• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Asam Askorbat untuk Menyembuhan Kering Alur Sadap Parsial Tanaman Karet (Heveabrasiliensis muell. Arg) pada Klon PB 260 dan IRR 42

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Asam Askorbat untuk Menyembuhan Kering Alur Sadap Parsial Tanaman Karet (Heveabrasiliensis muell. Arg) pada Klon PB 260 dan IRR 42"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

MenurutSteeniset al., (2005) kedudukan tanaman karet dalam tatanama (sistematika) sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta,

Sub-diivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Euphorbiales, Famili:

Euphorbiaceae, Genus:Hevea, Spesies : Hevea brassiliensis Muell. Arg.

Akar tanaman karet merupakan akar tunggang yang mampu menopang

batang tanaman yang tumbuh tinggi ke atas, dengan akar seperti itu pohon karet

dapat berdiri kokoh, meskipun tingginya mencapai 25 meter (Setiawan

danAndoko, 2005).

Karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.

Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh

lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Dibeberapa kebun karet ada

kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring ke arah utara. Batang tanaman

ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Nugroho, 2010).

Daun karet berselang-seling, tangkai daunnya panjang, terdiri dari 3 anak

daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, panjang 3,5-30 cm. Helaian anak

daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate,

pangkal sempit dan tegang, ujung runcing; sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah

agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).

Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai

payung tambahan yang jarang.Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng. Pada

ujungnya terdapat lima taju yang sempit. Panjang tenda bunga 4-8 mm. Bunga

(2)

mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan dibuahi

dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai sepuluh

benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam dua

karangan, tersusun sembilan satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujung adalah

suatu bakal buah yang tidak tumbuh sempurna (Maryani, 2007).

Karet merupakan buah berpolong (diselaputi kulit yang keras) yang

sewaktu masih muda buah berpaut erat dengan rantingnya.Buah karet dilapisi oleh

kulit tipis berwarna hijau dan didalamnya terdapat kulit yang keras dan

berkotak.Tiap kotak berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung, setelah tua warna

kulit buah berubah menjadi keabu-abuan dan kemudian mengering.Pada

waktunya pecah dan jatuh, tiap ruas tersusun atas 2-4 kotak biji.Pada umumnya

berisi tiga kotak biji dimana setiap kotak terdapat satu biji.Biji karet terdapat

dalam setiap ruang buah.Jumlah biji biasanya ada tiga kadang empat(Budiman,

2012).

Buah beruang tiga, jarang yang beruang 4 hingga 6, diameter buah 3-5 cm

dan terpisah 3,4,6. Coci berkatupdua, pericarp berbentuk endokarp berkayu. Biji

besar, bulat persegi empat, tertekan pada satu atau dua sisinya, berkilat berwarna

coklat muda, dengan noda noda coklat tua, panjang2-3,5 dan tebal 1,5-2,5 cm

(Sianturi, 2001).

Syarat Tumbuh

Iklim

Secara garis besar tanaman karet dapat tumbuh baik pada kondisi iklim

sebagai berikut: suhu rata-rata harian 280C (dengan kisaran 25 - 350C) dan curah

(3)

haripertahun. Pada daerah yang sering hujan pada pagi hari akan mempengaruhi

kegiatan penyadapan bahkan akan mengurangi hasil produktifitasnya. Keadaan

daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah daerah-daerah Indonesia bagian

barat, yaitu Sumatera, Jawa dan Kalimatan, sebab iklimnya lebih basah (Budiman,

2012).

Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai

4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 hari kerja/tahun.

Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan

berkurang(Anwar, 2001).

Kelembaban nisbi (RH) yang sesuai untuk tanaman karet adalah rata - rata

berkisar antara 75% - 90%.Kelembapan yang terlalu tinggi tidak baik untuk

pertumbuhan karet, karena dapat membuat laju aliran transpirasi tanaman karet

menjadi kecil sehingga absorbsi unsur hara dari tanah menjadi lambat. Selain itu

tanaman sering mengalami gutasi dan terjadi kelelahan lateks akibat retakan kulit.

Angin yang bertiup kencang dapat mengakibatkan patah batang, cabang atau

tumbang. Angin kencang pada musim kemarau sangat berbahaya, laju

evapotranspirasi menjadi besar (Sianturi, 2001).

Tanah

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karetbaik

tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis

mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum,

kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum

kurang baik karena kandungan haranya rendah.Tanah alluvial biasanya cukup

(4)

tanah berkisar antara pH 3,0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan pH >

8,0 (Anwar, 2001).

Tanaman karet bukanlah tanaman manja, dapat tumbuh pada tanah-

tanahyang mempunyai sifat fisik baik, atau sifat fisiknya dapat diperbaiki. Tanah

yang dikehendaki adalah bersolum dalam, kedalaman lapisan padas lebih dari 1

m, pemukaan air tanah rendah yaitu ± 10 – 20 cm. Sangat toleran terhadap

kemasaman tanah, dapat tumbuh pada pH 3,8 hingga 8,0, tetapi pada pH yang

lebih tinggi sangat menekan pertumbuhan (Sianturi, 2001).

Klon Tanaman Karet

Untuk meningkatkan produktivitas perkebunan karet rakyat, pemerintah

telahmenempuh berbagai upaya antara lain perluasan tanaman, penyuluhan,

intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan serta penyebaran klon – klon unggul

benih karet. Dalammenunjang keberhasilan peningkatan produktivitas perkebunan

karet, telah dilakukanusaha khususnya terhadap benih karet(Syukur, 2013).

Rekomendasi klon-klon karet untuk periode tahun 2010- 2014 berdasarkan

hasil rumusan Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet Tahun 2009, yaitu

sebagai berikut: Klon Anjuran Komersial a.) klon penghasil lateks terdiri: IRR

104, IRR 112, IRR 118, IRR 220, BPM 24, PB 260, PB 330, dan PB 340;b.) klon

penghasil lateks-kayu terdiri: IRR 5, IRR 39, IRR 42, IRR 107,dan RRIC 100

(Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia, 2013).

Potensi Klon PB260 penghasil lateks pertumbuhan jagur resisten :

(5)

Klon dari jenis IRR ini terdiri dari klon penghasil lateks (IRR 104),

lateks-kayu(IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 107, IRR 112, dan IRR 118), dan

penghasil kayu (IRR 70, IRR 71, dan IRR 72). Klon IRR termasuk dalam klon

anjuran yang diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan

produktivitas tanaman karet yang ada di Indonesia. Klon IRR memiliki potensi

produksi mencapai 2,9 – 3,2 ton karet kering per ha per tahun, sehingga sangat

potensial untuk dijadikan sebagai batang atas (Marchinoet al., 2010).

Pada umumnya klon yang berproduksi tinggi tanpa stimulasi mempunyai

kadar Pi tinggi dan sukrosa rendah, yang menunjukkan aktifitas metabolisme yang

tinggi. Sebaliknya, kadar Pi rendah dan sukrosa tinggi pada klon berproduksi

rendah, yang menunjukkan rendahnya aktifitas metabolisme lateks

(Lacote, 2007).

Thiol (R-SH) berfungsi sebagai antioksidan, sehingga stres oksidatif

sebagai akibat aktifnya metabolisme dalam sel dapat ditekan.Kadar R-SH yang

rendah menunjukkan terlalu intensifnya eksploitasi sehingga perlu dikurangi

dengan menurunkan intensitas sadapan maupun stimulasi (Gohet et al.,1996).

Kering Alur Sadap (KAS)

Penyakit kekeringan alur sadap mengakibatkan kekeringan alur sadap

sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan tanaman.

Penyakit ini disebabkan oleh penyadapan yang terlalu sering, terlebih jika disertai

dengan penggunaan bahan perangsang lateks ethepon. Adanya kekeringan alur

sadap mula-mula ditandai dengan tidak mengalirnya lateks pada sebagian alur

sadap. Kemudian dalam beberapa minggu saja keseluruhan alur sadap ini kering

(6)

cokelat karena pada bagian ini terbentuk gum (blendok). Kekeringan kulit tersebut

dapat meluas ke kulit lainnya yang seumur, tetapi tidak meluas dari kulit perawan

ke kulit pulihan atau sebaliknya. Gejala lain yang ditimbulkan penyakit iniadalah

terjadinya pecah-pecah pada kulit dan pembengkakan atau tonjolan pada batang

tanaman (Anwar,2001).

Sel pembuluh lateks mengalami penyumbatan dan menjadi sel tilosoid. Sel

tilosoid ini melebar ke arah sel sel tetangga dan meluas sehingga jaringan

tilosoidpun berbentuk. Bidang sadap yang memiliki jaringan tilosoid ini bila

disadap pada awalnya akan mengalami kekeringan alur sadap sebagian (KAS

parsial), kemudian meluas dan dikenal sebagai KAS total (Tistamaet al., 2006). Kejadian KAS menurut Abraham et al, (2006), diklasifikasikan menjadi tanaman tidak terserang KAS (0%), rendah (0-25%), sedang (25-50%), tinggi

(50-75%), dan sangat tinggi (>75%). Klasifikasi tersebut digunakan untuk mengetahui

luas kejadian KAS dibidang panel sadapan. Persentase kejadian KAS dapat

diperoleh dari perbandingan panjang luas yang tidak mengeluarkan lateks dengan

total panjang keseluruhan bidang sadap dikalikan 100%.

KAS dapat menyebar cepat dalam jangkawaktu 2-4 bulan ke seluruh kulit

bidangsadapan. Penyebaran KAS mengikuti alurpembuluh lateks dan arah

sadapan. Proses penyebaran KAS pada bidangsadap BO-1 mengarah ke seluruh

1 dibawah irisan sadap. Penyebaran berikutnyamenyebar ke bidang panel

BO-2 bagian bawahyang dilanjutkan ke bagian atas hinggabertemu mencapai HO-1.

Pola penyebaranKAS di B1-1 hingga B1-2 kulit juga sama.Proses penyebaran

yang cepat disebabkan oleh kecepatan terbentuknya tilosoid lebih

(7)

penyebaran sel-sel tilosoid bilatidak diidentifikasi sejak dini maka dapatdipastikan

tanaman beberapa tahunselanjutnya tidak dapat mengeluarkan lateks saat disadap

(Andriyanto dan Tistama, 2014).

Gambar 1. Pola penyerangan jaringan Tilasoid penyebab KAS Sumber : Andriyanto dan Tistama(2014)

Kering alur sadap dapat menyebar dengan cepat dalam angka waktu 2-4

bulan keseluruh kulit bidang sadap. Penyebaran KAS diduga mengikuti alur

pembuluh lateks dan arah sadap. Proses penyebaran KAS pada bidang sadap

BO-1 mengarah keseluruh BO-BO-1 dibawah irisan sadap. Penyebaran berikutnya

menyebar ke bidang panel BO-2 dibagian bawah yang dilanjutkan ke bagian atas

hingga bertemu mencapai HO-1. Pola penyebaran KAS di B1-1 hingga B1-2 kulit

juga sama. Proses penyebaran yang cepat disebabkan oleh kecepatan terbentuknya

tilasoid lebih tinggi dibandingkan dengan irisan sadap pada sadapan selanjutnya

(Sumarmadji, 2005).

Kejadian KAS banyak terjadi di perkebunan karet akibat penerapan sistem

eksploitasi yang tidak tepat. Fakta yang sering kali ditemukan di lapangan yaitu

praktisi kebun tidak membedakan konsentrasi dan interval aplikasi stimulan untuk

klon quick starter maupun klon slow starter, pemberian stimulan saat musim gugur daun ,banyak terdapat luka kayu, dan konsumsi kulit yang boros(Jacob and

Krishnakumar, 2006).

(8)

Deteksi dini dampak intensitas exploitasi terhadap tanaman karet dapat

dilakukan dengan analisis fisiologi berupa ukrosa, Pi (fosfat anorganik) dan thiol.

Status ketiga unsur tersebut dapat digunakan untuk menilai kondisi keletihan

fisiologis tanaman. Titik kritis status ketiga unsur tersebut sangat tergantung

kepada klon, unsur dan dinamika fisiologis tanaman atau variasi musiman. Secara

umum dapat digambarkan bahwa titik kritis untuk sukrosa < 4 mM, untuk Pi>25

mM dan untuk thiol < 0,4Mm. Dalam penilaian ini biasanya masih membutuhkan

peubah-peubah yang lain seperti produksi g/p/s, kadar karet kering dan

sebagainya. Namun cara ini dapat secara preventif mengatasi terjadinya KAS.

Beberapa perkebunan menerapkan analisis lateks setahun sekali untuk

menetapkan sistem sadap tahun berikutnya (Tistamaet al., 2006).

Gangguan fisiologis pada tanaman karet yaitu sebagian atau seluruh alur

sadapnya kering dan tidak mengalir lateks, atau bisa disebut brown bast (BB) atau tapping dryness (TPD) atau kering alur sadap (KAS) dan sebagian petani pekebun ada yang menyebut mati kulit, diduga disebabkan oleh terjadinya

ketidakseimbangan antara lateks yang terambil dan lateks yang terbentuk.

Ketidakseimbangan tersebut di yakini antara lain disebabkan karena gangguan

stimulanyang tidak mengikuti anjuran. Akibatnya antara lain menurunnya

kemampuan pohon untuk memproduksi lateks (Arief dan Island, 2006).

Hasil pengamatan terhadap kandungan sukrosa pada tanaman yang sehat

dan tanaman yang terkena KAS sebagian, ternyata kandungan sukrosa dari pada

tanaman yang sehat, hal ini membuktikan dua hal, pertama : adanya suplai

(9)

hamabatan biosintesis karet sehingga sukrosa tidak dimanfaatkan dalam proses

tersebut sehingga terjadi penumpukan(Tistama et al, 2006).

Kering Alur Sadap (KAS) mengakibatkan berkurangnya jumlah sel-sel

latisifer yang terdapat dalam jaringanfloem. Sel-sel latisifer merupakan buluh

getah yangmengalirkan lateks pada alur sadap. Selain itu KAS juga

mengakibatkan koagulasi cairan lateks dengan waktu yang singkat sehingga dapat

mengakibatkan penurunan produksi lateks yang diikuti oleh terjadinya degradasi

sel-sel lateks yang masih baru terbentuk (Deka et al., 2006).

Munculnya KAS dipicu oleh ketidakseimbangan antara regenerasi lateks

di dalam pembuluh lateks dengan pengambilannya melalui penyadapan.Tuntutan

produksi yang cukup tinggi seringkali mendorong praktisi kebun melakukan

penyadapan berlebihan melebihi kemampuan tanaman meregenerasi lateks. Upaya

mencapai target produksi kebun pada umumnya dilakukan dengan meningkatkan

jumlah ataupun frekuensi pemberian stimulan. frekuensi pemberian stimulan yang

tidaksesuai dengan rekomendasi dapat menyebabkan gangguan fisiologis pada

tanaman karet sehingga dapat mengganggu biosintesis lateks

(Budiman dan Boerhendhy, 2006).

Tanaman yang terkena KAS terjadi hambatan perubahan mevalonat

menjadi isopenteril piroposfat (IPP). Hambatan tersebut terjadi akibat kurangnya

suplai ATP sebagai sumber energi pada reaksi perubahan mevalonat menjadi IPP.

Pada tahapan tersebut merupakan proses reaksi yang membutuhkan banyak

energi. Status ATP yang rendah juga diiringi dengan status fosfat anorganik yang

(10)

cendrung menurun jika tanaman dieksploitasi dengan sistem sadap yang lebih

intensif (Krisnakumar et al.,2001).

Komponen fisiologis lateks lainnya adalah thiol. Thiol (R-SH) berperan

dalam mengaktifkan beberapa enzim yang berhubungan dengan cekaman

lingkungan. Status thiol berhubungan pada saat mendapat tekanan sistem

ekploitasi. Semakin tinggi intensitas eksploitasi semakin rendah status thiol dalam

lateks. Pada tanaman yang mengalami KAS status thiolnya lebih rendah

dibandingkan dengan tanaman sehat. Kemungkinan jaringan kulit

mengalamiproses keletihan yang dapat diikuti dengan kematian secara parsial

sel-sel pembuluh lateks (Tistama et al., 2006).

Reactive Oxygen Species(ROS)

Radikal bebas dibentuk oleh metabolisme xenobiot atau metabolismesel

aerob secara normal. Reactive oxygen species (ROS) adalah radikal bebas yang berperan penting pada beberapa proses fisiologis organ tubuh. Pembentukan ROS

dapat menginduksi peroksidasi lipid yang bersifat sitotoksik akibat inisiasi suatu

reaksi rantai kedalam membran, diikuti reaksi propagasi sehingga secara

keseluruhan akan mengakibatkan kerusakan sel(Astutiet al., 2009).

Dalam kondisilabil, molekulROSmengikat berbagaimekanisme

pertahananantioksidan.Kesetimbangan

antaraproduksidanpengikatanROSmungkintergangguoleh berbagai

faktorstresbiotikdan abiotikseperti salinitas,radiasi UV, kekeringan, logam

berat,suhu ekstrim,kekurangan gizi dan udara. Melaluiberbagai reaksi,

O2mengarah padapembentukanH2O2, OHdanROS lainnya.

ROSterdiriO2,H2O2, 1

(11)

reaktifdanberacundan penyebabkerusakanprotein, lipid, karbohidrat, DNAyang

akhirnya menghasilkankematian sel (Sarvajeet dan Narendra, 2010).

Reactive oxygen species (ROS) merupakan oksidan yang sangat reaktif dan mempunyai aktivitas yang berbeda. Dampak negatif senyawa tersebut timbul

karena aktivitasnya, sehingga dapat merusak komponen sel yang sangat penting

untuk mempertahankan integritas sel. Setiap ROS yang terbentukdapat memulai

suatu reaksi berantai yang terus berlanjut sampai ROS itu dihilangkan oleh ROS

yang lain atau sistem antioksidannya (Maslachah et al., 2008).

Reactive oxygen species (ROS) secara alami dihasilkan didalam metabolisme tanaman. Selama stress biotik dan abiotik, ROS tersebut

terakumulasi di dalam jaringan jauh lebih cepat dibandingkan dengan reaksi yang

dapat menghilangkan ROS tersebut. Detoksifiasi ROS melalui SOD peroksidase

dan katalase secara enzimatik maupun melalui mekanisme non enzimatik lainnya

mampu menghilangkan ROS dari jaringan tanpa menimbulkan kerusakan. Oleh

karena peroksidase dan katalase memiliki peranan utama didalam proses

penghilangan molekul H2O2 didalam jaringan biologis(Gebelin et al., 2013). Fungsi enzim yang berbeda-beda dalammenghadapi ROS mengakibatkan

tingkatekspresi gen responsif terhadap ROS beragampada berbagai perlakuan.

Seperti telahdisebutkan sebelumnya bahwa tingkat cekamanoksidatif dapat

ditentukan dari jumlah ROSseperti superoksida, peroksida, dan radikalhidroksil.

Oleh karena itu,keseimbangan aktifitas enzim SOD, APX, dankatalase sangat

penting untuk menekan leveltoksisitas ROS di dalam sel. Saat aktifitaskatalase

rendah di tanaman, aktifitas enzimlain, yaitu APX akan meningkat(Arlyny,

(12)

Asam Askorbat

Vitamin C dalam tubuh aktif dalam 2 bentuk yaitu asam askorbat dan

dehidroaskorbic acid (DHA). Vitamin C dalam bentuk asam askorbat berperan sebagai scavenger radikal bebas, selain itu juga mampu menghambat pembentukan radikal bebas, sedangkan dalam bentuk DHA akan menghambat

secara langsung aktifasi nuclear factorkappabeta (NF-kB) faktor transkripsi inflamasi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa vitamin C lebih efektif

dibandingkan dengan α-tokoferol dalam mengurangi proses patofisiologi akibat

stres oksidatif seperti aterosklerosis, karena vitamin C mempunyai kemampuan

menangkap oksigen dan nitrogen reaktif secara efektif, dan vitamin ini

mempunyai kemampuan untuk regenerasi α-tokoferol sehingga avaibilitas vitamin

α-tokoferol ini dalam tubuh tetap terjaga.Setelah bereaksi dengan radikal

bebas,vitamin C pun akan menjadi produk radikal, namun karena degradasinya

sangat singkat (10-5 detik) sehingga ia tidak reaktif, salah satu alasan vitamin C

disukai sebagai antioksidan (Julahir, 2010).

Vitamin C diproduksi oleh tumbuhan dalam jumlah yang besar. Fungsi

vitamin C bagi tumbuhan dalah sebagai agen antioksidan yang dapat menetralkan

singlet oksigen yang sangat reaktif, berperan dalam pertumbuhan sel, berfungsi

seperti hormon, dan ikut berperan dalam proses fotosintesis. Vitamin C hanya

dapat dibentuk oleh tumbuhan dan terdapat pada sayuran serta buah-buahan dalam

jumlah yang besar.Hal ini disebabkan karena tumbuhan memiliki enzim

mikrosomal L-gulonolakton oksidase, sebagai komponen dalam pembentukan

(13)

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat laju oksidasi.

Antioksidan ini memiliki banyak komponen dan merupakan zat alami yang

dihasilkan sendiri oleh tubuh atau didapat dari makanan yang kita makan.

Antioksidan bekerja dengan cara menghentikan pembentukan radikal bebas,

menetralisir serta memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi. Radikal bebas

merupakan atom atau melekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak

berpasangan. Radikal bebas dianggap pasangan elektronnya.Radikal bebas dapat

bereaksi dengan molekul sel tubuh dengan cara mengikat elektron dari melekulsel

tersebut dan dapat menyebabkanreaksi berantai yang merusak tubuh (Ardianti et al., 214).

Selain antioksidan tersebut, sumber-sumber antioksidan eksogen yang

berasal dari makanan sehari-hari juga diperlukan untuk meminimalkan stres

oksidatif, sepertivitamin-vitamin (vitamin C, vitamin E, ß–karoten), dan senyawa

fitokimia (karotenoid, isoflavon, saponin, polifenol).Vitamin C merupakan

vitamin larut dalam air, secara tunggal dapat menghambat proses oksidasi

LDL.Vitamin C bekerja bersama-sama dengan vitamin E dalam menghambat

reaksi oksidasi. VitaminC mengikat vitamin E radikal yang terbentuk pada proses

pemutusan reaksi radikal bebas oleh vitamin E, menjadi vitamin E bebas yang

berfungsi kembali sebagai antioksidan. Vitamin E merupakan vitamin larut dalam

lemak, dapat memutuskanreaksi radikal bebas pada jaringan dan merupakan

antioksidan yang dominan dalampartikel LDL (Sulistyowati, 2006).

Salahsatu pendekatan untuk mendorong toleransi stres oksidatif yang akan

meningkatkansubstrat enzim pada tingkat sel adalah asamaskorbat. Asam askorbat

(14)

dalam beragam prosesfisiologis penting, termasuk biosintesisdinding sel,

metabolit sekunder danfitohormon, toleransi stres, fotoproteksi,pembelahan dan

Referensi

Dokumen terkait

Pada pengolahan nilai raport, diinput 11 nilai mata pelajaran yang didapat oleh siswa yaitu Matematika, Ekonomi, Fisika, Kimia, Biologi, Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia,

TERBARU DAFTAR INVENTARIS KELAS Nomor Nama Barang Jumlah Keadaan Keterangan Urut Kode Baik Sedang

Universitas Negeri

[r]

2006 Upaya Peningkatan Proses Belajar Mengajar Mata Kuliah Linguistik Umum melalui Media Peta Konsep bagi Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS

Universitas Negeri

[r]

calon peserta lelang yang masih membutuhkan n diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanya Kementerian Keuangan www.lpse.depkeu.go.id selama waktu. Senin tanggal 09