• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Karyawan dan Pengunjung Terhadap Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Karyawan dan Pengunjung Terhadap Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rokok

2.1.1 Pengertian Rokok

Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat

mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Rokok adalah salah

satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap, dan/atau dihirup

asapnya. Yang termasuk dalam jenis-jenis rokok antara lain rokok kretek, rokok

putih, cerutu atau bentuk lainnya. Rokok dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum,

Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan

tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun

2012).

Hasil buangan aktivitas merokok adalah asap rokok. Harrisons dalam Sitepoe

(2000) membagi jenis asap rokok berdasarkan komponen dan berdasarkan

sumbernya. Berdasarkan komponen yang dihisap, asap rokok terdiri dari 2 yakni 85%

berupa komponen gas yang lekas menguap dan sisanya berupa komponen yang

terkondensasi menjadi komponen partikulat. Berdasarkan sumbernya, asap rokok

terdiri dari 2, yakni yang dihisap melalui mulut (mainstream smoke) dan yang

terbentuk dari ujung rokok yang terbakar ataupun yang dihembuskan oleh perokok

(sidestream smoke). Sidestream smoke ini merupakan asap yang jika terhirup oleh

(2)

Di dalam rokok terdapat lebih dari 4000 zat kimia serta lebih dari 43 zat

penyebab kanker. Dua diantaranya merupakan zat yang dominan berbahaya yakni

nikotin dan tar. Nikotin adalah zat atau bahan senyawa pyrrolidine yang terdapat

dalam Nikotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang

bersifat adiktif (dapat menyebabkan ketergantungan). Sedangkan tar merupakan

kondensat asap yang bersifat karsinogenik dan merupakan total residu yang

dihasilkan saat rokok dibakar setelah dikurangi nikotin dan air (Peraturan Pemerintah

Nomor 109 Tahun 2012).

Bahan-bahan kimia berbahaya lainnya yang terkandung dalam rokok antara

lain:

1. Sianida, merupakan senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano.

2. Benzene atau dikenal sebagai bensol, merupakan senyawa kimia organik yang

mudah terbakar dan tidak berwarna.

3. Cadmium, merupakan sebuah logam yang bersifat sangat beracun dan radioaktif.

4. Metanol (alkohol kayu) atau dikenal sebagai metil alkohol, merupakan alkohol

paling sederhana.

5. Asetilena, merupakan senyawa kimia tak jenuh yang juga merupakan hidrokarbon alkuna yang paling sederhana.

(3)

7. Formaldehida, merupakan cairan yang sangat beracun yang digunakan untuk mengawetkan mayat.

8. Hidrogen sianida, merupakan zat beracun yang digunakan sebagai fumigan untuk membunuh semut, pembuat plastik, dan pestisida.

9. Arsenik, merupakan salah satu bahan yang terdapat dalam racun tikus.

10. Karbon monoksida, merupakan bahan kimia beracun yang ditemukan dalam asap buangan mobil (Wikipedia, 2012)

Dapat dikatakan bahwa berdasarkan kandungannya, rokok yang merupakan

produk tembakau ialah suatu bahan konsumsi manusia yang berdampak buruk bagi

kesehatan manusia (Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012)

2.1.2 Pengertian dan Sejarah Merokok

Harrisons dalam Sitepoe (2000) menyatakan bahwa perilaku merokok

merupakan aktivitas membakar tembakau dan kemudian menghisap asapnya, baik

menggunakan rokok maupun pipa. Pada saat merokok, temperatur pada ujung rokok

yang terselip pada bibir perokok adalah sekitar 30ºC.

Rokok memiliki sejarah yang panjang dan bervariasi. Amstrong (1991)

menyebutkan bahwa para arkeolog mulai meneliti perlengkapan untuk merokok sejak

zaman Romawi-Yunani. Masyarakat kulit merah Indian telah menggunakan pipa

sebagai bagian dari ritual upacara sejak berabad-abad yang lalu. Pada tahun 1942,

Christoper Colombus menulis dari Kepulauan Bahamas bahwa ia melihat seseorang

(4)

mendayung kanonya melewati pulau-pulau. Di dunia barat, aktivitas menghisap

tembakau berawal sekitar abad ke-15.

Pada abad ke-16, aktivitas merokok di Inggris berawal dari adanya kiriman

daun tembakau yang diterima Sir Walter Raleigh oleh Sir Francis Drake dari Amerika

disertai cara pemakaiannya, yakni menekan daun kering ke dalam pipa, menyulutnya

dengan api, dan menghisap asapnya yang kemudian menjadi populer di negara

tersebut. Pada abad ke-17, aktivitas merokok telah menyebar ke seluruh Eropa berkat

pengaruh dari para dokter pada masa itu yang menganggap tembakau dapat

menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian penyebaran aktivitas merokok

berkembang dari satu negara ke negara lainnya melalui jalur perdagangan dan

peperangan. Dan pada akhir abad ke-19, rokok telah dibuat dengan mesin modern

yang dapat menghasilkan ribuan batang rokok dalam hitungan menit (Armstrong,

1991).

2.1.3 Perokok

Perokok terdiri atas dua, yakni perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif

adalah orang yang secara langsung menghisap asap rokok melalui mulut, sedangkan

perokok pasif adalah orang yang bukan perokok tetapi terpaksa menghisap atau

menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok lain (Kemenkes RI, 2011).

Conrad dan Miller dalam Sitepoe (2000) menyatakan bahwa seseorang dapat

menjadi perokok, baik melalui dorongan psikologis maupun fisiologis. Melalui

(5)

sebagai suatu ritual, menunjukkan kejantanan (kebanggaan), mengalihkan

kecemasan, dan menunjukkan kedewasaan. Melalui dorongan fisiologis, perokok

akan terus ingin merokok akibat adanya nikotin yang membuat rasa ketagihan

(adiksi).

Armstrong (1991) menyebutkan bahwa pada masa remaja yang merupakan

tahap di mana pada umumnya perokok pertama kali mulai merokok dengan alasan

paling umum untuk merokok adalah sebagai usaha pencitraan diri. Citra seorang

perokok dianggap jantan, perkasa, penuh gaya, percaya diri, dan tahu bagaimana

menikmati hidup. Namun sebaliknya, terdapat fakta-fakta tentang rokok dirasakan

oleh masyarakat pada umumnya, termasuk para perokok itu sendiri, antara lain:

1. Tidak seorang pun menyukai aroma asap rokok yang melekat di pakaian,

rambut, bahkan aroma yang berasal dari nafas si perokok.

2. Tidak seorang pun menyukai asap rokok yang masuk ke mata.

3. Tidak seorang pun menyukai bau ruangan yang penuh asap rokok.

4. Tidak seorang pun menyukai rasa dalam mulutnya yang ditimbulkan akibat

aktivitas merokok.

5. Tidak seorang pun suka melihat asbak yang dipenuhi puntung rokok.

6. Tidak seorang pun menyukai suara batuk seorang perokok berat yang berusaha

untuk melegakan dada dan tenggorokannya.

7. Tidak seorang pun secara sukarela memilih mematirasakan indera pengecap

(6)

Dengan kata lain, pada umumnya masyarakat tidak menyukai dampak yang

ditimbulkan dari aktivitas merokok, namun berbagai faktor lainnya lebih kuat dalam

menarik masyarakat untuk merokok. Salah satu faktornya adalah biro periklanan yang

sangat gencar mempromosikan rokok. Perusahaan rokok melalui iklan yang

menampilkan berbagai hal menarik dari rokok, berusaha menarik masyarakat untuk

mencoba dan menjadikan aktivitas merokok sebagai bagian dari aktivitasnya

sehari-hari dan melupakan dampak buruknya (Armstrong, 1991).

2.1.4 Dampak Aktivitas Merokok

Ogden dalam Saputra (2011) mengklasifikasikan dampak perilaku merokok ke

dalam dua jenis, yakni :

a. Dampak Positif

Merokok merupakan kegiatan yang memiliki sangat sedikit dampak positif.

Merokok bisa menimbulkan mood positif yang dapat menolong individu menghadapi

keadaan yang susah. Dampak positif lainnya yakni menurunkan tingkat ketegangan,

membantu memusatkan pikiran (konsentrasi), membantu dalam mendapatkan

dukungan sosial, dan menimbulkan sensasi menyenangkan.

b. Dampak Negatif

Merokok dapat menyebabkan berbagai dampak negatif bagi individu maupun

masyarakat, terutama di bidang kesehatan. Merokok bukan merupakan penyebab

suatu penyakit, tetapi merupakan pemicu ataupun timbulnya jenis-jenis penyakit

(7)

kematian, tetapi lebih kepada faktor pemicu timbulnya penyakit atau gangguan

kesehatan akibat aktivitas merokok yang secara berakumulasi akan berakhir kepada

kematian.

Sitepoe (2000) menyebutkan beberapa penyakit ataupun gangguan kesehatan

akibat merokok antara lain:

1. Nyeri kepala

2. Penyakit kardiovaskuler

3. Penyakit neoplasma (terutama kanker)

4. Penyakit saluran pernafasan

5. Terganggunya perkembangan janin

6. Keguguran dan kematian bayi pada ibu hamil

7. Tekanan darah tinggi

8. Penurunan tingkat kesuburan (fertilitas) dan nafsu seksual

9. Penyakit maag

10. Gangguan pembuluh darah (thromboangiitis obliterans)

11. Penurunan frekuensi pengeluaran air seni

12. Gangguan penglihatan Amblyopia

13. Vasokonstriksi pembuluh darah tepi pada kulit

14. Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan.

Bagi perokok pasif, risiko bahaya yang ditimbulkan dari menghisap asap rokok

tiga kali lebih besar daripada perokok aktif. Setyo Budiantoro dari Ikatan Ahli

(8)

berbahaya yang terkandung dalam rokok akan masuk ke tubuh perokok, sedangkan

75 persen sisanya beredar di udara bebas dan akan berisiko masuk ke tubuh orang di

sekelilingnya (Wikipedia, 2012).

Asap rokok yang timbul dari aktivitas merokok terbukti dapat membahayakan

kesehatan individu, masyarakat, dan lingkungan, sehingga perlu dilakukan tindakan

perlindungan terhadap paparan asap rokok (Kemenkes RI, 2011).

2.1.5 Regulasi Rokok

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, pengamanan rokok

merupakan semua atau serangkaian kegiatan dalam rangka mencegah dan/atau

menangani dampak penggunaan rokok terhadap kesehatan, baik langsung maupun

tidak langsung. Dalam rangka penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan,

peran masyarakat diarahkan untuk meningkatkan dan mendayagunakan kemampuan

yang ada pada masyarakat. Peran masyarakat dapat dilakukan oleh perorangan,

kelompok, badan hukum atau badan usaha, dan lembaga atau organisasi yang

diselenggarakan oleh masyarakat. Peran masyarakat dilaksanakan melalui :

a. pemikiran dan masukan berkenaan dengan penentuan kebijakan dan/atau

pelaksanaan program pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa

produk tembakau bagi kesehatan;

b. penyelenggaraan, pemberian bantuan, dan/atau kerjasama dalam kegiatan

penelitian dan pengembangan pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif

(9)

c. pengadaan dan pemberian bantuan sarana dan prasarana bagi penyelenggaraan

pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi

kesehatan;

d. keikutsertaan dalam pemberian bimbingan dan penyuluhan serta

penyebarluasan informasi kepada masyarakat berkenaan dengan

penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa

produk tembakau bagi kesehatan;

e. dan kegiatan pengawasan dan pelaporan pelanggaran yang ditemukan dalam

rangka penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif

berupa produk tembakau bagi kesehatan.

Susanti (2011) menyebutkan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh beberapa

organisasi non-pemerintah seperti Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok

(LM3), Yayasan Jantung Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia (YKI), dan

Komunitas Peduli Kawasan Tanpa Rokok (KPKTR) Kota Semarang dalam rangka

pengamanan rokok. Usaha tersebut antara lain :

1. Menerbitkan buletin secara berkala mengenai bahaya merokok, perilaku

merokok, dan upaya berhenti merokok.

2. Menerbitkan buku secara berkala yang berkaitan dengan bahaya merokok,

perilaku merokok, dan upaya berhenti merokok.

3. Memberikan penyuluhan secara berkesinambungan ke berbagai institusi, seperti

(10)

4. Mendukung dan melakukan penelitian yang berkaitan dengan bahaya rokok dan

perilaku merokok.

5. Mendirikan klinik untuk berhenti merokok seperti klinik yang didirikan

Yayasan Jantung Indonesia yang bekerjasama dengan Rumah Sakit Jantung

Harapan Kita.

6. Advokasi Regulasi KTR yaitu mendorong pemerintah atau instansi yang terkait

untuk membuat regulasi atau kebijakan yang mampu melindungi masyarakat

dari bahaya rokok.

7. Kampanye yaitu melakukan sosialisasi dan menyadarkan masyarakat terhadap

bahaya rokok, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat lain melalui

media-media yang efektif.

8. Membangun komunikasi dan komunitas dengan segenap elemen masyarakat

yang mempunyai rasa kepedulian terhadap perlindungan masyarakat dari

bahaya rokok.

Prabandari dan kawan kawan (2009) menyebutkan organisasi Tobacco Control

Support Center - Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI)

bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan World

Health Organization (WHO) Indonesia melaporkan empat alternatif kebijakan yang

terbaik untuk pengendalian rokok, yaitu :

1. Menaikkan pajak (65% dari harga eceran)

(11)

3. Mengimplementasikan 100% KTR di tempat umum, tempat kerja, tempat

pendidikan

4. Memperbesar peringatan merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan

merokok pada bungkus rokok.

2.2 Pengertian Implementasi

Steiner dan Miner (1997) menyebutkan bahwa implementasi mengarah pada

aktivitas apapun yang dibutuhkan untuk mengaktifkan manusia dan menggunakan

berbagai jenis sumber daya untuk mencapai rencana yang telah disusun dalam proses

perencanaan. Perilaku manusia dalam melaksanakan aktivitasnya merupakan suatu

hasil kompleks dari berbagai faktor.

Implementasi berfungsi membentuk suatu hubungan yang memungkinkan

tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai outcome

(hasil akhir) dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah (Solichin, 2008).

Steiner dan Miner (1997) menyatakan bahwa variabel yang memengaruhi

keberhasilan suatu implementasi antara lain komunikasi dan sumber daya. Perilaku

pekerjaan yang menyimpang dari peran yang diharapkan akan menjadi penyebab

kegagalan implementasi.

2.3 Kawasan Tanpa Rokok

2.3.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok

Kawasan Tanpa Rokok yang selanjutnya disingkat dengan KTR, merupakan

(12)

memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, disebutkan bahwa tempat

umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat

proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum

dinyatakan sebagai KTR dan pemerintah daerah wajib mewujudkannya. Pimpinan

atau penanggung jawab tempat-tempat yang dinyatakan sebagai KTR wajib

menetapkan dan menerapkan KTR.

2.3.2 Prinsip Dasar KTR

WHO dalam Tobacco Free Initiative Bab 8 (2010) menyebutkan bahwa

peraturan KTR yang efektif adalah yang dapat dilaksanakan dan dipatuhi. Agar

peraturan KTR dapat dilaksanakan (diimplementasikan) dan dipatuhi, perlu dipahami

prinsip-prinsip dasar KTR. Prinsip dasar tersebut antara lain :

1. Asap rokok orang lain mematikan.

2. Tidak ada batas aman bagi paparan asap rokok orang lain.

3. Setiap warga negara wajib dilindungi secara hukum dari paparan asap rokok

orang lain.

4. Setiap pekerja berhak atas lingkungan tempat kerja yang bebas dari asap rokok

orang lain.

5. Hanya lingkungan tanpa asap rokok 100% yang dapat memberi perlindungan

penuh bagi masyarakat.

(13)

Beberapa hal yang menjadi prinsip dasar pengembangan KTR menurut WHO

(2010) antara lain :

1. Semua orang berhak dilindungi kesehatannya dari paparan asap rokok.

2. KTR merupakan upaya efektif untuk melindungi seluruh masyarakat dari asap

rokok orang lain.

3. Perlu peraturan berbentuk legislasi yang mengikat secara hukum.

4. Untuk mencapai keberhasilan dalam penegakan dan penerapan KTR diperlukan

perencanaan yang baik dan SDM yang memadai.

5. LSM dan Lembaga Profesi mempunyai peran yang penting.

6. Pelaksanaan peraturan, penegakkan hukum, dan dampak KTR harus dimonitor

dan dievaluasi.

2.3.3 Dasar Hukum KTR

Beberapa dasar hukum terkait KTR di Indonesia, antara lain :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,

yakni :

a. Pada pasal 10 dinyatakan bahwa setiap orang berkewajiban menghormati

hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik

fisik, biologi, maupun sosial.

b. Pada pasal 11 dinyatakan bahwa setiap orang berkewajiban berperilaku

hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan

(14)

c. Pada pasal 113 ayat (1) dan (2)

Pada ayat 1 tertulis mengenai pengamanan penggunaan bahan yang

mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan

membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan

lingkungan.

Pada ayat 2 yaitu zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan,

dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan

kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.

d. Pasal 115 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang KTR antara lain fasilitas pelayanan

kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat

ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum serta tempat lain

yang ditetapkan. Ayat 2 yaitu pemerintah daerah wajib menetapkan KTR

di wilayahnya.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen

a. Pada pasal 2 tertulis mengenai perlindungan konsumen berasaskan

manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen,

serta kepastian hukum.

b. Pada pasal 3 dinyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan

menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

(15)

bertanggung jawab dalam berusaha dan meningkatkan kualitas barang

dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang

dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

konsumen.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak

a. Pada pasal 44 ayat 1 dinyatakan bahwa pemerintah wajib menyediakan

fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi

anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak

dalam kandungan.

b. Pada pasal 45 ayat 1 dan 2. Pada ayat 1 tertulis mengenai orang tua dan

keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak

sejak dalam kandungan. Pada ayat 2 dinyatakan bahwa dalam hal orang

tua dan keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggung jawab

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pemerintah wajib

memenuhinya.

c. Pada pasal 59 dinyatakan bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya

berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan

khusus kepada anak dalam situasi darurat seperti anak yang menjadi

korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,dan zat adiktif

lainnya (napza). Berdasarkan pasal ini berkaitan juga dengan

(16)

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 1 ayat 21

dinyatakan bahwa bahan berbahaya dan beracun adalah zat, energi, dan/atau

komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara

langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak

lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta

kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

yang terdapat pada pasal 46 ayat 3 yang terutama menyatakan siaran iklan niaga

dilarang melakukan promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat

adiktif serta promosi rokok yang memperagakan wujud rokok.

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi

Manusia

a. Pada pasal 69 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap orang wajib menghormati

hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ayat 2 menyatakan setiap hak

asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung

jawab untuk menghormati hak asasi orang lain serta menjadi tugas

pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan

memajukannya.

b. Pada pasal 70 dinyatakan bahwa dalam menjalankan hak dan

(17)

ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin

pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan

untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,

keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit, terutama pada pasal 29 ayat pertama dinyatakan bahwa setiap rumah

sakit mempunyai kewajiban memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit

sebagai KTR.

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Pengendalian Pencemaran Udara yaitu pada pasal 2 dinyatakan bahwa

pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari usaha dan/atau

kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak,

dan sumber tidak bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian

sumber emisi dan/atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah

turunnya mutu udara ambien.

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang

Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau

bagi Kesehatan yaitu:

a. Pasal 2 ayat 2 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pengamanan

penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau

bagi kesehatan bertujuan untuk: melindungi kesehatan perseorangan,

(18)

mengandung karsinogen dan zat adiktif dalam produk tembakau yang

dapat menyebabkan penyakit, kematian, dan menurunkan kualitas hidup;

melindungi penduduk usia produktif, anak, remaja, dan perempuan hamil

dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan dan promosi untuk inisiasi

penggunaan dan ketergantungan terhadap bahan yang mengandung zat

adiktif berupa produk tembakau; meningkatkan kesadaran dan

kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok dan manfaat hidup

tanpa merokok; dan melindungi kesehatan masyarakat dari asap rokok

orang lain.

b. Pasal 8 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pengamanan bahan

yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan

meliputi: produksi dan impor; peredaran; perlindungan khusus bagi anak

dan perempuan hamil; dan KTR.

c. Pasal 31 menyatakan bahwa selain pengendalian iklan produk tembakau

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, iklan di media luar ruang harus

memenuhi ketentuan sebagai berikut: tidak diletakkan di KTR; tidak

diletakkan di jalan utama atau protokol; harus diletakkan sejajar dengan

bahu jalan dan tidak boleh memotong jalan atau melintang; dan tidak

boleh melebihi ukuran 72 m2 (tujuh puluh dua meter persegi).

d. Pasal 49 menyatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pengamanan

bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi

(19)

e. Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam

pasal 49 antara lain: fasilitas pelayanan kesehatan; tempat proses belajar

mengajar; tempat anak bermain; tempat ibadah; angkutan umum; tempat

kerja; dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Ayat 4

menyatakan pimpinan atau penanggung jawab tempat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) wajib menerapkan KTR.

f. Pasal 52 menyatakan bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan KTR

di wilayahnya dengan Peraturan Daerah.

10. Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 84/ Menkes/ Inst/ II/ 2002 tentang KTR di

Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan

11. Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4/U/1997 tentang

Lingkungan Sekolah Bebas Rokok.

12. Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

161/Menkes/Inst/III/1990 tentang Lingkungan Kerja Bebas Asap Rokok.

13. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan Nomor 188 dan Menteri Dalam Negeri

RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang pedoman pelaksanaan KTR.

a. Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa KTR meliputi fasilitas pelayanan

kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat

ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya

yang ditetapkan. Ayat 2 menyatakan bahwa pimpinan atau penanggung

jawab tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

(20)

b. Pasal 4 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

ayat (1) fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar,

tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum dilarang

menyediakan tempat khusus untuk merokok dan merupakan KTR yang

bebas dari asap rokok hingga batas terluar.

c. Pasal 5 ayat 1 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (1) tempat kerja dan tempat umum dapat menyediakan

tempat khusus untuk merokok. Ayat 2 menyatakan bahwa tempat khusus

untuk merokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi

persyaratan :

1. Merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung

dengan udara luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik.

2. Terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang

digunakan untuk beraktivitas.

3. Jauh dari pintu masuk dan keluar.

4. Jauh dari tempat orang berlalu-lalang.

2.3.4 Tujuan Penetapan KTR

Penetapan KTR memiliki beberapa tujuan, antara lain menumbuhkan kesadaran

bahwa merokok merugikan kesehatan, menurunkan angka perokok dan mencegah

perokok pemula, mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap

(21)

perilaku masyarakat untuk hidup sehat (Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor

35 Tahun 2012).

2.3.5 Implementasi KTR

Aturan terkait KTR telah banyak diterapkan, baik secara internasional maupun

nasional. Di negara-negara maju seperti Amerika, Australia, dan beberapa negara di

Eropa mulai gencar menerapkan KTR secara efektif. Di Amerika, Pemerintah Kota

New York telah mengeluarkan Undang-Undang Bebas Asap Rokok sejak tahun 2002

yang mengatur tentang KTR termasuk di restoran. Di Australia, terdapat aturan

pencabutan SIM pengendara yang sedang merokok di kendaraannya apabila di

dalamnya ada anak berumur di bawah 16 tahun. Beberapa kota yang berhasil

menerapkan peraturan terkait KTR secara efektif dengan penegakan hukum yang

ketat serta diikuti tingkat kepatuhan masyarakat dan pelaku bisnis yang cukup tinggi

yakni Kota New York dan Irlandia (TCSC-Policy Paper, 2012).

Pedoman pelaksanaan KTR sendiri telah ditetapkan di Indonesia sejak tahun

2011. Melalui perumusan MOU (Memorandum of Understanding) antara Menteri

Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri, terciptalah Peraturan Bersama Menteri

Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri terkait pedoman pelaksanaan KTR.

Di Indonesia telah terdapat 59 kabupaten/kota di 23 provinsi yang telah

memiliki peraturan terkait KTR. Peraturan itu diwujudkan ke dalam beberapa bentuk,

antara lain berupa peraturan daerah, surat edaran gubernur, dan/atau peraturan

(22)

DKI Jakarta sebagai ibu kota Negara Indonesia merupakan salah satu kota yang

telah menetapkan aturan terkait KTR. Pemerintah DKI Jakarta telah menunjukkan

usahanya dalam mengembangkan aturan KTR dengan memperbaharui Peraturan

Gubernur Nomor 75 Tahun 2005 terkait Kawasan Dilarang Merokok menjadi aturan

yang lebih detail dalam perangkatnya melalui Peraturan Gubernur Daerah Khusus

Ibukota Jakarta Nomor 88 Tahun 2010 (TCSC-Policy Paper, 2012).

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga telah mulai menetapkan aturan

tentang KTR yakni pada Perkantoran di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera

Utara melalui Peraturan Gubernur Nomor 35 Tahun 2012. Peraturan ini berlaku sejak

tanggal 10 September 2012. Di dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa KTR adalah

tempat atau area yang telah dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau

kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk

tembakau. Area yang disebutkan untuk larangan merokok tersebut antara lain taman

perkantoran, tempat parkir, lapangan apel/upacara, lobby, ruang kerja, ruang rapat,

ruang sidang/ seminar, gudang, kantin, lift, dan kamar mandi.

Tempat-tempat yang dinyatakan KTR pada umumnya telah dilengkapi dengan

himbauan untuk tidak merokok di kawasan tersebut, baik berupa poster, stiker,

simbol larangan merokok, teguran, maupun aturan tertulis. Namun dalam

implementasi ataupun penerapannya, KTR belum dapat diterapkan sesuai dengan

aturan yang telah berlaku. Hal ini disebabkan berbagai faktor, antara lain tidak

kuatnya hukum yang mengikat aturan tersebut disebabkan tidak adanya sanksi yang

(23)

hanya dapat merugikan kesehatan individu tetapi juga masyarakat secara luas

(TCSC-Policy Paper, 2012).

2.4 Persepsi

Persepsi merupakan proses yang dilakukan manusia dalam mengorganisasi dan

menafsirkan kesan indera yang dimiliki dalam rangka untuk memberikan makna

kepada lingkungan. Persepsi seseorang tidak hanya dapat berbeda dari kenyataan

obyektif, tetapi juga dapat memungkinkan adanya ketidaksepakatan. Persepsi

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karakteristik individu, karakteristik

situasi, dan karakteristik target (Robbins, 2010).

(24)

Notoatmodjo (2005) membagi faktor yang memengaruhi persepsi ke dalam 2

bagian, yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yakni faktor yang

melekat pada objeknya, antara lain :

a. Kontras: cara termudah untuk menarik perhatian adalah dengan membuat

kontras, baik pada warna, ukuran, bentuk, atau gerakan.

b. Perubahan intensitas: perubahan suara atau cahaya dari intensitas tinggi ke

rendah akan menarik perhatian.

c. Pengulangan: meski pada awalnya stimulus tentang suatu hal tidak masuk

dalam rentang perhatian, dengan pengulangan maka hal tersebut lama-kelamaan

akan mendapat perhatian.

d. Sesuatu yang baru: suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian

daripada sesuatu yang telah diketahui sebelumnya.

e. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak: suatu stimulus yang menjadi

perhatian orang banyak akan lebih mudah menarik perhatian.

Faktor internal yakni faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan

stimulus tersebut, antara lain :

a. Pengalaman/pengetahuan: pengalaman masa lalu ataupun pengetahuan dari apa

yang dipelajari sebelumnya akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam

menginterpretasikan stimulus yang diterima.

b. Harapan: harapan terhadap sesuatu akan memengaruhi persepsi terhadap suatu

(25)

c. Kebutuhan: kebutuhan akan menyebabkan suatu stimulus dapat masuk dalam

rentang perhatian dan menyebabkan perbedaan cara menginterpretasikan

stimulus tersebut.

d. Motivasi: motivasi akan memengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu

stimulus.

e. Emosi: emosi seperti rasa takut-berani, sedih-senang, marah, dan sebagainya,

akan memengaruhi persepsi seseorag terhadap suatu stimulus.

f. Budaya: seseorang dengan latar budaya yang sama akan menginterpretasikan

orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, tetapi akan mempersepsikan

orang-orang di luar kelompoknya sebagai “sama saja”.

2.5 Kerangka Berpikir

Sesuai dengan tujuan penelitian dan tinjauan kepustakaan, maka kerangka

berpikir dapat digambarkan sebagai berikut :

Masukan Keluaran

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

- PERSEPSI KARYAWAN

RUMAH SAKIT

- PERSEPSI PENGUNJUNG

RUMAH SAKIT

IMPLEMENTASI

(26)

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan definisi variabel

sebagai berikut :

a. Persepsi karyawan rumah sakit adalah bagaimana karyawan rumah sakit dapat

menggunakan indera yang dimilikinya dalam menggambarkan dan menafsirkan

sesuatu untuk mendapatkan suatu makna di mana hasil penafsiran tersebut

dapat berbeda dari masing-masing karyawan rumah sakit (subjektif) maupun

dari kenyataan objektif yang ada. Persepsi yang akan diteliti dipengaruhi oleh

faktor internal, yakni pengalaman/pengetahuan, kebutuhan, motivasi, emosi,

budaya, dan harapan.

b. Persepsi pengunjung rumah sakit adalah bagaimana pengunjung rumah sakit

dapat menggunakan indera yang dimilikinya dalam menggambarkan dan

menafsirkan sesuatu untuk mendapatkan suatu makna di mana hasil penafsiran

tersebut dapat berbeda dari masing-masing pengunjung rumah sakit (subjektif)

maupun dari kenyataan objektif yang ada. Persepsi yang akan diteliti

dipengaruhi oleh faktor internal, yakni pengalaman/pengetahuan, kebutuhan,

motivasi, emosi, budaya, dan harapan.

c. Implementasi KTR adalah aktivitas yang dilakukan, baik oleh individu,

kelompok, masyarakat, lembaga, maupun pemerintah dalam menggunakan

sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan terkait adanya peraturan yang

melarang kegiatan yang berhubungan dengan rokok di suatu wilayah tertentu

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi (Robbins,
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti mengadakan penelitian yakni untuk mengetahui dan memahami persepsi karyawan dan pengunjung terhadap implementasi kawasan tanpa

merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok. Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempati. anak bermain wajib memberikan

Kawasan  Terbatas  Merokok  adalah  tempat  atau area dimana kegiatan

Kawasan  Terbatas  Merokok  adalah  tempat  atau area dimana kegiatan

menegur setiap orang yang merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan Produk Tembakau di Kawasan Tanpa Rokok yang menjadi wilayah kerjanya,

Dengan menggunakan limabelas indikator yaitu : Dilarang memproduksi atau membuat rokok, Dilarang menjual rokok, Dilarang menyelenggarakan iklan rokok, Dilarang mempromosikan rokok

Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti mengadakan penelitian yakni untuk mengetahui dan memahami persepsi karyawan dan pengunjung terhadap implementasi kawasan tanpa

menegur setiap orang yang merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan Produk Tembakau di Kawasan Tanpa Rokok yang menjadi wilayah kerjanya,