TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Irigasi
Sistem irigasi dalam Small dan Svendsen (1992) merupakan suatu set
dari elemen-elemen fisik dan sosial yang difungsikan untuk : mendapatkan air dari
suatu sumber terkumpulnya air secara alami, memfasilitasi dan mengendalikan
perpindahan air dari sumbernya ke lahan atau tempat lain yang dimaksudkan
untuk budidaya tanaman pertanian atau tanaman- tanaman lain yang diinginkan
dan menyebarkan air ke zona atau daerah lingkungan (zone) perakaran di lahan yang diairi. Sistem irigasi merupakan suatu sistem yang terbuka, yang secara
struktural dan fungsional peka dalam menanggapi perubahan berbagai
lingkungannya (Pusposutardjo, 2001).
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006
Tentang Irigasi menyatakan bahwa : Pasal 1 (4) Sistem irigasi meliputi prasarana
irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan
sumber daya manusia, (5) Penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per
satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi
yang didasarkan waktu, jumlah, dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk
menunjang pertanian dan keperluan lainnya, (6) Pengaturan air irigasi adalah
kegiatan yang meliputi pembagian, pemberian, dan penggunaan air irigasi, (7)
Pembagian air irigasi adalah kegiatan membagi air di bangunan bagi dalam
jaringan primer atau jaringan sekunder, (8) Pemberian air irigasi adalah kegiatan
menyalurkan air dengan jumlah tertentu dari jaringan primer atau jaringan
Sistem irigasi dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu: prasarana fisik,
produktifitas tanam, sarana penunjang, organisasi personalia, dokumentasi, dan
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Bangunan irigasi mengalami penurunan
fungsi akibat bertambahnya umur bangunan atau ulah manusia ( Rahajeng, 2001).
Jaringan Irigasi
Proses pengairan buatan pada tanah untuk pertumbuhan tanaman
pertanian diistilahkan sebagai irigasi. Irigasi merupakan sebuah ilmu praktis
dalam merencanakan dan merancang sistem pemberian air untuk daerah pertanian
guna melindungi tanaman dari dampak buruk kekeringan ataupun curah hujan
rendah. Irigasi berperan juga dalam pembangunan bendungan dan sistem kanal
agar suplai air untuk tanaman bisa teratur. Berikut ini adalah faktor yang
menegaskan pentingnya irigasi.
a. Curah hujan rendah ( curah hujan tidak cukup)
b. Pendistribusian atau penyaluran air yang tidak merata
c. Perbaikan untuk tanaman sepanjang tahun
d. Pengembangan pertanian pada daereah kering atau gurun
( Basak, 1999).
Berdasarkan Tingkatan, jaringan irigasi terbagi atas :
- Jaringan irigasi teknis ( seluruh sistem dapat diatur dengan cara teknis, ada alat
ukur, dimulai dari bangunan utama, saluran induk, sampai dengan box tersier dan saluran pembuang), luas irigasi teknis di Sumatera Utara ± 127.072 Ha.
- Jaringan irigasi setengah teknis ( sistem irigasi sebagian memakai alat ukur dan
- Jaringan irigasi sederhana ( sistem irigasi tanpa menggunakan alat ukur/ pintu-
pintu masih sangat sederhana dan pada umumnya dimulai dari bangunan utama
sampai dengan saluran tersier masih sangat sederhana dan sebahagian asli dari
bangunan alam). Luas jaringan ini di Sumatera Utara ± 35.696 Ha. Berdasarkan
data di atas maka total luas irigasi di Sumatera Utara saat ini ialah 279.201 Ha
(Hasibuan, 1998).
Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran irigasi
pembawa dan saluran pembuang. Ditinjau dari jenis dan fungsinya saluran irigasi
pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, sekunder, tersier serta kuarter.
Ditinjau dari letaknya, saluran irigasi pembawa dapat pula dibedakan menjadi
saluran garis tinggi/ kontur dan saluran garis punggung (Mawardi, 2007).
Jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen serta
bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping itu terdapat
pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang. Pengaturan dan pengukuran
dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier. Untuk memudahkan
sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu organisasi petak
yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak kuarter dan
petak sawah sebagai satuan terkecil. Pembagian air, eksploitasi dan perneliharaan
di petak tersier menjadi tanggungjawab para petani yang mempunyai lahan di
petak yang bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah. Petak sekunder terdiri
dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder.
Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran
primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada urnumnya berupa tanda
berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan. Petak
primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air dari
saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air
langsung dari bangunan penyadap ( Hariany, dkk., 2011).
Kinerja Sistem Irigasi
Kinerja jaringan irigasi tercermin dari kemampuannya untuk mendukung
ketersediaan air irigasi pada areal layanan irigasi (command area) yang kondusif untuk penerapan pola tanam yang direncanakan. Kinerja jaringan irigasi yang
buruk mengakibatkan luas areal sawah yang irigasinya baik menjadi berkurang.
Secara umum, kinerja jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan meningkatnya
water stress yang dialami tanaman (baik akibat kekurangan ataupun kelebihan air) sehingga pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tidak optimal. Kerugian
yang timbul akibat water stress tidak hanya berupa produktivitas tanaman sangat menurun, tetapi mencakup pula mubazirnya sebagian masukan usaha tani yang
telah diaplikasikan (pupuk, tenaga kerja, dan lain-lain).Perbaikan kinerja jaringan
irigasi mencakup perangkat lunak maupun perangkat kerasnya. Secara normatif,
monitoring dan evaluasi kinerja jaringan di level primer dan sekunder telah
dilakukan oleh instansi terkait dan program rehabilitasinya telah pula dirumuskan
(Sumaryanto, dkk., 2006).
Pengurusan dan pengaturan air irigasi dan jaringan irigasi beserta
bangunan pelengkapnya yang ada di dalam wilayah daerah, diserahkan kepada
pemerintah daerah yang bersangkutan dengan berpedoman kepada ketentuan-
pengaturan atas segala hal yang berhubungan dengan bidang irigasi menjadi tugas
dan wewenang pemerintah daerah (Soediro, 1991).
Setiap komponen indikator kinerja sistem irigasi memiliki rentang nilai 1
hingga 4. Komponen- komponen indikator kinerja sistem irigasi dalam Setyawan,
dkk., (2011) dapat dilihat pada Lampiran 2. Komponen indikator yang telah
diketahui nilai atau skornya, dikalikan dengan bobotnya, kemudian dijumlahkan
sehingga diperoleh jumlah nilai total komponen- komponen indikator dengan
rentang nilai 1 hingga 4. Setelah itu ditentukan kriteria kinerja sistem irigasi
berdasarkan Tabel 3. Secara sederhana perhitungan jumlah nilai total komponen –
komponen indikator kinerja sistem irigasi dapat dirumuskan sebagai berikut : Σ I = I1 x B1 + I2 xB2 … … + In x Bn ……… (1)
dimana :
Σ I = Jumlah nilai total komponen indikator kinerja sistem irigasi
I = Nilai komponen Indikator
B = Bobot indikator ( % )
Kinerja Operasi dan Pemeliharaan Sistem Irigasi
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006
Tentang Irigasi menyatakan bahwa : Pasal 1 (37) Operasi jaringan irigasi adalah
upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka
menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem
golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintu/
bangunan, mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi. (38) Pemeliharaan
selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan
mempertahankan kelestariannya.
Operasi dan pemeliharaan merupakan masalah utama dalam sektor irigasi
dan bagian dari manajemen irigasi. Operasi mengacu pada keseluruhan tugas yang
harus diimplementasikan oleh mereka yang bertanggung jawab terhadap
manajemen irigasi. Tugas pokoknya adalah pengalokasian dan pendistribusian
untuk berbagai pemakai air yang berbeda dan perencanaan pola eksploitasi
temporal yang menyeluruh bagi penyediaan air dari sumber utama. Pemeliharaan
mengacu pada serangkaian upaya yang harus dilakukan untuk mempertahankan
integritas bangunan- bangunan dan kemampuan jaringan untuk menyalurkan air
secara terkendali (Varley, 1993).
Adapun kegiatan operasi jaringan irigasi dalam Sudarmanto (2013) ialah :
- Pengumpulan data ( debit, hujan, luas tanam, dan lain-lain).
- Membuat rencana penyediaan air tahunan, rencana tata tanam tahunan, rencana
pengeringan dan lain-lain.
- Melaksanakan pembagian dan pemberian air ( termasuk pekerjaan membuat
laporan permintaan air, mengisi papan operasi dan mengatur bukaan pintu).
- Mengatur pintu- pintu air pada bending berkaitan dengan datangnya debit sungai
banjir.
- Mengatur pintu kantong lumpur untuk menguras endapan lumpur.
- Koordinasi antar instansi terkait
- Monitoring dan evaluasi kegiatan operasi jaringan irigasi.
Komponen, kriteria dan katagori penilaian kinerja Operasi dan
Pemeliharaan ( O& P) Irigasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komponen penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi Komponen Penilaian Kriteria Penilaian Kategori Penilaian
Kinerja fungsional Infrastruktur jaringan irigasi
Kondisi Fisik Infrastruktur Baik, Rusak Sedang, Rusak Berat
Kondisi Fungsional
Infrastruktur
Baik, Terganggu Ringan, Terganggu Berat
Kinerja Pelayanan Air Tingkat Kecukupan Air Berlebih, cukup, kurang
Tingkat Ketepatan Pemberian Air
Tepat, kadang terlambat, Sering Terlambat
Kinerja Kelembagaan
Pemerintah Manajemen Kelembagaan Baik, Cukup, Kurang
Ketersediaan Dana Berlebih, cukup, kurang
SDM Berlebih, cukup, kurang
Kinerja Kelembagaan Petani
Struktur Kelembagaan (AD/ART, anggota, Program Kerja), Prasarana (fasilitas dan dana) dan keaktifan anggota
Baik, Cukup, Kurang
Sumber : Setyawan, dkk., 2011.
Manajemen Operasi dan Pemeliharaan (O & P) yang meliputi
perencanaan, pengawasan dan evaluasi merupakan suatu kesatuan yang utuh dan
merupakan sistem proses. Manajemen O & P yang optimal membutuhkan
monitoring yang kontiniu untuk mendapatkan data dan informasi sebagai landasan
evaluasi untuk menentukan langkah atau tindakan selanjutnya agar dapat
dipertahankan keberlanjutan fungsi dan manfaat jaringan- jaringan irigasi tersebut
sesuai dengan tujuan pengolahannya. Evaluasi sebagai bagian dalam Operasi dan
Pemeliharaan (O & P) sistem irigasi merupakan umpan balik ( feedback ) dalam manajemen irigasi untuk mengakses derajat pencapaian tujuan sistem irigasi.
Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui hasil, akibat dan dampak dari
Tolok ukur yang diterapkan untuk mengevaluasi kinerja Operasi dan
Pemeliharaan ( O&P) irigasi mencakup aspek-aspek berikut:
1. Tolok ukur keluaran O&P jaringan irigasi sebagai penyedia, penyalur, dan
distribusi air. Terdapat empat indikator yang terkait dengan aspek ini:
a. Kehandalan penyampaian air (Reliability of Delivery – KPA):
rencana
b. Kemerataan penjatahan air antar petak tertier (Water Allocation Equity/ WAE):
c. Kemampuan untuk melakukan drainase yang baik (tercermin dari
perbandingan antara kondisi aktual dengan yang direncanakan).
d. Ketersediaan dana O & P irigasi, baik dari swadaya petani maupun dari
pemerintah.
2. Tolok ukur menurut sudut pandang petani. Ini dapat dinilai melalui:
a. Tingkat kecukupan, yakni perbandingan tebal (depth) pemberian air irigasi aktual terhadap tebal air yang diinginkan petani (P3A).
b. Ketepatan waktu, yakni perbandingan antara waktu pemberian air menurut
kondisi akutal terhadap jadwal yang diinginkan petani . Dalam konteks ini
difokuskan pada ketepatan waktu kedatangan pasokan air irigasi meskipun
sebenarnya dimensinya juga mencakup durasinya.
Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dilaksanakan sesuai dengan
norma, standar, pedoman, dan manual yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 56 (1)
Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder menjadi
wewenang dan tanggung jawab pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah
kabupaten/ kota sesuai dengan kewenangannya. (2) Perkumpulan petani pemakai
air dapat berperan serta dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer
dan sekunder sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. (3) Perkumpulan
petani pemakai air dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder. (4) Operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi primer dan sekunder dilaksanakan atas dasar rencana tahunan
operasi dan pemeliharaan yang disepakati bersama secara tertulis antara
pemerintah, perkumpulan petani pemakai air, dan pengguna jaringan irigasi di
setiap daerah irigasi. (5) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier menjadi
hak dan tanggung jawab P3A (Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006)
Program pembangunan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan
pengelolaan sumber daya air dalam Dinas PSDA (2013) adalah sebagai berikut :
a. Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, rawa, dan jaringan pengelolaan
sumber daya air yang merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap tahun
pada daerah irigasi dan rawa untuk luasan 1000 sampai dengan 3000 Ha atau
daerah lintas kabupaten/ kota.
b. Rehabilitasi atau perbaikan dan pembangunan infrastruktur jaringan irigasi,
rawa dan jaringan pengelolaan sumber daya air untuk luasan 1000 sampai
c. Pembinaan dan pembiayaan organisasi pemakai air dalam pengelolaan jaringan
pengelolaan sumber daya air untuk luasan 1000 sampai dengan 3000 Ha atau
daerah lintas kabupaten/ kota.
Untuk menilai kinerja operasi dan penialaian kinerja operasi dan
pemeliharaan sistem irigasi, maka perlu diketahui bobot penilaian kinerja operasi
dan pemeliharaan sisten irigasi untuk setiap kriteria penilaian. Bobot penilaian
operasi dan pemeliharaan kinerja sistem irigasi, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi
Setelah bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi
diketahui, maka dapat dianalisis kriteria kinerja operasi dan pemeliharaan sistem
irigasi, dengan menggunakan Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria O & P sistem irigasi
No Jumlah Skor Kriteria
1. 3 – 4 Sangat Baik
2. 2 – 2,9 Baik
3. 1 – 1,9 Sedang
4. < 1 Buruk
Sumber : Setyawan, dkk., 2011
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 32 Tahun 2007 dinyatakan
bahwa : Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan
jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar
pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya melalui kegiatan
perawatan, perbaikan, pencegahan dan pengamanan yang harus dilakukan secara
terus menerus. Ruang lingkup kegiatan pemeliharaan jaringan meliputi :
a. Inventarisasi kondisi jaringan irigasi.
b. Perencanaan.
c. Pelaksanaan.
d. Pemantauan dan evaluasi.
Kinerja Fungsional dan Infrastruktur Jaringan Irigasi
Kinerja Fungsional dan Infrastruktur Jaringan Irigasi meliputi kondisi fisik
infrastruktur dan kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi. Berdasarkan
Peraturan Menteri No. 32 tahun 2007 Tentang Operasi dan Pemeliharaan Jaringan
Irigasi dinyatakan bahwa inventarisasi jaringan irigasi dilakukan untuk
mendapatkan data jumlah, dimensi, jenis, kondisi dan fungsi seluruh aset irigasi
setiap daerah irigasi. Inventarisasi jaringan irigasi dilaksanakan setiap tahun
mengacu pada ketentuan/ pedoman yang berlaku. Untuk kegiatan pemeliharaan
dari inventarisasi tersebut yang sangat diperlukan adalah data kondisi jaringan
irigasi yang meliputi data kerusakan dan pengaruhnya terhadap areal pelayanan.
Kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi
Pemberian air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream) memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa: bendungan, bendung, saluran primer dan
sekunder, box bagi, bangunan-bangunan ukur, dan saluran tersier serta saluran Tingkat Usaha Tani (TUT). Rusaknya salah satu bangunan-bangunan irigasi akan
mempengaruhi kinerja sistem yang ada, sehingga mengakibatkan efisiensi dan
efektifitas irigasi menurun (Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, 2014).
Pemeliharaan jaringan irigasi meliputi : perawatan, perbaikan, pencegahan
dan pengamanan. Dalam pemeliharaan jaringan irigasi juga terdapat kegiatan
inspeksi jaringan irigasi, yaitu : pemeriksaan jaringan irigasi yang dilakukan
secara rutin setiap periode tertentu yaitu 7 hari sekali untuk mengetahui kondisi
jaringan irigasi ( Mansoer, 2013).
Kondisi fisik jaringan irigasi menyangkut jumlah, dimensi, jenis dan
keadaan fisik suatu jaringan irigasi. Dalam Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007
kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi dapat diklasifikasikan seperti yang
Tabel 4. Klasifikasi kondisi fisik jaringan irigasi
No. Tingkat Kerusakan Jaringan Klasifikasi Keterangan
1. < 10 % Kondisi Baik Pemeliharaan rutin
2. 10- 20 % Kondisi Rusak Ringan Pemeliharaan berkala
3. 21-40 % Kondisi Rusak Sedang Pemeliharaan berat
4. >40 % Kondisi Rusak Berat Rehabilitasi
Sumber : Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007
Sedangkan untuk kriteria kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi
No. Kondisi Fisik Infrastruktur Kriteria
1. Tingkat kerusakan < 10 % Sangat Baik
2. Tingkat kerusakan 10% - 20 % Baik
3. Tingkat kerusakan 21% - 40 % Buruk
4. Tingkat kerusakan > 40 % Sangat Buruk
Penilaian kondisi fisik infrastruktur dalam Mansoer (2013) dapat diketahui
dengan cara berikut :
- Indikator bangunan utama ( Bu) : Mercu bendung, penguras, intake dan kantong
lumpur yang berfungsi baik ( Buf ) / jumlah total bangunan utama (But)
kemudian dikali bobotnya.
Atau : Bu = Buf
But x bobot ………...………(4)
- Indikator saluran irigasi (Is) : panjang saluran berfungsi baik (Sf) / panjang
saluran total (St) kemudian dikali dengan bobotnya.
Atau : Is = Sf
St x bobot ………...………(5)
- Indikator bangunan (Ib) : Jumlah bangunan yang berfugsi baik (Bf) / jumlah
bangunan total (Bt) kemdian dikali dengan bobotnya.
Atau : Ib = B f
Bt x bobot ………...………(6)
Setelah nilai masing-masing indikator diketahui, maka dihitung persentase
Kondisi fisik infrastruktur = Bu + Is + Ib ………...………(7)
Bobot indikator untuk menentukan kriteria kondisi fisik jaringan irigasi,
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Bobot indikator kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi
No. Indikator Bobot (%)
1. Bangunan Utama 38.65
2. Saluran Pembawa 31.65
3. Bangunan pada Saluran 29.65
Sumber : Mansoer (2013)
Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi
Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi erat kaitannya terhadap
kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi. Jika kondisi fisik infrastruktur baik,
maka hampir dapat dipastikan kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasinya
juga demikian. Penilaian kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi dapat
dilakukan dengan cara berikut :
- Indikator saluran irigasi (Is) : panjang saluran berfungsi baik (Sf) / panjang
saluran total (St) kemudian dikali 100%.
Atau : Is = Sf
St x 100% ………...………(8)
- Indikator bangunan irigasi (Ib) : Jumlah bangunan irigasi yang berfugsi baik
(Bf) / jumlah bangunan total (Bt) kemdian dikali dengan bobotnya.
Atau : Ib = Bf
Bt x 100% ………...………(9)
Setelah nilai masing-masing indikator diketahui, maka dihitung persentase
kondisi fisik infrastruktur dengan rumus :
Kondisi fungsional infrastruktur = Is +Ib
2
……….…(10)
Tabel 7. Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi
No. Kondisi Fungsional Infrastruktur Kriteria
1. Tingkat kerusakan fungsional jaringan < 10 % Sangat Baik
2. Tingkat kerusakan fungsional 10% - 20 % Baik
3. Tingkat kerusakan fungsional jaringan21% - 40 % Buruk 4. Tingkat kerusakan fungsional jaringan> 40 % Sangat Buruk
Dalam pengelolaan irigasi, untuk menjaga fungsi irigasi perlu dilakukan
kegiatan rehabilitasi. Praktek di lapangan selama ini dibedakan rehabilitasi ringan,
sedang dan berat. Rehabilitasi ringan dilakukan akibat akumulasi sisa kerusakan
yang tidak bisa dilakukan perbaikan dalam pemeliharaan tahunan. Rehabilitasi
sedang dilakukan akibat kerusakan yang menumpuk akibat lalainya kegiatan O &
P selama periode waktu menengah, yaitu 10 – 20 tahun. Rehabilitasi berat
dilakukan akibat bencana alam atau lalainya kegiatan O & P dalam jangka waktu
yang lama, sehingga kinerja irigasi jatuh di bawah kinerja ekonomis.
Kinerja Pelayanan Air
Kinerja pelayanan air meliputi : tingkat kecukupan air dan tingkat
ketepatan memperoleh air. Rencana penyediaan air tahunan dibuat oleh instansi
teknis tingkat kabupaten/ tingkat provinsi sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan ketersediaan air (debit andalan) dan mempertimbangkan usulan
rencana tata tanam dan rencana kebutuhan air tahunan, kondisi hidroklimatologi.
Tingkat kecukupan air
Masalah air bagi tanaman pangan tidak hanya didominasi oleh daerah
beriklim kering. Di daerah beriklim basah air juga merupakan faktor pembatas
terhadap tingkat pertumbuhan dan produksi tanaman. Keberhasilan suatu kegiatan
pertanian sangat ditentukan oleh perimbangan antara jumlah air yang tersedia di
Jumlah air yang tersedia pada suatu lahan pertanian dapat dilihat dari kondisi
curah hujan, sedangkan jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman dapat
digambarkan dengan jumlah air yang dibutuhkan untuk evapotranspirasi. Jumlah
air yang tersedia dan jumlah air yang dibutuhkan akan mengalami fluktuasi dari
waktu ke waktu, sehingga pada suatu peiode dapat terjadi kelebihan air dan pada
periode lainnya dapat terjadi kekurangan air bagi tanaman ( Hidayat, dkk., 2006)
Tingkat kecukupan air ditandai dengan kemampuan suatu sumber air
untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan tertentu. Pada areal beririgasi,
lahan dapat ditanami padi 3 kali dalam setahun, tetapi pada sawah tadah hujan
harus dilakukan pergiliran tanaman dengan palawija. Pergiliran tanaman ini juga
dilakukan pada lahan beririgasi. Biasanya setelah satu tahun menanam padi,
untuk meningkatkan produktivitas lahan, seringkali dilakukan tumpang sari
dengan tanaman semusim lainnya, misalnya padi gogo dengan jagung atau padi
gogo di antara ubi kayu dan kacang tanah. Pada pertanaman padi sawah, tanaman
tumpang sari ditanam di pematang sawah, biasanya berupa kacang- kacangan
(Prihatman, 2000).
Tingkat kecukupan air dapat diketahui dengan cara berikut ini : jika dalam
satu tahun pada suatu areal sawah tertentu dapat ditanami padi 3 kali dan air yang
dialirkan memadai, maka tingkat kecukupan airnya dapat dikatagorikan sangat
cukup, jika areal sawah dapat ditanami dua kali, maka tingkat kecukupan airnya
dapat dikatagorikan cukup. Jika areal sawah hanya dapat ditanami padi satu kali
dalam setahun meskipun air yang dialirkan sangat memadai, tingkat kecukupan
kali ditanami padi dalam satu tahun serta air yang dialirkan tidak memadai, maka
tingkat kecukupan air pada suatu daerah irigasi dapat dikatagorikan sangat kurang.
Tingkat ketepatan pemberian air
Dampak perubahan perilaku kekeringan memunculkan masalah dalam
kegiatan pertanian, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan air tanaman. Data
lapangan juga menunjukkan kekeringan agronomis tidak hanya terjadi pada lahan
kering dan tadah hujan, tetapi juga melanda lahan sawah beririgasi, baik irigasi
semiteknis maupun teknis. Sehingga kondisi ini memunculkan masalah baru pula
terutama dalam hal ketepatan waktu pemberian air ke areal lahan. Penentuan
kebutuhan air tanaman didasarkan pada jenis tanaman yang ada dan atau rencana
tanam untuk masa yang akan datang. Sedangkan ketersediaan air didasarkan pada
potensi air hujan, air sungai dan sumber air lainnya. Faktor kehilangan air,
disamping untuk tanaman itu sendiri juga diperhitungkan kehilangan air karena
perkolasi, evapotranspirasi serta efisiensi penyampaian atau penyaluran air dari
sungai atau bendungan ( Suprapto, dkk., 2008).
Tingkat ketepatan pemberian air erat kaitannya terhadap tingkat
kecukupan air. Jika tingkat kecukupan air ditandai dengan kemampuan suatu
sumber air untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan tertentu, maka tingkat
ketepatan pemberian air dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi untuk
menyatakan kesesuaian waktu pemberian air sesuai dengan jadwal yang telah
disepakati bersama.
Tingkat ketepatan pemberian air dapat dianalisis dengan cara berikut ini.
Jika pemberian air telah sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama,
jadwal pemberian air terlambat beberapa jam dari jadwal yang telah disepakati
bersama, maka tingkat ketepatan pemberian airnya masih dapat dikatagorikan
tepat. Jika jadwal pemberian air terlambat lebih dari satu hari, maka tingkat
ketepatan pemberian airnya dikatagorikan terlambat dan jika jadwal pemberian
airnya terlambat hingga lebih dari 3 hari, maka tingkat ketepatan pemberian
dikatagorikan sangat terlambat.
Kinerja Kelembagaan Pemerintah
Indikator kelembagaan pemerintah dapat meliputi : manajemen
kelembagaan, ketersediaan dana dan Sumber Daya Manusia ( SDM).
Manajemen kelembagaan.
Manajemen kelembagaan meliputi elemen- elemen yang terkait dalam
kegiatan O & P sistem irigasi serta tugas yang dimilikinya.
a. Kepala ranting/ pengamat/ Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) / cabang
dinas/ korwil
− Mempersiapkan penyusunan Rencana Tata Tanam Global (RTTG) dan
Rencana Tata Tanam Detail (RTTD) sesuai usulan Perkumpulan Petani
Pemakai Air (P3A), Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A)
atau Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A)
− Rapat di kantor ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil setiap
minggu untuk mengetahui permasalahan operasi, hadir para mantri/ juru
pengairan, Petugas Pintu Air (PPA), Petugas Operasi Bendung ( POB)
serta P3A/ GP3A/ IP3A.
− Membina P3A/ GP3A/ IP3A untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan
operasi
− Membantu proses pengajuan bantuan biaya operasi yang diajukan P3A/
GP3A/ IP3A.
− Membuat laporan kegiatan operasi ke dinas.
b. Petugas mantri / juru pengairan
− Membantu kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil untuk
tugas- tugas yang berkaitan dengan operasi.
− Melaksanakan instruksi dari ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/
korwil tentang pemberian air pada tiap bangunan pengatur.
− Memberi instruksi kepada PPA untuk mengatur pintu air sesuai debit yang
ditetapkan.
− Memberi saran kepada petani tentang awal tanam & jenis tanaman.
− Pengaturan giliran.
− Mengisi papan operasi/ eksploitasi.
− Membuat laporan operasi.
− Pengumpulan data debit.
− Pengumpulan data tanaman & kerusakan tanaman.
− Pengumpulan data curah hujan (sesuai kebutuhan daerah).
− Menyusun data mutasi baku sawah (sesuai kebutuhan daerah).
− Mengumpulkan data usulan rencana tata tanam.
− Melaporkan kejadian banjir kepada ranting/ pengamat.
− Melaporkan jika terjadi kekurangan air yang kritis kepada pengamat.
− Membantu kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil dalam
pelaksanaan operasi jaringan irigasi.
d. Petugas Operasi Bendung (POB)
− Melaksanakan pengaturan pintu penguras bendung terhadap banjir yang
datang
− Melaksanakan pengurasan kantong lumpur
− Membuka dan menutup pintu pengambilan utama, sesuai debit dan jadwal
yang direncanakan.
− Mencatat besarnya debit yang mengalir atau masuk ke saluran induk pada
blangko operasi.
− Mencatat elevasi muka air banjir
e. Petugas Pintu Air (PPA)
− Membuka dan menutup pintu air sehingga debit air yang mengalir sesuai
dengan perintah juru/ mantri pengairan.
( Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007 ).
Manajemen kelembagaan dapat dianalisis dengan cara berikut ini. Apabila
kepala ranting, petugas mantri, staf ranting, POB dan PPA tersedia dalam suatu
sistem irigsai maka manajemen kelembagaannya dapat dikategorikan sangat baik,
jika salah satu petugas tidak tersedia, maka masih dapat dikategorikan manajemen
kelembagaan irigasi tersebut baik. Jika dua dari lima kategori petugas di atas tidak
tersedia, maka manajemen kelembagaannya dapat dikategorikan buruk dan jika
lebih dari dua kategori petugas tidak tersedia dalam suatu sistem irigasi, maka
Ketersediaan dana
Urusan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dan juga daerah rawa
menjadi wewenang dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air. Untuk itu, berbagai
program dan kegiatan dilakukan guna meningkatkan kinerja operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi, begitupula untuk daerah rawa.
Adapun progam dari Dinas PSDA tersebut ialah : program pembangunan
dan pengelolaan infrastruktur irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya dengan
kegiatan diantaranya : perencanaan, pengendalian, pengawasan dan pembinaan O
& P jaringan irigasi dan rawa, O & P jaringan Irigasi (1.000 Ha - 3.000 Ha) dan
lintas kabupaten/ kota pada UPT PSDA, O & P jaringan rawa (1.000 Ha - 3.000
Ha) dan lintas kabupaten/ kota pada UPT PSDA, koordinasi pembina P3A untuk
pemberdayaan P3A/ GP3A/ IP3A, konsultasi O & P pengelolaan SDA Provinsi
Sumatera Utara dan kabupaten/ kota, rehabilitasi/ perbaikan dan peningkatan
infrastruktur irigasi ( luasan 1.000 Ha s/d 3.000 Ha atau daerah lintas kabupaten/
kota) rehabilitasi/ perbaikan dan peningkatan infrastruktur rawa (luasan 1.000 Ha
s/d 3.000 Ha atau daerah lintas kabupaten/ kota) penunjang kegiatan program
lainnya (Dinas PSDA, 2013).
Ketersediaan dana dapat diketahui melalui rencana anggaran biaya yang
dihitung berdasarkan perhitungan volume dan harga satuan yang sesuai dengan
standar yang berlaku di wilayah setempat. Sumber - sumber pembiayaan
pemeliharaan jaringan irigasi berasal dari :
a) Alokasi biaya pemeliharaan dari sumber APBN atau APBD.
c) Alokasi biaya dari badan usaha atau sumber lainnya.
( Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007).
Bantuan dana untuk irigasi seringkali tersendat- sendat dan sangat rentan
terhadap perubahan jumlah dana imbangan rupiah yang harus disediakan dari
tahun ke tahun. Akan tetapi, kekurangan – kekurangan dalam O & P jaringan
utama bukan hanya karena kurangnya dana, melainkan juga pada cara
memanfaatkan dana- dana yang ada . Sebagian besar alokasi dana diserap untuk
biaya administrasi kantor, sedangkan kebutuhan yang paling mendasar bagi
petugas lapangan seperti alat- alat, material dan transportasi tidak terpenuhi
(Varley, 1993).
Sumber daya manusia
Sumber daya manusia menyangkut ketersediaan personil untuk setiap
elemen – elemen yang dibutuhkan dalam suatu sistem irigasi. Berikut adalah
kebutuhan tenaga pelaksana O & P sistem irigasi :
a. Kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil : 1 orang + 5 staff per
5.000 – 7.500 Ha.
b. Mantri / juru pengairan : 1 orang per 750 – 1.500 Ha.
c. Petugas Operasi Bendung (POB) : 1 orang per bendung, dapat ditambah
beberapa pekerja untuk bendung besar.
d. Petugas Pintu Air (PPA) : 1 orang per 3 – 5 bangunan sadap dan bangunan bagi
pada saluran berjarak antara 2 - 3 km atau daerah layanan 150 sd. 500 Ha.
e. Pekerja/ Pekarya Saluran (PS) : 1 orang per 2 - 3 km panjang saluran.
Sumber daya manusia dapat dianalisis dengan cara berikut ini. Apabila
jumlah petugas pada masing – masing kategori telah terpenuhi, maka SDM
sangat memadai. Jika kategori petugas telah terpenuhi namun personil petugasnya
belum memenuhi hal di atas, maka SDM masih dapat dikategorikan memadai, jika
satu hingga dua kategori petugas tidak terpenuhi, maka SDM dikategorikan
kurang memadai dan jika lebih dari dua kategori perugas yang tidak terpenuhi,
maka SDM dikategorikan sangat buruk.
Kinerja Kelembagaan Petani
Pengembangan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab
perkumpulan petani pemakai air. Artinya, segala tanggung jawab pengembangan
dan pengelolaan sistem irigasi di tingkat tersier menjadi tanggung jawab lembaga
Perkumpulan Petani Pemakai Air atau P3A (pada beberapa daerah dikenal dengan
Mitra Cai, Subak, HIPPA). Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) adalah
kelembagaan yang ditumbuhkan/ dibentuk petani yang mendapat manfaat secara
langsung dari pengelolaan air dan jaringan irigasi, air permukaan, embung dan air
tanah untuk mewujudkan sistem pengembangan dan pengelolaan air irigasi yang
baik dan berkelanjutan, diperlukan kelembagaan yang kuat, mandiri, dan berdaya
yang pada akhirnya mampu meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian
dalam mendukung upaya peningkatan kesejahteraan petani. Kelembagaan petani
pemakai air adalah lembaga/ institusi yang dibentuk oleh petani dan atau
masyakarat dan atau pemerintah yang bertujuan untuk melaksanakan
pengembangan dan atau pengelolaan air irigasi dalam rangka pemenuhan untuk
mencukupi kebutuhan air irigasi di lahan pertanian para petani tersebut
Dalam rangka membentuk organisasi pemakai air pada tingkat desa,
pemerintah telah berupaya mengorganisasikan Perkumpulan Petani Pemakai Air
(P3A) dengan memilih para pengurus dari kalangan petani sendiri. Upaya ini tidak
selalu berhasil dan kira-kira hanya 15 % saja yang aktif. Tingkat keaktifan ini
dapat dipengaruhi oleh tingkat kewengan P3A atas sumber utama yang terbatas
(Varley, 1993)
Kinerja kelembagaan petani dapat dilihat dari struktur kelembagaan petani,
dalam hal ini ialah menyangkut P3A, yang meliputi ketersediaan AD/ ART,
program kerja. Selain itu kinerja kelembagaan petani dapat pula dilihat dari
prasarana dan keaktifan anggota.
Kinerja kelembagaan petani dapat dianalisis dengan cara berikut ini.
Apabila struktur kelembagaan, prasarana dan keaktifan anggota memadai,
misalnya saja AD/ ART tersedia, program kerja berjalan dengan baik, prasarana
seperti peralatan bertani, gudang dan lain sebainya lengakap serta anggota turut
aktif dalam kegiatan yang menyangkut irigasi maka kinerja kelembagaan petani
dapat dikategorikan sangat baik. Jika salah satu elemen tidak memadai, misalnya
buruknya kondisi prasarana, maka kelembagaan petani masih dapat dikatakan
baik, jika dua diantara elemen kelembagaan petani tidak berjalan dengan baik
maka dikatakan kinerja kelembagaan petani ialah buruk dan jika ketiga elemen
tesebut tidak tersedia, maka kinerja kelembagaan petani tersebut dikatagorikankan