• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2 752013020 Bab III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T2 752013020 Bab III"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

44

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Pada bagian ini akan dibahas pertama-tama tentang gambaran Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) Salatiga. Selanjutnya akan dipaparkan tentang keluarga dengan orang tua beda agama di GKMI Salatiga, orang tua Kristen dalam keluarga beda agama di GKMI Salatiga kurang memahami PAK, peran orang tua Kristen dalam pelaksanaan PAK di keluarga beda agama, dan PAK bagi anak dalam keluarga dengan orang tua beda agama.

3.1. Sekilas tentang Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) Salatiga

Salatiga adalah salah satu kota yang terdapat di Jawa Tengah. Kota ini memiliki luas 56.781 km², dengan jumlah penduduk 177.088 orang.1 Penduduk kota Salatiga sangat majemuk dalam agama, hal itu ditunjukkan bahwa dari jumlah penduduk yang ada terdapat penduduk yang beragama Islam 77,29%, Kristen Protestan 17,05%, Katolik 5,10%, Budha 0,50%, Hindu 0,06% dan Kepercayaan 0,06%.2 Jumlah orang Kristen tersebut menjadi anggota di berbagai gereja di Salatiga. Menurut data Badan Kerjasama Gereja-gereja se Salatiga (BKGS) ada 94 gereja yang terdaftar menjadi anggota.3 Daftar tersebut dapat

1

www.warnasalatiga.com/2014/03/16/profil-kota-salatiga. 6 juli 2015.

2 Ibid 3

(2)

45

mengalami peningkatan dalam setiap tahunnya karena ada gereja-gereja yang sedang mengurus perijinannya dan belum masuk dalam keanggotaan BKGS. Dari jumlah dan kondisi tersebut menunjukan bahwa jumlah orang Kristen yang ada di kota Salatiga cukup signifikan. Gereja-gereja tersebar di empat kecamatan di kota Salatiga yaitu kecamatan Argomulyo, kecamatan Sidomukti, kecamatan Sidorejo, dan kecamatan Tingkir. Oleh karena itu gereja-gereja di Salatiga memiliki kontribusi yang besar dalam pemerintah maupun kehidupan masyarakat di kota Salatiga secara khusus. Kontribusi tersebut terlihat dari dilibatkannya BKGS dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang dibentuk bersama-sama dengan pemerintah untuk menjaga kerukunan antar umat beragama di kota Salatiga.

(3)

46

Oleh karena itu pada tahun 1978 mereka membeli tanah dan bangunan yang ada di Jalan Candisari No. 3 Salatiga, untuk dijadikan tempat persekutuan yang baru dan menetap. Setelah mendapat perijinan secara resmi dari pemerintah untuk menggunakan tempat terebut sebagai tempat ibadah dan dukungan dari masyarakat di sekitarnya, serta berdasarkan jumlah jemaat yang memadai dan tempat ibadah yang dimiliki maka persekutuan tersebut pada tahun itu pula, tepatnya pada tangga 26 Mei 1978 diresmikan menjadi gereja dewasa dengan nama Gereja Kristen Muria Indonesia Salatiga dan menjadi bagian dari Sinode GKMI.

(4)

47

Gambar 3: Foto Gereja sekarang yang ada di Jalan Candisari no. 3 Salatiga. Gereja ini berada di tengah-tengah masyarakat yang penduduknya mayoritas tidak beragama Kristen. Oleh karena itu, beberapa anggota gereja berasal dari keluarga beda agama.

GKMI Salatiga memiliki berbagai bidang pelayanan pembinaan jemaat, seperti pelayanan kategorial (anak, remaja, pemuda, perempuan, sampai usia lanjut). Sedangkan pembinaan keluarga, dimulai dari persiapan pernikahan sampai dengan setelah menikah. Pembinaan setelah menikah terdapat persekutuan pasutri (pasangan suami istri) dan persekutuan keluarga. Jumlah keluarga dalam keanggotaan di GKMI mencapai 300 keluarga dari jumlah jemaat 816 orang.4 Berdasarkan sejarah banyaknya keluarga dalam anggota jemaat oleh karena adanya penginjilan yang diterima anggota keluarga di GKMI Salatiga, salah satu anggota keluarga seperti seorang ayah atau ibu bahkan anak dalam satu keluarga, kemudian mereka mengajak juga seluruh anggota keluarganya untuk percaya. Dalam konteks masyarakat yang mayoritas beragama Islam, hal tersebut juga dapat terjadi dalam pemeluk agama Islam. Anggota keluarga dari agama Islam

4

(5)

48

mengajak anggota keluarganya yang tidak beragama Islam untuk masuk menjadi Islam. Dengan demikian perpindahan agama sangat dimungkinkan dalam masyarakat yang majemuk, sehingga terjadi satu keluarga anggotanya beragama berbeda.

(6)

49

Gambar 4: Foto salah satu Persekutuan Keluarga di salah satu kelompok di GKMI Salatiga. Dalam persekutuan tersebut dihadiri juga para ibu dari keluarga beda agama.

(7)

50

1.2. Keluarga dengan orang tua beda agama di GKMI Salatiga

Gereja yang berada di tengah kemajemukkan agama seperti di Indonesia memiliki ciri tersendiri, diantaranya gereja memiliki anggota-anggota yang tidak semua berasal dari keluarga Kristen. Bahkan terdapat juga anggota gereja sebagai istri atau suami di mana pasangannya tidak beragama Kristen. Hal itu tentu menjadi pergumulan tersendiri baik bagi gereja maupun anggota yang bersangkutan. Hal itu pula yang terjadi dalam Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) Salatiga. GKMI Salatiga memiliki 30 anggota-anggota yang berasal dari keluarga dengan orangtua beda agama.5

Terjadinya keluarga dengan orang tua beda agama di GKMI Salatiga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebelum pernikahan maupun setelah pernikahan terjadi. Sebagaimana diungkapkan oleh Pdt. W dan Bapak Wd :

“Di jemaat ada keluarga sebagai istri yang beragama Kristen, tetapi

suaminya non Kristen. Hal itu karena dulu mereka sebelum menikah memang beragama non Kristen. Setelah menikah si istri bertobat dan

pindah ke agama Kristen sampai sakarang, tetapi suaminya tidak.”6

“Beberapa keluarga dengan orangtua beda agama itu disebabkan sebelum

menikah mereka sudah beda agama, hanya untuk kepentingan proses pernikahan mereka melakukan pernikahan sesuai salah satu agama, setelah itu mereka tetap memegang agamanya masing-masing”7

Dari hasil wawancara tersebut menunjukan bahwa adanya keluarga dengan orang tua beda agama dikarenakan beberapa fakor. Pertama, faktor perpindahan

5 Mereka yang merasal dari keluarga beda agama tersebar di dua wilayah, yaitu di GKMI Salatiga

yang di pusat (Salatiga) dan di gereja cabang yang ada masuk di wilayah kabupaten Semarang. Gereja Cabang tersebut adalah Brangkongan, Sumberejo, Jangglengan dan Cukilan (Daerah gereja cabang tersebut disebut GKMI Salatiga cabang Salatiga Timur).

6

Hasil Wawancara dengan Pdt. W, di Salatiga, hari Minggu, 12 April 2015, jam 14.00 WIB.

7

(8)

51

agama setelah menikah. Faktor kedua adalah adanya perbedaaan agama yang dimiliki oleh pasangan sebelum mereka menikah. Proses pernikahan mereka lakukan dalam satu agama yang disepakati bersama sehingga setelah menikah mereka kembali menjalankan agama masing-masing. Hal itu menurut Eoh juga dapat diartikan sebagai pernikahan beda agama.8 Dari FGD kedua faktor tersebut berkaitan dengan latar belakang keluarga masing-masing dari pasangan yang akan menikah. Hal itu diungkapkan oleh ibu S dan ibu WW sebagai berikut:

“Kalau saya dulu memang sekeluarga dari non Kristen, keluarga besar baik dari saya maupun suami juga non Kristen. Tetapi setelah menerima Injil saya menjadi orang Kristen, tetapi suami saya tidak mau pindah juga

tidak melarang saya pindah agama ”9

Namun juga ada yang mempunyai pengalaman yang lain :

“Dulu saya melakukan pernikahan beda agama karena desakan dari calon

suami dan keluarganya, akhirnya saya memutuskan untuk menyetujuinya.

”10

Suami atau istri berpindah agama karena pemberitaan Injil yang diterima. Dengan demikian terjadi perubahan hidup dalam keluarga khususnya terkait dengan agama, tetapi perubahan agama tersebut tidak mempengaruhi keutuhan keluarga. Dalam konteks masyarakat majemuk, hal itu sangat mungkin terjadi. Sikap toleransi yang ada dalam masyarakat juga menjadi mendukung adanya perpindahan agama tersebut.

8 Eoh, O, S, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,

2001, hal.36.

9

Pengakuan ibu S dalam proses FGD, dia memiliki pengalaman sendiri setelah menjadi orang Kristen meskipun keluarganya tidak. Minggu, 17 Mei 2015, jam 13.00 WIB.

10

(9)

52

Sedangkan keluarga beda agama yang disebabkan oleh perbedaan agama sebelum menikah atau karena pernikahan beda agama, mereka melakukan pernikahan beda agama karena pengaruh yang kuat dari pasangan dan keluarga pasangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pernikahan beda agama yang di lakukan oleh jemaat GKMI Salatiga adalah karena faktor sosial. Sebagaimana di jelaskan oleh Bossard, dalam hal ini keluarga dianggap sebagai memiliki otoritas dalam penyelenggaraan nilai-nilai keagamaan termasuk pernikahan karena pernikahan mengandung nilai agamis. Meskipun Undang-Undang Pernikahan di Indonesia tidak mengatur pernikahan beda agama, termasuk gereja (GKMI) juga tidak menyetujuinya, pernikahan beda agama tetap dilakukan. Dengan demikian dalam pernikahan beda agama faktor sosial lebih menentukan dalam masyarakat.

(10)

53

Gambar 5: Foto proses wawancara dengan Bapak Wd (ketua Majelis)

Komentar peneliti: Bapak Wd sebagai ketua Majelis memberikan keterangan bahwa masalah pembekalan keluarga beda agama menjadi kepedulian gereja.

GKMI Salatiga selama ini dalam mempersiapkan pernikahan melalui konseling pra nikah tidak termasuk bagi pasangan yang berbeda agama. Hal tersebut dikarenakan gereja tidak mengijinkan jemaatnya melakukan pernikahan beda agama. Hal itu dikemukakan oleh bapak Wd sebagai Ketua Majelis :

“Biasanya gereja memotivasi pasangan yang beda agama untuk membuat

pilihan, jika mereka ingin pernikahan mereka diresmikan di gereja berarti yang non Kristen harus menjadi orang Kristen. Pilihan peralihan agama tidak boleh karena palaksanaan, tetapi kesadaran sendiri. Oleh karena itu diberikan cukup waktu untuk mereka membuat keputusan, dan bagi pasangan dari yang beragama non Kristen mereka harus mengikuti kelas

katekisasi baptisan dan dibaptis sebelum pernikahan”.11

11

(11)

54

Meskipun gereja terkesan memaksa, namun gereja tidak mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh pasangan beda agama dalam menentukan pernikahan yang akan mereka jalani, demikian ditegaskan oleh Pdt. W dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Gereja juga terbuka terhadap keluarga yang berbeda agama.

Dengan demikian keluarga dengan orang tua beda agama di GKMI Salatiga terjadi karena perpindahan agama dan pernikahan beda agama. Dari hasil observasi menunjukkan bahwa keluarga beda agama tersebut tetap memiliki relasi dan interaksi yang kuat, keutuhan keluarga yang tetap terjaga meskipun mereka berbeda agama. Perbedaan agama yang tidak menjadi persoalan dalam keluarga juga membuktikan adanya toleransi yang tinggi terhadap perbedaan agama dalam keluarga. Hal itu dikuatkan oleh Ariarajah yang menyebutkan sikap toleransi atas perbedaan agama yang berkembang dalam masyarakat memungkinkan terjadinya peningkatan pernikahan beda agama.12

1.3. Orang tua Kristen dalam keluarga beda agama di GKMI

Salatiga kurang memahami PAK

Sebelum seseorang memasuki kehidupan rumah tangga atau dengan kata lain membentuk sebuah keluarga tentunya memerlukan pembekalan. Dalam kekristenan pembekalan tersebut dilakukan oleh gereja melalui apa yang disebut

12

(12)

55

dengan Bina Pranikah atau Konseling Pranikah. Pembekalan tersebut bertujuan untuk membekali pasangan yang akan menikah dengan berbagai pengetahuan terkait dengan kehidupan keluarga seperti relasi dan komunikasi dalam keluarga, ekonomi keluarga, kesehatan keluarga, dan peran orang tua. Dengan demikian mereka yang akan membentuk keluarga telah sungguh-sungguh memiliki bekal yang cukup dalam memasuki kehidupan rumah tangga.

Pemberkatan pernikahan yang dilaksanakan oleh GKMI Salatiga adalah bagi pasangan dari agama sama yaitu Kristen, dengan demikian keluarga yang dihasilkan keluarga-keluarga Kristen. Namun dalam realita di gereja terdapat anggota dari keluarga dengan orang tua beda agama di GKMI Salatiga.

Keluarga dengan orang tua beda agama tentu membawa dampak pagi anak-anak. Seperti yang diungkapkan dari hasil penelitian Pattisiana, bahwa perbedaan agama dari orang tua dapat berdampak bagi perkembangan iman anak.13 Dengan demikian PAK diperlukan dalam keluarga beda agama. Tanggungjawab pelaksanaan PAK dalam keluarga beda agama tentu menjadi tugas utama orang tua yang beragama Kristen di dalam keluarga beda agama.

Orang tua Kristen dari keluarga beda agama di GKMI Salatiga dalam melaksanakan PAK lebih banyak melibatkan dan mengharapkan gereja daripada mengajarkan dirumah secara khusus. Hal itu dikemukakan oleh ibu Yn dan Pdt. W :

13

(13)

56

“Orang tua yang beragama Kristen di keluarga beda agama biasanya

mengajarkan PAK kepada anak-anaknya dengan cara mengajak beribadah ke gereja setiap hari Minggu, pergi ke persekutuan keluarga yang

diselenggarakan gereja”.14

“Mereka mengajarkan PAK kepada anak-anak dengan memberikan contoh

langsung dalam sikap, seperti menjadi ibu yang baik di keluarga dan setia beribadah. Anak-anaknya didorong untuk mengikuti kegiatan gereja seperti Sekolah Minggu dan Komisi Remaja bagi yang telah remaja. Dengan demikian anak-anak diharapkan melihat contoh orang tua dan

mendapatkan pengajaran dari gereja”.15

Dari hasil wawancara tersebut data peneliti validasi dengan teknik FGD, informan mengemukankan :

“Saya tidak pernah mengajarkan agama Kristen di rumah kepada anak

karena saya sibuk bekerja, yang penting mereka tahu saya orang Kristen. Jika mereka mau jadi orang Kristen ya saya senang, jika tidak saya tidak mempermasalahkan”.16

“Saya tidak melaksanakan PAK di rumah karena saya sendiri masih sangat

minim pengetahuan tentang kekristenan jadi saya hanya mengajarkan anak-anak sesesuai yang saya tahu, seperti berdoa dan pergi ke gereja”.17

“Kalau saya, mengajarkan PAK kepada anak-anak saya dengan cara mendorong mereka untuk tidak hanya pergi ke gereja, tetapi aktif dalam kegiatan gereja. Dengan demikian anak saya akan mendapatkan

pengetahuan yang banyak tentang agama Kristen”.18

Dengan demikian dari hasil wawancara dan FGD menunjukkan bahwa orang tua Kristen dalam keluarga beda agama kurang memahami secara mendalam tentang PAK keluarga. Hal itu ditunjukkan melalui: tindakan tidak mengajarkan PAK keluarga dan membiarkan anak membuat keputusan sendiri tentang agama yang hendak dianutnya tanpa pengarahan seperti yang

14

Wawancara dengan Yn, Kamis, 23 April, jam 19.00 WIB.

15

Wawancara dengan Pdt. W, Minggu, 12 April, jam 14.00 WIB.

(14)

57

diungkapkan oleh Bpk M dalam FGD. Pemahaman yang kurang dari orang tua Kristen di keluarga beda agama juga ditunjukkan melalui cara mereka mengajarkan PAK keluarga lebih kepada melakukan rutinitas keagamaan secara umum seperti berdoa dan mengajak anak pergi ke gereja di hari Minggu atau persekutuan yang diadakan gereja di luar hari Minggu. Oleh karena itu, dalam melaksanaan PAK orang tua lebih fokus mengarahkan anak-anak pada gereja, dengan demikian tanggungjawab PAK keluarga lebih besar diberikan kepada gereja.

(15)

58

“Gereja memberikan penjelasan tentang PAK keluarga melalui khotbah -khotbah, pernah seminar bagi orangtua, hanya bagi orangtua yang dari keluarga beda agama belum pernah”.19

Dalam FGD, informan mengemukakan :

“Saya mendengar tentang tugas PAK keluarga dari khotbah adalam ibadah raya dan persekutuan pada waktu bulan Keluarga. ”20

Sementara informan lainnya mengungkapkan :

“Saya belum pernah medapatkan penjelasan tentang PAK khususnya di

keluarga beda agama seperti yang saya alami dari gereja”.21

Dengan demikian, kurangnya pemahaman orang tua terhadap PAK juga disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dari gereja tentang PAK keluarga. Hal itu berdampak bagi kerja sama dari kedua lembaga yaitu keluarga dan gereja terkait dengan pelaksanaan PAK keluarga. Westerhoff III menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa keluarga dalam hal ini menjadi sumber utama untuk meletakkan nilai-nilai apa yang diteguhkan dan pemahaman atau gaya hidup yang diturunkan. Sedang gereja sebagai komunitas iman mensosialisasikan dan mengevaluasi terlaksananya PAK dalam keluarga.22 Dengan demikian untuk tercapainya pelaksanaan PAK keluarga dalam hal ini diperlukan kerja sama dan saling menopang dari pihak keluarga dan gereja.

19 Wawancara, dengan ibu R, Senin, 13 April 2015, jam 10.00 WIB. 20

FGD, pernyataan ibu Y, Minggu, 17 Mei 2015, jam 13.00 WIB. Pernyataan ibu Y didukung oleh peserta lainnya dalam FGD.

21

FGD, pernyataan ibu S, Rabu, 20 Mei 2015, jam 18.00 WIB.

22

(16)

59

Orang tua Kristen dalam keluarga beda agama di jemaat GKMI Salatiga secara pendidikan juga terbatas. Hal itu ditunjukkan dari FGD peserta yang berpendidikan perguruan tinggi hanya satu orang, lulusan Sekolah Menengah Atas berjumlah dua orang, lulusan Sekolah Menengah Pertama satu orang, dan tiga orang lulusan Sekolah Dasar. Dengan demikian faktor Sumber Daya Manusia (SDM) dari orang tua Kristen dalam keluarga beda agama di GKMI Salatiga dapat mempengaruhi kurangnya pemahaman mereka terhadap PAK keluarga. Miller menjelaskan bahwa PAK keluarga tidak hanya berhubungan dengan kegiatan ritual keagamaan, melainkan menjadikan PAK sebagai sistem nilai yang memberi makna hidup.23 Oleh karena itu, orang tua Kristen dalam pelaksanaan PAK diharapkan mampu membangun PAK menjadi sistem nilai dalam keluarganya sehingga bermakna bagi keluarga. Pemahaman dan kemampuan inilah yang tidak nampak pada orang tua Kristen dari keluarga beda agama di GKMI Salatiga.

Seperti yang ditunjukkan juga oleh Cooley bahwa keluarga sebagai kelompok primer dari individu tidak dapat dipisahkan dari gereja sebagai kelompok sekunder dalam aktivitas sosialnya terkait dengan PAK.24 Dengan demikian dalam praktik perlunya sosialisasi lebih jauh dari pihak gereja kepada keluarga terkait dengan PAK keluarga sehingga mereka memiliki pengetahuan yang mendalam.

23

Elizabeth Miller dalam Lemanna, Ann, Mary, and Riedmann, Agnes, Marriages and Families, Making Choices in a Diverse Society, Thomson Higher Education, USA, 2009.

24

(17)

60

Dengan pengetahuan yang mendalam orang tua Kristen dalam melaksanakan PAK keluarga dan dapat mencapai tujuannya seperti yang dijelaskan oleh Groome bahwa PAK tidak hanya persoalan melakukan rutinitas mengikuti kegiatan keagamaan melainkan sebagai pendidikan nilai-nilai Kristen (Kerajaan Allah, Iman Kristen, dan kebebasan manusia dalam beriman) dalam prantik hidup sehari-hari.

Oleh karena itu, dapat penulis simpulkan bahwa dalam keluarga dengan orang tua beda agama pemahaman tentang PAK keluarga masih kurang. Hal itu disebabkan oleh faktor dari keluarga itu sendiri yaitu keterbatasan orang tua Kristen dari keluarga beda agama tentang PAK keluarga dan faktor kurangnya sosialisasi yang mendalam dari gereja. Oleh karena itu bahwa keluarga dan gereja bersama-bersama-sama dalam pelaksanaan PAK dalam praktik masih sangat lemah di GKMI Salatiga.

1.4. Peran orang tua Kristen dalam keluarga beda agama.

(18)

61

Dari teknik FGD diketahui bahwa para orang tua yang beragama Kristen dalam keluarga beda agama melakukan PAK keluarga :

“Karena saya adalah Kristen dan pasangan saya tidak maka dalam

memberikan PAK kepada anak saya dengan cara melalui perbuatan saya sendiri yaitu berusaha menjadi ibu yang baik dan bertanggungjawab atas keluarga, rajin beribadah ke gereja, bahkan mengikuti pelayanan di gereja.

Dengan demikian mereka akan melihat dan dapat mencontoh.”25

“Saya mengajarkan melalui nasehat-nasehat, dan karena suami saya mengijinkan saya mengajak anak saya untuk pergi beribadah ke gereja,

maupun mengikuti persekutuan yang diadakan oleh gereja”.26

“Karena saya sibuk bekerja, jadi saya menyerahkan tanggungjawab

pendidikan anak kepada istri termasuk pendidikan agama, tetapi istri saya tidak melarang jika saya mengajak anak untuk pergi ke gereja bersama dengan saya. Jadi saya mengajarkan PAK kepada anak melalui melibatkan anak dalam kegiatan gereja yang saya ikuti. Di rumah, biasanya saya mengajarkan melalui nasehat berdasarkan firman Tuhan baik kepada istri maupun anak.”27

Dari hasil wawancara maupun FGD menunjukkan bahwa relasi yang terjadi pada orang tua beda agama terkait dengan pendidikan agama adalah satu kuat dan satu lemah dalam agama, sehingga pendidikan agama lebih di dominasi oleh yang kuat sesuai dengan ungkapkan oleh Murtadho. Dalam hal ini orang tua yang beragama Kristen lebih kuat dengan ditunjukkan adanya relasi yang baik dari antara orang tua yang beda agama dalam keluarga-keluarga tersebut, dengan demikian orang tua Kristen dapat mengajarkan PAK di tengah keluarga dengan leluasa dan kuat kepada anak-anak. Dalam hal ini, orang tua Kristen juga telah berhasil mengkomunikasikan dengan pasangannya yang non Kristen sehingga

25

FGD, pernyataan ibu An, Minggu, 17 Mei 2015, jam 13.00 WIB.

26

FGD, pernyataan ibu Dw, Minggu, 17 Mei 2015, jam 13.00 WIB.

27

(19)

62

perbedaan agama tidak menjadi konflik dalam interaksi mereka. Dalam hal ini Bossard mengungkapkan bahwa jika terjadi masalah dalam interaksi orang tua terkait dengan perbedaan agama, maka akan mempengaruhi perkembangan anak.28 Oleh karena itu, jika tidak terjadi masalah interaksi orang tua tentang perbedaan agama yang terjadi di antara mereka, maka anak tidak mengalami hambatan dalam perkembangannya.

Gambar 6: Foto ibu W bersama-sama dengan anak-anaknya beribadah ke gereja.

Komentar peneliti : Terlihat dari foto tersebut ibu W sebagai orang tua yang beragama Kristen dari keluarga beda agama. Dia mengajarkan anaknya PAK dengan cara melibatkan mereka dalam ibadah gereja.

Peran orang tua Kristen dalam pelaksanaan PAK di GKMI Salatiga ditunjukkan melalui memberikan nasehat, contoh dalam hidup sehari-hari seperti berdoa dan bekerja. Orang tua Kristen juga melibatkan langsung anak pada kegiatan keagamaan, seperti mengajak mereka beribadah ke Gereja.

28

(20)

63

Dari teknik observasi, wawancara dan FGD dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan PAK di keluarga dengan orang tua beda agama, orang tua yang beragama Kristen memiliki peran ganda. Pertama, orang tua Kristen bertanggungjawab sebagai komunikator. Dalam hal ini yaitu orang tua Kristen dalam keluarga beda agama mengkomunikasikan dengan pasangannya yang non Kristen agar PAK dapat terlaksana. Keberhasilan komunikasi orang tua Kristen dari keluarga beda agama di GKMI Salatiga ditunjukkan melalui relasi dan interaksi yang baik di antara orangtua beda agama, hal itu terlihat dari tidak adanya larangan dari orang tua non Kristen terhadap orang tua Kristen melaksanakan PAK dalam keluarga. Dengan demikian perbedaan agama tidak menjadi sumber konflik dalam keluarga.

(21)

64

Kristen menggunakan metode sosialisasi dan edukasi, artinya PAK dilaksanakan melalui pembiasaan dan juga terencana.

Seperti yang diungkapkan oleh Hadinoto terkait dengan PAK keluarga bahwa keberhasilan PAK keluarga dapat dilakukan dengan dua metode yaitu sosialisasi dan edukasi secara bersama-sama.29 Metode sosialasasi yang dimaksud adalah pelaksanaan PAK penerusan nilai-nilai kepada anak tanpa terencana untuk

memberikan identitas kelompok Kristen dan sebagai “induksi alamiah iman

Kristen”, serta interaksi sosial baik dalam keluarga maupun persekutuan.

Sedangkan metode edukasi, PAK dilaksanakan secara terencana dengan melibatkan anak dalam proses belajar dan diupayakan terjadinya intentional

sosialisasi yaitu sosialisasi yang terus menerus melalui penciptaan “persektuan

belajar-mengajar”. Metode edukasi juga membawa anak pada pencapaian kesadaran akan iman Kristen dalam lingkungan sehingga anak mampu menganalisis situasi.

Dari data menunjukkan bahwa orang tua Kristen dalam keluarga beda agama di GKMI Salatiga telah memadukan kedua metode tersebut di atas. Proses sosialisasi ditunjukkan melalui tindakan-tindakan seperti mengajarkan berdoa, dan mengajarkan Firman Tuhan, dan memberikan contoh sikap yang bertanggungjawab, anak pada akhirnya dapat belajar iman Kristen berdasarkan apa yang didengar dan dilihat dari orangtuanya yang beragama Kristen. Sedangkan metode edukasi ditunjukkan dengan cara sengaja dan terencana

29

(22)

65

melibatkan anak-anak untuk beribadah ke gereja bersama-sama dan mengikutsertakan anak dalam kegiatan gereja lainnya seperti pembinaan kategorial maupun persekutuan keluarga. Tetapi pada metode edukasi dalam PAK keluarga yang dilaksanakan oleh orang tua Kristen dalam beda agama menunjukkan masih hanya pada emansipasi yaitu melibatkan anak dalam kegiatan ibadah. Sementara intetional sosialisasi yaitu menciptakan proses sosialisasi

secara sengaja melalui “persekutuan belajar-mengajar” dari orang tua Kristen

(23)

66

Gambar 7: Foto FGD, Rabu, 20 Mei 2015, Jam 18.00 WIB

Gambar 8: Foto Proses FGD, Minggu, 17 Mei 2015, jam 13.00 WIB

(24)

67

Ibu di tengah keluarga memiliki peranan besar, bahkan karena perannya anak-anak cenderung lebih memiliki hubungan dengan dekat dengan ibu dibandingkan dengan ayah. Oleh karena itulah agama anak-anak juga sangat dipengaruhi oleh ibu dalam keluarga tersebut, seperti yang di ungkapkan oleh para informan :

“Banyak ibu-ibu yang karena kesetiaannya di keluarga dan gereja, anak-anak mereka akhirnya menjadi orang Kristen juga”30

“Ibu A dalam gereja sangat tekun mengajak anaknya sejak kecil ke gereja

sehingga sampai besar ia menjadi orang Kristen seperti ibunya, tetapi

suaminya tidak mempersoalkan hal itu”.31

Dari wawancara tersebut menunjukkan bahwa agama anak-anak sangat dipengaruhi oleh ibu atau maternal seperti yang di ungkapkan oleh Aini.32 Oleh karena itu seorang ibu di tengah keluarga beda agama memiliki peranan besar untuk memperkenalkan dan mengajarkan kepada anak tentang iman Kristen. Hal itu juga disebabkan oleh karena interaksi yang dibangun oleh ibu dengan ayah sangat kuat.

“Saya selalu terbuka dengan suami saya termasuk agama, apalagi tentang

keinginan saya untuk mendidik anak sesuai dengan agama Kristen. Puji Tuhan suami saya tidak mempersoalkan”33

“Suami saya mempercayakan pendidikan agama kepada saya, jadi saya didik anak saya sesuai agama Kristen”.34

30

Wawancara dengan ibu R (ketua kelompok Wilayah Ngentak), Senin, 13 Mei 2015, jam 10.00 WIB.

31 Wawancara dengan ibu N (Salah satu Penatua Gereja), Jumat, 24 April 2015, jam 19.00 WIB. 32

Aini, Nuryamin, Drs, Fakta Empiris Nikah Beda Agama, Jaringan Islam Liberal,

(25)

68

“Karena saya sibuk bekerja, jadi anak saya serahkan kepada istri yang

beragama non Kristen termasuk pendidikan agamanya sehingga anak saya

juga tidak Kristen seperti saya”.35

Interaksi yang baik antara suami dan istri sangat mempengaruhi keberhasilan ibu untuk membawa anak-anak mereka kepada iman Kristen. Interaksi tersebut diwujudkan dalam bentuk tidak ada permasalahan terhadap pendidikan agama Kristen yang dilakukan oleh ibu kepada anaknya, bahkan suami mendukung. Dengan demikian seperti yang dijelaskan dari hasil penelitian sebelumnya tentang keluarga beda agama memiliki pengaruh kepada anak-anak. Seperti yang diungkapkan oleh Asrori,36 bahwa anak-anak dapat memiliki kualitas agama yang rendah karena perbedaan agama dari orangtuanya. Namun jika terjadi interaksi yang kuat di antara orang tua termasuk dalam hal agama, maka anak dapat memiliki kualitas agama yang tinggi, meskipun dari keluarga dengan orang tua beda agama.

“Anak-anak saya sangat rajin berdoa, membaca Alkitab dan pergi ke

gereja meskipun tidak kami suruh”.37

“Anak saya telah memutuskan sendiri untuk di baptis, dan ia selalu terlibat dalam pelayanan gereja.” 38

Anak-anak pada akhirnya memutuskan sendiri untuk menjalani agama Kristen yang diajarkan oleh ibunya. Anak-anak Kristen oleh ibunya diarahkan untuk rajin mengikuti kegiatan gereja selain hari Minggu dan bersekolah di

35 FGD, Rabu, 20 Mei, jam 18.00 WIB. 36

Asrori, Mohib, Kritisi Jurnal Millah Keluarga Beda Agama Dalam Masyarakat Jawa Perkotaan, Sudi Kasus di Sinduadi Mlati Sleman Yogyakarta, www.gurutrenggalek.com/2010/01/kritisi-jurnal-millah-keluarga-beda.html?m=1

37

FGD, Rabu, 20 Mei 2015, jam 18.00 WIB.

38

(26)

69

sekolah Kristen. Dengan melakukan hal-hal tersebut, orang tua yang beragama Kristen merasa telah melakukan PAK keluarga. Harapan mereka sangat besar yaitu melalui gereja dan sekolah Kristen anak-anak mereka dididik agama Kristen dengan baik dibandingkan yang anak-anak dapatkan di keluarga.

Di samping orang tua Kristen, orangtua yang non Kristen dalam keluarga beda agama juga memiliki peran dalam pelaksanaan PAK. Yakni memberikan dukungan atau tidak melarang pasangannya yang beragama Kristen untuk melaksanakan PAK, hal itu terjadi karena interaksi yang kuat diantara orang tua yang berbeda agama. Dukungan dari orang tua non Kristen dalam pelaksanaan PAK sangat bermanfaat, meskipun para orang tua Kristen tetap mengharapkan terjadinya pelaksanan PAK keluarga dilakukan bersama-sama dengan pasangannya.

“Orangtua yang beragama Kristen harus melaksanakan PAK keluarga sendiri, meskipun mendapatkan dukungan dari pasangannya yang non

Kristen”.39

Dengan demikian dalam keluarga beda agama orangtua Kristen juga harus dapat menyingkirkan perasaan-perasaan kesendirian yang kadang muncul dalam diri demi terlaksananya PAK dalam keluarga.

“Saya selalu berusaha mencoba mengajarkan PAK kepada anak-anak saya

dengan mengajak mereka beribadah, meskipun saya kadang merasa sendirian dalam melaksanakan hal itu. Oleh karena itu saya selalu berdoa

39

(27)

70

agar suami saya menjadi Kristen agar kami bisa mengajarkan PAK

bersama”.40

Dalam hal ini menurut peneliti perlunya pendampingan dari gereja bagi orang tua yang beragama Kristen. Dengan pendampingan tersebut diharapkan dapat memperkuat orang tua Kristen dalam melaksanakan PAK keluarga, bahkan seperti yang dikemukakan oleh Westerhoff III yaitu keluarga dan gereja bersama-sama melaksanakan PAK keluarga.41

Gambar 9: Foto wawancara dengan Ibu R (ketua kelompok persekutuan keluarga wilayah Ngentak

Komentar peneliti : Dalam wawancara tersebut ibu R, sebagai perempuan sangat memahami perasaan kesendirian yang dialami orang tua Kristen dalam melaksanakan PAK di keluarga beda agama, khususnya ibu-ibu yang beragama Kristen. Oleh karena itu bu R sangat mendukung orang tua Kristen dalam melaksanakan PAK keluarga di keluarga beda agama.

40

FGD, Pernyataan ibu An, hal itu juga dirasakan oleh ibu-ibu peserta lain. Minggu, 17 Mei 2015, jam 13.00 WIB.

41

(28)

71

Dari data tersebut menunjukkan bahwa orang tua Kristen dalam melaksanakan PAK di keluarga beda agama perlu mendapatkan dukungan dari komunitas persekutuan gereja. Sehingga orang tua Kristen mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan PAK terkait dengan perasaan yang dialami.

Menurut peneliti dalam hal ini dapat dicapai melalui “sahabat doa”, di mana

teman-teman dalam persekutuan gereja menjadi pendoa bagi orang tua Kristen yang melaksanakan PAK dalam keluarga beda agama. Dengan demikian orang tua Kristen mendapatkan dukungan dan penguatan dari persekutuan gereja sehingga mampu pelaksanakan PAK di tengah keluarga beda agama yang dihadapi.

Dengan demikian peneliti simpulkan bahwa peran orang tua Kristen sangat penting dalam pelaksanaan PAK dalam keluarga beda agama. Peran tersebut meliputi tanggungjawab dalam mengkomunikasikan dengan pasangan yang beda agama dan pelaksanaan PAK. Oleh karena itu, diperlukan dukungan baik dari orang tua yang non Kristen maupun gereja.

1.5. PAK bagi anak dalam keluarga dengan orang tua beda agama

(29)

72

PAK.42 Dalam PAK keluarga meliputi pendidikan bagi Kerajaan, dalam hal ini anak mampu memahami bahwa dirinya dipanggil oleh Tuhan melalui Yesus Kristus ke dalam hubungan dengan Allah sehingga menjadi anggota Kerajaan Allah. Hal itu ditandai dengan adanya nilai-nilai dalam diri yaitu keadilan, kebenaran, damai dan kesetaraan.

Berikutnya adalah pendidikan bagi iman Kristen, dalam hal ini anak menjadi orang Kristen karena percaya kepada Tuhan Yesus, menyerahkan diri dalam pimpinan Tuhan Yesus dan mampu melakukan apa yang Yesus firmankan. Selanjutnya anak juga menerima kebebasan dalam menentukan imannya. Dari penjelasan di atas menujukkan bahwa PAK bagi anak, tidak hanya bertujuan anak dapat belajar PAK, tetapi anak menjadi orang Kristen dan memiliki pengalaman imannya sendiri.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dalam keluarga dengan orang tua beda agama tidak semuanya beragama Kristen. Hal ini diungkapkan oleh ibu N :

“Di keluarga ibu W dari ketiga anaknya yang dua Kristen, dan yang satu

tidak. Hal itu karena anak yang pertama mengikuti agama ayahnya,

sedangkan anak kedua dan ketiga mengikuti ibunya yaitu Kristen”.43

Demikian juga yang dijelaskan oleh Pdt. W :

“Anak-anak biasanya mengikuti agama salah satu dari orangtuanya bergantung pada orangtua yang memberi pengaruh kuat soal agama dalam keluarga tersebut. Jadi anak dari keluarga dengan orangtua beda agama

42

Groome, H, Thomas, Pendidikan Agama Kristen- Berbagi Cerita dan Visi Kita, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2011.

43

(30)

73

menjadi orang Kristen karena ibunya seorang Kristen dan memberikan

pengaruh yang kuat di keluarga”.44

Dari data tersebut peneliti validasi melalui FGD menunjukkan bahwa ada empat keluarga yang anak-anaknya beda agama dalam keluarga.45 Anak-anak yang masih kecil cenderung mengikuti agama ibunya, meskipun setelah dewasa ada di antara mereka berpindah dari Kristen menjadi non Kristen. Hal tersebut diungkapkan oleh para informan dalam FGD :

“Anak saya Kristen sampai sekarang sama dengan saya, meskipun suami saya non Kristen”.46

“Waktu anak saya yang nomor satu masih kecil sering saya ajak untuk ke

gereja dan dirumah juga saya ajari berdoa. Hanya pada waktu ia masuk dewasa berpindah non Kristen. Perpindahan agama tersebut dikarenakan pengaruh dari ayah yang beragama non Kristen dan pernikahan, hal itu membuktikan bahwa anak-anak tidak cukup kuat dengan iman Kristen yang dimiliki sehingga mudah berubah. Oleh karena itu, pelaksanaan PAK dalam keluarga beda agama harus

44 Wawancara dengan Pdt. W, Minggu, 12 April, jam 14.00 WIB 45

Keempat keluarga tersebut adalah keluarga Ibu W, Ibu Y, ibu S dan Bapak J yang manjadi peserta FGD.

46

FGD, pernyataan ibu An, Minggu, 17 Mei 2015, jam 13.00 WIB.

47

FGD, pernyataan ibu W, 17 Mei 2015, jam 13.00 WIB.

48

(31)

74

diarahkan tidak hanya pada rutinitas keagamaan, melainkan pengalaman iman yang dapat membentuk anak menjadi orang Kristen yang kuat.

Selain karena faktor pengaruh orang tua yang non Kristen dan pernikahan, terdapat faktor lain yang mempengaruhi perpindahan agama anak dalam keluarga dengan orang tua beda agama. Faktor tersebut adalah keluarga besar seperti kakek-nenek dan saudara-saudara ikut mempengaruhi. Hal itu disebabkan karena mereka tinggal dalam satu rumah atau rumah bereka berdekatan dengan keluarga besar. Jika keluarga besarnya beragama Kristen maka akan memperkuat peran orang tua yang beragama Kristen dalam melaksanakan PAK keluarga, demikian sebaliknya jika keluarga besar beragama non Kristen maka peran orang tua yang beragama Kristen akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan PAK keluarga.

Setelah peneliti memvalidasi data melalui FGD, hasilnya hampir sama dengan data dari hasil wawancara. Terdapat orang tua yang beragama Kristen dalam keluarga beda agama mengalami hambatan dalam melaksanakan PAK karena faktor keluarga besar. Hal ini dialami oleh bapak M :

“Ketika saya akan mengajak anak ke gereja justru dilarang oleh kakek-neneknya karena mereka berbeda agama. Dan karena saya tempat tinggal saya dekat saudara-saudara yang non Kristen saya akhirnya tidak jadi

mendukung saya, meskipun suami saya non Kristen”.50

49

FGD, pernyataan bapak M, Rabu, 20 Mei 2015, jam 19.00 WIB.

50

(32)

75

Dari dua pernyataan yang berbeda dari informan di atas menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan dalam pelaksanaan PAK di keluarga berdasarkan agama mayoritas dalam lingkungan keluarga tersebut. Kondisi ini tentu harus diterima di tengah masyarakat majemuk. Sebagaimana gereja membangun hubungan dengan masyarakat yang berbeda agama melalui dialog seperti yang dikemukakan oleh Knitter.51 Dialog sangat penting bagi hubungan antar umat beragama, tak terkecuali dalam keluarga jika terjadi perbedaan agama. Oleh karena itu, menurut peneliti perlunya dialog yang dibangun oleh orang tua yang beragama Kristen dengan lingkungannya yang beragama non Kristen agar terjadi hubungan yang kuat tanpa kehilangan iman Kristen dan tetap mampu melaksanaan PAK keluarga. Menurut peneliti dalam hal ini orang tua yang beragama Kristen dapat melakukan dialog dengan lingkungan tentang perbedaan agama karena pasangannya yang non Kristen tidak melarang pelaksanaan PAK dalam keluarga.

Oleh karena anak adalah sasaran utama dari PAK dalam keluarga, maka orang tua Kristen dalam melaksanakan PAK terdapat dua unsur penting yang mendapatkan perhatian. Dua unsur tersebut adalah anak dan kemajemukan agama dalam keluarga atau lingkungan. Terkait dengan unsur anak, orang tua Kristen dapat merujuk pada teori Fowler tentang perkembangan iman, khususnya pada

51

Knitter, F, Paul, Satu Bumi Banyak Anggota, Dialog Multi-Agama dan Tanggungjawab Global,

(33)

76

masa kanak-kanak sampai remaja.52 Dengan memanfaatkan teori tersebut orang tua Kristen dapat melaksanakan PAK berdasarkan kebutuhan anak sesuai dengan usianya.

Unsur kedua adalah kemajemukan agama dalam keluarga dan lingkungan. Dalam hal ini orang tua Kristen jemaat GKMI Salatiga dalam melaksanakan PAK cenderung menutup diri dari lingkungan sehingga jika ada penolakkan dari lingkungan karena beda agama, mereka segera menghentikan PAK keluarga. Oleh karena itu, menghadapi kondisi tersebut dalam pelaksanaan PAK keluarga perlu dilengkapi dengan pendidikan multikultulral. Penggabungan antara PAK dengan Pendidikan Multikultural guna menyeimbangkan PAK keluarga agar tidak semata-mata bertujuan untuk menjadikan anak memiliki iman Kristen, melainkan juga memiliki sikap toleransi ditengah keluarga yang berbeda agama. Dalam hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kurniawati bahwa pendidikan multikultural menolong anak untuk dapat memiliki pemahaman diri lebih luas dengan melihat dirinya dari sudut pandang agama dan budaya lain. Menolong anak untuk mengenal, memahami dan menghargai agama sendiri. Menolong anak mengembangkan kekhususan agama yang dimiliki. Serta menolong anak untuk dapat berpartisipasi dengan penuh dalam kehidupan di keluarga dan masyarakat yang multikultural.

Dengan demikian orang tua Kristen dalam melaksanakan PAK keluarga memberikan juga pengertian tentang agama lain yang dianut oleh orang tua non

52

(34)

77

Kristen dan lingkungan. Anak juga dilibatkan dalam tindakkan-tindakkan menghargai anggota keluarga yang beragama lain dalam melakukan ibadah keagamaan. Oleh karena itu PAK keluarga menjadi sarana pengembangan sikap toleransi antar umat beragama dalam keluarga. Dalam hal ini anak tidak hanya diberikan kesempatan menerima dan memahami agama Kristen yang diajarkan oleh orang tua yang beragama Kristen, tetapi juga belajar memahami agama lain yang dianut oleh anggota keluarga yang lain. Dengan demikian anak mampu melihat perbedaan setiap agama yang pada akhirnya sanggup untuk menghargai agama lain.

Oleh karena itu, anak dari keluarga dengan orang tua beda agama justru mendapatkan pendidikan agama yang lebih kompleks terkait baik dalam pemahaman maupun praktek. Sikap toleransi yang tertanam pada anak dalam keluarga beda agama tersebut dalam konteks masyarakat yang majemuk sangat diperlukan, hal tersebut berkaitan dengan penciptaan kedamaian dalam hidup bersama di tengah masyarakat.

(35)

78

Dengan memperhatikan kecenderungan terjadinya perpindahan agama pada anak di dalam keluarga dengan orang tua beda agama, maka dalam pelaksanaan PAK di keluarga perlu mendapatkan perhatian secara khusus dari orang tua dan gereja. PAK keluarga ditujukan bagi anak-anak agar mereka memiliki iman Kristen. Hal tersebut sama dengan untuk anak-anak dari keluarga beda agama. Oleh karena dalam keluarga dengan orang tua beda agama anak tidak hanya mendapatkan pengaruh dari PAK saja melainkan agama lainnya, maka tujuan PAK keluarga tidak hanya agar anak memiliki iman Kristen, tetapi juga dapat mempertahankan iman Kristennya.

Dengan tujuan di atas maka menurut peneliti orang tua yang beragama Kristen dalam keluarga tersebut memiliki peranan yang sangat penting. Oleh karena itu mereka harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang PAK keluarga sehingga dapat melaksanakan PAK sesuai dengan konteks keluarga yang beda agama. Dalam hal ini peran gereja sangat diperlukan untuk memperlengkapi para orang tua. Sebagaimana diungkapkan oleh bapak W dan Ibu An :

“Menjadi tugas gereja untuk menolong orang tua Kristen dalam

pelaksanaan PAK di keluarga beda agama. Hal itu yang belum pernah

dilakukan oleh gereja”. 53

“Saya membutuhkan bantuan gereja dalam rangka menolong pemahaman

saya tentang PAK keluarga agar saya dapat melaksanakannya di keluarga saya yang berbeda agama”.54

53

Wawancara dengan Bpk. Wd, Minggu, 14 April, jam 13.00 WIB.

54

(36)

79

Dari pernyataan-pernyataa tersebut para orang tua Kristen dalam keluarga beda agama menyadari keterbatasannya tentang PAK keluarga dan dapat bekerja sama dengan gereja untuk melaksanakan PAK. Oleh karena itu, upaya-upaya gereja dalam hal ini sangat diperlukan bagi pelaksanaan PAK dalam keluarga dengan orang tua beda agama.

1.6. Rangkuman

Keluarga dengan orang tua beda agama membawa dampak langsung terhadap PAK keluarga khususnya bagi keluarga yang salah satu dari orang tua beragama Kristen. Sebagai orang tua Kristen memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan PAK keluarga termasuk mereka yang menjadi orang tua di keluarga beda agama. Dalam hal tersebut tentu berbeda pelaksanaannya dengan keluarga yang satu agama. Di GKMI Salatiga keluarga dengan orang tua beda agama kebanyakan karena pernikahan yang dilakukan sejak awal sudah beda agama, sebab lainnya adalah terjadinya perpindahan agama dari salah satu orang tua dalam keluarga tersebut setelah menikah.

(37)

80

dengan orang tua beda agama, dan bagaimana peran orang tua terhadap PAK dalam keluarga dengan orang tua beda agama.

Seperti halnya keluarga pada umumnya, keluarga dengan orang tua beda agama juga memiliki permasalahan. Terkait dengan PAK, keluarga dengan orang tua beda agama di GKMI Salatiga masalah yang dialami justru tertuju pada orang tua itu sendiri. Diantaranya orang tua Kristen kurang memahami PAK dalam keluarga beda agama, peran orang tua Kristen dalam PAK dan PAK keluarga yang dilaksanakan oleh orang tua Kristen kepada anak.

Permasalahan orang tua dalam keluarga beda agama yang kurang memahami PAK yang dimaksud adalah orang tua masih mengandalkan gereja untuk mengerjakan PAK bagi anak-anak mereka dan di keluarga sendiri pelaksanaan PAK hanya dilakukan melalui nasehat-nasehat praktis, menyuruh anak-anak berdoa, pergi beribadah bersama di gereja, memberikan contoh dengan sikap dan perbuatan bertanggungjawab dala keluarga. Tanggungjawab utama dalam PAK keluarga adalah pada orang tua seperti yang diungkapkan oleh Wolterstoff.55 Oleh karena itu, jika orang tua justru menyerahkannya kepada gereja maka akan berdampak pada anak, yaitu agama yang dimikili anak hanya bersifat rutinitas keagamaan. Akibatnya anak kurang memiliki iman yang kuat, sehingga setelah remaja dan dewasa mereka memiliki kecenderungan pindah agama

55

(38)

81

Permasalahan berikutnya dalam keluarga dengan orang tua beda agama terkait dengan PAK adalah peran orangtua Kristen itu sendiri dalam keluarga. Setiap orang tua dalam keluarga memiliki peran penting dalam pendidikan anak-anaknya. Hanya dalam kaitannya dengan PAK, orang tua yang beragama Kristen memiliki peranan yang lebih besar. Dari hasil penelitian jumlah orang tua Kristen dalam keluarga beda agama didominasi oleh ibu-ibu, dan anak-anak lebih memilih mengikuti agama ibunya. Sebagaimana telah ditunjukkan dalam penelitian Aini56, bahwa pemilihan agama anak-anak dalam keluarga beda agama sangat dipengaruhi oleh ibu. Demikian pula yang terjadi pada keluarga dengan orang tua beda agama di GKMI Salatiga, jumlah anak-anak yang menjadi Kristen karena ibunya beragama Kristen lebih banyak dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga beda agama yang ayahnya Kristen.

Pelaksanaan PAK dalam keluarga dengan orang tua beda agama di GKMI Salatiga dilakukan oleh orang tua yang beragama Kristen dengan atau tanpa bantuan pasangan yang non Kristen. Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan PAK adalah kemajemukan agama dalam keluarga dan lingkungan (keluarga besar) yang ada di sekitar keluarga karena jika lingkungan mayoritas non Kristen maka mereka akan menghalangi. Sebaliknya jika lingkungan yang ada di sekitar keluarga beragama Kristen akan sangat membantu pelaksanaan PAK. Dalam hal ini orang tua Kristen perlu melakukan penggabungan PAK keluarga dengan Pendidikan Multikultural, dimana anak tidak hanya menerima pengajaran agama

56

Aini, Nuryamin, Drs, Fakta Empiris Nikah Beda Agama, Jaringan Islam Liberal,

(39)

82

Kristen, tetapi juga siberi kesempatan untuk mengetahui dan belajar agama lain yang dianut oleh anggota keluarga lainnya, serta menanamkan nilai-nilai toleransi pada anak terhadap agama lain. Dengan demikian anak tidak hanya menjadi Kristen, tetapi juga memiliki sikap toleransi terhadap anggota atau lingungan yang beragama lain. Tantang berikutnya adalah dari diri orang tua Kristen itu sendiri yaitu mengalahkan perasaan kesendirian dalam menjalankan PAK keluarga agar tidak mengganggu, dan selalu berusaha mengupayakan hubungan yang kuat dengan pasangan dan lingkungan. Dalam hal ini dialog menjadi cara yang dapat digunakan dalam menjalin hubungan tersebut.

Gambar

Gambar 2: Foto Rumah Jemaat (Kel. Slamet Rasid) di Jalan Pahlawan,
Gambar 5: Foto proses wawancara dengan Bapak Wd (ketua Majelis)
Gambar 6: Foto ibu W bersama-sama dengan anak-anaknya beribadah ke gereja.
Gambar 7: Foto FGD, Rabu, 20 Mei 2015, Jam 18.00 WIB
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kaitannya dengan keputusan pembelian produk handphone Samsung,dapat disimpukan bahwa pentingnya faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dari suatu produk

6 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Olahraga Pendidikan di Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sumatera Selatan tersebut yang menyebabkan masyarakat Sumsel hanya menjadi

pada mata kuliah tes dan pengukuran olahraga, haruslah meggunakan media yang sesuai dengan materi yang dipelajari.Dengan demikian mahasiswa benar-benar mendapatkan

Situasi kerja ini akan berpengaruh pada kinerja pelayanan, karena karyawan yang memiliki perilaku OCB memiliki sportivitas yang tinggi dalam bekerja, memiliki kesediaan

Berdasarkan studi pendahuluan di BKIA ‘Aisyiyah Karangkajen Yogyakarta, pada tanggal 15 Februari sampai 11 April, pasangan usia subur (PUS) yang menjadi akseptor

 Dengan mencermati teks bacaan yang disajikan, siswa mampu menemukan informasi tentang berbagai penyakit yang berhubungan dengan organ pernapasan manusia..  Dengan

Kesimpulan dari hasil analisis dan hasil pengujian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Ada perbedaan minat berwirausaha siswa yang pembelajarannya menggunakan

Pemertahanan bahasa yang dimaksud penulis adalah upaya-upaya mempertahankan bahasa Jawa ngoko dan krama inggil sekelompok minoritas keluarga Pacitan yang ada di