HUBUNGAN ANTARA AGAMA DAN BUDAYA
Secara pengertian agama dan budaya berbeda, agama dipahami sebagai suatu penghambaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mohammad Natsir mengatakan bahwa agama sebagai problem of ultimate concern, yakni suatu keadaan yang tak dapat ditawar-tawar lagi dan merupakan keharusan.
Agama dapat diberi pengertian bahwa agama merupakan jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia untuk mewujudkan kehidupan yang aman, tentram dan sejahtera dengan aturan, nilai, atau norma yang mengatur kehidupan manusia yang dianggap sebagai kekuatan mutlak, gaib dan suci yang harus diikuti dan ditaati. Aturan itupun tumbuh dan berkembang bersama dengan kehidupan manusia, masyarakat dan budaya.
Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama berarti suatu system, prinsip kepercayaan terhadap Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian denga kepercayaan tersebut.
Budaya yang memiliki hubungan yang erat sekali dalam suatu tatanan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Pengertian budaya menurut Ki Hajar Dewantara ialah buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Adapun menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
perwujudannya telah dapat terlihat dari lahirnya suatu bahasa, ataupun pola perilaku yang semuanya ditujukan untuk kelangsungan kehidupan masyarakat.
Agama dan budaya menurut Kuntowijoyo (1991) adalah dua hal yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Pertama, agama mempengaruhi kebudayaan dalam pembentukannya, nilainya adalah agama, tetapi simbolnya adalah kebudayaan. Kedua, budaya dapat mempengaruhi simbol agama, dan yang ketiga, kebudayaan dapat menggantikan sistem nilai dan simbol agama.
Agama dan kebudayaan mempunyai dua persamaan yaitu, keduanya adalah sistem nilai dan sistem simbol dan keduanya mudah sekali terancam setiap kali ada perubahan. Baik agama ataupun budaya pada dasarnya memberikan wawasan dan cara pandang dalam menyikapi kehidupan agar sesuai dengan kehendak Tuhan dan kemanusiaan dan menciptakan suatu tatanan masyarakat yang teratur dan terarah.
Walaupun agama dan budaya saling berhubungan erat sebab keduanya mengatur kehidupan sosial dan saling memiliki keterkaitan, akan tetapi agama dan budaya harus dapat dibedakan. Perbedaan yang paling signifikan yaitu agama merupakan suatu ajaran yang mengatur kehidupan yang berhubungan dengan Tuhan dan sesama yang berasal dari Tuhan yang dibawa oleh manusia pilihan. Sedangkan budaya adalah suatu tatanan masyarakat yang diatur atau yang dibentuk oleh manusia itu sendiri demi kelangsungan bersama.
Agama dan Budaya
Budaya menurut Koentjaraningrat (1987:180) adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.
Jadi budaya diperoleh melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam masyarakat adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat, ethos kerja dan pandangan hidup. Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan Tuhan (Wach, 1998:187).
atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara, ukiran, bangunan. Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi
manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.
Faktor kondisi yang objektif menyebabkan terjadinya budaya agama yang berbeda-beda walaupun agama yang mengilhaminya adalah sama. Oleh karena itu agama Kristen yang tumbuh di Sumatera Utara di Tanah Batak dengan yang di Maluku tidak begitu sama sebab masing-masing mempunyai cara-cara pengungkapannya yang berbeda-beda. Ada juga nuansa yang membedakan Islam yang tumbuh dalam masyarakat dimana pengaruh Hinduisme adalah kuatdengan yang tidak. Demikian juga ada perbedaan antara Hinduisme di Bali dengan Hinduisme di India, Buddhisme di Thailan dengan yang ada di Indonesia. Jadi budaya juga mempengaruhi agama. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya (Andito,ed,1998:282).Tapi hal pokok bagi semua agama adalah bahwa agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Jadi ada pluraisme budaya berdasarkan kriteria agama. Hal ini terjadi karena manusia sebagai homoreligiosus merupakan insan yang berbudidaya dan dapat berkreasi dalam kebebasan menciptakan pelbagai objek realitas dan tata nilai baru berdasarkan inspirasi agama.
3. Agama dan budaya Indonesia
Jika kita teliti budaya Indonesia, maka tidak dapat tidak budaya itu terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha, Islam dan Kristen (Andito, ed,1998:77-79)
Lapisan pertama adalah agama pribumi yang memiliki ritus-ritus yang berkaitan dengan penyembahan roh nenek moyang yang telah tiada atau lebih setingkat yaitu Dewa-dewa suku seperti sombaon di Tanah Batak, agama Merapu di Sumba, Kaharingan di Kalimantan. Berhubungan dengan ritus agama suku adalah berkaitan dengan para leluhur menyebabkan terdapat solidaritas keluarga yang sangat tinggi. Oleh karena itu maka ritus mereka berkaitan dengan tari-tarian dan seni ukiran, Maka dari agama pribumi bangsa Indonesia mewarisi kesenian dan estetika yang tinggi dan nilai-nilai kekeluargaan yang sangat luhur.
Lapisan kedua dalah Hinduisme, yang telah meninggalkan peradapan yang menekankan pembebasan rohani agar atman bersatu dengan Brahman maka dengan itu ada solidaritas mencari pembebasan bersama dari penindasan sosial untuk menuju kesejahteraan yang utuh. Solidaritas itu diungkapkan dalam kalimat Tat Twam Asi, aku adalah engkau.
Lapisan ketiga adaalah agama Buddha, yang telah mewariskan nilai-nilai yang menjauhi ketamakan dan keserakahan. Bersama dengan itu timbul nilai pengendalian diri dan mawas diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.
Lapisan kelima adalah agama Kristen, baik Katholik maupun Protestan. Agama ini menekankan nilai kasih dalam hubungan antar manusia. Tuntutan kasih yang dikemukakan melebihi arti kasih dalam kebudayaan sebab kasih ini tidak menuntutbalasan yaitukasih tanpa syarat. Kasih bukan suatu cetusan emosional tapi sebagai tindakan konkrit yaitu memperlakukan sesama seperti diri sendiri. Atas dasar kasih maka gereja-gereja telah mempelopori pendirian Panti Asuhan, rumah sakit, sekolah-sekolah dan pelayanan terhadap orang miskin.
Dipandang dari segi budaya, semua kelompok agama di Indonesia telah mengembangkan budaya agama untuk mensejahterakannya tanpa memandang perbedaan agama, suku dan ras.
Disamping pengembangan budaya immaterial tersebut agama-agama juga telah berhasil mengembangkan budaya material seperti candi-candi dan bihara-bihara di Jawa tengah, sebagai peninggalan budaya Hindu dan Buddha. Budaya Kristen telah mempelopori pendidikan, seni bernyanyi, sedang budaya Islam antara lain telah mewariskan Masjid Agung Demak (1428) di Gelagah Wangi Jawa Tengah. Masjid ini beratap tiga susun yang khas Indonesia, berbeda dengan masjid Arab umumnya yang beratap landai. Atap tiga susun itu menyimbolkan Iman, Islam dan Ihsan. Masjid ini tanpa kubah, benar-benar has Indonesia yang mengutamakan keselarasan dengan alam.Masjid Al-Aqsa Menara Kudus di Banten bermenaar dalam bentuk perpaduan antara Islam dan Hindu. Masjid Rao-rao di Batu Sangkar merupakan perpaduan berbagai corak kesenian dengan hiasan-hiasan mendekati gaya India sedang atapnya dibuat dengan motif rumah Minangkabau (Philipus Tule 1994:159).