• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kualitas Pelayanan Purna Jual Terhadap Citra Merek Dan Loyalitas Konsumen Pada PT. Astra International TBK. (AUTO2000) Sisimangaraja, Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kualitas Pelayanan Purna Jual Terhadap Citra Merek Dan Loyalitas Konsumen Pada PT. Astra International TBK. (AUTO2000) Sisimangaraja, Medan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS

2.1.TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1. Kualitas Pelayanan Purna Jual

Menurut Kotler, Philip dan Armstrong (2001:310), “Kualitas adalah totalitas fitur dan

karakteristik produk atau jasa yang mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi keinginan yang dinyatakan atau yang tersirat”. Menurut Sviokla dalam Lupiyoadi (2008:181)

“Kualitas adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan.” Sementara menurut Ratminto (2005:2) “Pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat

mata (tidak dapat dirasa) melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan” Wyckoff dalam Tjiptono (2005:59) mendefinisikan “Kualitas pelayanan merupakan

tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.”

Tjiptono (2005:261) menjelaskan “Persepsi Kualitas pelayanan (service quality) yang

baik / positif diperoleh bila kualitas yang dialamai (experienced quality)memenuhi harapan pelanggan (expected quality), bila harapan pelanggan tidak realistis, maka persepsi kualitas total (total perceived quality) akan rendah.”

(2)

memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.

Menurut Shaharudin, Muzani, Jamel dan Wan (2009) layanan purna jual digambarkan sebagai layanan yang di berikan kepada konsumen ketika barang yang dibeli konsumen sudah dikirim. Layanan purna jual sering disebut sebagai "kegiatan pendukung

produk", yang berarti semua kegiatan yang mendukung transaksi-sentris produk . Hal ini juga didefinisikan sebagai "dukungan kepada pelanggan" dimana semua unsur-unsur kegiatan yang dilakukan dapat memastikan pelanggan bahwa produk yang dibelinya memiliki jaminan bebas masalah sesuai dengan yang dijanjikan.

Dalam pengertian umum layanan purna jual adalah bentuk jasa yang di tawarkan oleh produsen kepada konsumennya setelah transaksi penjualan dilakukan sebagai jaminan mutu untuk produk yang ditawarkannya.

Layanan purna jual tidak terbatas hanya pada produk kongkrit, produk abstrak seperti pendidikan pun oleh produsen (universitas) kadang-kadang memiliki layanan purna jual dimana mahasiswa dijanjikan mendapatkan pekerjaan setelah lulus dengan berbagai macam saluran untuk mencari pekerjaan yang disediakan. Drucker menyatakan bahwa tujuan perusahaan adalah menciptakan dan mempertahankan pelanggan. Salah satu cara untuk mempertahankan pelanggan ini adalah dengan memberikan layanan dan dukungan kepada konsumen dengan baik seperti misalnya memberikan layanan purna jual.

Layanan Purna jual adalah layanan yang diberikan oleh organisasi kepada para konsumen setelah konsumen tersebut melakukan transaksi pembelian kepada suatu organisasi. Adapun tujuan layanan purna jual yang diberikan suatu organisasi antara lain :

1. Layanan purna jual dimaksudkan untuk menjaga minat konsumen atau calon konsumen dan memperluas sikap positif dari keunggulan produk yang telah dijanjikan.

(3)

dan di atas semuanya mengharapkan pembelian ulang. 3. Menciptakan kepercayaan, keyakinan diri, dan reputasi.

4. Mengungkapkan garansi dengan persyaratan termasuk penjelasan tentang suku cadang (bila ada) secara terbuka.

5. Meningkatkan kepuasan konsumen agar para konsumen tersebut mau kembali membeli produk-produk yang dijual organisasi atau perusahaan sehingga proses bisnis berjalan lancar dan berkesinambungan.

Hal yang meliputi layanan purna jual yang dilakukan organisasi atau perusahaan seperti : 1. Layanan yang diberikan oleh costumer service

2. Pemberian jaminan

3. Pelatihan dan petunjuk penggunaan produk 4. Penyediaan suku cadang

5. Penanganan perbaikan, penanganan keluhan, trakcing informasi yang dibutuhkan mengenai kondisi produk yang sedang diperbaiki

6. up selling serta cross selling

2.1.1.1. Faktor – Faktor Kualitas Pelayanan Purna Jual 1. Pengiriman

Produk harus dikirimkan dengan segera, konsumen akan merasa terpuaskan dengan tersebut. Diantaranya adalah dengan menjaga safety stock dapat menghindari keterlambatan pengiriman produk ke pelanggan, menjaga waktu tunggu minimal, dan sistem distribusi yang baik.

2. Instalasi

(4)

3. Garansi

Jaminan yang diberikan perusahaan kepada konsumen sesuai dengan janji yang diberikan dan menyediakan suku cadang dalam jangka waktu yang sudah ditentukan.

2.1.2. Citra Merek atau Brand Image

Menurut Kotler (2008 : 275) Merek adalah nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasi dari semua ini yang memperlihatkan identitas produk atau jasa dari satu penjual atau sekelompok penjual dan membedakan produk itu dari produk pesaing. Merek adalah segala hal yang digambarkan oleh persepsi dan perasaan konsumen mengenai produk dan kinerjanya dan segala hal lainnya yang berarti bagi konsumen.

Sejumlah teknik kualitatif dan kuantitatif telah dikembangkan untuk membantu mengungkapkan persepsi dan asosiasi konsumen terhadap sebuah merek tertentu. Sejak diperkenalkan secara formal dalam disiplin pemasaran, komunikasi Citra merek atau yang biasa disebut Brand Image kepada segmen target telah menjadi aktivitas pemsaran yang penting. Dan bahkan ini menjadi sesuatu yang biasa dalam penelitian perilaku konsumen dari tahun beberapa tahun belakangan.

Membicarakan citra/image, maka biasanya bisa menyangkut image produk, perusahaan, merek, orang atau apapun yang berada dalam benak seseorang. Mengukur image ada dua kesulitan, pertama adalah konseptualisasi image, Image adalah konsep yang mudah dimengerti tetapi sulit dijelaskan secara sistematis karena sifatnya abstrak dan yang kedua adalah kesulitan dalam pengukuran.

(5)

menjelaskan image suatu objek dibenak mereka. Cara yang kedua adalah peneliti menyajikan dimensi yang jelas, kemudian responden merespon terhadap dimensi-dimensi yang ditanyakan itu. Ini disebut pendekatan terstuktur (structured approach).

Menurut Tjiptono (2005:49) “Citra merek atau Brand Image merupakan deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tersebut.” Sementara menurut Ferrinadewi (2008:166) “Citra Merek atau Brand Image merupakan konsep yang diciptakan

oleh konsumen karena alasan subjektif dan emosi pribadinya.” Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk image tentang merek atau Brand Image di dalam benak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap citra merekatau hal ini disebut juga denga kepribadian merek atau brand personality.

Pengertian Citra merek atau Brand Image menurut Keller (2008:165) :

1. Bahwa anggapan tentang brand yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen.

2. Cara orang berpikir tentang sebuah brand secara abstrak dalam pemikiran mereka, sekalipun pada saat mereka memikirkannya, mereka tidak berhadapan langsung dengan produk. Membangun brand image yang positif dapat dicapai dengan program pemasaran yang kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang membedakannya dengan produk lain. Kombinasi yang baik dari elemen-elemen yang mendukung dapat menciptakan brand image yang kuat bagi konsumen.

(6)

Perusahaan tidak sepenuhnya dapat mengontrol kedua faktor ini. Karena faktor “ Bagaimana

konsumen melakukan inteprestasi” dipengaruhi oleh aspek konsumen sendiri dan lingkungan.

Brand Image penting untuk diketahui karena Brand Image dibentuk melalui kepuasan konsumen. Penjualan dengan sendirinya diperoleh melalui kepuasan konsumen, sebab konsumen yang puas selain akan membeli lagi, juga akan mengajak calon pembeli lainnya.

Komunikasi pemasaran, iklan dan promosi mempunyai peran penting dalam pembangunan Brand Image. Hal ini disebabkan karena kegiatan ini mempunya target

audience luas sehingga dalam waktu relatif singkat pesan yang ingin disampaikan tentang brang lebih cepat sampai. Ada banyak kegiatan lain yang juga berdampak besar. Contohnya adalah

1. Desain Kemasan, termasuk isi tulisan/pesan yang disampaikan.

2. Event, promosi di toko, promosi di tempat umum dan kegiatan below the line

lainnya.

3. Iklan tidak langsung yaitu bersifat public relations

4. Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu kegiatan-kegiatan sosial untuk komunitas yang dilakukan oleh perusahaan.

5. Customer Service, bagaimana perusahaan menangani keluhan, masukan dari konsumen setelah terjadi transaksi.

6. Bagaimana karyawan yang kerja di lini depan/front lines (apakah itu bagian penjualan, kasir dan resepsionis, dan lain-lain) bersikap dalam menghadapi pelanggan, dan lain-lain.

(7)

lain yang tidak bisa dikontrol oleh perusahaam, misalnya komunikasi oleh konsumen langsung. Mereka bisa menyebarkan pada networknya dengan berita yang kurang menyenangkan yang mereka alami pada saat berinteraksi dengan brand.

Word of Mouth Communication adalah salah satu jenis komunikasi yang sangat efektif dan berbahaya apabila itu menyangkut publisitas buruk. Dalam komunikasi pemasaran, iklan dan promosi mempunyai target audience yang luas, sehingga dalam waktu relatif singkat pesan yang ingin disampaikan tentang brand lebih cepat sampai. Jadi pada dasarnya perusahaan perlu memperhatikan semua elemen komunikasi dalam bentuk apapun yang menghubungkan konsumen dengan brand perusahaan. Minimalkan kemungkinan terjadinya ketidapuasan konsumen, sehingga berita seputar brand bisa selalu merupakan berita baik.

Penyampaian komunikasi yang berbeda mempunyai kekuatan dan juga pandangan akan suatu tujuan yang berbeda. Pengembangan Brand Image penting agar komunikasi yang disampaikan kepada calon pembeli dapat sejajar dengan maksud dan tujuan dari produsen.

Pengembangan Brand Image dapat membentuk kesan tersendiri. Beberapa kesan yang terbentuk dari sudut pandang konsumen akan mempengaruhi mereka tentang bagaimana cara mereka memandang merek tersebut, kemudian masuk kedalam ciri dan kepribadian yang khas sehingga terbentuklah citra terhadap suatu merek.

Dalam pengembangan image atau kesan terhadap suatu brand, terhadap ciri dan kepribadian yang khas yang harus diutamakan. Dibutuhkan beberapa perubahan seperti program pemasaran dengan meningkatkan kekuatan dan keunikan dari suatu merek yang akan meningkatkan brandimage tersebut.

Selain itu juga mempertahankan image positif dari merek tersebut juga dapat menetralisir

(8)

promosi ulang produk-produk yang ditawarkan untuk dapat menimbulkan familiaritas brand

atau dengan menciptakan suatu promosi seperti promosi dari mulut ke mulut, salah satunya melalui pelanggan yang telah mendapatkan pengalaman positif dari merek tersebut atau melalui pelanggan yang telah loyal terhadap brand tersebut. Lebih jauh lagi dibutuhkan usaha untuk membangun pengalaman positif yang lebih sering dan lebih banyak. Usaha-Usaha yang dilakukan dari membentuk citra tersebut tidak lepas dari seperangkat assest dan liabilitas mereka yang berkaitan dengan suatu brand(Brand Equity).

2.1.2.1. Elemen-Elemen dan Komponen Brand Image

Berikut adalah beberapa elemen yang terkandung didalam brand image suatu produk yaitu :

1. Ketahanan (tenacity) berkaitan dengan kualitas dan brand image produk itu sendiri. 2. Kesesuaian (congruence) berkaitan dengan kesesuaian antara brand image dan

karakteristik brand.

3. Keseksamaan (precision) menentukan berapa akurat dan jelasnya image yang ingin ditampilkan.

4. Konotasi (connotative) merupakan pendapat konsumen dari kepribadian produk yaitu dari semua karakteristik merek produk sejenis yang diterima, konsumen menemukan

brand produk yang satu berbeda dengan brand produk yang lainnya,

Pembentukan brand image dalam benak konsumen tidak terjadi dalam waktu sekejap, melainkan dalam waktu bertahun-tahun. Pembentukan brand image ini dipengaruhi oleh :

(9)

4. Kebijaksanaan perusahaan

5. Kegiatan-Kegiatan perusahaan itu sendiri.

Brand Image merupakan asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari brand yang dimaksud. Informasi ini didapat dari dua cara;

Pertama melalui pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari kepuasan fungsional dan kepuasan emosional. brand tersebut tidak cuma dapat bekerja maksimal dan memberikan performansi yang dijanjikan tapi juga harus dapat memahami kebutuhan konsumen, mengusung nilai-nilai yang diinginkan oleh kosumen dan juga memenuhi kebutuhan individual konsumen – yang akan mengkontribusi atas hubungan dengan brand

tersebut.

Kedua, persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari brand tersebut melalui berbagai macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi, hubungan masyarakat (public relations),

logo, fasilitas retail, sikap karyawan dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi banyak brand, media dan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat mengkomunikasikan atribut atribut yang berbeda. Setiap alat pencitraan ini dapat berperan dalam membina hubungan dengan konsumen. Penting demi kesuksesan sebuah brand, jika semua faktor ini dapat berjalan sejajar atau seimbang, ketika nantinya akan membentuk gambaran total dari brand, tersebut. Gambaran inilah yang disebut Brand Image atau reputasi

brand, dan image ini bisa berupa image yang positif atau negatif atau bahkan diantaranya.

Brand Image terdiri dari atribut objektif / instrinsik seperti ukuran kemasan dan bahan dasar yang digunakan, serta kepercayaan, perasaan dan asosiasi yang ditimbulkan oleh brand

produk tersebut.

(10)

1. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk; 2. Kesan tentang keuntungan fungsional produk;

3. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut; 4. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu; 5. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk; 6. Kesan tentang keuntungan fungsional produk;

7. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut; 8. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu;

dapat dikatakan bahwa Brand Image merupakan „totalitas‟ terhadap suatu brand yang terbentuk dalam persepsi konsumen.

Image pada suatu brand merefleksikan image dari perspektif konsumen dan melihat janji yang dibuat brand tersebut pada konsumennya. Brand Image terdiri atas asosiasi konsumen pada kelebihan produk dan karakteristik personal yang dilihat oleh konsumen pada brand

tersebut. Menurut Ferrinadewi (2009:167), Brand Image memilki tiga komponen, yaitu: 1. Brand Associations (Asosiasi Merek)

Asosiasi terhadap karakteristik produk atau jasa yang dilekatkan oleh konsumen pada

brand tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai janji janji yang dibuat oleh merek tersebut, positif maupun negatif, dan harapan mengenai usaha-usaha untuk mempertahankan kepuasan konsumen dari merek tersebut. Suatu brand memiliki akar yang kuat, ketika brand tersebut diasosiasikan dengan nilai-nilai yang mewakili atau yang diinginkan oleh konsumen. Asosiasi brand membantu pemasar mengerti kelebihan dari brand yang tersampaikan pada konsumen.

2. Brand Value (Nilai Merek)

Nilai dari sebuah Brand, tidak hanya sekedar nilai asset yang berupa asset yang

(11)

intangible pada perusahaan, seperti nilai dari customer loyalty, image perusahaan di mata customer.

3. Brand Positioning (penempatan Merek)

Brand positioning adalah suatu kegiatan perusahaan untuk mendisain penawaran dan image sehingga memberikan nilai yang berbeda didalam pikiran konsumen

Ferrinadewi (2008:167) juga mendefinisikan sebuah Brand Image sebagai persepsi mengenai sebuah brand sebagaimana direfleksikan oleh asosiasi merek yang terdapat di dalam benak konsumen. Brand Image terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:

1. Attributes (Atribut) Merupakan pendefinisian deskriptif tentang fitur-fitur yang ada dalam senuah produk atau jasa.

a. Product related attributes (atribut produk): Didefinisikan sebagai bahan-bahan yang diperlukan agar fungsi produk yang dicari konsumen dapat bekerja. Berhubungan dengan komposisi fisik atau persyaratan dari suatu jasa yang ditawarkan, dapat berfungsi.

b. Non-product related attributes (atribut non-produk): Merupakan aspek eksternal dari suatu produk yang berhubungan dengan pembelian dan konsumsi suatu produk atau jasa. Terdiri dari: informasi tentang harga, kemasan dan desain produk, orang, peer group atau selebriti yang menggunakan produk atau jasa tersebut, bagaimana dan dimana produk atau jasa itu digunakan.

2. Benefits (Keuntungan) yaitu Nilai personal yang dikaitkan oleh konsumen pada atribut-atribut produk atau jasa tersebut.

(12)

b. Experiental benefits : berhubungan dengan perasaan yang muncul dengan menggunakan suatu produk atau jasa. Benefit ini memuaskan kebutuhan bereksperimen seperti kepuasan sensori, pencarian variasi, dan stimulasi kognitif.

c. Symbolic benefits : berhubungan dengan kebutuhan akan persetujuan sosial atau ekspresi personal dan self-esteem seseorang. Konsumen akan menghargai nilai-nilai prestise, eksklusivitas dan gaya fashion dari sebuah brand karena hal-hal ini berhubungan dengan konsep diri mereka

3. Brand Attitude (Sikap merek)

a. Didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan atas suatu brand, apa yang dipercayai oleh konsumen mengenai brand tertentu – sejauh apa konsumen percaya bahwa produk atau jasa tersebut memiliki atribut atau keuntungan tertentu, dan penilaian evaluatif terhadap kepercayaan tersebut bagaimana baik atau buruknya suatu produk jika memiliki atribut atau keuntungan tersebut. Menurut Temporal (2002:44) Merek penting bagi konsumen karena :

1. Merek memberikan pilihan

2. Merek memudahkan mengambil keputusan 3. Merek memberikan jaminan kualitas 4. Merek memberikan pencegahan resiko

5. Merek memberikan alat untuk mengekspresikan diri

Brand image adalah penting karena kontribusinya dalam memilih merek yang cocok untuk dirinya. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi perilaku pembelian mereka ataupun

Brand Equity. Sebuah brand image yang terkomunikasi dengan baik dapat membangun posisi merek yang bagus, membedakan merek dari persaingan, meningkatkan performa

(13)

2.1.3. Loyalitas Konsumen

Kotler dan Keller (2008:138) mendefenisikan “Loyalitas pelanggan adalah komitmen

pelanggan yang tinggi untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk / jasa yang disukai secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku”.

Tjiptono (2005:386) menambahkan bahwa pembelian ulang bisa merupakan hasil dominasi pasar oleh suatu perusahaan yang berhasil membuat produknya menjadi satu-satunya alternatif yang tersedia. Konsekuensinya, pelanggan tidak memiliki peluang untuk memilih. Selain itu, pembelian ulang bisa pula merupakan hasil dari upaya promosi terus menerus dalam rangka memikat dan membujuk pelanggan untuk membeli kembali merek yang sama. Pelanggan yang loyal pada merek tertentu cenderung ‟terikat‟ pada produk

tersebut dan akan membeli produk yang sama lagi sekalipun tersedia banyak alternatif lainnya.

Loyalitas merupakan salah satu tujuan akhir yang sangat diharapkan oleh perusahaan. Konsumen yang loyal terhadap perusahaan adalah salah satu tingkat pencapaian tertinggin karena ketika konsumen loyal maka mereka akan menjadi konsumen tetap bahkan akan membantu menjadi pemasar bagi lingkungan sekitar.

(14)

2.1.3.1Loyalitas dan Siklus Pembelian

Setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian. Langkah-langkah yang dilewati pelanggan tersebut menurut Griffin (2003:18) adalah:

1. Kesadaran

Pada tahap ini pelanggan mulai membentuk ”pangsa pikiran” yang dibutuhkan

untuk memposisikan produk sebagai produk yang lebih unggul dari pesaing.Timbulnya kesadaran bisa melalui iklan konvensional (radio, TV, surat kabar), iklan di web, komunikasi word of mouth, dan lain-lain.

2. Pembelian awal

Pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan, disini perusahaan dapat menanamkan kesan positif maupun negatif kepada pelanggan.

3. Evaluasi pasca pembelian

Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan mengevaluasi transaksi. Bila merasa puas atau tidak begitu kecewa dengan produk yang dibelinya, maka keputusan untuk membeli kembali mungkin terjadi. 4. Keputusan untuk membeli kembali

Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting bagi loyalitas.Ini muncul bila pelanggan telah memiliki ikatan emosional yang kuat dengan produk.

5. Pembelian kembali

(15)

2.1.3.2Jenis Loyalitas

Griffin (2003:22) Empat jenis loyalitas yang berbeda muncul bila keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi- silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi ( lihat tabel 2.1).

1. Tanpa Loyalitas

Beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Keterkaitannya yang rendah dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan tidak adanya loyalitas.

2. Loyalitas yang lemah

Keterkaitan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah (intertia loyality).

Pelanggan yang membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor nonsikap dan faktor situasi merupakan alasan utama pembelian.

3. Loyalitas Tersembunyi

Tingkat prefensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty). Bila pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang.

4. Loyalitas Premium

(16)

Tabel 2.1 Empat Jenis Loyalitas Pembelian Berulang

Tinggi Rendah

Tinggi

Loyalitas premium Loyalitas tersembunyi Rendah Loyalitas yang lemah Tanpa loyalitas

Sumber: Jill Griffin (2003:22)

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas adalah suatu tingkatan dimana konsumen benar – benar melekat kepada suatu perusahaan tersebut, baik terhadap suatu merek saja atau keseluruhan perusahaan. Loyalitas memungkinkan perusahaan dapat bantuan dalam memasarkan produk yang diciptakan oleh konsumen yang loyal, karena konsumen yang loyal akan memberitahukan dan menyarankan lingkungan mereka untuk menggunakan produk atau jasa tersebut

2.1.3.3 Tingkatan Loyalitas

Menurut Kartajaya (2009:131) loyalitas sendiri memiliki lima tingkatan yaitu:

1. Switchers / Price Sensitive, dimana pada tingkatan ini pelanggan tidak loyal kepada merek atau belum memiliki brand equity yang kuat. Setiap merek dipersepsikan memberikan kepuasan yang cukup.

2. Satisfied / Habitual Buyer, dimana pada tingkatan kedua ini pelanggan merasa puas terhadap produk atau setidaknya tidak merasa tidak puas terhadap produk perusahaan. Pelanggan juga sensitif terhadap benefit baru yang ditawarkan kepada mereka.

3. Satisfied buyer with switching cost, dimana pelanggan merasa puas terhadap produk. Mereka harus mengeluarkan biaya tertentu apabila mereka ingin berpindah merek. Pada tingkatan ini, pelanggan sensitif dengan benefit yang dapat melampaui biaya beralih merek.

(17)

4. Likes the brand, pelanggan sungguh menyukai merek yang ditawarkan perusahaan. Mereka memiliki pertalian emosional dengan merek tersebut. 5. Commited buyer, pelanggan memiliki rasa bangga menggunakan produk yang

ditawarkan perusahaan. Mereka merekomendasikan merek yang sama kepada orang lain. Pada tingkatan ini ,merek produk memiliki brand equity yang kuat di mata pelanggan.

2.1.3.4 Model Loyalitas

Model loyalitas pelanggan berdasarkan telaah literatur yang dilakukan dalam Fandy Tjiptono (2005:400) mengidentifikasi tiga model popular dalam konseptualisasi loyalitas pelanggan.

Model 1 . Memandang loyalitas sebagai sikap yang kadang-kadang mengarah pada terjalinnya relasi dengan merek. Beragumen bahwa harus ada komitmen sikap terhadap suatu merek, baru bisa berbentuk loyalitas sejati. Sikap ini tercermin dalam serangkaian keyakinan positif yang konsisten terhadap merek yang dibeli. Sikap semacam itu diukur dengan jalan menanyakan kepada pelanggan seberapa suka mereka terhadap merek tertentu, seberapa kuat komitmen mereka terhadap merek tersebut, kecendrungan untuk ,merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain, serta keyakinan dan perasaan terhadap merek bersangkutan, relatif dibandingkan merek-merek pesaing. Kekuatan sikap ini merupakan prediktor kunci pembelian merek dan pola pembelian uang.

(18)

Model 3 . Merupakan ancangan kontingensi yang beranggapan bahwa konseptualisasi terbaik untuk loyalitas adalah bahwa hubungan antara sikap dan perilaku di moderasi oleh variabel-variabel kontingensi, seperti kondisi individu saat ini, karakteristik individu dan atau situasi pembelian yang dihadapi konsumen. Dengan demikian, sikap yang positif terhadap sebuah merek mungkin hanya memberikan prediksi yang lemah mengenai apakah merek tersebut akan dibeli atau tidak pada kesempatan pembelian berikutnya.

Pelanggan yang loyal kepada keputusan pembeliannya tidak lagi mempertimbangkan faktor–faktor yang berpengaruh dalam penentuan pilihan seperti tingkat harga, jarak, kualitas dan atribut lainnya, karena telah tertanam dalam dirinya bahwa produk atau jasa yang dibeli sesuai dengan harapan dan mampu memenuhi kebutuhan. Karena pelanggan yang loyal merupakan kelangsungan hidup perusahaan, dan tentu saja meningkatkan profitabilitas perusahaan. Pemahaman loyalitas pelanggan sebenarnya tidak hanya dilihat dari transaksinya saja atau pembelian berulang.

Ada beberapa ciri suatu pelanggan dianggap loyal :

1. Pelanggan yang melakukan pembelian ulang secara teratur. 2. Pelanggan yang membeli produk yang lain di tempat yang sama. 3. Pelanggan yang mereferensikan kepada orang lain.

4. Pelanggan yang tidak dapat dipengaruhi pesaing untuk pindah.

Di dalam pasar yang persaingannya sangat ketat, banyak alternatif merek, harga bervariasi, dan banyak produk pengganti, maka loyalitas merek pada umumnya cenderung menurun. Oleh karenanya perusahaan yang ingin tetap bertahan perlu mengembangkan strategi pemasaran, dengan harapan konsumen tetap memiliki loyalitas terhadap produk dari perusahaan tersebut.

(19)

1. Perusahaan harus mempunyai kemampuan dalam memberikan kepuasan kepada konsumennya agar konsumen mendapatkan suatu pengalaman positif.

2. Perusahaan harus mempunyai cara untuk mempertahankan hubungan yang lebih jauh dengan konsumennya dengan menggunakan kesetiaan yang dipaksa (Forced Loyalty) supaya konsumen ingin melakukan pembelian ulang.

Dalam lingkungan bisnis dimana persaingan berlangsung sangat ketat seperti saat ini, upaya memenangkan persaingan tidak hanya didasarkan pada mutu produk atau jasa yang tinggi, harga jual bersaing, tetapi juga upaya terpadu untuk memberikan kepuasan pada pelanggan dan memenuhi kebutuhan lebih baik sesuai dengan yang diharapkan pelanggan. Dalam jangka panjang, loyalitas pelanggan menjadi tujuan bagi perencanaan pasar strategik selain itu juga dijadikan dasar untuk pengembangan keuntungan kompetitif yang berkelanjutan, yaitu keunggulan yang dapat direalisasikan melalui upaya–upaya

pemasaran.

Dalam lingkungan persaingan global yang semakin ketat dengan masuknya produk–produk inovatif ke pasaran di satu sisi, dan kondisi pasar yang jenuh untuk

produk–produk tertentu di sisi lain, tugas mengelola loyalitas pelanggan menjadi tantangan manajerial yang tidak ringan. Griffin (2003:35) lebih lanjut mengemukakan enam indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas pelanggan yaitu:

1) Pembelian ulang

2) Kebiasaan mengonsumsi merek tersebut 3) Selalu menyukai merek tersebut

4) Tetap memilih merek tersebut

5) Yakin bahwa merek tersebut yang terbaik

6) Merekomendasikan merek tersebut pada orang lain

(20)

konsisten dimasa yang akan datang. Sehingga dapat menyebabkan pengulangan pembelian merek yang sama walaupun ada pengaruh situasi dan berbagai usaha pemasaran yang berpotensi untuk menyebabkan tindakan perpindahan merek, perusahaan untuk mendapatkan loyalitas atau kesetiaan konsumen perlu strategi pemasaran yang tepat dan kompleks.

2.2.Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini. Berikut ini adalah beberapa diantaranya :

Tabel 2.2 positif dan signifikan antara pelayanan purna jual dengan tingkat kepuasan konsumen, hal ini disebabkan mampunya perusahaan dalam

(21)

3. Muhammad kualitas produk dan layanan purna jual mempunyai

Penulisan ini bermaksud memberikan wacana secara mendetail atas pengaruh yang dapat diberikan kualitas pelayanan purna jual terhadap citra merek dan pengaruhnya terhadap loyalitas konsumen.

Penelitian ini terdiri dari : 1. Variabel X (independen)

a. Variabel X yaitu : Kualitas Pelayanan Purna Jual memiliki beberapa dimensi yang diteliti yaitu Ketersediaan stock, instalasi, dan garansi produk.

2. Variabel Y (dependen)

a. Variabel Y1 yaitu : Citra Merek, dimensi yang diteliti adalah Citra Perusahaan (Corporation Image) indikator meliputi: popularitas, kredibilitas serta jaringan perusahaan, Citra Konsumen (User Image) indikator meliputi : pemakai itu sendiri, gaya hidup/kepribadian, serta status sosialnya dan yang terakhir Citra Produk (Product Image) indikator meliputi : artibut produk tersebut, manfaat bagi konsumen, serta jaminan.

(22)

Penjelasan atas hubungan dan pengaruh antar variabel dalam kerangka konseptual ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Sumber : Griffin (2003) Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

Keterangan :

: menyatakan pengaruh

Dalam model diatas dapat digambarkan bahwa kualitas pelayanan purna jual (X) dinyatakan memiliki pengaruh atas citra merek (Y1) dan loyalitas konsumen (Y2). Dalam model di atas juga digambarkan bahwa ada hubungan antara citra merek (Y1) dengan loyalitas konsumen (Y2).

2.4.Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono, 2008:51). Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kualitas pelayanan purna jual berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap citra

merek mobil Toyota pada PT. Astra International Tbk. (AUTO 2000) Sisimangaraja,

Medan. 2. Kualitas pelayanan purna jual berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap

Loyalitas Pelanggan mobil Toyota pada PT. Astra International Tbk. (AUTO 2000)

Sisimangaraja, Medan.

KUALITAS PELAYANAN PURNA JUAL

(X)

CITRA MEREK (Y1)

LOYALITAS KONSUMEN

Gambar

Tabel 2.1  Empat Jenis Loyalitas
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan sementara peneliti, pada bulan Agustus dan September tahun 2008 diperoleh bahwa masyarakat kelurahan Sidiangkat ketika mengalami sakit mereka menggunakan

Berhubung kekuatan (mirrah) dalam hadith ini yang didatangkan secara mutlak, ia di’kait’kan (muqayyad) dengan hadith ke 3 yang mengaitkan kekuatan itu dengan kekuatan

Pada hari ini Selasa tanggal Dua Puluh Satu bulan Maret tahun Dua Ribu Tujuh Belas, Pokja telah melaksanakan evaluasi penawaran atas pekerjaan tersebut di atas, dengan uraian

Karakteristik landasn Filosofis Pendidikan Berisi tentang gagasan-gagasan atau konsep-konsep yang bersifat normatif. atau

Pemberian media Layanan Bimbingan dan Konseling berupa komik edukatif ini masih. perlu ditindai'lanjuti dengan pemberian

Hasil penelitian menggunakan uji statistik uji chi square menunjukkan bahwa hasil p = 0,006 (< 0,05) ini berarti terdapat hubungan antara paparan debu dengan

Metode 4S TMD merupakan metode untuk menghasilkan bahan ajar yang ideal dan dapat juga digunakan untuk menganalisis isi buku teks, salah satunya dengan menggunakan

Kusnanto, S.Kp., M.Kes selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya sekaligus selaku pembimbing I yang telah memberikan saran dan masukan yang