• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Terhdap Pembuatan Akta Otentik Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Notaris Sebagaimana Diamanatkan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akibat Hukum Terhdap Pembuatan Akta Otentik Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Notaris Sebagaimana Diamanatkan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Notaris merupakan pejabat umum (publik) yang berwenang untuk

membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak

dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Penegasan notaris sebagai pejabat

publik yang berwenang membuat akta otentik ditemukan dalam Pasal 1 angka

1 revisi Uundang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

(UUJN). Pasal tersebut menegaskan: “Notaris adalah pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam Undang ini atau berdasarkan

Undang-Undang lainnya”.

Tugas dan wewenang dimaksud diberikan kepada notaris adalah

tugas-tugas dan kewenangan yang ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan

Notaris. Selain notaris memiliki tugas sebagai pejabat umum dan memiliki

wewenang untuk membuat akta otentik, notaris juga diberikan kewenangan

lainnya sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.1

1

Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, (Yogyakarta: UI Press, 2009), hal. 13.

Dengan demikian kedudukan notaris diakui secara yuridis sebagai pejabat

(2)

Notaris menempati sebagai jabatan umum atau jabatan publik oleh

karena legalitas notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah.

Demikian ditentukan dalam Pasal 2 Undang-Undang Jabatan Notaris bahwa

“Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri”. Legalitas notaris demikian

sehingga notaris sesungguhnya bertugas menjalankan tugas negara dan akta

yang dibuatnya yaitu minuta (asli akta) merupakan dokumen negara.

Pejabat umum berarti pejabat yang diangkat dan diberhentikan oleh

kekuasaan umum (pemerintah) dan diberi wewenang serta kewajiban untuk

melayani publik dalam hal-hal tertentu. Dengan legalitas notaris diangkat oleh

Menteri, maka secara tidak langsung notaris turut serta melaksanakan

tugas-tugas Pemerintah dan turut menjaga kewibawaan Pemerintah melalui

perannya dalam membuat akta otentik bagi masyarakat yang memerlukan.2

2

R. Soesanto, Tugas, Kewajiban dan Hak-Hak Notaris, Wakil Notaris, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1982), hal. 75.

Ketentuan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris menentukan bahwa:

(3)

Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan

perlindungan hukum. Tetapi ada pula akta otentik yang dibuat oleh Notaris,

bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga

karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak

dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan

hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara

keseluruhan.3

Tiga unsur mutlak harus terpenuhi dalam Pasal 1868 KUH Perdata ini,

dibuat dalam bentuk yang dikehendaki undang-undang, dibuat oleh atau di

hadapan pejabat umum yang berwenang, dan di tempat di mana akta itu Selain membuat akta otentik, notaris mempunyai tugas dan kewajiban

untuk memberikan pelayanan dan konsultasi hukum kepada masyarakat yang

membutuhkannya. Bantuan hukum yang dapat diberikan oleh notaris antara

lain dalam bentuk membuat akta otentik. Pengertian akta otentik menurut

Pasal 1868 KUH Perdata adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang

ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau di hadapan

pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.

3

(4)

dibuatnya. Jika tidak terpenuhi ketiga unsur di atas menurut Sutrisno maka

akta itu tidak dapat dikatakan sebagai akta otentik.4

Sehubungan dengan ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata tersebut,

dengan tegas ditentukan dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Jabatan

Notaris bahwa akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di

hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam

Undang-Undang Jabatan Notaris.5

Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan

apa yang diberitahukan para pihak kepada notaris. Namun, notaris mempunyai

kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam akta notaris

sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak,

yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi akta notaris,

serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap

peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan

akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk Fungsi jabatan notaris dalam pembuatan akta

otentik sesungguhnya dikehendaki oleh Perundang-Undangan dengan maksud

untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti

tertulis yang bersifat otentik mengenai peristiwa hukum.

4

Sutrisno, ”Komentar Undang-Undang Jabatan Notaris”, Bahan Ajar, Medan, Tanggal 1 Januari 2007, hal. 470-471.

5

(5)

menyetujui atau tidak menyetujui isi akta notaris yang akan

ditandatanganinya.6

Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam

pelayanan hukum kepada masyarakat.7 Organisasi notaris adalah organisasi

profesi jabatan notaris yang berbentuk perkumpulan berbadan hukum.8

Liliana Tedjasaputro, mengatakan bahwa, sebagai perilaku profesi

memiliki unsur-unsur sebagai antara lain:

Profesi tentu memiliki kode etik masing-masing yang dikeluarkan oleh

organisasi profesinya. Notaris harus tunduk pada Kode Etik Profesi Notaris

dalam menjalankan kewajiban dengan menjunjung tinggi kehormatan,

martabat, dan tanggung jawab sebagai Notaris.

9

1. Memiliki integeritas moral yang tinggi;

2. Harus jujur terhadap klien maupun terhadap diri sendiri;

3. Sadar akan batas-batas kewenangannya; dan

4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.

Dalam Pasal 16 huruf a revisi Undang-Undang Nomor.30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris menegaskan kewajiban kepada Notaris untuk

bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga

6

Paragraf V Penjelasan UUJN.

7

Diktum Dalam Konsideran huruf c UUJN.

8

Lihat Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Jabatan Notaris. Organisasi notaris adalah jabatan Notaris yang berbentuk perkumpulen berbadan hukum.

9

(6)

kepentingan para pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Peranan Notaris

sebagaimana dalam Undang-Undang Jabatan Notaris menghendaki kepada

notaris harus berintegritas moral yang tinggi, jujur, dan menunjujung tinggi

kode etik profesi. Pada prinsipnya setiap perintah dari peraturan

perundang-undangan mesti dijalankan agar tercipta keteraturan.10

Notaris harus peka, tanggap, mempunyai ketajaman berfikir, dan

mampu memberikan analisis yang tepat terhadap setiap peristiwa hukum dan

sosial yang muncul sehingga dengan begitu akan menumbuhkan sikap

keberanian dalam mengambil tindakan yang tepat.

11

Keberanian yang

dimaksud di sini adalah keberanian untuk melakukan perbuatan hukum yang

benar sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di samping itu

notaris dapat menolak dengan tegas pembuatan akta yang bertentangan

dengan hukum, moral, etika, dan kepentingan umum.12

Salah satu contoh dari ruang lingkup kewenangan wajib bagi notaris

sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No.4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah (Undang-Undang Hak Tanggungan) adalah

membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) wajib

dibuat dengan akta notaris.

10

Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, (ed) Anke Dwi Saputro, Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang, dan di Masa Datang, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2008), hal. 104.

11

Wawan Setiawan, “Sikap Profesionalisme Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik”, Jurnal Media Notariat, Edisi Mei-Juni 2004, hal. 25.

12

(7)

Menurut Undang-Undang Hak Tanggungan, pemberian hak

tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah

didasarkan pada suatu perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain. Perjanjian

memberikan jaminan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi para

pihak.13 Kelahiran dan keberadaan hak tanggungan tersebut ditentukan oleh

adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Hak tanggungan menurut sifatnya

merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan

pada suatu perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain.14

Dalam kasus sengketa tanah antara Penggugat dan (Tergugat I),

Notaris (Tergugat II), dan PT. Bank Pembangunan Daerah Aceh Cabang

Jeuram (Tergugat III) mempersengketakan atas SKMHT yang dikeluarkan

Notaris menurut Putusan Nomor: 09/Pdt.G/2010/PN-Mbo, Pengadilan Negeri

Meulaboh menjatuhkan putusan “perbuatan melawan hukum” terhadap notaris Utang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan dapat

berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah

tertentu. Menurut Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, utang

yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan tersebut dapat ditentukan

berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan

hubungan utang-piutang yang bersangkutan.

13

A. Kohar, Notaris Dalam Praktek Hukum, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 64.

14

(8)

dan menyatakan SKMHT Nomor: 103/2009 tertanggal 11 September 2009

tersebut tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.

Tergugat I menjaminkan sebidang tanah milik Penggugat seluas ±

16.026 m2 atas pinjaman (kredit) tergugat I kepada Tergugat III sejumlah

Rp.1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah). Penjaminan utang atas

sebidang tanah tersebut, notaris (tergugat II) tidak mengetahui apakah anak

penggugat telah memalsukan tanda tangan kedua orang tuanya. Sementara

Tergugat I juga tidak mengetahui tindakan pemalsuan tanda tangan yang

dilakukan oleh anak penggugat.15

Minut akta yang dibuat oleh notaris dikirim kepada pihak tergugat I

dan anak kandung penggugat untuk ditanda tangani oleh penggugat. Notaris

mengirimkan minut akta tersebut didasarkan atas dasar kepercayaan karena

sudah saling kenal satu sama lain. Hingga akhirnya minut akta tersebut

Utang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan oleh

Tergugat I atas sebidang tanah milik Penggugat tersebut menurut fakta-fakta

di persidangan tanpa sepengetahuan (tidak diketahui) oleh penggugat. Di

mana bahwa anak penggugat telah memalsukan tanda tangan kedua orang

tuanya agar tanah yang menjadi objek dalam SKMHT tersebut dapat

dijaminkan.

15

(9)

diserahkan kembali oleh tergugat I kepada notaris dalam keadaan sudah

ditanda tangani oleh penggugat (pemilik sebidang tanah seluas ± 16.026 m2

Atas dasar karena kepercayaan sehingga notaris mengirimkan minut

akta tersebut kepada tergugat I dan anak penggugat untuk ditandatangani

penggugat adalah merupakan perbuatan pelanggaran hukum, sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) revisi Undang-Undang Jabatan Notaris,

menentukan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban: ).

a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; b. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai

bagian dari protokol notaris;

c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta

d. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta akta;

e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;

i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;

j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

(10)

l. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara republik indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

m. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat dibawah tangan dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris;

n. Menerima magang calon notaris.

Pada Pasal 16 ayat (1) huruf m revisi Undang-Undang Jabatan Notaris

yang dilanggar mengenai kewajibannya tidak membacakan akta di hadapan

penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi atau 4

(empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat dibawah tangan dan

ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris.

Kemudian melanggar Pasal 16 ayat (1) huruf a revisi Undang-Undang

Jabatan Notaris yaitu bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak

berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan

hukum, Selain ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m revisi Undang-Undang

Jabatan Notaris yang dilanggar adalah Pasal 4 ayat (6) Kode Etik Notaris

menentukan larangan “Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditanda

tangani”. Apapun alasannya, apakah didasarkan pada saling percaya atau

sudah sama-sama kenal, dan lain-lain, notaris tetap dilarang mengirimkan

minut akta kepada pihak lain untuk ditandatangani.

Dalam kondisi seperti ini, jika notaris menyerahkan atau mengirimkan

minut akta melalui perantara atau pihak lain, selain notaris telah melanggar

(11)

ayat (4) Kode Etik Notaris melarang sikap keberpihakan notaris dalam

menjalankan tugas. Seorang notaris “diharamkan” untuk berpihak hanya

kepada salah satu pihak. Notaris wajib melayani seluruh pihak secara netral.

Berbeda dengan advokat dapat dipastikan berpihak kepada kliennya.16

Tanda tangan pihak penggugat dibubuhkan ke dalam minut akta

tersebut dalam kondisi penandatanganan minut akta tidak di hadapan notaris.

Di sinilah kemungkinan anak penggugat atau bersama-sama dengan tergugat I

memalsukan tanda tangan kedua orang tuanya dalam SKMHT yang dibuat

oleh Notaris sebagai Tergugat II.

17

Berdasarkan Putusan Nomor: 09/Pdt.G/2010/PN-Mbo, atas dasar

inilah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh menjatuhkan putusan

perbuatan melawan hukum terhadap notaris. Majelis Hakim Pengadilan

Negeri Meulaboh tidak mendasarkan penjatuhan putusannya terhadap notaris

atas pertimbangan hukum sebagaimana dalam Undang-Undang Jabatan

Notaris dan Kode Etik Notaris, melainkan penjatuhan sanksi tersebut

didasarkan pada benar tidaknya SKMHT ditandatangani. Padahal proses

hukum atas peristiwa pidana pemalsuan atas tanda tangan penggugat tersebut

16

Ira Koesoemawati dan Yunirman Rizan, Ke Notaris, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009), hal. 33.

17

(12)

belum terbukti dalam sidang pidana (belum memiliki kekuatan hukum tetap),

masih dalam proses penyidikan.18

Disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) revisi Undang-Undang Jabatan

Notaris dalam menjalankan jabatannya, notaris dibebani beberapa kewajiban.

Salah satu kewajibannya dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m Undang-Undang

Jabatan Notaris adalah “Membacakan akta di hadapan penghadap dengan

dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi atau empat orang saksi khusus

untuk pembuatan Akta Wasiat dibawah tangan dan ditandatangani pada saat

itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris”. Jika putusan di atas dikaitkan

Dalam kasus ini terdapat dua persoalan hukum pertama gugatan

berdasarkan atas perbuatan melawan hukum dengan Putusan Nomor:

09/Pdt.G/2010/PN-Mbo atas gugatan perdata diputuskan Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Meulaboh pada tanggal 26 April 2011. Sedangkan yang

kedua tuntutan pidana atas tindakan pemalsuan tanda tangan melalui Putusan

Nomor: 1186/Pid.B/2011/PN-Mbo atas tuntutan pidana terhadap terpidana

Tergugat I yang memalsukan tanda tangan diputus oleh Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Meulaboh pada tanggal 1 Desember 2011. Jadi dalam satu

perkara ini lebih dahulu diputuskan gugatan perdatanya daripada tuntutan

pidananya.

18

(13)

dengan ketentuan dalam revisi UUJN tepatnya pada Pasal 16 ayat (1) huruf m

revisi Undang-Undang Jabatan Notaris dan Pasal 16 ayat (7) Undang-Undang

Jabatan Notaris, tidak merupakan kewajiban bagi notaris untuk membacakan

akta di hadapan para penghadap, karena dianggap para penghadap telah

membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya dengan ketentuan bahwa

hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman Minuta

diparaf oleh Penghadap, saksi dan Notaris,. Dasar pertimbangan ini tidak

disebutkan dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Meulaboh.

Akan tetapi dalam kebiasaan berpraktek di lapangan, notaris wajib

membacakan akta di hadapan para penghadap karena jika tidak dibacakan di

hadapan para penghadap, maka akta tersebut dapat dianggap sebagai akta di

bawah tangan, artinya akta tersebut tidak dibuat oleh pejabat yang berwenang

(bukan akta otentik). Menurut Ira Koesoemawati dan Yunirman Rizan

mengatakan:19

19

Ira Koesoemawati dan Yunirman Rizan, Op. cit., hal. 43.

(14)

Dalam kasus ini para penghadap adalah tergugat I dan anak kandung

penggugat serta saksi-saksi, namun tidak dihadirkan sama sekali penggugat

(pemilik tanah seluas ± 16.026 m2). Ada masanya akta tidak dibacakan di

hadapan para penghadap jika semua pihak terkait dengan akta itu tidak mau

akta tersebut dibacakan dengan alasan sudah membacanya,20 kecuali akta

wasiat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris21

Dalam hal ini walaupun penggugat sesungguhnya tidak mengetahui

sebidang tanah seluas ± 16.026 m

Penggugat sama sekali tidak pernah melihat bahkan membaca akta

tersebut. Oleh karena itu salah satu dari para pihak terkait dengan akta

tersebut tidak terpenuhi sebagaimana maksud Pasal 16 ayat (1) huruf m revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris . Padahal pembacaan akta di hadapan

penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan 4

(empat) orang saksi ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi,

dan notaris menurut Pasal 16 ayat (1) huruf m revisi Undang-Undang Jabatan

Notaris adalah satu di antara kewajiban-kewajiban notaris.

2

20

Sutrisno, “Komentar Undang-Undang Jabatan Notaris”, Bahan Ajar Buku II, Medan, Tanggal 1 Mei 2007, hal. 24-25.

21

Pasal 16 ayat (1) huruf m Undang-Undang Jabatan Notaris , menenutkan satu di antara kewajiban-kewajiban Notaris adalah: mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya.

milik penggugat dijadikan sebagai

(15)

telah disetujui. Namun anggapan demikian ini tidak cukup dalam praktek

karena mengingat kasus-kasus yang terjadi cenderung dimanipulasi

dokumen-dokumen penting tanpa sepengetahuan pemilik aslinya. Oleh sebab itu, notaris

wajib menghadirkan semua pihak atau setidaknya secara langsung menjumpai

para pihak jika tidak berkenan datang menghadap disebabkan sesuatu alasan

penting,22

SKMHT Nomor: 103/2009 yang dibuat notaris pada tanggal 11

September 2009 dan diberikan kepada Tergugat III pada tanggal 13

September 2009 juga telah memiliki Akta Pemberian Hak Tanggungan

(APHT) Nomor: 1.324/2009 tanggal 12 September 2009 dan Sertifikat Hak

Tanggungan Nomor: 663/2009 tanggal 28 September 2009 dinyatakan Majelis

Hakim tidak berkekuatan hukum tetap. Sertifikat Hak Milik atas Tanah

Nomor: 65/1967 tertanggal 6 Desember 1997 atas nama Penggugat

diperintahkan (menghukum) Tergugat III untuk dikembalikan kepada

Penggugat.

atau menolak pembuatan kata tersebut.

23

Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris ada dua kategori kewajiban

notaris untuk membuat suatu akta yakni diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam akta otentik. Jika para pihak menginginkan untuk dibuat

aktanya, maka notaris tidak bisa menolak, kecuali yang ditentukan dalam

22

Ira Koesoemawati dan Yunirman Rizan, Loc. cit.

23

(16)

Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris, antara lain

menolaknya karena alasan adanya hubungan darah atau semenda dengan

Notaris sendiri atau dengan suami/istrinya, salah satu pihak tidak mempunyai

kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan, persyaratan dalam

perjanjian antara para pihak tidak lengkap, atau hal lain yang tidak dibolehkan

oleh undang-undang.

Dalam hal alasan menolak pembuatan akta otentik karena hal lain yang

tidak dibolehkan oleh undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16

ayat (1) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris di atas seperti perbuatan

pemalsuan yang menurut KUH Pidana tindakan pemalsuan merupakan

perbuatan yang dilarang dan merupakan tindak pidana. Hal ini menjadi alasan

bagi Majelis Hakim untuk menjatuhkan sanksi kepada notaris dalam kasus di

atas tetapi yang menjadi masalah selanjutnya adalah bahwa tindak pidana

pemalsuan tanda tangan itu belum memperoleh kekuatan hukum tetap.

Persoalan selanjutnya adalah bahwa akta otentik pada hakikatnya

memuat kebenaran formil sesuai dengan apa yang diinginkan para pihak

datang menghadap kepada notaris.24

Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya

24

(17)

sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya.25

Kohar juga sependapat mengatakan notaris mempunyai kewajiban

untuk mengaktakannya sesuai dengan kehendak para pihak tersebut,

membacakannya agar menjadi jelas isi akta tersebut agar dimengerti oleh para

pihak serta memberikan akses informasi kepada kedua belah pihak dengan

tidak memihak dan bebas.26

Otentik tidaknya suatu akta (otensitas) tidaklah cukup jika akta

tersebut dibuat oleh atau di hadapan pejabat (notaris) saja, namun cara

membuat akta otentik tersebut haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan

oleh undang-undang.

Dengan demikian sebenarnya tindakan pemalsuan

tanda tangan dalam kasus ini bukan menjadi urusan notaris untuk

membuktikannya, notaris hanya membuat akta sesuai dengan yang

dikehendaki para penghadap.

27

25

Paragraf V Penjelasan Umum Undang-Undang Jabatan Notaris .

26

A. Kohar, Op. cit, hal. 65.

27

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1998), hal. 142.

Walaupun ada atau tidaknya hal lain yang tidak

dibolehkan oleh undang-undang menurut Pasal 16 ayat (1) huruf e

Undang-Undang Jabatan Notaris, perlu dibuktikan terlebih dahulu secara hukum

(18)

tindakan pemalsuan tanda tangan yang dilakukan oleh anak penggugat

tersebut, agar semakin menguatkan alasan hakim dalam putusan.

Tindakan pemalsuan jelas ditentukan larangannya dalam KUH Pidana

dan undang-undang lainnya, namun apakah notaris mengetahui atau tidak

tindakan pemalsuan itu, perlu dibuktikan pula pelanggaran pidana berdasarkan

hukum pidana. Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris

dan Pasal 4 ayat (6) Kode Etik Notaris, notaris sudah nyata-nyata memenuhi

unsur kesalahan karena mengirimkan minut akta untuk ditanda tangani

penghadap dan tidak dibacakan di hadapan para penghadap. Ketentuan pidana

tidak diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris jika notaris dalam

melanggar ketentuan pidana, melainkan ketentuan dalam Undang-Undang

Jabatan Notaris hanya mengatur pelanggaran kewajiban jabatan.

Oleh karenanya, pembuktian atas gugatan pengugat dalam perkara ini

sebaiknya terlebih dahulu ditunggu putusan pemalsuan (pidana) agar semakin

menguatkan alasan hakim menjatuhkan putusan “perbuatan melawan hukum”

kepada notaris yang bersangkutan. Tetapi apakah ditunggu atau tidak, tidak

ada larangan dan aturan hukum yang mengatur tentang hal itu.

Dalam sengketa tanah antara Penggugat dan para tergugat khususnya

dalam kaitannya dengan kewenangan notaris dalam pembuatan SKMHT

sebagaimana dalam Putusan Nomor: 09/Pdt.G/2010/PN-Mbo, Pengadilan

(19)

notaris dan menyatakan SKMHT Nomor: 103/2009 tertanggal 11 September

2009 tersebut tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.

Menarik untuk dilakukan penelitian ini karena dalam perkara ini minut

akta yang dibuat oleh notaris diserahkan kepada pihak tergugat I dan anak

kandung penggugat untuk ditanda tangani oleh penggugat, dan akta tidak

dibacakan notaris di hadapan para pihak termasuk penandatanganan akta juga

tidak dilakukan di hadapan notaris melainkan diserahkan kepada para pihak

tergugat.

Ketentuan kewajiban notaris yang dilanggar adalah Pasal 16 ayat (1)

huruf m Undang-Undang Jabatan Notaris sedangkan Pasal 16 ayat (7)

Undang-Undang Jabatan Notaris dikecualikan untuk akta wasiat tidak wajib

dibacakan di hadapan notaris (vide: Pasal 16 ayat 7 Undang-Undang Jabatan

Notaris ) tetapi dalam perkara ini pihak penggugat sama sekali tidak pernah

diberitahukan oleh notaris baik langsung maupun tidak langsung. Tidak

pernah ada pernyataan dari pihak penggugat bahwa penggugat telah

mengetahui akta yang dibuat notaris tersebut. Sehingga dengan muatan dalam

Putusan No.09/PDT.G/2010/PN-Mbo tersebut berakibat pada kekuatan hukum

akta di mana bahwa akta yang dibuat notaris tersebut tidak berkekuatan

hukum dan batal demi hukum.

Oleh karena itu, dipandang perlu untuk dilakukan penelitian tentang,

(20)

Kewajiban Notaris Sebagaimana Diamanatkan Dalam Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Analisis Putusan

No.09/PDT.G/2010/PN-Mbo)” sebagai judul dalam tesis ini.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian

ini dirumuskan sebagaimana berikut:

1. Apakah pengaturan kewajiban notaris dalam pembuatan akta otentik

menurut revisisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris telah terlaksana dalam pembuatan akta?

2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap pembuatan akta otentik yang

tidak memenuhi kewajiban notaris menurut revisi Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dalam kaitannya

dengan Putusan No.09/Pdt.G/2010/PN-Mbo?

3. Bagaimanakah tanggung jawab hukum notaris atas akta otentik yang

dibuat dihadapannya ternyata bertentangan dengan revisi

(21)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam rangka dilakukaknnya penelitian terhadap ketiga

permasalahan di atas, adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui efektivitas kewajiban notaris dalam pembuatan akta

otentik menurut revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris telah terlaksana dalam pembuatan akta.

2. Untuk mengetahui dan memahami akibat hukum terhadap pembuatan

akta otentik yang tidak memenuhi kewajiban notaris menurut revisi

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dalam

kaitannya dengan Putusan No.09/Pdt.G/2010/PN-Mbo.

3. Untuk mengetahui dan memahami tanggung jawab hukum notaris atas

akta otentik yang dibuat dihadapannya ternyata bertentangan dengan

revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan sejumlah manfaat yang berguna baik

manfaat secara teoritis maupun secara praktis antara lain:

1. Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pihak akademisi sebagai

bahan pengkajian penelitian untuk pengkajian lebih lanjut serta

bermanfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat yang

(22)

2. Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi Notaris,

lembaga-lembaga pemerintahan seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan

lembaga swasta seperti perseroan serta badan hukum lainnya yang

berkaitan langsung dengan pengurusan akta otentik, khususnya kepada

notaris dan PPAT.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini memiliki keaslian dan tidak dilakukan plagiat dari hasil

karya penelitian pihak lain. Sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan ataupun

ceking judul dan permasalahan dari tesis-tesis yang ada baik di Perpustakaan

Universitas Sumatera Utara khususnya di Program Studi Magister

Kenotariatan maupun dilakukan penelusuran di situs-situs resmi perguruan

tinggi lainnya melalui internet dan diperoleh judul tesis tentang:

a. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik yang Dibuat dan

Berindikasi Perbuatan Pidana, oleh Agustining, NIM: 087011001.

Penelitian ini mengkonsentrasikan kajiannya pada permasalahan:

Faktor apakah yang menyebabkan notaris diperlukan kehadirannya

dalam pemeriksaan perkara pidana? Bagaimana tanggung jawab

notaris sebagai pejabat umum terhadap akta otentik yang dibuat dan

berindikasi perbuatan pidana? Bagaimana fungsi dan peranan majelis

pengawas daerah terhadap pemanggilan notaris pada pemeriksaan

(23)

b. Akibat Hukum Dari Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Bersertifikat

yang Tidak Sesuai Dengan Tata Cara Pembuatan Akta PPAT (Studi

Pada PPAT di Kabupaten Langkat), oleh: Fine Handryani, NIM:

097011108. Penelitian ini mengkonsentrasikan kajiannya pada

permasalahan: Mengapa terjadi pembuatan akta jual beli yang tidak

sesuai ketentuan dalam prosedur pembuatan akta Pejabat Pembuat

Akta Tanah? Bagaimana peran Badan Pertanahan Nasional dalam

melakukan pengawasan atas tata cara pembuatan akta Pejabat Pembuat

Akta Tanah? Bagaimana akibat hukum terhadap akta Pejabat Pembuat

Akta Tanah yang tidak sesuai dengan prosedur.

Kedua karya ilmiah di atas tidak memiliki kesamaan kajian dengan

permasalahan dalam tesis ini sebab dalam penelitian ini dibahas tentang akibat

hukum terhadap pembuatan akta yang tidak memenuhi kewajiban notaris

menurut revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris dalam kaitandannya dengan Putusan No.09/Pdt.G/2010/PN-MBO

sehubungan dengan perumusan masalah di atas.

Judul dan permasalahan dalam tesis ini tidak mengandung unsur

kesamaan atau plagiat dari hasil karya ilmiah pihak lain. Sehingga dapat

dikatakan bahwa penelitian ini baru pertama kali dilakukan dan sesuai dengan

asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi antara lain kejujuran, rasional,

objektif, terbuka, serta sesuai dengan implikasi etis dari prosedur menemukan

(24)

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam

penelitian ini adalah teori tentang tanggung jawab atau pertanggungjawaban

hukum. Dalam hal ini teori dimaksud diambil dari teori Hans Kelsen yang

berlatar belakang aliran positivistik (hukum murni).

Amanat pelaksanaan kewajiban Notaris dalam revisi Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dapat dianalisis dari teori Hans

Kelsen. Berikut ini teori yang dikemukakan Hans Kelsen tentang tanggung

jawab atau pertanggungjawaban, yaitu:

(25)

Namun ia juga berterap pada pertanggungjawaban perdata atas pelanggaran orang lain, bila sanksinya memiliki karakter eksekusi perdata.28

Seseorang individu secara hukum diwajibkan untuk berperilaku dengan cara tertentu, jika perilakunya yang sebaliknya merupakan syarat diberlakukannya tindakan paksa. Namun tindakan paksa ini tidak mesti ditujukan terhadap individu yang diwajibkan (pelaku pelanggaran) namun dapat ditujukan kepada individu lain yang terkait dengan individu pertama dengan cara yang ditetapkan oleh tatanan hukum.

Konsep pertanggungjawaban hukum pada dasarnya terkait, namun

tidak identik dengan konsep kewajiban hukum, maksudnya bahwa

pertanggungjawaban hukum bagi subjek hukum sehubungan dengan

kewajiban hukum yang diperintahkan dalam undang-undang kepada jabatan

atau tugas-tugas tertentu. Selain sebagai kewajiban hukum, juga menjadi

tanggung jawab hukum untuk dipatuhi oleh subjek yang diwajibkan hukum.

29

Hans Kelsen membagi tanggung jawab atau pertanggungjawaban

hukum tersebut dalam 2 (dua) kategori, yakni:30

a. Seseorang bertanggung jawab atas pelanggarannya sendiri di mana

individu yang diwajibkan dan yang bertanggung jawab adalah identik, si

calon pelanggar dianggap bertanggung jawab.

b. Seseorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan

orang lain, individu yang diwajibkan dan yang bertanggung jawab tidaklah

identik.

28

Hans Kelsen, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, ((Bandung: Nusa Media, 2008), hal. 136.

29

Ibid.

30

(26)

Ternyata dalam teori Hans Kelsen di atas, beliau juga mengakui

pertanggungjawaban hukum secara individu maupun secara kolektif.31

Individu tetap bertanggung jawab atas tidak terpenuhinya kewajiban

individu lain (atas pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain), individu

tersebut tidak bisa menghindari sanksi dengan perilakunya sendiri karena ada

hubungan hukum antar masing-masing subjek hukum. Prinsip tanggung jawab

demikian diakui dalam hukum pidana dan hukum perdata yang dikenal

dengan istilah pertanggungjawaban individu dan kolektif.

Seseorang tidak hanya terikat pada pelanggaran yang bersifat individual saja

namun termasuk pula pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain dapat pula

dipertanggungjawabkan oleh orang lain. Dalam kaitan ini, unsur penting yang

diperhatikan adalah adanya hubungan hukum antara para pihak.

32

Namun prinsip

tanggung jawabnya diadakan pembatasan-pembatasan sejauhmana individu

tersebut bertanggung jawab.33

Sehubungan dengan teori tanggung jawab atau pertanggungjawaban

dari teori Hans Kelsen di atas, dapat diterapkan dalam pelaksanaan jabatan

notaris sebagai pejabat publik yang berwenang membuat akta otentik guna

menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan

kebenaran dan keadilan yang memerlukan suatu alat bukti tertulis yang

bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang

31

Hans Kelsen, diterjemahkan oleh Siwi Purwandari, Pengantar Teori Hukum, (Bandung: Nusa Media, 2010), hal. 89.

32

Raisul Muttaqien, Op. cit., hal. 138.

33

(27)

diselenggarakan melalui jabatan tertentu.

Legalitas kewenangan notaris sebagai pejabat publik dalam membuat

akta otentik merupakan salah satu cara memberikan kepastian hukum kepada

masyarakat ketika masyarakat membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

otentik. Jasa notaris dalam proses pembangunan dan proses hukum di

pengadilan merupakan kebutuhan hukum masyarakat yang mendesak, karena

akta otentik yang dibuat notaris adalah bukti sempurna di sidang pengadilan.

Dengan memperhatikan kewajiban notaris dalam Undang-Undang

Jabatan Notaris sebagai dasar untuk pelaksanaan tanggung jawabnya dalam

membuat akta otentik. Inilah yang dikatakan oleh Hotma P. Sibuea sebagai

“tumpuan berfikir dalam mewujudkan cita hukum”.34 Notaris sebagai jabatan

publik, tunduk pada kode etik yang memuat asas hukum moral yang

ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI). Profesi notaris

merupakan jenis pekerjaan yang karena sifatnya dituntut harus tunduk pada

tanggung jawab profesi hukum.35

Profesi menuntut pemenuhan nilai moral dan nilai moral itu sendiri

merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur yang

mendasari kepribadian profesional hukum.

36

34

Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, (Jakarta: Erlangga, 2010), hal. 150.

35

Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 19.

36

Ibid.

Moral mengajarkan tentang baik

(28)

budi pekerti, dan susila. Kata yang sangat dekat dengan moral adalah etika.37

Moral berasal dari kata mos jamaknya mores (Latin) yang artinya adat

kebiasaan.38 Etika berasal dari kata ethos jamaknya ta ethos (Yunani Kuno)

artinya adat kebiasaan.39

Moral sebagai refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup

dan bertindak dalam sistim situasi konkrit, situasi khusus tertentu, mengkaji

secara kritis persoalan benar atau salah secara tentang bagaimana harus

bertindak dalam situasi konkrit.

40

Sifat jujur mengandung sikap yang wajar artinya pelayanan notaris

terhadap klien pada tingkat kewajaran, tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak

sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, dan tidak memeras.

Notaris harus terbuka (transparan)

berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran maupun

secara cuma-cuma.

41

Kualitas notaris

mudah diukur, sejauh mana notaris mampu mengemban tanggung jawab

moral dalam menjalankan tugasnya. K. Bertens, mengatakan, kualitas moral

suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan

yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa adalah tidak

pantas disebut baik.42

37

Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung: Citra Adtya Bakti, 1997), hal. 17.

A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan, (Jakarta: Kompas, 2002), hal. 4-5.

41

Supriadi, Op.cit, hal. 19.

42

(29)

2. Konsepsi

Tujuan digunakan landasan konsepsional dalam penelitian ini adalah

untuk memperoleh dasar konseptual, menghindari pemahaman dan penafsiran

yang berbeda serta memberikan pedoman dan arahan yang sama, antara lain:

a. Notaris adalah setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas

jabatan sebagai pejabat umum sebagai mana yang dimaksud dalam revisi

Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 pada Pasal 1

angka 1.43

b. Akta otentik adalah akta notaris berupa dokumen penting dalam perkara ini

yaitu: Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggung (SKMHT) Nomor

103/2009 Tanggal 11 September 2009, Akta Pemberian Hak Tanggungan

(APHT) Nomor 1324/2009 Tanggal 12 September 2009, dan Sertifikat Hak

Tanggungan Nomor 663/2009 Tanggal 28 September 2009.

c. Jabatan publik adalah jabatan Notaris/PPAT sebagai Tergugat II karena

fungsinya memberikan pelayanan hukum terhadap masyarakat tanpa

membeda-bedakan pelayanan antara satu sama lainnya.

d. Profesi adalah pekerjaan Notaris/PPAT sebagai Tegugat II.

e. Kode Etik Notaris adalah seluruh kaedah moral yang ditentukan oleh

perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI) yang selanjutnya disebutkan

“perkumpulan” berdasarkan keputusan kongres Perkumpulan yang

ditentukan atau diatur dalam peraturan Perundang-Undangan yang

43

(30)

mengatur tentang hal itu dan berlaku bagi serta wajib ditaatri oleh setiap

dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas

jabatan sebagai Notaris termasuk didalamnya Pejabat sementara Notaris,

Notaris Pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus.44

f. Kewajiban Notaris adalah segala ketentuan wajib yang ditentukan dalam

Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris yang dalam hal ini

adalah kewajiban notaris untuk membuat akta atau menandatangani minut

akta di hadapan Notaris/PPAT sebagai Tergugat II. .

g. Akibat hukum adalah akibat yang ditimbulkan dari pelanggaran ketentuan

yang tidak membuat akta atau menandatangani minut akta di hadapan

Notaris/PPAT sebagai Tergugat II.

h. Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan melawan ketentuan kewajiban

untuk membuat akta atau menandatangani minut akta di hadapan

Notaris/PPAT sebagai Tergugat II.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu

penelitian yang mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, norma-norma,

asas-asas (prinsip-prinsip), kaidah-kaidah yang terdapat dalam

perundang-undangan dan putusan pengadilan sehubungan dengan pelaksanaan jabatan

44

(31)

notaris dan kode etik notaris. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis

yaitu menggambarkan atau mendeskripsikan fakta-fakta terkait dengan

gugatan perdata atas pembuatan SKMHT oleh notaris dalam kaitannya dengan

Putusan No.09/Pdt.G/2010/PN-Mbo melalui analisis yang tajam dan

tersistematis.45

2. Sumber Data

Sebagai data dalam penelitian ini digunakan data sekunder yang

meliputi:

a. Bahan hukum primer yaitu: KUH Perdata,Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang revisi Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik

Notaris serta Putusan Nomor: 09/Pdt.G/2010/PN-Mbo, tertanggal 26 April

2011 atas nama Penggugat dan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III,

serta Badan Pertanahan Nasional Cq Badan Pertanahan Nasional Wilayah

Nanggroe Aceh Darussalam Cq Badan Pertanahan Nasional Kabupaten

Aceh Barat (Turut Tergugat).

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan dan

ulasan-ulasan terhadap bahan hukum primer, antara lain: buku-buku,

makalah, majalah, jurnal ilmiah, artikel, artikel bebas dari internet, dan

surat kabar, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari para pakar hukum

yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum penunjang yang memberi

45

(32)

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder dapat berupa Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa

Hukum, dan Kamus Bahasa Inggris.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka

(library research) di perpustakaan terhadap bahan-bahan hukum tertulis yang

relevan. Baik terhadap bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier,

diperoleh melalui membaca referensi, melihat, mendengar melalui seminar,

pertemuan-pertemuan ilmiah, mendownload data melalui internet dan

melakukan studi dokumen terhadap Putusan Nomor 09/Pdt.G/2010/PN-Mbo,

yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Meulaboh. Data yang diperoleh

kemudian dipilah-pilah guna memperoleh data yang sesuai dengan

permasalahan dalam penelitian ini.

4. Analisis Data

Jenis analisis data yaitu kualitatif yakni menganalisis data berdasarkan

kualitasnya (tingkat keterkaitannya) dengan norma-norma, asas-asas, dan

kaidah-kaidah yang terdapat di dalam ketentuan perundang-udangan tentang

pelaksanaan jabatan notaris. Analisis data tidak didasarkan pada banyaknya

data yang dikumpulkan (kualitatif).

Data dan Putusan Nomor: 09/Pdt.G/2010/PN-Mbo dianalisis

berdasarkan teori-teori yang digunakan, doktrin-doktrin, asas-asas,

(33)

Kode Etik Notaris serta peraturan lainnya yang terpenting dan relevan dengan

permasalahan, kemudian dikemukakan dengan memberikan

argumentasi-argumentasi yuridis atas hasil penelitian yang telah dilakukan.

Dari hasil analisis data kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif

(penalaran logika dari umum ke khusus) dalam bentuk uraian secara sistematis

dengan menjelaskan hubungan antar berbagai jenis data. Memberikan

penilaian benar atau salah atau apa dan bagaimana yang semestinya menurut

asas, norma hukum, kaidah, dan doktrin sehingga permasalahan akan dapat

Referensi

Dokumen terkait

PENGGUNAAN BAHASA SLANGA DALAM NOVEL REMAJA CINTA TIGA SUKU...

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, maka peneliti akan membatasi masalah dalam penelitian ini mengenai pengaruh

Iringan Playon slendro pathet manyura Dasamuka Tampil dari gawang kiri lalu entas ke gawang kanan. Peperangan antara Rama dan Dasamuka iringan Ganjur

Contoh, misalkan arus mengalir pada Emitor I E = 5 mA.. Transistor adalah Komponen aktif yang mempunyai tiga elektroda 2). Bipolar Transistor dengan elektroda Basis, Emitor

kalego, pera, kaghabulu. Sedangkan contoh dari kata sifatnya seperti raki. b) Kesimpulan kedua yaitu pongkuda , merupakan permainan yang di mainkan oleh dua kelompok

Sebagaimana telah diungkapkan didepan bahwa tujuan penelitian tindakan adalah untuk meningkatkan motivasi pembelajaran IPA melalui pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar,

Dokumen perencanaan dan pemrograman pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan jangka waktu 5 (lima) tahun, dan dilaksanakan

Hasil pengukuran harus sama (relatif sama) jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berlainan, dan tempat yang