yaitu :

 Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.

 Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.

 Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.

 Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan kepada kekuasaan legislatif).

 Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.

(9)

D. Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Parlementer Dan Sistem Presidensil a. Sistem Parlementer

Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:

 Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.

 Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.

 Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer:

 Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.

 Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.

 Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen.

 Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.

b. Sistem Presidensil

Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial:

 Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.

(10)

 Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.

 Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial:

 Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.

 Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.

 Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas

 Pembuatan keputusan memakan waktu yang lama. E. Sistem Pemerintahan Indonesia

Sistem pemerintahan Negara RI Menurut UUD 1945.

 Sistem Pemerintahan menurut UUD ’45 sebelum diamandemen: 1. Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR.

2. DPR sebagai pembuat UU.

3. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan. 4. DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan. 5. MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan. 6. BPK pengaudit keuangan.

 Sistem Pemerintahan setelah amandemen (1999 – 2002). 1. MPR bukan lembaga tertinggi lagi.

2. Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat.

3. Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat. 4. Presiden tidak dapat membubarkan DPR.

5. Kekuasaan Legislatif lebih dominan.

(11)

Ketika kita mengatakan bahwa sistem pemerintahan kita menganut sistem presidensial, tetapi dalam prakteknya, sistem tersebut masih belum diimplementasikan secara murni dan konsekuen bahwa kita benar-benar menerapkan sistem pemerintahan presidensial dengan presiden sebagai kepala negara dan juga sekaligus kepala pemerintahan (dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri (PM)

Sistem presidensial kita masih belum bisa membuat pembatas yang jelas antara posisi kewenangan eksekutif dan legislatif. Dalam konstitusi kita, dalam hal ini UUD 1945, redaksional tentang apa-apa yang menjadi kewenangan presiden, masih sering bertabrakan dengan kekuasaan/kewenangan yang dimiliki oleh DPR Dalam batang tubuh (Pasal 10) UUD 1945 secara jelas memang disebutkan bahwa presiden republik Indonesia memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU).

Dalam posisi ini, tidak ada campur tangan legislatif (dalam hal ini DPR) atas posisi presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan AU. Namun dalam pasal selanjutnya (pasal 11), disebutkan bahwa presiden berwenang mengumumkan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, tetapi harus melalui persetujuan DPR menyangkut stabilitas. pembuatan peraturan perundang-undangan antara eksekutif dan legislatif (dalam hal ini DPD tidak termasuk pihak yang ikut membentuk undang-undang) bahwa peraturan yang disahkan (dalam hal ini undang-undang) harus melalui persetujuan bersama antara eksekutif dan legislatif, salah satu pasal menyebutkan, bahwa dalam waktu 30 hari undang-undang yang disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden, maka undang-undang tersebut bisa disahkan.

(12)

lembaga legislatif. Secara gamang kita masih belum jelas menyebutkan 'jenis kelamin' penerapan konsep lembaga legislatif kita. Apakah bikameral (DPD dan DPR) unikameral (MPR/DPR) atau bahkan trikameral (DPR-DPD-MPR). Sehingga ketika ada ahli pemerintahan dari negara lain menanyakan sistem legislatif yang kita anut, maka kita hanya meraba-raba saja dengan mengatakan antara unikameral, bikameral, atau bahkan trikameral. Sistem legislatif kita adalah sistem yang 'bukan-bukan'.

Sistem yang 'bukan-bukan' ini bisa kita dapatkan jika mempelajari konsep pembagian kekuasaan antara tiga cabang legislatif; MPR, DPR dan DPD. Dalam prakteknya, terdapat diskriminasi konstitusi antara DPR dan DPD dalam hal pembuatan peraturan perundang-undangan. Diskriminasi konstitusi ini terkesan menganaktirikan DPD dalam hal pembuatan peraturan perundang-undangan yang hanya membentuk DPD tanpa diberikan kewenangan membentuk undang-undang. Pengakuan Rakyat

Karena menurut pasal 22D UUD 1945 yang juga diatur dalam Pasal 42 ayat (1) UU No 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, bahwa DPD hanya diberikan kewenangan mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Ketika masuk pada ayat (2) lebih lanjut disebutkan bahwa setelah DPD mengusulkan rancangan undang-undang tersebut kepada DPR, maka DPR kemudian memanggil DPD untuk membahasnya sesuai tatib DPR. Namun ketika tiba pada pengambilan keputusan, DPD tidak dilibatkan. Pada posisi ini kemudian diskriminasi konstitusi ini terlihat. DPD hanya dijadikan tameng mendapatkan pengakuan dari rakyat, bahwa pemerintah sudah memperhatikan aspirasi rakyat didaerah dengan membentuk DPD, sementara kekuasaan membentuk undang-undang tetap dimiliki oleh presiden dan DPR. DPD tak ubahnya lembaga penunjang (auxilary agency) DPR yang bertugas memberikan nasehat dan usulan, sementara ketika tahapan pengambilan keputusan, DPD tidak dilibatkan. Perselingkuhan politik antara partai-partai di DPR membawa DPD pada bayang-bayang ketidakpastian politik. DPD tetap diberikan kewenangan yang tumpul dan tetap mengekor di belakang DPR. DPD dan DPR ibarat saudara tiri yang diperlakukan tidak proporsional oleh konstitusi sebagai ibu kandung,

(13)

daerah, termasuk perluasan dan penggabungan daerah. Dalam konteks yang lebih luas, kedaulatan negara tetap dipegang oleh elit parpol di DPR. Konstalasi politik nasional tetap berada dalam pengawasan dan kontrol DPR.

DPD tak ubahnya Dewan Pertimbangan Agung pada masa Orba. Kekuatan negara yang dikendalikan parpol menyulitkan DPD melakukan penguatan kewenangan karena pasti akan di tentang kalangan parpol di DPR. Kekuatan lobi yang maksimal pun belum tentu menggoyahkan ratusan anggota DPR untuk rela `berbagi kue' dengan DPD. Sementara yang kita inginkan adalah visi membangun dan menciptakan lembaga legislatif yang kuat. Yang akan menunjang kerja-kerja pemerintahan, termasuk dalam hal mekanisme kontrol. Masyarakat menginginkan terwujudnya dua kamar yang sama kuatnya (strong becameralism) antara DPR dan DPD. Bukan konsep bikameralism lunak (soft/weak bicameralisme), satu kamar mendominasi kamar lainnya (DPR mendominasi DPD). Bukan pula konsep trikameralism, kamar yang satu hanya menjadi 'penonton' dua kamar lainnya (MPR). Sistem legislatif di Indonesia adalah sistem legislatif 'abstrak-samar', bukan bikameral, trikameral, maupun unikameral. Sehingga tidak mampu menjalankan fungsi kontrol yang efektif, kritis-tajam.

Sistem yang 'bukan-bukan' juga kita dapatkan dalam konsep kekuasaan kehakiman (yudisial) antara tiga cabang kekuasaan kehakiman MA, MK dan KY. Pasca amandemen ketiga UUD 1945 yang membuka peluang terbentuknya Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY) pada Bab IX Pasal 24 B dan C, nampak bahwa dinamisasi struktur ketatanegaraan kita mengalami tahap pendewasaan dan perkembangan yang cukup signifikan.

Dibentuknya MK dengan salah satu alasannya untuk menyeimbangkan struktur kekuasaan kehakiman dengan karakteristik perkara masing-masing, selain juga sebagai pembagian fungsi dan tugas dalam sistem kekuasaan kehakiman yang selama ini menjadikan MA sebagai pemain tunggal dalam wilayah peradilan. Selain itu, hadirnya KY dengan tugas utamanya melakukan pengawasan terhadap kinerja hakim serta menjaga keluhuran martabat hakim melambungkan opitimisme jutaan rakyat Indonesia yang menginginkan sistem peradilan sehat, bersih, serta jauh dari nuansa KKN setelah sekian lamanya wajah peradilan kita telah cukup telak ditampar dengan isu mafia peradilan hingga menjatuhkan wibawa pengadilan.

(14)

dan inferior hingga membuka wilayah perseteruan antara tiga cabang kekuasaan kehakiman ini menjadikan optimisme ini menjadi luntur kembali. Sama dengan perseteruan antara DPR dan DPD, keangkuhan MA yang tidak ingin menjadi subyek dalam pengawasan KY hingga mengajukan gugatan konstitusi ke MK menjadikan wacana check and balances terkesan dipahami dan diterapkan setengah hati. Bahwa MA lebih superior dibanding KY. Bahwa KY ibarat 'anak ingusan' yang belum punya pengalaman. Penderitaan KY semakin bertambah dengan dikabulkannya gugatan MA oleh MK hingga menjadikan KY seolah 'anak bawang' dalam permainan politik kekuasaan kehakiman di Indonesia.

Secara obyektif kita menilai, posisi KY memang lemah. Walaupun secara yuridis KY dilegitimasi dengan UU No 22 Tahun 2004 (MK UU No 24/2003), namun karena konstitusi tidak memberikan KY kewenangan peradilan. Maka posisi tawar (bargaining position) KY memang tidak cukup kuat untuk memaksa MK dan MA menerima kehadirannya dalam diskursus kelembagaan antara cabang kekuasaan kehakiman. Kekuasaaan peradilan tetap menjadi kewenangan MA dan MK dengan pembagian wilayah perkara yang berbeda antara satu dengan lainnya.

Beberapa praktek ketimpangan konstitusi selama ini telah mengakibatkan penyelenggaraan sistem pemerintahan tidak harmonis. Disamping itu, juga berakibat pada menurunya kualitas produk legislasi yang dihasilkan akibat konflik internal (conflic of interest) pada beberapa lembaga-lembaga negara. Ketidakdewasaan penyelenggara negara dalam memaknai dan menjalankan amanah konstitusi menjadikan praktek ketatanegaraan kita akan selamanya penuh dengan konflik.

(15)

saja demi kemanusiaan dan atau tegaknya kedaulatan negara. Lantas bagaimana kalau negara kita diserang mendadak oleh negara lain, siapa yang akan memainkan hak “Can Do No Wrong”. Lepas dari persoalan kadar keberanian presiden SBY, sumber kegamangan pemerintah dalam menangani musibah kemanusiaan lumpur Lapindo juga disebabkan sistem kenegaraan yang tidak secara tegas mengatur hak “Can Do No Wrong” yang mestinya harus ditangan seorang Kepala Negara.

SISTEM DEMOKRASI CAMPURAN PARLEMENTER DGN PRESIDENSIAL

Sistem PARLEMENTER, ciri utamanya adalah:

Perdana Menteri diangkat oleh Parlemen, artinya legitimasi pemerintahan datangnya dari parlemen, Program yang ditawarkan (dijual) dalam pemilu adalah program partai, Program Pemerintah adalah program partai pemenang pemilu, Dalam Pemilu rakyat memilih partai (Beberapa negara yang dipilih gambar Calon Anggota DPR, tapi yang dijual oleh calon anggota DPR tetap yaitu program partai), Maka Ketua Partai otomatis calon Perdana Menteri, Karena yang dipercaya rakyat adalah partai, maka partai lah yang membentuk kabinet (pemerintahan), Sehingga disana dikenal istilah partai pemerintah, dan partai yang tidak duduk dalam pemerintah disebut partai oposisi, Perdana Menteri setiap saat bisa jatuh karena alasan politik, yaitu ketika dukungan di parlemen tidak lagi mayoritas. Untuk terwujudnya ”Chek and Balance” maka anggota DPR pun setiap saat juga bisa dicopot ditengah jalan dengan alasan politik. Kewenang partai dalam mencopot anggota karena dalam pemilu yang dipercaya (yang dicoblos) oleh rakyat adalah partai, DPR adalah wakil partai maka dalam DPR ada lembaga Fraksi, Posisi Partai kuat, karena ia membuat program, menyusun kabinet dan memilih pejabat –pejabat politis lainnya, Pemerintah dibentuk setelah pemilu DPR. Bila di parlemen tidak mayoritas tunggal (50% + 1), maka partai pemenang terbesar berkoalisi dengan partai lain, maka kabinet yang dibentuk disebut kabinet koalisi. Pemilu legislatif lebih dahulu daripada pemilu Presiden

Sistem PRESIDENSIAL, ciri utamanya:

(16)

oleh DPR maka Presiden punya Hak veto terhadap keputusan DPR (Disanalah maka dalam sistem presidensial Pemerintah tidak terlibat dalam membuat UU) dan Presiden juga punya hak bertanya langsung kepada rakyat (referendum), Presiden dipilih oleh rakyat untuk untuk jangka waktu tertentu (di Indonesia 5 tahun) maka Presiden tidak bisa dicopot ditengah jalan karena alasan politik. Artinya dalam sistem presidensial tidak ada “impeach” politik. Begitu pula untuk anggota DPR, seharusnya dipilih langsung oleh rakyat untuk jangka waktu tertentu (di Indonesia 5 tahun) maka anggota DPR tidak boleh dicopot oleh partai, maka disana lahir kondisi ”Chek and Balance” yang statis. Dengan kata lain, karena rakyat dalam pemilu nyoblosnya gambar orang bukan gambar partai, maka partai tidak punya hak untuk mencopot anggota DPR ditengah jalan karena alasan politik, DPR adalah wakil rakyat, maka di DPR tidak dikenal lembaga Fraksi, Pemilu presiden dilaksanakan lebih dahulu dari pemilu DPR, Tugas partai adalah mengembangkan ideologi dan mencari figure yang laku jual dalam pemilu, Tidak ada dalam sistem Presidensial ketua partai jadi calon Presiden, Diseluruh dunia tidak ada dalam sistem Presidensial Presiden dan Wakil Presiden lain Partai, Karena legitimasi datangnya langsung dari rakyat, maka dalam sistem presidensial mengakomodasikan calon independen. Pemilu Presiden dulu baru Pemilu Legislatif

BAGAIMANA DENGAN INDONESIA...?

(17)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

• Untuk perubahan UUD-45, sesungguhnya oleh Bung Karno tanggal 18 Agustus 1845 sudah diingatkan bahwa UUD -45 adalah UUD kilat, UUD darurat. Bahkan Bung Karno berpesan agar kelak kalau negara sudah dalam keadaan tenteram anggota MPR akan dipanggil lagi untuk merumuskan UUD yang baru. Hal ini tidak bisa lepas dari proses penyusunan batang tubuh UUD-45 yang hanya disusun 1 hari dan didominasi oleh Moh Yamin dan Supomo, sebagai tokoh yang paham hukum ketatanegaraan.

• Masing-masing sistem demokrasi mempunyai kelebihan dan kekurangan, dan ketika dicampur adukkan begitu saja maka keduanya justru saling mereduksi kelebihan masing-masing dan bahkan saling menegasikannya. Kelebihan sistem Presidensial pada kuatnya stabilitas politik, hal ini terwujud karena Presiden dan anggota DPR sama-sama tidak bisa dicopot ditengah jalan. Ketika sistem yang dirancang membenarkan Presiden bisa di “impeach” (politik) dan juga bisa dicopot ditengah jalan dengan alasan politik, begitu pula untuk anggota DPR bisa di PAW (Pergantian Antar Waktu) ditengah jalan dengan alasan politik (yang hanya lazim terjadi dalam sistem parlementer), maka sistem kenegaraan kita menjadi begitu rentan, karena posisi Presiden yang notabene Kepala Negara negara setiap saat bisa digoyang. Berbeda dengan sistem parlementer yang menempatkan posisi Kepala Negara terpisah dengan Kepala Pemerintahan, maka biarpun terjadi instabilitas ditingkat pemerintahan, tidak berarti membahayakan stabilitas apalagi eksistensi negara, karena masih ada Kepala Negara yang biasa

(18)

DAFTAR PUSTAKA

 C.S.T. Kansil, Christine Hukum Tata Negara Republik Indonesia (Edisi Revisi 2008)

 Pengantar ilmu pemerintahan( inu kencana syafiee)

 R. SAIJA,SH.,MH SOSIOLOGI HUKUM

Referensi

Dokumen terkait

Rewwin Waru Sidoarjo adalah dengan menentukan bagi hasil dalam bentuk prosentase, akan tetapi tetap melakukan penominalan (penentuan keuntungan bagi hasil dalam nilai rupiah)

Mazir (1999:65), yang dimaksud dengan penelitian dalam bentuk survei adalah: “Penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada

Produksi kripik tungsang yang akan dilakukan dalam usaha ini adalah dalam skala kecil terlebih dahulu. Bahan jantung pisang, kami dapatkan di sekitar desa Sekaran yang kualitasnya

Hasil kajian terhadap data anak Indonesia sehat dan berasal dari keluarga ekonomi menengah ke atas dengan keterbatasannya (non exlusively breastfed),

kelompok masyarakat dibagi menurut kelas, ranking atau lapisan (bertingkat). D i mana ada kelompok masyarakat yang lebih tinggi kelasnya dibanding kelompok masyarakat

(1) Kurikulum Kebangsaan ialah suatu program pendidikan yang termasuk kurikulum dan kegiatan kokurikulum yang merangkumi semua pengetahuan, kemahiran, norma, nilai,

Berdasarkan masalah diatas, yang akan diangkat adalah Bagaimana Sistem Pendukung Keputusan mampu menentukan installasi listrik yang terpasang di rumah pelanggan sudah

Semua hewan yang diciptakan YHWH Bapa Surgawi adalah baik (Kej 1:25) namun tidak semua hewan-hewan tersebut tidak bermanfaat bagi manusia dan jika dimakan akan