• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Determinan Ketahanan Pangan di Kota Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Determinan Ketahanan Pangan di Kota Tebing Tinggi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1996, “Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional”. Ketahanan pangan menurut Food and

Agriculture Organization (FAO), 2002 adalah kondisi tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang baik dalam jumlah maupun mutu pada setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Sedangkan menurut Gross (2000) dan Weingarter (2004) dalam Hanani (2012) ketahanan pangan terdiri dari empat subsistem atau aspek utama yaitu: ketersediaan (food availibility), akses pangan (food acces), penyerapan pangan (food utilization), stabilitas pangan (food stability), sedangkan status gizi (nutritional status) merupakan outcome ketahanan

pangan. Dimana stabilitas pangan dalam suatu masyarakat akan terbentuk apabila ketiga aspek ketahanan pangan yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan penyerapan pangan mampu terwujud dan terintegrasi dengan baik.

Bagi Indonesia, Pangan diidentikkan dengan suatu jenis hasil tanaman yaitu beras, karena pangan jenis ini merupakan makanan yang dijadikan bahan makanan pokok utama. Beras dijadikan hampir seluruh penduduk indonesia sebagai pemenuhan kebutuhan kalori harian. Sehingga tidak salah jika penggunaan istilah pangan disini mengacu pada perberasan nasional.

(2)

dan tentu saja harus juga dibarengi oleh keterjangkauan daya beli oleh masyarakat. Pertimbangan tersebut semakin penting bagi kondisi bangsa ini mengingat jumlah penduduknya yang semakin besar dengan sebaran populasi yang meyebar dan cakupan geografis yang luas dan tersebar pula.

Dalam pemenuhan akan kebutuhan beras pemerintah selalu berusaha mengupayakan pengadaan dan produksi dalam negeri dan hal tersebut dapat sukses dilakukan oleh Indonesia pada dekade tahun 1980-an yang mengantarkan Indonesia Swasembada Pangan. Dengan Swasembada Pangan tersebut menyebabkan perekonomian yang stabil, ketersediaan lapangan pekerjaan khususnya dipedesaan, dan tentu terciptanya ketahanan pangan.

Namun kondisi tahun-tahun setelahnya, swasembada pangan telah mengalami perubahan. Produksi beras dalam negeri terus mengalami kemerosotan sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan jumlah penduduk yang terus meningkat. Kondisi ini pun akhirnya memaksa kita untuk melakukan pemenuhan pangan nasional yang berasal dari pengadaan luar negeri atau sering diistilahkan sebagai impor beras. Kondisi ini diakibatkan oleh kebijakan pemerintah yang mulai mengenyampingkan sektor pertanian dan lebih terfokus pada pembangunan yang berbasis industri.

(3)

Permasalahan yang timbul dari impor beras adalah terdapatnya ketergantungan Indonesia terhadap beras dari negara lain. Karena bantuan pangan sering kali dijadikan sebagai alat penekanan politik dan ekonomi oleh negara pengekspor kepada negara-negara yang membutuhkan bantuan pangan.

Dalam Pasal 1 PP No.68 tahun 2002 menerangkan bahwa Ketahanan Pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin pada tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan berarti adanya kemampuan mengakses pangan secara cukup untuk mempertahankan kehidupan yang sehat. Lebih jauh lagi, dalam konteks sebuah Negara, kedaulatan pangan berarti terpenuhinya hak masyarakat untuk memiliki kemampuan guna memproduksi kebutuhan pokok pangan secara mandiri. Dari pengertian diatas dapat terlihat bahwa kemampuan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan merupakan hal yang amat penting disamping ketersediaan pangan itu sendiri.

Seiring dengan proses otonomi daerah yang diataur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2000 Tentang Otonomi Daerah yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, peranan daerah dalam meningkatkan ketahanan pangan di wilayahnya menjadi semakin meningkat. Searah dengan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat berperan aktif dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan di wilayah kerjanya ( Suryana,2004: 79).

(4)

sesuai dengan isi Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000. Sektor pertanian kota Tebing Tinggi mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang perekonomian dan kehidupan masyarakatnya harus dapat dikembangkan secara efisien, sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produk-produk sektor pertanian.

Pengembangan sektor pertanian sangat diharapkan dalam menunjang sasaran pembangunan kota Tebing Tinggi. Pembangunan pertanian tanaman pangan yang dilakukan perlu memperhatikan antara jenis tanah, topografi, iklim, budaya serta faktor pendukung teknis lainnya, terutama kesesuaian antara kemampuan, kemauan dan keinginan penduduk dengan peluang pengembangan pertanian tanaman pangan dan dorongan serta kebijaksanaan dari pemerintah untuk memacu pertumbuhan sub sektor tanaman pangan.

Harga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ketersediaan pangan beras, harga yang relatif stabil dan wajar akan lebih memberikan kepastian penghasilan dan insentif berproduksi kapada petani dan sekaligus menjaga kelangsungan daya beli konsumen. Dalam era perdagangan bebas dan reformasi pemerintah saat ini, fungsi dan kewenangan lembaga-lembaga Negara seperti Departemen Keuangan (DEPKEU ), Bank Indonesia (BI), Bank Rakyat Indonesia ( BRI ), Badan Urusan Logistik ( BULOG ), termasuk kebijakan subsidi yang dahulu sangat berperan dalam menunjang stabilitas sistem perberasan, telah mengalami deregulasi mengikuti azas mekanisme pasar bebas.

(5)

Alih fungsi lahan serta berkurangnya unsur hara pada tanah menjadi masalah yang paling utama yang sedang dihadapi oleh lahan pertanian Indonesia. Penguatan ketahanan pangan diperlukan dalam rangka menyediakan sumberdaya manusia sehat dan berkualitas untuk meningkatkan produktifitas dan daya saing nasional. Penguatan ketahanan pangan juga meningkatkan keamanan nasional. Tersedianya akses terhadap pangan yang cukup bagi semua dapat mencegah terjadinya permasalahan-permasalahan kerawanan sosial di masyarakat yang dipicu oleh situasi kerawanan pangan. Berdasarkan uraian di atas bahwa betapa pentingnya pangan bagi baik individu maupun suatu Negara, penulis ingin menganalisa lebih lanjut mengenai ketersediaan pangan beras di kota Tebing Tinggi, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Analisis Determinan Ketahanan Pangan Di Kota Tebing Tinggi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh luas panen terhadap ketersediaan pangan beras di Kota Tebing Tinggi?

(6)

1.3 Tujuan penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah diuraikan di atas maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh luas panen terhadap ketahanan pangan di kota Tebing Tinggi.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh harga dasar beras terhadap ketahanan pangan di kota Tebing Tinggi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Memberi masukan bagi pengambilan keputusan dalam ketersediaan beras di Kota Tebing Tinggi.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya mahasiawa/i Departemen Ekonomi Pembangunan.

Referensi

Dokumen terkait

Sebaliknya, yang tidak akan ditawarkan adalah suatu pemahaman subyektif yang selalu menisbatkan negara dengan aspirasi rakyat, moralitas, etika, kultural, reliji, dst.. Klaim

Pencantuman klausula untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan rekening terpisah pada bank penyimpan dalam surat kuasa dimaksud sejalan dengan ketentuan Pasal

Komersialisasi hak kekayaan intelektual harus dibarengi dengan perlindungan hukum, terutuma yang dimiliki dan dipegang oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan salah satu

Diberikan beberapa kasus dalam bentuk project yang harus diselesaikan mahasiswa yang dikerjakan sesuai jadwal yang diberikan. Metode/ cara pengerjaan, acuan yang

Tidak jauh berbeda dengan Keputusan Presiden No 3 Tahun 1997, Peraturan Presiden No 74 Tahun 2014 mengatur bahwa Produksi Minuman Beralkohol hanya dapat diproduksi oleh produsen

Dari data tabel diatas maka hasil penilaian para validator sebelum terjadinya revisi yaitu validator ahli materi pertama memberikan nilai dengan rata-rata 4,6

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa dalam bahasa Melayu Belitung terdapat reduplikasi morfemis yang menghasilkan perubahan makna yang berbeda sama sekali dengan makna leksikal

Tujuan dari penelitian ini tidak hanya untuk mengetahui bagaimana Prosedur Jemput Bola Pajak Bumi dan Bangunan di DPPKAD dapat berjalan berapa besar sesuai