• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kadar Kalium Abu Kulit Buah Kelapa dalam Mengkatalisis Reaksi Transesterifikasi Crude Palm Oil (CPO) Menjadi Metil Ester

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kadar Kalium Abu Kulit Buah Kelapa dalam Mengkatalisis Reaksi Transesterifikasi Crude Palm Oil (CPO) Menjadi Metil Ester"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BAHAN BAKU CRUDE PALM OIL (CPO)

Minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan minyak yang diperoleh dari hasil fraksinasi danging sawit berbentuk lemak semi padat pada suhu kamar dimana merupakan salah satu jenis trigliserida yang banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan metil ester. Baik atau tidaknya nilai CPO di tentukan oleh standar mutu yang harus di capai pada pengolahannya. Dalam hal ini standar mutu nya meliputi kadar asam lemak bebas (FFA), kandungan air dan kotoran lainnya [16].

Tabel 2.1 Komposisi CPO [17]

Komponen CPO

Trigliserida, % 95

Asam Lemak Bebas, ALB% 2-5

Impuritis 0,15-3,0

Peroxide Value, PV (meq/kg) 1-5,0 Anisidine Value, AV 2-6 Kandungan β-karoten 500-700

Digliserida, % 2-6

Oleh karena itu CPO yang di gunakan sebagai bahan baku pembuatan metil ester harus di degumming untuk menghilangkan getah dan esterifikasi untuk mereduksi asam lemak bebas (ALB).

(2)

Tabel 2.2 Komposisi Trigliserida Asam Lemak pada Minyak Sawit [16] Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit ( %) Asam Miristat (C14H28O2) 1,1-2,5

Asam Palmitat (C16H32O2) 40-46 Asam Stearat(C18H36O2) 3,6-4,7

Asam Oleat(C18H34O2) 39-45

Asam Linoleat (C18H32O2) 7-11

Komponen non-trigliserida ini merupakan komponen yang menyebabkan rasa, aroma dan warna kurang baik. Kandungan minyak sawit yang terdapat dalam jumlah sedikit ini sering memegang peranan penting dalam menentukan mutu minyak

Tabel 2.3 Kandungan Minor (Komponen non-Trigliserida) Minyak Sawit [18]

Komponen ppm

Karoten 500-700

Tokoferol 400-600

Sterol Mendekati 300

Phospatida 500

Besi (Fe) 10

Tembaga (Cu) 0,5

Air 0,07-0,18

Kotoran-kotoran 0,01

2.2 PROSES DEGUMMING

(3)

dipucatkan dan dapat meningkatkan kestabilan warna, akan tetapi semakin tinggi kadar asam fosfat yang digunakan maka bilangan peroksida dari minyak yang telah dipucatkan akan semakin meningkat. Degumming yang menggunakan uap panas disamping asam fosfat disebut sebagai wet degumming, sedangkan bila dilakukan tanpa menggunakan air dinamakan dry degumming. Minyak sawit kasar mengandung berbagai jenis fosfatida seperti phosphatidyl choline (PC), phosphatidyl inositol (PI), phosphatidyl ethanolamine (PE), phosphatidic acid (PA) dan phytosphingolipids [20]. Gum atau fospolipid yang terdapat pada CPO memiliki komposisi seperti pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Komposisi Posfolipid CPO [17]

Phosfolipid (%) mol

Phosphatidylcholine (PC) 36 Phosphatidylethanolamine (PE) 24 Phosphatidylinositol (PI) 22

Phosphatidylglycerol 9

Disphosphatidylglycerol 4 Phosphatidic Acid (PA) 3 Lysophosphatidylethanolamine 2

Phosphatidylserine Logam

Lysophosphatidylcholine Logam

Pada tabel 2.4 dapat di lihat bahwa pada bahan baku CPO ini banyak mengandung pengotor seperti fosfatida yang dapat menghalangi stabilitas produk atau terhalangnya proses transesterifikasi sehingga diperlukan perlakuan awal untuk menghilangkan fosfat dan pengotor lainnya.

2.3 PROSES PEMBUATAN METIL ESTER 2.3.1 Proses Esterifikasi

Proses yang diharapkan apabila minyak atau lemak mengandung sejumlah asam lemak bebas (ALB) adalah proses esterifikasi. Lemak nabati biasanya mengandung ALB 2-7% dan lemak hewani mengandung ALB 5-30%. Ketika katalis basa direaksikan dengan bahan baku maka Asam lemak bebas akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun dan air seperti reaksi berikut:

R-COOH + KOH R-COOK + H2O Asam Lemak Sabun

(4)

Katalis

Ketika FFA > 5% maka sabun akan terbentuk dan akan mempersulit pemisahan gliserol dari metil ester yang terbentuk dan membentuk emulsi saat pencucian dengan air. Dengan demikian, suatu katalis seperti asam sulfat dapat digunakan untuk esterifikasi asam lemak bebas menjadi metil ester seperti reaksi berikut:

R-COOH + CH

3

OH

R-COOCH

3

+ H

2

O

Asam Lemak Bebas Metanol Metil Ester Air Gambar 2.2 Reaksi Esterifikasi dari Asam Lemak menjadi Metil Ester [22]

Tingginya persentase asam lemak jenuh dan asam lemak bebas yang terkandung pada CPO sehingga pada temperatur (28±2 oC) wujud CPO merupakan padat. Dengan demikian CPO memiliki titik tuang dan titik kabut yang lebih tinggi dibandingkan pada kondisi CPO yang biasa. Tingginya asam lemak jenuh ini memberikan bilangan setana yang tinggi dan minyak kecenderungan mudah teroksidasi [23].

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi: 1. Waktu Reaksi

Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.

2. Pengadukan

Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius :

k = Ae(-Ea/RT) (2.1) dimana:

T = Suhu absolut ( ºC) R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK) E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)

A = Faktor tumbukan (t-1)

(5)

Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat larutan minyak-katalis metanol merupakan larutan yang immisibel.

3. Katalisator

Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi.

4. Suhu Reaksi

Sesuai dengan persamaan Archenius Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang dihasilkan. Bila suhu naik maka harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar [24].

Berdasarkan hasil penelitian Gumpon dan Krit [25] komposisi CPO yang telah di esterifikasi dapat di lihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Sifat Fisik Hasil Esterifikasi CPO [25]

Sifat Hasil Esterifikasi CPO

Asam Lemak Bebas (%b/b) 0.913

Trigliserida (%b/b) 76.780

Digliserida (%b/b) 2.854

Monogliserida (%b/b) 1.503

Kandungan Ester (%b/b) 17.950

Kandungan Air (%) 0.138

Kandungan Metanol (%b/b) 1.16

Dari tabel 2.5 di atas dapat di lihat bahwa hasil esterifikasi CPO masih banyak mengandung trigliserida, digliserida dan monogliserida sehingga hasil esterifikasi CPO dilakukan tahap transesterifikasi untuk mengkonversi trigliserida menjadi metil ester.

2.3.2 Proses Transesterifikasi

(6)

Metil Ester /

alifatik primer dan sekunder mempunyai 1-8 atom karbon yang di gunakan. Jadi, ketika NaOH, KOH, K2CO3 atau sejenisnya dicampur dengan alkohol maka akan terbentuk larutan alkalinitas [26].

Diantara alkohol-alkohol monohidrik metanol (CH3OH), etanol (C2H5OH), propanol (C3H7OH) dan butanol (C4H9OH) yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah, reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis), senyawa polar dengan rantai karbon terpendek sehingga bereaksi lebih cepat dengan trigliserida dan melarutkan semua jenis katalis baik basa maupun asam. Jadi, di sebagian besar dunia ini biodiesel praktis identik dengan ester metil asam-asam lemak. Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat. Katalis yang biasa digunakan pada transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi [27].

Reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

H2C O C R1 R1 C OCH3 H2C OH HC O C R2 + 3 CH3OH R2 C OCH3 + HC OH

H2C O C R3 R3 C OCH3 H2C OH

Gambar 2.3 Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida Menjadi Metil Ester [28] Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut:

1. Trigliserida (TG) + ROH Digliserida (DG) + R’COOR 2. Digliserida (DG) + ROH Monogliserida (MG) + R’’COOR 3. Monogliserida (MG) + ROH Gliserol (GL) + R’’’COOR

Gambar 2.4 Tahap Reaksi Transesterifikasi [29]

Pada dasarnya tahapan reaksi transesterifikasi untuk mengkonversi trigliserida minyak nabati atau hewani menjadi metil ester selalu menginginkan agar didapatkan produk metil ester dengan jumlah yang maksimum. Beberapa

Trigliserida Metanol

(7)

kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan metil ester melalui tahapan reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh air dan asam lemak bebas

Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki ALB lebih kecil dari 1%. Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air karena air akan bereaksi dengan katalis sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida [30].

b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah

Perbandingan metanol dalam minyak juga sangat berpengaruh. Perbandingan molar biasanya antara 5 : 1 sampai 10 : 1 walaupun menggunakan metanol berlebih juga dapat mengakibatkan pemisahan gliserin. Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum [31].

c. Pengaruh temperatur

Temperatur mempunyai peranan yang sangat penting pada kualitas produk. Umumnya batasan temperatur yang digunakan dalam proses adalah 50 – 65 oC. Jika temperatur lebih besar dari titik didih metanol (68 oC) menyebabkan metanol akan lebih cepat menguap sedangkan jika temperatur dibawah 50oC menyebabkan viskositas biodiesel tinggi. Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Temperatur yang rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang lebih lama [32].

d. Pengaruh jenis katalis

(8)

Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3) [31]. KOH lebih mudah larut dalam metanol dibandingkan dengan NaOH sekalipun tidak terlihat sekali perbedaannya. Pada keadaan tertentu NaOH akan cenderung membentuk gliserin hingga terjadi pembentukan suatu jel maupun padatan. Pada saat titrasi yang tinggi pun, KOH lebih baik dari pada NaOH sebab pada titrasi minyak yang tinggi kebanyakan membentuk sabun. Kalium karbonat merupakan katalis heterogen pada reaksi metanolisis. Pemisahan katalis heterogen ini dari produk reaksinya dapat dilakukan dengan mudah.

CH

3

OH + K

2

CO

3

CH

3

OK + KHCO

3 Gambar 2.5 Reaksi Kalium Karbonat dalam Metanol [6]

Dari reaksi ini menunjukan bahwa lebih dari 99 % total KHCO3 yang dihasilkan tersisa dalam fasa padat dan cair selama tidak bereaksi dengan kalium karbonat pada temperatur 25 oC. Distribusi fasa KHCO

3 antara fasa padat dan cair menyebabkan pergeseran kesetimbangan reaksi terhadap pembentukan produk. Kenaikan temperatur akan menyebabkan KHCO3 larut dalam fasa cair dibanding fasa padat. Pada keadaan yang sama, konsentrasi CH3OK menurun sementara K2CO3 naik sehingga KHCO3 ditemukan sebagai katalis yang kurang baik jika dibandingkan dengan K2CO3. Hal ini menunjukan bahwa KHCO3 yang terbentuk dari reaksi K2CO3 dan metanol merupakan unsur katalis yang penting. Sehingga hasil reaksi transesterifikasi sebagian tergantung konsentrasi CH3OK [6].

2.4 PERBEDAAN SISTEM KATALIS YANG DIGUNAKAN DALAM MEMPRODUKSI METIL ESTER

(9)

komponen Kalsium dan Magnesium kurang baik digunakan sebagai katalis karena cendrung membentuk sabun [33].

Percobaan untuk menguji performa beberapa katalis telah dilakukan pada proses pembuatan metil ester dan disajikan pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Jenis Katalis untuk Pembuatan Metil Ester [33]

Katalis Komposisi Produksi Metil Ester Asam Lemak relatif

CaO 7% CaO ; 92% Al2O3 -

CaO.MgO 9,22% CaO ; 91% MgO 10

CaO. Al2O3 14,8% CaO ; 85,2% Al2O3 -

CaO.SiO2 12,6% CaO ; 87,4% SiO2 -

CaO.MgO. Al2O3 6,34% CaO ; 5,64% MgO ; 86% Al2O3 0,5 K2CO3.MgO 4,76% K2CO3 ; 95,2% MgO 5 K2CO3.Al2O3 14,2% K2CO3 ; 85% Al2O3 4

K2CO3 bubuk 6

Na2CO3 bubuk 0,8

Katalis yang digunakan dalam pembuatan metil ester ini pun dapat berupa katalis homogen maupun heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang mempunyai fase yang sama dengan reaktan dan produk, sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan adalah alkoksida logam seperti KOH dan NaOH dalam alkohol. Selain itu, dapat pula digunakan katalis asam cair, misalnya asam sulfat, asam klorida, dan asam sulfonat [34].

2.4.1 Katalis Homogen

(10)

katalis basa tidak menimbulkan karat sehingga biasanya industri banyak yang menggunakan katalis basa seperti NaOH dan KOH seperti natrium karbonat atau kalium karbonat. Kalium karbonat menggunakan konsentrasi 2 dan 3 (% mol) memberikan yields yang tinggi dari asam lemak dan mereduksi sabun yang terbentuk [28]. Untuk transestrerifikasi katalis basa adalah gliserin dan anhidrous karena air membuat sebagian reaksi berubah menjadi saponifikasi yang akan membentuk sabun [35].

2.4.2 Katalis Heterogen

Para peneliti melaporkan bahwa katalis asam merupakan katalis alternatif untuk menghilangkan FFA tinggi. Proses Transesterifikasi pembuatan biodiesel juga dari katali basa seperti HCl, BF3, H3PO4, dan asam sulfonik lainnya [28]. Jenis katalis heterogen yang dapat digunakan adalah transesterifikasi adalah CaO dan MgO [3].

(11)

2.5 ABU KULIT BUAH KELAPA SEBAGAI KATALIS

Bode [4] menggunakan katalis abu yang berasal dari abu sekam batang kelapa (SBK) dalam pembuatan biodiesel. Senyawa utama penyusun katalis abu kulit buah kelapa dapat di lihat pada tabel 2.7 berikut ini.

Tabel 2.7 Senyawa Utama Abu Kelapa (% berat) [4]

Senyawa Kulit Buah Abu Kelapa Batang Sabut

Kalium (K) 40 35 9,2

Natrium (Na) 1,7 2,5 0,5

Kalsium (Ca) 1,1 2,8 4,9

Magnesium (Mg) 0,9 2,1 2,3

Klor (Cl) 2,7 14,5 2,5

Karbonat (CO3) 27,7 12,5 2,6

Nitrogen (N) 0,06 0,05 0,004

Posfat (P) 0,9 0,9 1,4

Silika (SiO2) 10,5 16,8 59,1

Pada tabel 2.7 dapat dilihat bahwa senyawa abu tersebut memiliki kadar ion Kalium 35% dan Karbonat 12,5%. Pada penelitian ini akan di gunakan katalis dari abu kelapa juga, namun katalis yang digunakan bukan dari SBK tetapi abu dari kulit buah kelapa karena ditinjau bahwa senyawa % (b/b) Kalium dan Karbonat terdapat lebih tinggi pada kulit buah.

Dari tabel 2.7 juga dapat di lihat bahwa kalium merupakan kation utama dalam abu kulit kelapa sebesar 40 % berat, selain itu abu tersebut juga memiliki kandungan karbonat yang tinggi sebesar 27,7 % berat. Karena itu abu kulit buah kelapa ini dapat di gunakan sebagai katalis.

Dari penelitian sebelumnya Bode [4] dapat dilihat hasil uji katalis mineral alami tersebut dapat di lihat pada tabel 2.8.

Tabel 2.8 Hasil Uji Katalis Mineral Alami [4]

Katalis Metil Ester Asam LemakPerolehan (%) Sabun

Montmorillonite 0 0,5

CaCO3 0 0,5

MgO 0 0,5

Fanjasite 23 0,6

CaO 48 1,5

K2CO3 95 1,8

KHCO3 95 1,9

(12)

2.6 BEBERAPA APLIKASI FATTY ACID METHYL ESTER (FAME)

Metil ester dapat digunakan untuk menggantikan asam lemak pada berbagai jenis produk karena sifatnya yang tidak korosif dan mudah dipisahkan secara destilasi. Metil ester dapat digunakan sebagai bahan baku kosmetik karena metil ester memiliki kemampuan penetrasi kulit yang sangat tinggi serta menjaga kulit tetap halus dan lembut tanpa menimbulkan lapisan berlemak.

Penggunaan metil ester dapat dijadikan sebagai bahan untuk memproduksi alkanolamida yang digunakan langsung sebagai surfaktan nonionik, emulsifier, pengental dan bahan pembantu dalam pembuatan sifat plastis. Sedangkan fatty alcohol digunakan sebagai aditif dalam bidang farmasi dan kosmetik (C16 - C18) sebagai pelumas dan bahan pembantu dalam pembuatan sifat plastis (C6 -C12), tergantung pada panjang rantai karbonnya. FAME lebih lanjut digunakan dalam pembuatan ester asam lemak karbohidrat (sukrosa poliester) yang diaplikasikan sebagai surfaktan non ionik atau minyak makan non kalori. Disamping itu ester asam lemak karbohidrat juga dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti atau substitusi untuk mesin diesel (biodiesel) [36].

Berikut merupakan hasil samping proses pembuatan metil ester:

2.6.1 Monogliserida dan Digliserida

Monogliserida dan digliserida merupakan hasil dari reaksi transesterifikasi yang tidak sempurna. Komponen-komponen ini menyebabkan banyak masalah diantaranya kerusakan pada mesin injector, kerusakan katup pada mobil, emisi gas buang yang buruk, serta menyebabkan karat dari logam tertentu [37]. Produk yang tidak sempurna dari reaksi transesterifikasi ditampilkan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Hasil Reaksi Transesterifikasi Yang Tidak Sempurna [37]

Di-gliserida yaitu dua molekul asam lemak masih terikat dengan

gliserin Mono -gliserida yaitu

satu molekul asam lemak masih terikat

(13)

2.6.2 Sabun

Sabun dapat juga terbentuk selama reaksi berhubung karena adanya reaksi samping dari reaksi transesterifikasi. Mula-mula, etil ester yang terbentuk bereaksi dengan air membentuk asam lemak dan etanol, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Reaksi Pembentukan Asam Lemak dari Etil Ester [38]

Kemudian asam lemak yang terbentuk beraksi dengan katalis sisa (dalam kasus ini berupa KOH) membentuk sabun. Reaksi ini dapat di lihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Reaksi Pembentukan Sabun [38]

Namun reaksi diatas sulit terjadi karena sedikitnya kadar air dalam sistem. Air yang dapat muncul ini dapat disebabkan oleh tidak murninya alkohol yang digunakan, air yang berasal dari reaktan lain pada awal proses (dari udara), atau bahkan dari tahap pencucian awal [38].

2.6.3 Gliserol

Gliserol merupakan produk samping yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi sehingga gliserol harus dipisahkan dari metil ester. Gliserol ini sebagai produk samping dalam pembuatan metil ester juga memiliki aplikasi penting dalam bidang kosmetik, pasta gigi, farmasi , pangan, plastik, pernis, resin alki, tembakau, bahan peledak dan pemrosesan selulosa [36].

2.7 ANALISA EKONOMI

(14)

Kebutuhan metil ester sebagai bahan bakar (biodisel), bahan baku produk kosmetik, obat-obatan, dan pestisida semakin hari akan semakin meningkat. Dengan demikian industri oleokimia berbasis dari alam yang mempunyai prospek untuk dikembangkan di Indonesia adalah industri metil ester.

Produksi metil ester dengan bahan baku CPO dilakukan dengan tahapan sebagai beikut:

1. Preparasi abu kulit buah kelapa

2. Pretreatment CPO dengan proses degumming 3. Esterifikasi CPO untuk mereduksi ALB 4. Transesterifikasi

Penelitian pemanfaatan abu kulit buah kelapa sebagai subtitusi katalis konvensional pada transesterifikasi CPO ini di lakukan untuk menghasilkan metil ester. Dengan pemanfaatan abu kulit buah kelapa sebagai katalis transesterifikasi ini di harapkan akan meminimalisir biaya pembuatan metil ester. Berikut merupakan rincian biaya pembuatan metil ester dengan pemanfaatan abu kulit buah kelapa sebagai katalis yang telah dilakukan selama penelitian dengan basis bahan baku CPO 5 kg.

Tabel 2.9 Rincian Biaya Pembuatan Metil Ester dengan Pemanfaatan Katalis Abu Kulit Buah Kelapa

Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp) CPO (Crude Palm Oil) low

grade 5 kg 2.500,-/kg 12.500,-

Asam Posfat (H3PO4) 100 gr 60.000,-/kg 6000,- Asam Sulfat (H2SO4) 1,5 kg 40.000,-/kg 60.000,- Metanol (CH3OH) teknis 5 L 12.000,-/L 60.000,-

Limbah Kulit Buah Kelapa - - -

Analisa AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer)

3 sampel 80.000,-/sampel 240.000,- Analisa GC (Gas

Chromatography) CPO 1 sampel 250.000,-/sampel 250.000,- Analisa GC (Gas

Chromatography) Metil

Ester 5 sampel 550.000,-/sampel 2.750.000,-

Pajak Analisa GC sampel 10% 300.000,-

Biaya Listrik 85 kWh 575/kWh 48.875

(15)

Dari rincian biaya yang telah dilakukan diatas maka total biaya yang diperlukan untuk produksi metil ester dengan pemanfaatan abu limbah kulit buah kelapa sebagai katalis sebesar Rp 3.727.375,-.

Untuk menghasilkan metil ester dari 5 kg CPO di butuhkan 30 run pada masing masing proses transesterifikasi 150 gram CPO dengan jumlah katalis abu kulit buah kelapa sebesar 1% b/b CPO. Maka jumlah abu yang di butuhkan untuk 1 run adalah: Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 125 gram kulit buah kelapa akan menghasilkan 1,2 gram abu selama pembakaran. Maka untuk menghasilkan 45 gram abu diperlukan kulit buah kelapa adalah:

kg

Proses yang digunakan untuk kalsinasi abu kulit buah kelapa di bakar dalam Furnace. Kebutuhan Listrik furnace dalam satu hari adalah 2,38 kWh/hari. Pembakaran abu kulit buah kelapa dilakukan selama 8 jam maka untuk 3 run pembakaran dibutuhkan 24 jam proses pembakaran. Jadi, biaya listrik yang di butuhkan untuk pembakaran kulit buah kelapa adalah:

1.368,5 umumnya dengan tahapan yang sama namun menggunakan katalis konvensional KOH/K2CO3 maka dengan tahapan yang sama dibutuhkan 4,687 kg KOH/K2CO3.

(16)

Besarnya efisiensi pemanfaatan abu kulit buah kelapa adalah:

% 99,17 Efisiensi

x100% 164.045

1.368,5

-164.045 Efisiensi

x100% vensional

KatalisKon

Abu Katalis

-al Konvension Katalis

Efisiensi

  

Gambar

Tabel 2.3 Kandungan Minor (Komponen non-Trigliserida) Minyak Sawit [18] Komponen ppm
Tabel 2.5 Sifat Fisik Hasil Esterifikasi CPO [25]
Gambar 2.3  Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida Menjadi Metil Ester [28]
Tabel 2.6 Jenis Katalis untuk Pembuatan Metil Ester  [33]
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan dilakukannya pengendalian kualitas selama pelaksanaan pekerjaan Taxiway maka tingkat produktivitas yang dihasilkan menjadi tinggi dan tentunya hal ini akan

Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel- sel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah

Pada Gambar 21 dapat dilihat bahwa prosedur penelitian terbagi ke dalam 5 tahap yakni; (1) Karakterisasi kimia buah vanili segar dan kering, (2) Penentuan suhu inkubasi

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, hidayah, inayah dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas aminofilin intravena pada pengobatan awal serangan asma berupa perbaikan gejala asma dan kejadian toksisitas terkait gejala

1) Memberdayakan kebun polybag dengan menanam berbagai jenis sayuran: tomat, brokoli, cabe, terong dan bayam. 2) Pengaturan media kebun polybag di halaman sekolah. 3)

%sinyal yang bersal dari hasil rekaman mengalami perubahan dikarenakan %adanya komponen elektronik yang berfungsi sebagai tapis sehingga perlu %dilakukan kalibrasi.dengan

Setiap peserta yang sudah mendaftar kan mendapatkan kunci kamar serta layanan lainnya disesuaikan dengan keinginan peserta, Proses pencatatan Peserta Diklat seperti