HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Ransum
Tinggi dan rendahnya konsumsi ransum dapat diperoleh dari selisih antara
jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan (g/ekor/hari). Konsumsi ransum
dihitung setiap hari selama penelitian. Pakan yang dikonsumsi sudah
dikonversikan dalam bentuk bahan kering (total bahan kering dari hijauan dan
pelet). Data rataan konsumsi dalam bahan kering ransum kelinci dapat dilihat
pada Tabel 8 dibawah ini.
Tabel 8. Rataan konsumsi ransum kelinci dalam bahan kering (BK) selama penelitian (g/ekor/hari)
Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd
1 2 3 4
P0A 61,53 63,41 64,83 64,96 254,73 63,68±1,60 P0B 64,84 64,74 67,25 64,12 260,95 65,24±1,38 P1 64,19 63,18 64,57 65,01 256,95 64,24±0,78 P2 61,21 62,12 62,36 62,61 248,29 62,07±0,61 P3 67,90 71,30 69,15 72,33 280,68 70,17±2,01 P4 63,88 70,13 67,33 68,35 269,68 67,42±2,63
Total 383,56 394,86 395,49 397,37 1571,29
Rataan 63,93 65,81 65,92 66,23 65,47
Dari Tabel 8 menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum tertinggi
adalah P3 sebesar 70,17±2,01 g/ekor/hari, kemudian diikuti oleh P4 sebesar
67,42±2,63 g/ekor/hari, P0B sebesar 65,24±1,38 g/ekor/hari, P1 sebesar
64,24±0,78 g/ekor/hari, P0A sebesar 63,68±1,60 g/ekor/hari dan rataan konsumsi
paling rendah adalah P2
Menurut NRC (1977), secara umum jumlah konsumsi bahan kering kelinci
penelitian ini tidak lebih tinggi ataupun lebih rendah yaitu 63,93 g/ekor/hari
hingga 66,23 g/ekor/hari atau 447,51 g/ekor/minggu hingga 463,61 g/ekor/mingu
jika dibandingkan dengan konsumsi ransum menurut Hariadi et all. (1983), yang menggunakan objek kelinci jantan yang diberi ransum mengandung tepung daun
lamtoro diperoleh konsumsi ransum berkisar 430-551 (g/ekor/minggu).
Pada perlakuan P2
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ransum
perlakuan dengan perbedaan tepung ampas kelapa yang difermentasi dengan level
yang berbeda menyebabkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada tingkat
konsumsi kelinci rex. Terdapat kecenderungan peningkatan konsumsi ransum
dengan penambahan tepung ampas kelapa yang difermentasi dengan ragi tape.
Mengetahui informasi perlakuan yang terbaik dalam konsumsi ransum dapat
dilihat pada Tabel 9 berikut.
(ransum 20% ampas kelapa fermentasi A. niger) pada
Tabel 8 diatas, konsumsi rendah meskipun sudah difermentasi dengan Aspergillus niger. Hal disebabkan karena konsumsi ransum dipengaruhi oleh kondisi ternak itu sendiri dan kondisi lingkungan pada saat pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Kartadisastra (1994) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya
konsumsi pakan dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu lingkungan dan faktor
internal atau kondisi ternak sendiri yang meliputi temperatur lingkungan,
palatabilitas, status fisiologi yaitu umur, jenis kelamin dan kondisi tubuh,
konsentrasi nutrien, bentuk pakan, bobot tubuh dan produksi. Hal ini juga
didukung oleh Blakely and Bade (1998), yang menyatakan bahwa jumlah pakan kelinci tiap harinya bervariasi berdasarkan ukuran atau besarnya kelinci serta
Tabel 9. Uji ortogonal kontras terhadap konsumsi ransum
Berdasarkan hasil uji ortogonal kontras pada Tabel 9 diatas menunjukkan
bahwa penambahan tepung ampas kelapa fermentasi dalam pakan memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsumsi ransum daripada ampas kelapa
yang tidak difermentasi. Hal ini disebabkan karena tepung ampas kelapa yang
difermentasi sangat disukai oleh ternak karena aroma yang harum spesifik yang
dikeluarkan oleh ampas kelapa fermentasi sehingga menambah palatabilitas
ransum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rasyaf (1997), yang menyatakan bahwa
pakan yang difermentasi cukup palatabel dan disukai ternak. Fermentasi
menghasilkan produk dengan rasa, aroma dan tekstur yang lebih disukai oleh
ternak.
: tidak berbeda nyata
Berdasarkan hasil uji ortogonal kontras pada Tabel 9 diatas menunjukkan
bahwa ampas kelapa yang difermentasi dengan ragi tape memberikan pengaruh
yang berbeda sangat nyata dengan ampas kelapa yang difermentasi dengan
pakan yang lebih disukai ternak, kondisi fisik ternak selama pemeliharaan serta
keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi konsumsi dari ternak. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Piliang (2000), yang menyatakan bahwa konsumsi
ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah palatabilitas ransum,
bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan,
keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan dapat diketahui berdasarkan selisih antara
penimbangan bobot akhir dengan penimbangan bobot badan awal yang dihitung
setiap minggu. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil rataan
bobot badan kelinci selama penelitian seperti yang tertera pada Tabel 10 dibawah.
Tabel 10. Rataan pertambahan bobot badan kelinci selama penelitian (g/ekor/hari)
Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd
1 2 3 4
P0A 11,68 17,63 17,32 16,13 62,75 15,69±2,75 P0B 17,50 15,50 17,48 15,59 66,07 16,52±1,12 P1 15,82 18,66 19,30 15,63 69,41 17,35±1,90 P2 15,05 14,71 14,02 17,14 60,93 15,23±1,34 P3 19,73 21,43 19,79 21,96 82,91 20,73±1,14 P4 14,04 20,21 19,66 20,57 74,48 18,62±3,08
Total 93,82 108,14 107,57 107,02 416,55
Rataan 15,64 18,02 17,93 17,84 17,36
Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan bobot badan
tertinggi adalah P3 sebesar 20,73±1,14 g/ekor/hari, kemudian diikuti berturut-turut
oleh perlakuan P4 sebesar 18,62±3,08 gram/ekor/hari, P1 sebesar 17,35±1,90
g/ekor/hari, P0B sebesar 16,52±1,12 g/ekor/hari, P0A sebesar 15,69±2,75
g/ekor/hari dan pertambahan bobot badan terendah pada perlakuan P2 sebesar
Rataan pertambahan bobot badan yang diperoleh dari penelitian ini
adalah 17,36 g/ekor/hari. Hasil ini lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan oleh
Sari (2010), dengan menggunakan kulit nenas dalam ransum serta menggunakan
objek kelinci jenis new zealand white jantan menghasilkan rataan pertambahan
bobot badan sebesar 11,69 g/ekor/hari.
Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa ransum perlakuan
dengan perbedaan ampas kelapa yang difermentasi dengan dua fermentor
menyebabkann perbedaan yang nyata (P<0,05) pada tingkat pertambahan bobot
badan kelinci. Mengetahui informasi perlakuan terbaik dapat dilihat pada uji
ortogonal kontras pada Tabel 11 dibawah.
Tabe 11. Uji ortogonal kontras terhadap pertambahan bobot badan
SK dB JK KT Fhit F tabel
Berdasarkan hasil uji ortogonal kontras pada Tabel 11 diatas diketahui
bahwa pakan yang difermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pertambahan bobot badan kelinci daripada pakan yang tidak difermentasi. Hal ini
disebabkan karena konsumsimya yang tinggi dan daya cernanya terhadap pakan
yang diberikan juga tinggi. Kelinci yang memiliki tingkat palatabilitas tinggi
dapat mengkonsumsi lebih banyak bahan kering sehingga pertambahan bobot
badannya lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno et al. (1980)
yang menyatakan bahwa bahan pakan yang mengalami fermentasi biasanya
mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya antara lain
meningkat protein kasarnya dan menurun kandungan serat kasarnya. Hal ini
disebabkan karena mikrobia bersifat memecah komponen-komponen yang
kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna, tetapi
juga mensintesa beberapa vitamin seperti riboflavin, vitamin B12 dan provitamin
A.
Pertambahan bobot badan yang tinggi juga dipengaruhi oleh terjadinya
dua kali fermentasi baik dalam pakan maupun fermentasi dalam caecum kelinci
yang dikeluarkan dalam bentuk feses lembek yang dimakan kembali oleh kelinci
yang menyebabkan kecernaan pakannya tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Anon (2011), yang menyatakan bahwa kelinci termasuk kedalam
autocoprophagy, yaitu kelinci membuang feses dari saluran pencernaannya dalam 2 bentuk, feses kering keras dan juga feses lembek berlendir dikeluarkan pada
malam hari dan pagi hari. Feses yang lembek berlendir inilah yang dimakan
kembali oleh kelinci langsung dari duburnya, ini dilakukan untuk memanfaatkan
protein, serat kasar tumbuhan, vitamin yang terkandung dalam feses.
Berdasarkan hasil uji ortogonal kontras pada Tabel 11 diatas
menunjukkan bahwa pakan yang difermentasi dengan ragi tape memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan daripada pakan
yang difermentasi dengan Aspergillus niger. Hal ini disebabkan oleh konsumsi
ransum yang rendah dan daya cerrnanya yang kurang terhadap pakan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Kartadisastra (1997), yang menyatakan bahwa bobot
Hal itu berarti bahwa konsumsi pakan akan memberikan gambaran nutrien yang
didapat oleh ternak sehingga mempengaruhi pertambahan bobot badan ternak.
Rendahnya pertambahan bobot badan juga disebabkan oleh kualitas dan
kuantitas bahan pakan yang yang ada dalam ransum dan juga keadaan ternak pada
saat pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fiberty (2002), yang
menyatakan bahwa kualitas pakan tergantung pada komposisi nutrisi yang
terkandung didalamnya terutama terhadap bahan kering, protein kasar, serat kasar,
lemak kasar dan tingkat kecernaan. Hal ini didukung juga oleh
Ali dan Badriyah (2010), yang menyatakan bahwa kebutuhan nutrien bagi ternak
tergantung dari jenis ternak, umur, bobot badan, fase tumbuh, produksi serta
lingkungan pemeliharaan. Semakin besar bobot badan, produksi dan pertumbuhan
cepat maka kebutuhan nutrien lebih banyak. Menurut Rizqiani (2011) menyatakan
bobot awal kelinci mempengaruhi bobot hidup kelinci, karena ketika bobot
awalnya lebih tinggi maka memungkinkan hasil bobot akhirnya lebih tinggi juga.
Konversi Ransum
Konversi ransum pada penelitian ini dihitung dalam bentuk bahan kering
dengan cara membandingkan banyak jumlah pakan yang dikonsumsi dengan
pertambahan bobot badan yang dicapai setiap minggu. Rataan konversi ransum
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 12 dibawah.
Tabel 12. Rataan konversi ransum kelinci selama penelitian
Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd
1 2 3 4
P0A 5,27 3,60 3,74 4,03 16,64 4,16±0,76
P0B 3,71 4,18 3,85 4,11 15,84 3,96±0,22
P1 4,06 3,39 3,34 4,16 14,95 3,74±0,43
P2 4,07 4,22 4,45 3,65 16,39 4,10±0,34
P3 3,44 3,33 3,50 3,29 13,56 3,39±0,09
Total 25,09 22,18 22,30 22,57 92,14
Rataan 4,18 3,70 3,72 3,76 3,84
Dari Tabel 12 diatas menunjukkan bahwa rataan konversi ransum
tertinggi adalah P0A sebesar 4,16±0,76, kemudian diikuti berturut-turut oleh
perlakuan P2sebesar 4,10±0,34, P0B sebesar 3,96±0,22, P1 sebesar 3,74±0,43,P4
sebesar 3,69±0,58, dan rataan konversi ransum yang terendah adalah kelinci yang
diberi perlakuan P3
Berdasarkan hasil analisis keragaman menunjukkan menunjukkan
bahwakonversi ransum menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05).
Semakin tinggi nilai konversi ransum maka semakin kurang efisien ternak
tersebut mengubah ransum menjadi daging. Kandungan nutrisi pada ransum
perlakuan menyebabkan konversi yang rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sarwono (1996), yang menyatakan bahwa baik atau tidak mutu pakan ditentukan
oleh keseimbangan zat gizi pada pakan yang dibutuhkan oleh tubuh ternak.
Ternak akan mengkonsumsi pakan secara berlebihan untuk mencukupi
kekurangan zat yang diperlukan apabila pakan kekurangan salah satu zat gizinya.
Mengetahui informasi perlakuan terbaik dalam konversi ransum dapat dilihat pada
Tabel 13 dibawah.
yaitu sebesar 3,39±0,09.
Tabel 13. Uji ortogonal kontras terhadap konversi ransum
Pada perlakuaan P3
Pada perlakuan P
(ransum10% ampas kelapa fermentasi ragi tape),
rendahnya konversi pakan disebabkan oleh konsumsi pakan yang tinggi dan
pertambahan bobot badan yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Campbell dan Lasley (1985) yang menyatakan bahwa konversi ransum tergantung
kepada : (1) kemampuan ternak untukmencerna zat makanan, (2) kebutuhan
ternak akan energi dan protein untukpertumbuhan, hidup pokok dan fungsi tubuh
lainnya, (3) jumlah makanan yanghilang melalui metabolisme dan kerja yang
tidak produktif dan (4) tipe makananyang dikonsumsi, sedangkan faktor-faktor
yang mempengaruhi konversi ransumadalah genetik, umur, berat badan, tingkat
konsumsi makanan, pertambahan bobotbadan perhari, palatabilitas dan hormon.
Hal ini didukung oleh Lubis (1993), yang menyatakan bahwa konversi ransum
sangat dipengaruhi oleh kondisi ternak, daya cerna, jenis kelamin, bangsa, kualitas
dan kualitas ransum dan faktor lingkungan.
0A(ransum dengan penambahan 10 % ampas kelapa
tanpa fermentasi), tingginya konversi pakan disebabkan karena konsumsi dan
pertambahan bobot badan yang rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Rasyid (2009), yang menyatakan bahwa rataan konversi pakan yang tinggi
disebabkan oleh rataan konsumsi yang rendah yang menyebabkan bobot badan
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Data hasil penelitian yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
P0A : Ransum 10% tepungampas kelapa tanpa fermentasi; P0B : Ransum 20% ampas tepungkelapa
tanpa fermentasi; P1 : Ransum 10% tepungampas kelapa fermentasi Aspergillus. niger; P2 :
Ransum 20% tepungampas kelapa fermentasi Aspergillus niger; P3 : Ransum 10% tepung ampas
kelapa fermentasi ragi tape; P4 : Ransum 20% tepung ampas kelapa fermentasi ragi tape.
Gambar 10. Histogram rekapitulasi hasil penelitian
Gambar diatas menunjukkan masing-masing peubah penelitian setiap
perlakuan. Rekapitulasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan P3
terbaik pada masing-masing peubah penelitian. Pertambahan bobot badan
63,68 65,24 64,24 62,07
70,17
67,42
15,69 16,52 17,35 15,23 20,73 18,62
4,16 3,96 3,74 4,10 3,39 3,69
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00
P0A P0B P1 P2 P3 P4
terendah terdapat pada perlakuan P2dan konversi ransum yang tertingggi terdapat
pada perlakuan P0A.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunaan tepung ampas kelapa (Cocos nucifera L.) yang difermentasi
dapat digunakan sebagai pakan alternatif dalam ransum kelinci rexkarena akan meningkatkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan menurunkan
konversi ransum. Perlakuan terbaik terdapat pada ransum dengan tepung ampas
kelapa fermentasi dengan ragi tape pada level 10%
Saran
Disarankan agar menggunakan tepung ampas kelapa yang difermentasi