BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah kredit bukanlah hal yang asing lagi dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat.Perkataan kredit tidak saja dikenal oleh masyarakat di kota-kota besar,
tetapi sampai di desa-desa pun kata kredit tersebut sudah sangat populer. Berbagai
macam transaksi sudah banyak dijumpai seperti jual beli barang dengan cara
kreditan. Jual beli tersebut tidak dilakukan secara tunai (kontan), tetapi
pembayaran harga barang dilakukan dengan angsuran.Selain itu dijumpai pula
banyak warga masyarakat yang menerima kredit dari koperasi maupun bank untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka pada umumnya mengartikan kredit sama
dengan utang karena setelah jangka waktu tertentu mereka wajib membayar
dengan lunas.
Salah satu tujuan negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, alinea ke-4 adalah memajukan kesejahteraan umum.1
1Alinea 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum tersebut, Pemerintah Indonesia dan Lembaga
DPR Republik Indonesia membebankan tujuan dari negara Republik Indonesia
kepada Lembaga Perbankan yang berada di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya rumusan Pasal 1 angka 1 dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
disebut Undang-Undang Perbankan), disebutkan bahwa “bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
danmenyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
Masyarakat yang sedang membutuhkan dana mendapatkan bantuan
melalui pemberian kredit, misalnya kepada masyarakat yang pada umumnya
didominasi oleh kalangan pelaku bisnis untuk menjalankan usaha mereka maka
secara tidak langsung akan memberikan pengaruh positif dalam peningkatan
ekonomi masyarakat banyak. Untuk memperoleh kredit demi memenuhi
kebutuhan tersebut dari lembaga bank maupun non-bank tidak selalu berjalan
lancar karena prosedur pengajuan permohonan kredit tidaklah mudah.Namun, ada
juga lembaga non-bank yang menawarkan kredit dengan syarat yang sangat
mudah dan cepat bahkan tanpa harus disertai jaminan. Dalam tulisan ini hanya
akan membahas perolehan kredit dan permasalahannya yang akan diperoleh
melalui lembaga keuangan bank.
Pemberian fasilitas kredit oleh bank idealnya mendasarkan pada faktor
financial, yang tercakup pada tiga pilar, yaitu prospek usaha, kinerja, dan
kemampuan calon debitur. Namun demikian, dengan memperhatikan adanya
prudential banking principles, maka faktor financial saja belum cukup untuk
memberikan keyakinan fasilitas kredit tersebut akan kembali dengan aman dan
menguntungkan. Sekalipun pada dasarnya agunan merupakan second wayout,
tetapi arah perkembangan kredit perbankan akhir-akhir ini diluar kredit komsumtif
memberikan keyakinan yang baik. Oleh karena pemberian kredit oleh bank
dimaksudkan sebagai salah satu usaha bank untuk mendapatkan keuntungan,
maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya
dalam bentuk kredit, jika ia betul-betul yakin bahwa si debitur akan
mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan
syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Hal tersebut
menunjukkan perlu diperhatikan faktor kemampuan dan kemauan, sehingga
tersimpul kehati-hatian dengan menjaga unsur keamanan sekaligus unsur
keuntungan (profitability) dari suatu kredit.
Perolehan kredit melalui lembaga perbankan tidak terlepas dari adanya
jaminan.Berbagai jaminan yang mungkin disyaratkan dalam perolehan kredit pada
lembaga perbankan dapat berupa jaminan perorangan (personal guarantee) dan
jaminan kebendaan. Pada intinya jaminan tersebut secara hukum memiliki fungsi
untuk melindungi hutang karena jaminan merupakan sarana perlindungan bagi
kreditur yaitu kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu
prestasi oleh debitur atau penjamin debitur.
Perolehan kredit yang dijamin dengan jaminan perorangan (personal
guarantee) adalah suatu persetujuan pihak ketiga untuk kepentingan kreditur
berjanji akan mengikat diri untuk memenuhi kewajiban debitur, jika si debitur
sendiri mungkin atau tidak sanggup memenuhi kewajiban yang di perjanjikan.2 Jaminan dapat dibedakan dalam jaminan perorangan (persoonlijke
zekerheid) dan jaminan kebendaan (zakelijke zakerheid).Jaminan perorangan
(personal guarantee) adalah sesuatu perjanjian antara seorang berpiutang
(kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya
kewajiban-kewajiban si berutang (debitur).Ia bahkan dapat diadakan diluar (tanpa)
sepengetahuan si berutang tersebut. Jaminan kebendaan dapat diadakan antara
kreditur dengan debiturnya, tetapi juga dapat diadakan antara kreditur dengan
seorang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang
(debitur).3
Lain halnya mengenai jaminan seseorang atau borgtocht. Jaminan yang
diberikan kepada kreditur/bank bukan benda, tetapi “perseorangan” yakni
seseorang pihak ketiga yang tak mempunyai kepentingan apa-apa, baik terhadap
nasabah debitur maupun kepada kreditur/bank, maka dengan sukarela
memberikan jaminan kepada nasabah debitur. Jaminan yang diberikannya berupa
pernyataan bahwa nasabah debitur dapat dipercaya dan akan melaksanakan
kewajiban yang baik sesuai dengan yang diperjanjikan, dengan syarat bila nasabah Jaminan perorangan (borgtocht) merupakan tipe kontrak tersendiri
diantara kontrak yang lain. Dan borg ini harus dibedakan dengan jaminan
kebendaan. Pada jaminan kebendaan, apabila nasabah debitur memberikan
jaminan kebendaan kepada kreditur/bank, sebagai jaminan atas hutang yang
dipinjam oleh nasabah debitur.Dalam artian apabila nasabah debitur tidak
membayar hutang pada saat yang ditentukan, maka pihak kreditur/bank dapat
menuntut pelaksanaan eksekutorialbeslaq, terhadap jaminan kebendaan tersebut,
untuk dieksekusi lelang di muka umum guna pembayaran pelunasan atas hutang.
3R.Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia
debitur dengan tidak bersedia untuk melaksanakan kewajibannya. Dengan
persyaratan bahwa penjaminan yang diberikan nasabah debitur kepada kreditur,
berarti nasabah debitur telah “mengikatkan diri” untuk melaksanakan kewajiban
di dalam perjanjian.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapatlah dilihat bahwa yang menjadi
“isi” penjaminan/borgtocht tersebut. Isi dari penjaminan itu suatu peersetujuan
dimana pihak ketiga untuk kepentingan kreditur/bank berjanji dan mengikat diri
serta akan memenuhi kewajibannya, jika si nasabah debitur sendiri tidak sanggup
memenuhi kewajiban yang diperjanjikan.
Mengingat sifatnya yang “assesoir”, maka seorang penanggung (borg)
diberikan “hak istimewa” untuk menuntut agar si berhutang utama (debitur)
terlebih dahulu dilelang sita harta kekayaannya (uitgewonnen), meskipun “hak
istimewa” tersebut ditiadakan dalam perjanjiannya penanggungan dan memang
dalam praktik ditiadakan.
Selain itu, kepada penanggung juga diberikan “hak istimewa” lain, yaitu
dalam hal ada beberapa orang penanggung bersama-sama menanggung
pembayaran suatu hutang, untuk menuntut diadakannya “pemecahan” atau
“pembagian” beban tanggungannya. Dalam hal tersebut, beberapa orang itu
bersama-sama menanggung pemenuhan hutang tersebut sepenuhnya, dapat
dituntutnya pembagian sama rata dan dalam halnya kewajiban penanggungan
dibatasi sampai suatu jumlah tertentu, dapat dituntutnya pembagian menurut
imbangan jumlah-jumlah pembatasan tersebut.4
Permasalahan mulai timbul ketika pihak pemohon kredit atau debitur tidak
mampu dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan
dalam perjanjian kredit. Secara umum, berbagai permasalahan yang timbul dalam
perjanjian kredit antara pihak kreditur (pemberi kredit) dan pihak debitur
(pemohon kredit) dapat berupa ketidakmampuan membayar, keterlambatan
memenuhi kewajiban, debitur dalam keadaan pailit, meninggal dunia, dan hal
lainnya. Dalam hal kredit dengan jaminan perorangan timbul masalah ketika pihak
penjamin dalam keadaan pailit dan mungkin meninggal dunia.
Para nasabah yang telah memperoleh fasilitas kredit dari bank tidak
seluruhnya dapat mengembalikan utangnya dengan lancar sesuai dengan waktu
yang telah diperjanjikan.Pada kenyataannya, di dalam praktik selalu ada sebagian
nasabah yang tidak dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah
meminjaminya. Akibat nasabah tidak dapat membayar lunas utangnya, maka akan
tergambar perjalanan kredit menjadi terhenti atau macet. Oleh karena itu, bank
dalam memberikan kredit harus melakukannya berdasarkan analisis pemberian
kredit yang memadai, tujuannya agar bank mendapat keyakinan bahwa proyek
yang akan dibiayai dengan kredit tersebut layak (feasible) dan untuk mencegah
secara dini kemungkinan terjadinya default oleh nasabah.
Membicarakan kredit macet, sesungguhnya membicarakan risiko yang
terkandung dalam setiap pemberian kredit.Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa bank tidak mungkin terhindar dari kredit macet. Kemacetan kredit suatu
kesulitan terutama yang menyangkut tingkat kesehatan bank karenanya bank
wajib menghindarkan diri dari kredit macet.5
Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan dari debitur untuk
membayar angsuran kreditnya adalah merupakan gejala awal dari timbulnya suatu
kredit bermasalah dalam dunia perbankan.Namun demikian dimungkinkan juga
kredit bermasalah timbul karena faktor-faktor lain diluar inflasi tersebut. Terhadap
kredit bermasalah yang timbul tersebut diperlukan penanganan dengan segera oleh
pihak bank agar tidak berkelanjutan menjadi kredit macet (Non Performing Loan)
yang jika presentasenya terus meningkat akan dapat mempengaruhi tingkat
kesehatan suatu bank. Oleh karena itu, pihak bank wajib menerapkan serta
melaksanakan prinsip kehati-hatian yang terkait dengan pemberian kredit.6
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka untuk mengkaji lebih
lanjut mengenai penyelesaian kredit mcet ini agar dapat memperoleh gambaran
yuridis mengenai timbulnya kredit macet di dunia perbankan dan antisipasi serta
upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan kredit macet tersebut melalui
kebijakan-kebijakan yang diambil pihak bank, khususnya PT. Bank Mandiri Di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk unit Credit Operations Regional I
Medan, penyelesaian kredit macet dengan jaminan perorangan diselesaikan
dengan cara, yaitu restrukturisasi kredit, pengalihan utang (novasi), membuat
somasi kepada ddebitur, menjual jaminan kebendaan debitur, dan meminta
pertanggungjawaban personal guarantee.
5
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia(Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1996), hlm.180.
6Rimsky K. Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia(Jakarta: Gramedia
(Persero) Tbk unit Credit Operations Regional I Medan dan mengangkat judul
mengenai “Penyelesaian Kredit Macet oleh Bank dalam Pemberian Kredit dengan
Jaminan Perorangan (Studi pada PT.Bank Mandiri (Persero) Tbk unit Credit
Operations Regional I Medan”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat merumuskan
beberapa permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut dalam skripsi ini agar dapat
dianalisis dan memberikan gambaran yang tepat mengenai penyelesaian kredit
macet oleh bank dalam pemberian kredit dengan jaminan perorangan, diantaranya
sebagai berikut:
1. Bagaimana pemberian kredit dengan jaminan perorangan?
2. Bagaimana penyelesaian kredit macet oleh bank dalam pemberian kredit
dengan jaminan perorangan?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak ketiga dalam penyelesaian
kredit macet dengan jaminan perorangan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka
1. Untuk mengetahui tentang pemberian kredit dengan jaminan peorangan di PT.
Bank Mandiri (Persero) Tbk unit Credit Operations Regional I Medan.
2. Untuk mengetahui penyelesaian kredit macet oleh bank dalam pemberian
kredit dengan jaminan perorangan.
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pihak ketiga dalam
penyelesaian kredit macet dengan jaminan perorangan.
Manfaat dari penulisan skripsi ini tidak dapat dipisahkan dari tujuan
penulisan yang telah diuraikan diatas, yaitu:
1. Manfaat secara teoritis adalah bahwa pembahasan terhadap permasalahan
dalam skripsi ini akan memberikan pemahaman dan sikap kritis dalam hal
pemberian kredit yang dijamin oleh perseorangan serta bagaimana mengatasi
permasalahan yang timbul dalam pemberian kredit yang dijamin perseorangan.
Mengingat bahwa buku-buku dan literaturyang membahas mengenai
pemberian kredit dengan jaminan perorangan serta penyelesaian kredit macet
dengan jaminan perorangan sangat minim, maka pemaparan dalam skripsi ini
oleh pendapat-pendapat sarjana bidang hukum, dan didukung juga oleh
keterangan-keterangan dari pegawai-pegawai serta instansi perbankan. Oleh
karena itu, diharapkan bahwa kelak skripsi ini memberikan jawaban apabila
timbul kredit macet yang dijamin oleh jaminan perorangan (personal
guarantee).
2. Manfaat praktisnya adalah bahwa penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca, baik dari kalangan akademisi, para pelaku usaha, serta
ketiga yang berkedudukan sebagai penjamin sehingga pemberian kredit dengan
jaminan perorangan (personal guarantee) tidak menimbulkan permasalahan
dalam pengembalian kredit kepada pihak kreditur. Hal ini dimaksudkan agar
pihak kreditur dan debiturserta pihak penjamin (guarantor) mengetahui apa
yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing dalam menyelesaikan
permasalahan kredit. Selain itu, diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang
berarti bagi PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk unit Credit Operations Regional I
Medan dalam hal antisipasi untuk mengurangi terjadinya kredit macet dengan
jaminan perorangan.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan kepustakaan maupun dilapangan, perihal
penyelesaian kredit macet memang cukup banyak yang diangkat dan dibahas,
namun penulisan dengan judul “Penyelesaian Kredit Macet oleh Bank dalam
Pemberian Kredit dengan Jaminan Perorangan (Studi pada PT. Bank Mandiri
(Persero) Tbk unit Credit Operations Regional I Medan) belum ada yang menulis
sebagai skripsi dan merupakan hasil karya sendiri, dengan demikian maka
penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi-skripsi yang telah ada,
sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan
secara moral dan akademik. Dalam penulisan skripsi ini khusus membahas
masalah penyelesaian kredit macet oleh bank dalam pemberian kredit dengan
jaminan perorangan yang dijabarkan dengan pemikiran, referensi buku-buku dan
E. Tinjauan Kepustakaan
Pengertian sederhana kredit merupakan penyaluran dana dari pihak
pemilik dana kepada pihak yang memerlukan dana. Penyaluran dana tersebut
didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna
dana. Dalam bahasa Latin, kredit berasal dari kata “credere” yang artinya percaya.
Artinya pihak yang memberikan kredit percaya kepada pihak yang menerima
kredit, bahwa kredit yang diberikan pasti akan terbayar. Dilain pihak, penerima
kredit mendapat kepercayaan dari pihak yang member pinjaman, sehingga pihak
peminjam berkewajiban untuk mengembalikan kredit yang telah diterimanya.7
Untuk memperoleh kredit perbankan, kreditur akan mengenakan jaminan
kepada debitur. Istilah jaminan berasal dari kata “jamin” yang artinya pasti, yang
secara lengkap berarti bahwa kreditur mempunyai kepastian bahwa debitur akan
mengembalikan prestasi yang diberikan oleh kreditur tepat waktu dan untuk itu
maka pihak debitur memberikan suatu janji atau barang kepada kreditur yang akan Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang
atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli berbagai kebutuhan dan
produk dan akan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang telah
ditentukan. Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan berbunyi:
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
dikembalikan lagi setelah pelunasan pembayaran dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan.
Kata “jaminan” menurut ketentuan Pasal 1 huruf b Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No.23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang
Jaminan Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan:“jaminan adalah
keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan
yang diperjanjikan.”8
1. Ciri sukarela
Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(selanjutnya disebut KUHPerdata) dinyatakan:“bahwa segala kebendaan si
penghutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah
ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perseorangan.”
Penjamin pribadi merupakan bagian dari skema perjanjian yang diatur
dalam KUHPerdata dalam BAB XVII pada Pasal 1820 bahwa:“penanggungan
adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan
kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya debitur manakala orang
ini sendiri tidak memenuhinya.”
Memperhatikan rumusan Pasal 1820 KUHPerdata dilihat adanya empat
ciri yang tersimpul dalam persetujuan borg tadi yaitu:
Seorang pihak ketiga yang sama sekali tidak mempunyai urusan dan
kepentingan apa-apaa dalam suatu persetujuan yang dibuat antara nasabah debitur
8Iman Sjahputra Tunggal, Peraturan Perundang-undangan Perbankan di Indonesia
dan kreditur/bank, dengan sukarela membuat “pernyataan mengikat diri” akan
menyanggupi pelaksanaan perjanjian, apabila nanti si nasabah debitur tidak
melaksanakan pemenuhan kewajibannya terhadap kreditur.
2. Ciri subsidair
Dengan adanya pernyataan mengikat diri memenuhi perjanjian dari pihak
borg/penjaminan, seolah-olah kontruksi perjanjian dalam hal ini menjadi dua
tetapi saling bertindih.Yang pertama ialah perjanjian pokok itu sendiri antara
nasabah debitur dan kreditur.Perjanjian yang kedua, yang dianggap perjanjian
subsidair ialah perjanjian jaminan/borg tersebut antara sipenjamin dengan pihak
kreditur.
3. Ciri accesoir
Sebenarnya dengan memperhatikan ciri subsidairdiatas, sudah nampak
jelas ciri assesoir yang melekat pada perjanjian borg. Artinya perjanjian
penjaminan/borgtocht hanyalah “perjanjian sampingan” yang melekat atau
menempel pada perjanjian pokok yang dibuat oleh nasabah debitur dan
kreditur.Apabila nasabah debitur sendiri telah melaksanakan kewajibannya
kepada kreditur, hapuslah kewajiban penjaminan.
4. Borgtocht/penjaminan secara resmi hapus
Apabila perjanjian pokok telah hapus.Disinilah letak utama dari ciri
laindari pada perjanjian sampingan yang menempel pada perjanjian pokok.
Jaminan dengan sendirinya gugur apabila perjanjian pokok gugur.9
1. Si debitur ditagih terlebih dahulu bila ada kekurangan barulah kekurangan
tersebut ditagih kepadanya (recht van eerdereuitwinning) Pasal 1831
KUHPerdata.
Perseorangan (personal guarantee) dalam hal ini tidak ada benda tertentu
yang diikatkan dalam perjanjian karena yang diikatkan dalam perjanjian adalah
kesanggupan pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban debitur. Oleh karena itu
apabila terjadi ingkar janji akan berlaku ketentuan jaminan secara umum yang
diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1132 KUHPerdata.
Perjanjian perorangan maka si penjamin berhak untuk menuntut agar:
2. Jika ada penjamin lainnya, hutang tersebut dipecah-pecah atau dibagi diantara
para penjamin (recht van schuldsplitsing) Pasal 1837 KUHPerdata.
Jika seorang penjamin membayar hutang debitur, maka penjamin:
1. Dapat menuntut kembali dari debitur atas pembayaran hutang sepenuhnya yang
terdiri dari hutang pokok, berupa uang dan biaya-biaya.
2. Dapat dengan sendirinya mengambil alih segala hak-hak dari kreditur terhadap
debitur, seperti gadai dan hipotek.
F. Metode Penelitian
Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka harus didukung dengan
9S. Mantayborbir, Aneka Hukum Perjanjian Sekitar Pengurusan Piutang Negara(Jakarta:
fakta/dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari suatu penelitian.Penelitian pada
dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukunya sekedar mengamati
dengan teliti terhadap sesuatu obyek yang mudah terpegang di tangan.10
Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
memperkuat, membina dan mengembangkan ilmu pengetahuan.Ilmu pengetahuan
yang merupakan kekuatan pemikiran, pengetahuan manusia senantiasa dapat
diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas dasar
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh pengasuh-pengasuhnya. Hal itu terutama
disebabkan oleh karena penggunaan ilmu pengetahuan bertujuan agar manusia
lebih mengetahui dan mendalami.11
Metode merupakan suatu penelitian yang digunakan oleh manusia,
merupakan logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik
penelitian, maupun sistem dari prosedur dan teknik penelitian.12
1. Spesifikasi penelitian yang terdiri dari:
Adapun metode
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan
pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu mengacu
kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan
10Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003), hal. 27.
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia, 1984), hal. 30.
12Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek (Jakarta: Sinar Grafika, 1991),
undangan dan masyarakat.13Penelitian ini juga digunakan agar dapat melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat
didalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelesaian
kredit macet oleh bank dalam pemberian kredit dengan jaminan perorangan.
Serta memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai
literatur di perpustakaan, jurnal hasil peneitian, koran, majalah, situs internet
dan sebagainya.14 b. Sifat penelitian
Sifat penelitian yang sesuai adalah deskriptif analitis. Penelitian deskriptif
analitis artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang
menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara tepat, serta menganalisa
peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat diketahui
gambaran jawaban atas permasalahan mengenai penyelesaian kredit macet
oleh bank dalam pemberian kredit dengan jaminan perorangan atau hukum
dikonsepkan sebagai kaidah yang berpatokan pada perilaku manusia yang
dianggap pantas.15 c. Metode pendekatan
Metode pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis normatif
yaitu penelitian yang didasarkan atas satu atau dua variable yang saling
berhubungan yang didasarlan pada teori atau konsep yang bersifat umum
yang diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data atau
13
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.105
14Ibid
15Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja
menunjukkan komparasi ataupun hubungan seperangkat data dengan
seperangkat data lainnya.16 2. Sumber data penelitian
Penelitian hukum normatif menggunakan data sekunder sebagai data
utama. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan,
meliputi peraturan perundang-undangan, buku-buku, situs internet, media massa,
dan kamus serta data yang terdiri atas:17 a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer terdiri dari bahan hukum dan ketentuan-ketentuan
hukum positif termasuk peraturan perundang-undangan yang bersifat
mengikat. Adapun peraturan perundang-undangan yang dimaksud antara
lain:
1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 joUndang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan.
3) Bahan hukum yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda yang
sampai saat ini masih berlaku yaitu Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sering dinamakan secondary data yang
antara lain mencakup didalamnya:
16Bambang Sunggono, Op.Cit.,hlm.38.
17Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983),
1) Kepustakaaan atau buku literatur yang berhubungan dengan hukum
perbankan dan hukum jaminan.
2) Data tertulis lain berupa karyaa ilmiah para sarjana.
3) Referensi-referensi yang relevan dengan hukum perbankan.
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberi petunjuk atau penjelasan
mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal
dari kamus, jurnal, internet dan bahan lainnya yang berkaitan dengan
penulisan skripsi ini.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui
studi dokumen, bahan pustaka, serta penelitian lapangan (field research) dan juga
melalui bantuan media elektronik,yaitu internet.Untuk memeperoleh data dari
sumber ini dilakukan dengan memadukan, mengumpulkan, menafsirkan dan
membandingkan buku-buku dan arti-arti yang berhubungan dengan judul skripsi
“penyelesaian kredit macet oleh bank dalam pemberian kredit dengan jaminan
perorangan.”
4. Analisis data
Setelah semua data yang diperlukan terkumpul secaraa lengkap dan
disusun secara sistematis, selanjutnya akan dianalisis. Dalam penelitian ini penulis
memilih metode analisis data secara kualitatif yaitu analisis berupa kalimat dan
uraian. Metode kualitatif adalah menguji data dengan teori dan doktrin serta
gambaran dan jawaban yang jelas mengenai pokok permasalahan dan menemukan
kebenaran yang dapat diterima oleh akal sehat manusia dan terbatas pada masalah
yang diteliti.
Terlebih dahulu dilakukan pengkajian terhadap data yang diperoleh selama
penelitian, kemudian dipadukan dengan teori yang melandasinya untuk mencari
dan menemukan hubungan atau relevansi antara data yang diperoleh dengan
landasan teori yang digunakan. Sehingga dapat menggambarkan dan memberikan
kesimpulan umum mengenai penyelesaian kredit macet oleh bank dalam
pemberian kredit dengan jaminan perorangan (Studi pada PT. Bank Mandiri
(Persero) Tbk unit Credit Operations Regional I Medan).
G. Sistematika Penulisan
Penulisan suatu karya ilmiah khususnya skripsi, sistematika penulisan
merupakan suatu bagian yang sangat penting.Untuk menghasilkan karya ilmiah
yang baik maka pembahasannya harus diuraikan dengan sistematis, agar
pembahasannya dapat diarahkan untuk menjawab masalah-masalah dan
membuktikan kebenaran hipotesanya. Untuk memudahkan penulisan skripssi ini,
maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam
beberapa bab serta sub bab secara berurutan dan saling berkaitan satu sama lain.
Susunan dari sistematika penulisan yang tujuannya untuk memudahkan
dalam melakukan penulisan skripsi dan juga untuk memudahkan pembaca dalam
memahami isi dari skripsi ini.Penulisan skripsi ini dibagi atas 5 (lima) bab,
skripsi ini disusun secara sistematis dan saling berkaitan satu dengan yang
lainnya. Uraian singkat atas bab-bab dan sub-sub bab tersebut adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan secara ringkas mengenai latar belakang
penulisan skripsi, perumusan masalah, kemudian dilanjutkan
dengan tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian, yang kemudian diakhiri oleh
BAB II PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERORANGAN
Bab ini membahas tentang aspek hukum kredit perbankan, jaminan
perorangan sebagai bentuk jaminan kredit, prosedur pemberian
kredit dengan jaminan perorangan, serta hak dan kewajiban para
pihak.
BAB III PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK DALAM
PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERORANGAN
Bab ini membahas tentang penerapan prinsip kehati-hatian dalam
pemberian kredit dalam pemberian kredit di Bank Mandiri,
penyebab terjadinya kredit macet dengan jaminan perorangan,
penyelesaian kredit macet oleh bank dalam pemberian kredit
dengan jaminan perorangan.
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA
DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN
JAMINAN PERORANGAN
Bab ini menguraikan secara rinci mengenai para pihak dalam
pemberian kredit perbankan,akibat hukum kredit macet dalam
pemberian kredit dengan jaminan perorangan pada pihak ketiga,
dan perlindungan hukum terhadap pihak ketiga dalam penyelesaian
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas
sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi