• Tidak ada hasil yang ditemukan

definisi dasar hukum rukun dan syarat ha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "definisi dasar hukum rukun dan syarat ha"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 MAKALAH

FIQIH MUAMALLAH

DEFINISI, DASAR HUKUM, RUKUN DAN SYARAT HAWALAH

(diajukan untuk memenuhi salah satu tugasMata Kuliah fiqih muamallah)

Disusun Oleh :

Nama : Sedha Aftia Nengrum

NPM : 1502100214

Jurusan : S1 PBS

Kelas : A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

JURAI SIWO METRO

(2)

2 BAB I

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk sosial yang dapat diartikan bahwa setiap

manusia berinteraksi dan saling membutuhkan satu dengan yang

lainnya. Mereka saling tolong - menolong untuk memenuhi kebutuhan

hidup dalam bermasyarakat. Utang – piutang juga menjadi bagian dari

interaksi dan kegiatan sehari-hari. Proses utang atau meminjam dan

berbagai kegiatan utang - piutang lainnya harus sesuai dengan

ketentuan berdasarkan hukum islam.

Pada zaman modern seperti sekarang ini banyak individu yang

melakukan akad transaksi keuangan tanpa memperhatikan ketentuan -

ketentuan dalam islam. Padahal seharusnya hal tersebut perlu di

ketahui antara pihak peminjam dan pemberi utang serta pihak yang

bersedia dalam pengalihan utang.

Salah satu bentuk kegiatan bermu‟amallah adalah hutang piutang.

Dalam hutang piutang, islam mengajarkan untuk bersegera

melunasinya karena menunda pembayaran bagi orang yang mampu

adalah hal yang zalim. Namun terdapat kemurahan bagi orang yang

berhutang, dapat mengalihkan hutangnya kepada orang lain.

Dari permasalahan tersebut akan disajikan makalah dengan suatu

materi yaitu “HAWALAH”. Suatu materi pengalihan utang yang akan

membahas dasar hukum hawalah, serta rukun dan syarat hawalah.

Yang berguna sebagai bahan pengetahuan untuk mahasiswa S.1

Perbankan Syariah kelas A yang bersumber dari berbagai referensi

(3)

3 BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI HAWALAH

Dalam kitab al-fiqh „ala al Madzabi al-Arba‟ah yang ditulis oleh Abd

al-Rahman al-Jaziri telah dijelaskan bentuk al-hawalah secara

antropologis maupun normative. Secara antropologis, al-hawalah

dapat ditemukan dalam bahasa sehari-hari yang dikembangkan dalam

bahasa Arab. Secara etimologi bermakna berpindah dari satu tempat

ke tempat yang lain.

Adapun pengertian secara bahasa adalah memindahkan hutang

dari satu perjanjian hutang kepada perjanjian hutang yang lain.

Sedangkan pengertian secara normative al-hawalah adalah

memindahkan hutang dari perjanjian hutang yang satu dengan

perjanjian hutang yang lain dengan jumlah hutang yang sama.

Sementara itu Wahbah az-Zuhaili dengan mengutip kitab al-Inayah

mendefinisikan al-Hawalah sebagai perpindahan dari Ashil (Muhil)

keada Muhal Alaih (orang yang bertanggungjawab setelah adanya

akad Hawalah).1

Sedangkan menurut Ibnu Abidin hawalah secara etimologi adalah

al-tahwil atau al-naqlu yang berarti memindahkan. Adapun definisi

hawalah secara terminologi menurut Ibnu Abidin adalah :

Pengalihan utang dari tanggungan muhil kepada pihak lain yang

wajib menanggungnya (muhtal atau muhal alaih). 2

Kalangan ulama fiqih mendefinisikan hawalah sebagai berikut :

1

“uprihati , Al-Hawalah dan Relevansinya dengan Perekonomian Islam Modern , (Maslahah,2011) Vol.2, No.1, h.2

2

(4)

4

Pengalihan utang dari tanggungan pihak yang berutang (muhil)

kepada pihak lain yang mempunyai tanggungan kepada muhil dengan

adanya saling percaya”.

Dari berbagai definisi di atas, dapat dipahami bahwa hiwalah atau

hawalah adalah pengalihan untuk menuntut pembayaran utang dari

satu pihak kepada pihak lain yang saling diketahui oleh para pihak

dengan sukarela, tanpa ada keterpaksaan. Berdasarkan definisi ini

maka dalam akad hawalah setidaknhya ada tiga pihak yang terlibat,

pertama pihak yang mengalihkan utang, kedua pihak yang menjadi

penanggung utang pihak pertama atau pihak yang menerima

limpahan utang, dan ketiga adalah pihak yang menerima limpahan

piutang.

Berdasarkan pemaparan di atas juga dapat diambil kesimpulan

bahwa hawalah ada dua jenis pertama, hawalah al-haq (pengalihan

hak piutang), yaitu pengalihan hak untuk menutut pembayaran utang.

Kedua, hawalah al-dain (pengalihan utang), yaitu pengalihan

kewajiban untuk memenuhi kewajiban membayar utang.

Pengalihan utang mengharuskan keberadaan orang yang

mengalihkan utang (muhil), orang yang utangnya dialihkan (muhal),

dan orang yang kepadanya utang dialihkan (muhal „alaih). Muhil

adalah debitor, muhal adalah kreditor, dan Muhal „alaih adalah orang

yang akan membayar utang.3

B. DASAR HUKUM HAWALAH

Hawalah diperbolehkan berdasarkan dalil dari al-Sunnah dan ijma‟.

Dasar hukum dari Al-Sunnah adalah Hadis riwayat Abu Hurairah yang

artinya :

“Dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah bersabda:

Pengulur-uluran pembayaran utang yang dilakukan oleh seorang kaya

merupakan sebuah bentuk kezaliman. Jika (pembayaran piutang)

3

(5)

5

salah seorang di antara kalian dialihkan kepada orang lain yang

mudah membayar utang, hendaklah pengalihan tersebut diterima”.4

Dalam al-Qur‟an juga dijelaskan dalam Q.S Al-Baqarah:280 yang

artinya :

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka

berilah tangguh sampai da berkelapangan, dan menyedekahkan

(sebagian atau semua utang) itu, lebih bak bagimu, jika kamu

mengetahui”.

Dalam al-Qur‟an juga telah dijelaskan sebagaimana firman Allah

SWT dalam surat al-Baqarah (2) ayat 245 :

bahwa “Siapapun yang memberikan pinjaman kepada Allah,

pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya dijalan Allah), maka Allah

akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda

yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan

kepada-Nya-lah kamu dkembalikan”.

Islam menganjurkan untuk melunasi hutang jika sudah sanggup

membayarnya agar terlepas dari tanggung jawab. Jika seorang

mampu membayar hutang tapi tidak melakukannya maka ia bertindak

zalim. Namun jika tidak bisa membayarnya secara langsung maka

hutang itu dapat dialihkan kepada seseorang yang lain. Sebagaimana

sabda Nabi SAW dalam sebuah hadis yang artinya ;

“Rasulullah saw memerintahkan kepada orang yang

menghutangkan, jika orang yang berhutang (muhil) menghiwalahkan

kepada orang yang kaya dan berkemamuan, hendaklah orang yang

berpiutang (muhal) menerima hiwalah tersebut, dan ia dapat menagih

hutang tersebut kepada orang yang dihiwalahkan (muhal „alaih),

dengan demikian haknya dapat terpenuhi”.5

Para ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan

pada hutang yang tidak berbentuk barang / benda, karena hawalah

4

Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta:Rajawali Pers,2016), h.235

5

(6)

6

adalah perpindahan utang, oleh sebab itu harus pada utang atau

kewajiban finansial.6 Ulama juga telah berijma‟ mengenai diperbolehkannya hawalah, selain dari Al Sunnah dan Ijma‟ juga ada

legitimasi dalam KHES Pasal 318 – 328. Berdasarkan KHES Pasal

318 ayat (1) yaitu :

1) Muhil / peminjam

2) Muhal / pemberi pinjaman

3) Muhal „alaih / penerima hawalah

4) Muhal bihi / utang

5) Akad

Ayat (2) akad yang dimaksud pada ayat (1) huruf e dinyatakan oleh

para pihak secara lisan, tulisan atau isyarat.

Pasal 319

Para pihak yang melakukan akad hawalah atau pemindahan

hutang harus memiliki kecakapan hukum.

Pasal 320

(1) Peminjam harus memberitahukan kepada pemberi bahwa ia

akan memindahkan utangnya kepada pihak lain.

(2) Persetujuan pemberi pinjaman mengenai rencana peminjam

untuk untuk memndahkan utang seperti yang dimaksud pada

ayat (1), adalah syarat dibolehkannya akad hawalah/

pemindahan utang.

(3) Akad hawalah/pemindahan utang dapat dilakukan jika pihak

penerima hawalah/pemindahan utang menyetujui keinginan

peminjam pada ayat (1).7 Pasal 321

(1) Hawalah/pemindahan utang tidak disyaratkan adanya utang dari

penerma hawalah, kepada pemindahan.

6

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta:Gema Insani,2012), h.127

7

(7)

7

(2) Hawalah/pemindahan utang tidak disyaratkan adanya suatu

yang diterima oleh pemindah utang dari pihak yang menerima

hawalah utang sebagai hadiah atau imbalan.

Pasal 322

(1) Pihak yang utangnya dipindahkan, wajib membayar utangnya

kepada penerima hawalah.

(2) Penjamin utang yang dipindahkan, kehilangan haknya untuk

menahan barang jaminan.

Pasal 323

(1) Utang pihak peminjam yang meninggal sebelum melunasi

utangnya, dibayar dengan harta yang ditinggalkannya.

(2) Pembayaran utang kepada penerima utang hawalah harus

didahulukan atas pihak pemberi pinjaman lainnya jika harta

yang ditinggalkan oleh peminjam tidak mencukupi.8 Pasal 324

Akad hawalah/pemindahan utang yang bersyarat menjadi batal dan

utang kembali kepada peminjam jika syarat-syaratnya tidak

terpenuhi.

Pasal 325

Peminjam wajib menjual kekayaannya jika pembayaran utang yang

dipindahkan ditetapkan dalam akad bahwa utang akan dibayar

dengan dana hasil penjualan kekayaannya.

Pasal 326

Pembayaran utang yang dipindahkan dapat dinyatakan dan

dilakukan dengan waktu yang pasti, dan dapat pula dilakukan tanpa

waktu pembayaran yang pasti.9

8

(8)

8 Pasal 327

Pihak peminjam terbebas dari kewajiban membayar utang jika

penerima hawalah utang membebaskannya.

Pasal 328

Apabila terjadi hawalah pada seseorang, kemudian orang yang

menerima pemindahan utang tersebut meninggal dunia, maka

pemindahan utang yang telah terjadi tidak dapat diwariskan.10 C. RUKUN HAWALAH

Menurut mazhab Hanafi, rukun hawalah atau hiwalah hanya ijab

(pernyataan melakukan hiwalah) dari pihak pertama, dan qabul

(pernyataan menerima hiwalah) dari pihak kedua dan ketiga.11

Menurut mazhab Malik, Syafi‟i dan Hambali ada enam yaitu :

1. Pihak pertama (muhil), yaitu orang yang meng-hiwalah-kan

(mengalihkan) utang.

2. Pihak kedua (muhal), yaitu orang yang di-hiwalah-kan (orang

yang mempunyai utang kepada muhil).

3. Pihak ketiga (muhal alaih), yaitu orang yang menerima

al-Indonesia No. 12/DSN-MUI/IV/2000, tentang hawalah pada poin

kedua ketentuan umum hawalah menyebutkan bahwa pernyataan ijab

Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi’iyah, (Jakarta:Karya Indah,1986), h.57

12

(9)

9

dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan

kehendak mereka dalam kontrak (akad).

D. SYARAT-SYARAT HAWALAH

Syarat hiwalah atau hawalah ini berkaitan dengan Muhil, Muhal,

Muhal Alaih dan Muhal Bih (hutang yang dipindahkan).

1. Syarat Muhil (Peminjam)

Berkemampuan untuk melakuk -an akad kontrak . Hal ini hanya

dapat dimiliki jika ia berakal dan baligh. Hiwalah tidak sah dilakukan

oleh orang gila dan kanak-kanak karena tidak mamu atau belum dapat

dipandang sebaga orang yang bertanggung secara hukum.

Kerelaan muhil, ini disebabkan karena hiwalah mengandungi

pengertian pelupusan hak milik sehingga tidak sah jika ia dipaksakan.

Ibn kamal berkata dalam al Idah bahwa syarat kerelaan pemindah

utang diperlukan ketika belaku tuntutan.

Beban Muhil setelah Hiwalah, apabila hiwalah berjalan sah, dengan

sendirinya tanggung jawab muhil gugur. Andaikata muhal „alaih

mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia, maka muhal tidak

kembali kepada muhil, hal in adalah pendapat ulama jumhur.

2. Syarat Muhal (Pemberi Pinjaman)

a) Harus memlik kemampuan untuk melaksanakan kontrak.

b) Kerelaan muhal karena tidak sah jika dipaksa.

c) Penerimaan penawaran hedaklah berlaku dalam majelis aqad.

Ini adalah syarat berakad.13

3. Syarat Muhal „alaih (Penerima Pindah Hutang)

a) Sama dengan syarat Muhil dan Muhal yaitu berakal dan baligh.

13

(10)

10

b) Kerelaan, jika ada unsur-unsur paksaan dalam penerimaan

pindah utang aqadnya menjadi tidak sah bagi penerima

hiwalah.

c) Penerimaan hendaklah dibuat didalam suatu majelis aqad.14

4. Syarat Muhal Bih (Hutang)

a) Hutang yang berlaku pada pemiutang dan pemindah hutang.

b) Hutang tersebut hendaklah berbentuk hutang lazim yaitu

hutang yang hanya bisa dihapuskan dengan pelunasan dan

penghapusan. Hutang yang tidak lazim tidak sah dipindahkan, seperti

bayaran ganjaran yang mesti dbayar oleh hamba makatab (hamba

yang dibenarka menebus diri degan bayaran). 15Intinya, setiap hutang yang tidak sah untuk tujuan jaminan, tidak sah dalam tanggungan.

Syarat hawalah ada yang berkaitan dengan sigat ada yang terkait

dengan para pihak, dan ada yang terkait dengan piutang. Syarat

sigah dapat menggunakan bahasa lisan atau tulisan. Sigat harus

menunjukkan pengalihan hak penagihan tanggungan.

Syarat yang terkait dengan muhil adalah berakal, baligh, kerelaan

muhil. Berdasarkan syarat ini maka hiwalah karena adanya

keterpaksaan terhadap muhil maka tidak sah. Sementara syarat yang

terkait dengan muhal adalah berakal, baligh, adanya unsur kerelaan

(tidak terpaksa atau dipaksa), majelis hawalah. Adapun syarat yang

terkait muhal „alaih adalah berakal, baligh, adanya unsur kerelaan,

majelis hawalah.

Syarat yang terkait dengan muhal bihi ada dua, yaitu pertama

muhal bihi adalah piutang. Kedua, piutang tersebut harus mengikat

muhil dan muhal (lazim). Berdasarkan syarat ini, hiwalah terhadap

piutang yang tidak mengikat maka tidak sah.

14

Ali fikri, Al-Mu’a allat Al-Madiyah wa Al-Abadiyah , sebagai a a dikutip oleh Nizaruddi , Hiwalah dan Aplikasinya Dalam Le baga Keua ga Sya i’ah . “TAIN Jurai “iwo Metro , h.

15

(11)

11

Kalangan Malikiyah dan Syafi‟iyah mensyaratkan tiga hal terkait

dengan utang. Pertama, tanggungan utang yang menjadi objek

hawalah telah jatuh tempo. Kedua, jumlah dan jenis utang antara

pihak yang dialihkan dengan penerima pengalihan harus sama.

Ketiga, kedua tanggungan atau salah satunya bukanlah berupa

makanan yag dipesan dengan akad salam.16

Sebagai salah satu bentuk perjanjian, al-Hawalah dapat berakhir

dalam beberapa keadaan yaitu :

1. Karena dibatalkan atau fasakh

2. Hilangnya hak Muhal „alaih karena meninggal dunia, bangkrut,

atau mengingkari adanya akad hawalah sementara muhal tidak dapat

menghadirkan saksi.

3. Jika Muhal alaih telah melaksanakan kewajibannya kepada

muhal.

4. Meninggalnya muhal, sementara Muhal alaih mewarisi harta

hawalah karena pewarisan merupakan salah satu sebab kepemlikan.

Jika akad ini hawalah muqayyadah, maka berakhirlah sudah akad

hawalah.

5. Jika muhal menghibahkan hartanya keada muhal alaih

6. Jika Muhal menyedekahkan harta al-haalah kepada Muhal

„alaih.

7. Jika Muhal menghapus bukukan kewajiban membayar hutang

keada Muhal „alaih.17

Dalam fiqih mu‟amallah, dilihat dari maksud dan tujuannya,

akad hawalah terdiri dari dua bagian yang perlu diketahui, yakni

diantaranya akad tabarru‟ dan akad tijari.

Akad hawalah yang merupakan akad tabarru‟ adalah jenis akad

yang berkaitan dengan transaksi non profit atau transaksi yang

bertujuan untuk tidak mendapatkan laba atau keuntungan. Dalam

16

Ibid,.. h.370

17

(12)

12

hal ini, dimaksud untuk menolong dan murni semata-mata untuk

mendapatkan ridho dan pahala dari Allah.

E. JENIS-JENIS HAWALAH

a) Hawalah Muthlaqoh

Hawalah ini terjadi jika orang yang berhutang kepada orang kedua

mengalihkan hak penagihannya kepada pihak ketiga tanpa disadari

pihak ketiga memilki hutang kepada orang pertama.

b) Hawalah Muqoyyadah

Hawalah ini terjadi jika muhil mengalihkan hak penagihan Muhal

kepada Muhal alaih karena yang terakhir punya hutangkepada Muhal.

Inilah hawalah yang jaiz (boleh) berdasarkan kesepakatan para

ulama.

c) Hawalah Haq

Hawalah ini merupakan pemindahan piutang dari satu piutang

kepada piutang yang lain dalam bentuk uang bukan barang.

d) Hawalah Dayn

Hawalah ini adalah emindahan hutang kepada orang lain yang

mempunyai hutang kepadanya.18

18

(13)

13 BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Secara antropologis, al-hawalah dapat ditemukan dalam

bahasa sehari-hari yang dikembangkan dalam bahasa Arab. Secara

etimologi bermakna berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

Adapun pengertian secara bahasa adalah memindahkan

hutang dari satu perjanjian hutang kepada perjanjian hutang yang lain.

Sedangkan pengertian secara normative al-hawalah adalah

memindahkan hutang dari perjanjian hutang yang satu dengan

perjanjian hutang yang lain dengan jumlah hutang yang sama.

Setelah mengkaji keberadaan al-Hawalah dan

pengembangannya dalam materi diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Penerapan hawalah harus mengacu pada sumber hukum islam

yang membolehkan melakukan pengalihan pembayaran hutang.

2. Beberapa perubahan penempatan dan enambahan elemen

Hawalah pada saat ini dikarenakan adanya perbedaan latar

pengembangan hawalah saat ini dengan hawalah saat awal

pembentukannya.

Hikmah hawalah yaitu dengan hawalah terdapat kemudahan

bermu‟amallah sesama umat khususnya di tempat-tempat yang jauh atau karena keadaan ketidakmampuan yang sangat membutuhkan

(14)

14

DAFTAR PUSTAKA

Suprihatin, “Al-Hawalah dan Relevansinya dengan Perekonomian

Islam Modern”, (Maslahah,2011) Vol.2, No.1

Imam Mustofa, “Fiqih Mu‟amallah Kontemporer”, (Jakarta:Rajawali

Pers,2016).

Skripsi oleh Siti Fatimah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek

Hiwalah di BMT BIF Gedongkuning, (Yogyakarta:UIN Sunan

Kalijaga,2008)

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik,

(Jakarta:Gema Insani,2012).

Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi‟iyah, (Jakarta:Karya Indah,1986).

Sayyid Sabiq, “Fiqh Sunnah 5”, (Jakarta:Matraman Dalam,2013)

Nasrun Haroen, “Fiqh Muamallah”, (Jakarta:Gaya Media

Pratama,2007)

Sunarto Zulkifli,”Panduan Praktis Perbankan Syariah”, (Jakarta:Zikrul Hakim)

Nizaruddin, “Hiwalah dan Aplikasinya Dalam Lembaga Keuangan

Syari‟ah”.

Referensi

Dokumen terkait

a. Ukara-ukara ing ngisor iki sing nggunakake basa Jawa ngoko alus yaiku ,... Sepurane ya dhik, aku saiki isih durung bisa maringi apa-apa marang sampeyan. Supaya luwih

Persilangan untuk mendapatkan varietas baru anggrek Dendrobium bunga potong menurut yang dikemukakan oleh Widiastoety, et al., (2010) merupakan salah satu upaya

Tabel 12 menunjukkan bahwa lesio pada organ hati yaitu kongesti dan degenerasi lemak antara kontrol dan perlakuan tidak berbeda secara signifikan (P>0.05) Sedangkan nekrosa yang

Ada 7 karakteristik yang menonjol yaitu: bertanggungjawab, kepribadian yang kuat & gigih, percaya diri, optimis akan keberhasilan, mandiri, keinginan untuk

Pada gangguan hubung singkat tiga fasa dan hubung singkat antar fasa yang bekerja sebagai pengaman utama adalah relay OCR, sedangkan relay GFR tidak bekerja karena pada

Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Daerah-daerah Kota Kecil Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 14

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Program Diploma Tiga (DIII). Teguh Priambada NIM

Berdasarkan nilai yang diperoleh, nilai pada kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol, Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil ketercapaian dari