BAB II
PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA
A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi
Manusia selalu dihadapkan dengan peristiwa yang tidak pasti.
Peristiwa yang tidak pasti tersebut dapat berupa peristiwa menguntungkan
atau menyenangkan atau merupakan keuntungan yang mungkin
diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa peristiwa negatif yang
merugikan baik bagi dirinya, keluarganya maupun harta bendanya.18 Oleh
sebab itu manusia memerlukan proteksi atau perlindungan. Asuransi
dalam bahasa belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau
asuransi dalam bahasa inggris disebut inssurance19. Asuransi berasal dari
bahasa inggris “assure” yang berarti menanggung dan “assurance” yang
berarti tanggungan20
Dalam hukum asuransi dikenal bermacam macam istilah. Ada
istilah hukum pertanggungan, hukum asuransi. dalam bahasa belanda
disebut verzekering recht dan dalam istilah bahasa inggris disebut
insurance law, sedangkan dalam praktek sejak dalam hindia belanda
sampai sekarang banyak dipakai orang istilah asuransi (assurantie)21
18
M. Suparman sastrawidjaya, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Alumni, Bandung, 1997, hal. 1
19
J.C.T.Simorangkir, Rudy erwin, J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta; Sinar Grafika, 2009) hal 182
20
I.P.M. Ranuhandoko, Terminal Hukum : Inggris-Indonesia, (Jakarta; Sinar Grafika, 2006), hal 75
21
Asuransi merupakan suatu sistem atau tindakan untuk
melimpahkan, mengalihkan, atau mentransfer risiko yang ditanggung
kepada pihak lain dengan syarat melakukan pembayaran premi dalam
rentang waktu tertentu secara teratur sebagai ganti polis yang menjamin
perlindungan terhadap risiko yang dimungkinkan terjadi di masa depan
seiring dengan ketidakpastian itu sendiri.22
Pengaturan ini diperbaharui dengan diterbitkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian Pasal 1 yang mengemukakan
Adapun pengertian asuransi sendiri memiliki beberapa defenisi.
Pertama, definisi asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dalam undang-undang
ini, disebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian
antara dua pihak atau lebih. Dalam konteks, pihak penanggung
mengingkatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi
asuransi guna memberikan penggantian pada tertanggung yang
disebabkan oleh kerugian yang dialaminya, semisal berupa kerusakan,
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
terhadap pihak ketiga yang dimungkinkan akan dialami oleh pihak
tertanggung yang disebabkan oleh berbagai macam peristiwa yang tidak
pasti, atau memberikan suatu pembayaran didasarkan pada meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan
22
bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan
asuransi sebagai imbalan untuk :
a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang
polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul,
kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang
polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meningganya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya
tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan
dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana23
Menurut Abbas Salim, asuransi adalah suatu kemauan untuk
menetapkan kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti
(substansi) kerugian-kerugian yang besar yang belum pasti. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa, orang bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk
masa sekarang, agar bisa menghadapi kerugian-kerugian besar yang
mungkin terjadi pada waktu mendatang24
23
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 jo Undang-Undang 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
24
Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2007) hal 1
Dasar hukum perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 1774 KUH
Suatu perjanjian untung untungan adalah suatu perbuatan yang
hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi
sementara, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tetntu.
Demikian adalah: perjanjian pertanggungan; bunga cagak hidup;
perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab
undang undang hukum dagang
Menurut pasal di atas, perjanjian asuransi digolongkan ke dalam
perjanjian untung untungan. Penggolongan perjanjian asuransi sebagai
perjanjian untung untungan tidak sesuai dengan sifat perjanjian asuransi
yang sesungguhnya.
Dorhout mess mengatakan bahwa pembuat undang undang
memasukkan asuransi sebagai perjanjian untung untungan, seperti
perjudian dan pertaruhan yang diatur dalam Pasal 1774 tersebut
berdasarkan pertimbangan bahwa besarnya kewajiban penanggung
digantungkan pada peristiwa yang tidak pasti. Kewajiban tersebut baru
dapat dipenuhi jika peristiwa yang ditanggung benar benar terjadi.
Penggolongan perjanjian asuransi secara umum oleh KUH Perdata sebagai
salah satu bentuk perjanjian untung untungan sebenarnya merupakan satu
penerapan yang sama sekali tidak tepat di samping bertentangan dengan
prinsip prinsip yang harus dipenuhi dalam perjanjian asuransi itu sendiri.
Karakteristik perjanjian untung untungan adalah berdasarkan
kemungkinan yang sangat bersifat spekulatif dengan tujuan utama hanya
mempunyai tujuan yang lebih pasti, yaitu memperalihkan risiko yang
sudah ada yang berkaitan pada kemanfaatan ekonomi tertentu sehingga
tetap berada dalam posisi yang sama. Pasal 1774 KUH Perdata yang
menyatakan perjanjian asuransi diatur selanjutnya dalam KUH Dagang
menjadikan asuransi sebagai perbuatan ekonomi yang sah oleh hukum dan
pengakuan sah tersebut telah diatur pula dalam berbagai undang undang
dinluar KUH Dagang antara lain Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian. Dengan demikian ketentuan Pasal 1774
KUH Perdata tidak dapat dijadikan dasar hukum perjanjian asuransi.
Dari sudut pandang dewasa ini, penggolongan asuransi ke dalam
perjanjian untung untungan dan pertaruhan tersebut tidak sesuai dengan
sifat perjanjian asuransi sesungguhnya. Kejanggalan penggolongan
tersebut dapat dibuktikan dari alasan alasan berikut :
1. Dasar perjanjian asuransi adalah kesanggupan penanggung,
dengan imbalan pembayaran premi dari tertanggung, untuk
mengganti kerugian atau memberikan manfaat apabila
peristiwa yang diasuransikan terjadi, bukan faktor terjadi
atau tidak terjadinya peristiwa yang diasuransikan. Pada
perjudian dan pertaruhan, dasar perjanjian adalah terjadi
atau tidak terjadinya peristiwa yang diperjanjikan
2. Keberadaan kepentingan yang dimiliki (insurable interest)
pada tertanggung atas objek asuransi sebagai syarat mutlak
diukur dari apakah tertanggung akan dirugikan apabila
peristiwa yang diasuransikan terjadi (Pasal 250 KUH
Dagang). Penanggung tidak berkewajiban mengganti
kerugian atau membayar manfaat kepada siapa pun yang
tidak mempunyai kepentingan atas objek asuransi.
perjudian dan pertaruhan tidak memberikan persyaratan
tersebut dan siapa pun dapat ikut serta, dan kepentingan itu
ada setelah peristiwa terjadi.
3. Penjudi berharap peristiwa yang diperjanjikan terjadi
sehingga memperoleh keuntungan finansial. Tertanggung
tidak berharap peristiwa yang diasuransikan karena
tertanggung tidak akan mendapat keuntungan finansial
tetapi ganti kerugian
4. Perjanjian asuransi merupakan mekanisme pengalihan
risiko sedangkan perjudian dan pertaruhan bukan
merupakan pengalihan risiko, tetapi perjanjian untung
untungan (chance game) yang semata mata berdasarkan
kesempatan terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa
yang diperjanjikan
5. Pengalihan risiko dalam perjanjian asuransi dilakukan
dengan imbalan pembayaran premi oleh tertanggung yang
dianggap setimpal dengan risiko yang harus diasuransikan
belum tentu seimbang dengan jumlah premi. Perjudian atau
pertaruhan dapat dilakukan tanpa menggantungkannya pada
keseimbangan antara prestasi dan biaya penyertaan.
6. Pada perjanjian perjudian dan pertaruhan, pihak yang
wanprestasi tidak dapat digugat secara hukum karena
merupakan perikatan alamiah. Dalam perjanjian asuransi,
tertanggung atau penanggung yang tidak memenuhi
kewajibannya dapat dituntut secara hukum karena
merupakan perikatan perdata25
Pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanijan diatur di bawah
KUH Dagang. Berdasarkan Pasal 1 KUH Dagang, hukum dagang dapat
dikatakan merupakan lanjutan dari hukum perdata. Oleh sebab itu,
ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata sebagai ketentuan khusus,
selama oleh ketentuan yang terakhir itu belum diatur sebaliknya. Secara
positif, asuransi dan lembaga asuransi beserta pengaturannya telah berlaku
di indonesia sejak tahun 1848, yaitu sejak KUH Dagang berdasarkan asas
kondordansi berlaku di indonesia.
KUH Dagang merupakan induk berbagai ketentuan ketentuan
hukum dagang indonesia. KUH Dagang memuat bab bab tersendiri
mengenai asuransi sebagai sebuah perjanjian yang dibagi dalam dua
bagian, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan pengaturan yang bersifat
khusus. Sebagai aturan induk selain dari ketentuan umum mengenai
25
perikatan yang merupakan asas asas yang dikandung oleh KUH Perdata,
ketentuan ketentuan KUH Dagang akan selalu menjadi dasar suatu
perjanjian asuransi apabila tidak diatur secara khusus dalam perjanjian
asuransi itu sendiri.
Pengertian asuransi menurut KUH Dagang Menurut Pasal 246 KUH
Dagang, asuransi adalah
Suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan
diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungin
akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa perjanjian asuransi
merupakan suatu perikatan timbal balik antara penanggung yang
memberikan jaminan dan dengan tertanggung yang memberikan imbalan
pembayaran premi asuransi. pengertian dalam Pasal 246 KUH Dagang
tersebut hanya mengatur penggantian kepada tertanggung atas kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Dalam asuransi
jiwa, yang menjadi objek asuransi adalah jiwa tertanggung atau mereka
yang diasuransikan dan manfaat yang diberikan dapat berupa santunan
kepada seseorang atau lebih yang ditunjuk sebagai penerima manfaat
apabila tertanggung atau yang dipertanggungkan meninggal dunia atau
penerimaaan manfaat yang disepakati oleh tertanggung yang selamat
Adapun yang paling penting untuk diperhatikan adalah bahwa
perjanjian asuransi adalah perjanjian atas dasar uberrimae fidei, utmost
goodfaith. Dalam sistem common law, terdapat kewajiban yang luas bagi
para pihak untuk melakukan keterbukaan (disclosure). Tetapi untuk tujuan
yang lebih umum, sebuah perjanjian di mana satu pihak (penanggung)
dengan imbalan tertentu, sepakat untuk menanggung risiko dari suatu
peristiwa, kejadian yang waktunya tidak dapat ditentukan, atas hal tersebut
pihak yang lain (tertanggung) terancam (exposed) dan mempunyai
kepentingan dan sepakat dalam hal timbulnya peristiwa, kejadian yang
ditanggung, penanggung akan membayar kepada tertanggung sejumlah
uang, atau menyediakan manfaat dalam bentuk lain yang memiliki nilai
keuangan (tidak selalu harus membayar dalam bentuk uang). Meskipun
demikian, sementara defenisi ini mencukupi untuk tujuan tujuan tertentu,
dapat saja diperlukan suatu defenisi yang lain yang akan tepat untuk
keperluan keperluan yang berbeda beda.26
Dalam KUH Dagang ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu
pengaturan yang bersifat umu dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang
bersifat umum terdapat dalam buku I Bab 9 Pasal 246 – Pasal 286 KUH
Dagang yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur
dalam KUHD maupun yang diatur di luar KUHD, kecuali jika secara
khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287 – Pasal 308 KUHD dan
26Ibid
Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592 – Pasal 695 KUHD dengan rincian
sebagai berikut :
a. Asuransi kebakaran Pasal 287 – Pasal 298 KUHD
b. Asuransi hasil pertanian Pasal 299 – Pasal 301 KUHD
c. Asuransi jiwa Pasal 302 – Pasal 308 KUHD
d. Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592
– Pasal 658 KUHD
e. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan
pedalaman Pasal 686 – Pasal 695 KUHD27
B. Asuransi sebagai perjanjian
Inti atau jiwa atau ruh dalam asuransi adalah perjanjian.28 Menurut
Apeldoorn perjanjian disebut faktor yang membantu pembentukan
hukum, sedangkan menurut Lemaire perjanjian adalah determinan
hukum.29
27
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT CITRA ADITYA BAKTI, Bandung, 2006, hal. 18
28
H.K. Martono & Eka Budi Tjahjono, Asuransi Transportasi Darat-Laut-Udara, Mandar Maju, Bandung, 2011, hal. 55
29
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 117
Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang
diatur dalam KUHD. Sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat
sah suatu perjanjian dalam KUH Perdata berlaku juga bagi perjanjian
asuransi. karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus,
maka di samping ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian, berlaku
juga syarat-syarat khusus yang diatur dalam dalam Kitab
dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Menurut ketentuan pasal tersebut, ada
4 (empat) syarat sah suatu perjanjian, yaitu kesepakatan para pihak,
kewenangan berbuat, objek tertentu, dan kausa yang halal. Syarat yang
diatur dalam KUHD adalah kewajiban pemberitahuan yang diatur
dalam Pasal 251 KUHD
1. Kesepakatan (Consensus)
Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian
asuransi, kesepakatan tersebut meliputi :
a. Benda yang menjadi obyek asuransi
b. Pengalihan risiko dan pembayaran premi
c. Evenemen dan ganti kerugian
d. Syarat-syarat khusus asuransi
e. Dibuat secara tertulis yang disebut polis
Kesepakatan aatara tertanggung dan penanggung dibuat secara
bebas, tidak berada di bawah pengaruh, tekanan, atau paksaan
pihak tertentu. Kedua belah pihak sepakat menentukan
syarat-syarat perjanjian asuransi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku
2. Kewenangan (authority)
Kedua pihak tertanggung dan penanggung wenang melakukan
perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan
berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif dan ada yang bersifat
sehat ingatan, tidak berada di bawah perwalian atau pemegang
kuasa yang sah. Kewenangan objektif artinya tertanggung
mampunyai hubungan yang sah dengan objek asuransi karena
benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. Penanggung
adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi berdasarkan
anggaran dasar perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan itu
untuk kepentingan pihak ketiga, maka tertanggung yang
mengadakan asuransi itu mendapat kuasa atau pembenaran dari
pihak ketiga yang bersangkutan
3. Objek tertentu (fixed object)
Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang
diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan, dapat berupa harta
kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan,
dapat pula berupa jiwa atau raga manusia. Objek tertentu berupa
harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan
terdapat pada perjanjian asuransi kerugian. Objek tertentu berupa
jiwa atau raga manusia terdapat pada perjanjian asuransi jiwa.
Karena yang mengasuransikan objek itu adalah tertanggung, maka
dia harus mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung
dengan objek asuransi itu.
4. Kausa Yang Halal (Legal Cause)
Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu
ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan.
Berdasarkan kausa yang halal itu, tujuan yang hendak dicapai oleh
tertanggung dan penanggung adalah beralihnya risiko atas objek
asuransi yang diimbangi dengan pembayaran premi, penanggung
menerima peralihan risiko atas objek asuransi. jika premi dibayar
maka risiko beralih. Jika premi tidak dibayar risiko tidak beralih
5. Pemberitahuan (notification)
a. Teori objektivitas (objectivity theory)
Salah satu teori ilmu hukum yang dikenal dalam hukum
asuransi adalah teori objektivitas. Menurut teori ini setiap
asuransi harus mempunyai objek tertentu. Objek tertentu
artinya jenis, identitas dan sifat yang dimiliki objek tersebut
harus jelas dan pasti. sifat objek asuransi mungkin dapat
menjadi sebab timbulnya kerugian. Berdasarkan pemberitahuan
itu penanggung dapat mempertimbangkan apakah dia akan
menerima pengalihan risiko dari tertanggung atau tidak.
keunggulan teori ini adalah penanggung dilindungi dari
perbuatan tertanggung yang tidak jujur (in bad faith)
sebaliknya tertanggung selalu dimotivasi untuk berbuat jujur
(in good faith) dan selalu berhati-hati melakukan
pemberitahuan sifat objek asuransi kepada penanggung. Teori
agar mengadakan perjanjian asuransi dilandasi asas kebebasan
berkontrak yang adil (fair)
b. Pengaturan pemberitahuan dalam KUHD
Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung
mengenai keadaan objek asuransi. kewajiban ini dilakukan saat
mengadakan asuransi. jika tertanggung lalai maka akibat
hukumnya asuransi batal30
Dalam sahnya suatu perjanjian yang terdapat dalam Pasal
1320 KUH Perdata, dua syarat pertama dinamakan
syarat-syarat subjektif karena mengenai orang-orangnya atau
subjeknya yang mengadakan perjanjian sedangkan dua syarat
yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena
mengenai perjanjiannya sendiri oleh obyek dari perbuatan
hukum yang dilakukan itu31
C. Tujuan asuransi
Pada umumnya perjanjian asuransi itu mempunyai tujuan untuk
mengganti kerugian pada tertanggung, jadi tertanggung harus dapat
menunjukkan bahwa dia menderita kerugian dan benar benar
menderita kerugian. Di dalam asuransi itu setiap waktu selalu dijaga
supaya jangan sampai seorang tertanggung yang hanya bermaksud
menyingkirkan suatu kerugian saja dan mengharapkan suatu untung
30
Abdulkadir Muhammad. Op.Cit hal. 49-54 31
menikmati asuransi itu dengan cara memkai spekulasi, yang penting
ialah bahwa tertanggung harus mempunyai kepentingan bahwa
kerugian untuk mana ia mempertertanggungkan dirinya itu tidak akan
menimpanya. Ajaran kepentingan ini sangat penting di dalam seluruh
hukum asuransi yang kita dapati di dalam beberapa pasal tertentu
dalam KUHD. Adapun tujuan lain dari asuransi sebagai berikut :
1. Teori pengalihan risiko
Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer teory),
tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta
kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut
menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan menderita
kerugian atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomi,
kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan
mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya.
Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa memikul
beban risiko yang sewaktu waktu dapat terjadi.
untuk mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut, pihak
tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia
mengambil alih beban risiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar
kontra prestasi yang disebut premi. Dalam dunia bisnis perusahaan
asuransi selalu siap menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk
mengambil alih risiko dengan imbalan pembayaran premi. Tertanggung
harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada
perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada
penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak
terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan
menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung.
Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila
sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa kematian
atau kecelakaan yang menimpa diri tertanggung, maka tertanggung akan
memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung sesuai dengan
isi perjanjian asuransi. premi yang dibayar oleh tertanggung itu seolah
olah sebagai tabungan pada penanggung. Timbulnya perbedaan dengan
asuransi kerugian karena pembayaran premi pada asuransi jiwa dilakukan
secara berkala biasanya secara bulanan. Dalam jangka waktu yang cukup
lama premi yang disetor kepada penanggung dapat berfungsi sebagai
modal usaha dengan mana tertanggung diberi hak untuk menikmati
hasilnya setelah jangka waktu asuransi berakhir tanpa terjadi evenemen.
2. Pembayaran ganti kerugian
Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian,
maka tidak ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh
penanggung. Dalam praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengancam
itu sungguh sungguh terjadi. Ini merupakan kesempatan baik bagi
penanggung mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa
sungguh sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko
berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan
akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya.
Dalam praktiknya, kerugian yang timbul itu bersifat sebagian (partial
loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss) dengan demikian
tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh
pembayaran ganti kerugian yang sungguh sungguh dideritanya.
Jika dibandingkan dengan jumlah premi diterima dari dari
beberapa tertanggung, maka jumlah ganti kerugian yang dibayarkan
kepada tertanggung yang menderita kerugian itu tidaklah begitu besar
jumlahnya. Kerugian yang diganti oleh penanggung itu hanya sebagian
kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertanggung. Dari sudut
perhitungan ekonomi keadaan ini merupakan faktor pendorong
perkembangan perusahaan asuransi, di samping faktor tingginya
pendapatan per kapita warga negara
3. Pembayaran santunan
Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan
perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung (voluntary
insurance). Akan tetapi, undang undang mengatur asuransi yang bersifat
wajib (compulsory insurance) artinya tertanggung terikat dengan
penanggung karena perintah undang undang, bukan karena perjanjian.
Asuransi jenis ini disebut asuransi sosial (social security insurance) yang
mengakibatkan kematian atau cacat tubuh. Dengan membayar sejumlah
kontribusi (semacam premi) tertanggung berhak memperoleh perlindungan
dari ancaman bahaya
4. Kesejahteraan anggota
Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan
membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu
berkedudukan sebagai penanggung sedangkan anggota perkumpulan
berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang
mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung),
perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota
(tertanggung) yang bersangkutan. Wirjono prodjodikoro menyebut
asuransi seperti ini mirip dengan perkumpulan koperasi. Asuransi ini
merupakan asuransi saling menanggung (onderlinge verzekering) atau
asuransi usaha bersama (mutual insurance) yang bertujuan mewujudkan
kesejahteraan anggota.32
32
Abdulkadir Muhammad. Op.Cit . hl. 12
Tujuan asuransi lainnya adalah rasa aman sekaligus sebagai
perlindungan, membantu meningkatkan kegiatan usaha pendistribusian
biaya sekaligus manfaat yang lebih adil, bahan jaminan untuk
D. Prinsip-prinsip Asuransi
Prinsip prinsip dasar asuransi sering kali juga disebut sebagai
doktrin asuransi. dalam hal ini, prinsip prinsip asuransi mencakup
insurable interest, utmost goodfaith, indemnity, proximate cause, serta
subrogation and contribution. Berikut ini penjelasan lebih jelas dari
kelima prinsip tersebut
1. Insurable interest
Insurable interest pada prinsipnya adalah hak berdasarkan hukum
guna mempertanggungkan suatu risiko yang berkaitan dengan keuangan,
yang diakui sah secara hukum, antara tertanggung dan sesuatu yang
dipertanggungkan. Insurable interest merupakan prinsip paling
fundamental dalam kontrak asuransi. sebab hal itu bertalian langsung
dengan bentuk maupun rupa pertanggungan yang dijamin dalam suatu
kontrak asuransi. sesuatu yang dipertanggungkan dalam konteks ini bisa
berupa benda, harta, atau peristiwa yang bisa menimbulkan hak serta
kewajiban keuangan secara hukum.
Dalam prinsip insurable interest, sesuatu yang dipertanggungkan
semata mata hanya menyangkut kepentingan yang bisa mengakibatkan
kerugian dalam konteks finansial atas sesuatu yang dipertanggungkan.
Inilah hal penting yang perlu diketahui oleh tertanggung atau nasabah.
Beberapa unsur dalam insurable interest adalah :
a. Harus berupa suatu hak, kepentingan, harta, jiwa, atau
b. Keadaan yang dimaksud dalam penjelasan pertama adalah
sesuatu yang dapat dipertanggungkan (subject matter of
insurance)
c. Tertanggung harus memiliki hubungan hukum dengan
sesuatu yang bisa dipertanggungkan dalam hal ini pihak
tertanggung bisa menuai manfaat apabila tidak terjadi
peristiwa kerusakan dan akan menderita berupa kerugian
apabila yang dipertanggungkan mengalami kerusakan serta
d. Antara pihak tertanggung dan sesuatu yang
dipertanggungkan harus memiliki hubungan yang disahkan
secara hukum
2. Utmost good faith
Utmost good faith secara sederhana bisa diterjemahkan sebagai
niatan baik. Dalam hal ini hal yang dimaksud adalah dalam menetapkan
kontrak atau persetujuan, sudah seharusnya dilakukan semata mata
berlandaskan dengan niatan baik. Dengan demikian tidak dibenarkan jika
kemudian baik dari pihak tertanggung maupun penanggung
menyembunyikan suatu fakta yang bisa mengakibatkan timbulnya
kerugian bagi salah satu pihak di antara keduanya. Prinsip semacam ini
sebenarnya berlaku dalam segala bentuk perjanjian maupun persetujuan.
Kewajiban dalam memberikan informasi serta fakta yang benar
of disclosure. Selain itu dalam prinsip utmost good faith juga terdapat
beberapa unsur unsur yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran
yaitu :
a. Non disclosure yakni suatu unsur yang pada dasarnya
mengemukakan bahwa informasi atau fakta yang tidak
diungkap disebabkan oleh unsur ketidaktahuan atau karena
dianggap bahwa fakta tersebut tidak diperlukan atau tidak
penting. Apabila berpijak pada prinsip utmost good faith
hal itu tidak bisa dibenarkan dan bisa dikategorikan sebagai
pelanggaran
b. Concealment yakni kesengajaan untuk tidak mengungkap
atau menginformasi suatu fakta materil dengan tujuan
untuk menyembunyikan
c. Fraudulent misrepresentation yakni kesengajaan
memberikan gambaran palsu atau tidak yang tidak
sebenarnya atas suatu fakta materil
d. Innocent misrepresentatio yakni ketidaksengajaan dalam
memberikan gambaran atau informasi yang tidak
sebenarnya tentang suatu fakta materil
3. Indemnity
Indemnity yakni berarti mengembalikan posisi finansial tertanggung
pada saat setelah mengalami kerugian sebagaimana pada posisi
diinginkan seiring dengan ketidakpastian itu sendiri. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa indemnity merupakan prinsip ganti rugi oleh
pihak penanggung kepada pihak tertanggung. Prinsip ini tidak berlaku
bagi produk asuransi jiwa atau asuransi kecelakaan karena pada
dasarnya prinsip ini sama sekali tidak bertalian dengan penggantian
kerugian finansial yang dialami tertanggung
4. Proximate cause
Proximate cause merupakan suatu sebab aktif, efisien, yang memicu
terjadinya suatu peristiwa secara berantai tanpa adanya intervensi oleh
suatu kekuatan lain, yang diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu
sumber baru serta independen.
5. Subrogation and contribution
Prinsip indemnity atau ganti rugi merupakan suatu konsekuensi logis
atas suatu klaim. Konsekuensi logis tersebut merupakan prinsip ganti
rugi yang terdiri dari subrogation (subrogasi) dan contribution
(kontribusi). Berikut penjelasan kedua hal tersebut.
a. Subrogation (subrogasi)
Subrogation atau subrogasi pada prinsipnya merupakan hak
penanggung selaku pihak yang telah memberikan ganti rugi kepada
pihak tertanggung, di mana dalam hal ini penanggung memiliki
hak untuk pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya
mengalami suatu peristiwa yang tidak diinginkan sehingga
maka pada saat bersamaan pihak tertanggung tidak memungkinkan
untuk memperoleh biaya ganti rugi melebihi kerugian yang dialami
atau dideritanya.
b. Contribution (kontribusi)
Prinsip kontribusi merupakan bagian dari konsekuensi logis prinsip
indemnity. Dalam prinsip ini semacam ini penanggung memiliki
hak otoritas guna mengajak penanggung-penanggung lain yang
memiliki kepentingan serupa untuk turut andil dalam membayar
ganti rugi kepada pihak tertanggung meskipun secara jumlah
nomial masing-masing penanggung tidak lantas harus sama. Hal
tersebut bisa saja terjadi apabila pihak tertanggung pada saat
bersamaan mempertanggungkan suatu objek benda atas suatu
risiko yang sama kepada beberapa penanggung atau pihak
perusahaan asuransi.33
33