1.1 LATAR BELAKANG
Kebutuhan energi secara keseluruhan semakin hari semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia [1]. Tingginya permintaan dunia akan energi menyebabkan semakin berkurangnya cadangan bahan bakar fosil [2]. Selama bertahun-tahun masyarakat dunia masih bergantung pada bahan bakar fosil yang merupakan sumber daya tidak terbarukan dan menghasilkan polusi, hal ini dapat menjadi masalah apabila masyarakat belum dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil tersebut. Kebijakan untuk mengurangi pemakaian energi bukanlah langkah yang tepat karena pertumbuhan ekonomi dan konsumsi energi merupakan hal yang paling mempengaruhi [3, 4]. Oleh karena itu, diperlukan suatu energi baru sebagai energi alternatif, seperti bioetanol sebagai pengganti bensin.
Bioetanol merupakan salah satu energi alternatif yang dapat dihasilkan dari gula pati sederhana. Biomassa yang merupakan sumber energi yang terbarukan merupakan sumber energi alternatif yang ideal karena banyak terdapat di alam dan terbarukan. Namun, penggunaan biomassa sebagai sumber energi dapat mempengaruhi ketahanan pangan [1, 5]. Lignoselulosa adalah limbah dari pertanian yang merupakan sumber karbohidrat yang menjanjikan yang dapat dikonversi menjadi etanol. Dengan demikian penggunaan energi alternatif ini tidak merusak ketahanan pangan [2].
kandungan selulosa yang terdapat pada limbah tongkol jagung relatif tinggi, yaitu 41% [7, 18].
Produksi bioetanol dari lignoselulosa secara enzimatik dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu pretreatment bahan baku, hidrolisis selulosa dan fermentasi [8]. Hidrolisis selulosa secara enzimatik merupakan suatu proses konversi selulosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim selulase. Crude enzim/enzim selulase yang dihasilkan dari proses hidrolisis selulosa merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi yield pada saat fermentasi. Enzim yang dapat menghidrolisis selulosa ialah selulase [9]. Limbah lignoselulosa adalah limbah pertanian yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin [10].
Adanya lignin (terutama) dan hemiselulosa pada permukaan selulosa dalam sebuah lignoselulosa merupakan salah satu faktor penghalang yang mencegah selulase menghidrolisis selulosa [11]. Banyak metode pretreatment yang terbukti mampu menghilangkan hemiselulosa dan akibatnya meningkatkan hidrolisis enzimatik dan sebagian besar proses ini juga menghilangkan lignin [12]. Pengecilan ukuran partikel merupakan salah satu contoh pretreatment lignoselulosa yang berpengaruh penting dalam konversi selulosa menjadi glukosa [11].
proses yang ekonomis dalam menghasilkan selulase karena biaya operasi yang rendah [15]. Solid State Fermentation ialah proses fermentasi dimana mikroorganisme tumbuh pada bahan padat tanpa adanya air bebas, tetapi substrat harus memiliki kelembaban yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme [16].
Beberapa penelitian yang telah dilakukan yang berkaitan dengan pemanfaatan limbah lignoselulosa menjadi enzim selulase. Berdasarkan hasil penelitian Kodri, dkk. (2013) dengan menggunakan mikroba Trichoderma reesei
dan Aspergillus niger dengan bahan baku jerami padi diperoleh hasil terbaik pada waktu 64 jam dengan perbandingan 1 Aspergillus niger : 2 Trichoderma reesei [13], sedangkan Amriani (2016) menggunakan mikroba yang sama dengan bahan baku eceng gondok memperoleh hasil terbaik dengan melakukan pretreatment fisik, kelembaban 75%, dan waktu inkubasi 7 hari [15]. Ahamed dan Patrick (2008) juga menggunakan mikroba yang sama, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendekatan untuk meningkatkan produksi enzim dengan co culture Aspergillus niger dan mixed culture dari Trichoderma reesei dan Aspergillus niger. Hasil terbaik diperoleh pada keadaan mixed culture dari Trichoderma reesei dan
Aspergillus niger pada hari ke-6 [17].
Retnoningtyas dan Antaresti (2013) melakukan penelitian untuk mempelajari pengaruh volume crude enzyme selulase dari Trichoderma reesei dengan bahan baku tongkol jagung terhadap kadar etanol, kinerja crude enzim selulase dalam memproduksi etanol dan membandingkan kinerjanya dengan crude enzim komersial. Hasil terbaik yang diperoleh dalam pembuatan crude enzim selulase dari
Trichoderma reesei. Crude enzim selulase dari tongkol jagung menghasilkan etanol 1,28% sedangkan crude enzim komersial dapat menghasilkan etanol 2,89% pada aktivitas enzim yang sama [18]. Sedangkan Narayanan, dkk. (2013) melakukan penelitian untuk mengkonversi eceng gongok menjadi bioetanol dengan bantuan
Trichoderma reesei dan Aspergillus niger pada proses sakarifikasi. Hasil yang diperoleh periode sakarifikasi optimum untuk kedua mikroorganisme ialah 3 hari.
Trichoderma reesei lebih baik dalam menghasilkan glukosa dibanding dengan
Aspergillus niger, maupun campuran keduanya. Oleh sebab itu perlu dilakukan kembali penelitian lebih lanjut dengan menggunakan kedua mikroorganisme tersebut untuk memperoleh hasil terbaik pada proses hidrolisis enzimatik dengan menggunakan tongkol jagung sebagai bahan baku, serta diharapkan hasil terbaik pada hidrolisis enzimatik diperoleh dari campuran kedua mikroorganisme tersebut.
Tabel 1.1 Hasil Terbaik dari Penelitian Terdahulu
Referensi/Judul Hasil Terbaik
Kodri, dkk., 2013 [13] kadar glukosa : 16,884%
Amriani, 2016 [15] aktivitas enzim : 0,207 IU glukosa/ml Ahamed dan Patrick, 2008
[17]
produktivitas enzim volumetrik : 98,4 IU/L.h produktivitas enzim spesifik : 5,0 U/g cell. H, kadar glukosa : 76,6 g/L
Retnoningtyas dan Antaresti, 2013 [18]
CMC-ase : 0,074 IU/mL FP-ase : 0,024 IU/mL
Narayanan, dkk., 2013 [19] Kadar glukosa dengan Trichoderma reesei: 275 μg/ml Aspergillus niger : 175 μg/ml
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penelitian terdahulu, enzim selulase dapat dibuat dari berbagai substrat berbahan baku selulosa melalui proses pretreatment dan inkubasi pada kondisi yang berbeda serta hasil yang berbeda. Kodri, dkk (2013) mendapatkan hasil terbaik pembuatan enzim selulase dari jerami padi oleh Trichoderma reesei
dan Aspergillus niger pada perbandingn 2:1 dalam waktu 64 jam. Amriani (2016) mendapatkan hasil terbaik pembuatan enzim selulase dari eceng gondok menggunakan Aspergillus niger secara tunggal pada hari ke-7, sementara Narayanan, dkk (2013) mendapatkan hasil enzim selulase terbaik menggunakan
Penelitian ini akan memproduksi enzim selulase dari tongkol jagung mengunakan Trichoderma reesei, Aspergillus niger dan campuran keduanya dengan waktu fermentasi yang divariasikan. Proses yang dilakukan diawali dengan
pretreatment secara fisik dan inkubasi dengan proses Solid State Fermentation
(SSF).
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mempelajari pengaruh variasi rasio volume Trichoderma reesei dan
Aspergillus niger dalam menghidrolisis selulosa dari tongkol jagung.
2. Mempelajari pengaruh variasi waktu inkubasi dalam menghidrolisis selulosa dari tongkol jagung.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi mengenai kinerja Trichoderma reseei, Aspergillus niger dan campuran keduanya yang terbaik untuk menghidrolisis selulosa. 2. Memberikan informasi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis
atau yang berhubungan.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Adapun variabel-variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel tetap:
a. Berat sampel : 100 gram b. Temperatur inkubator : 20 0C
c. pH : 4 – 5
d. Kadar air : 75%
2. Variabel divariasikan:
a. Perbandingan volume Trichoderma reseei dan Aspergillus niger : 1:0, 0:1, 1:1, 1:2, 2:1
b. Waktu inkubasi : 3, 4, 5, dan 7 hari