• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku untuk Lapangan Terbang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku untuk Lapangan Terbang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

FAKTOR FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM

PERENCANAAN PERKERASAN PADA LAPANGAN TERBANG

Horonjeff (1993:146) dalam buku perencanaan dan perancangan bandar

udara “perencanaan suatu bandar udara adalah suatu proses yang sedemikian

rumitnya sehingga analisis suatu kegiatan tanpa memperhitungkan pengaruhnya

pada yang kegiatan lain tidak akan menghasilkan penyelesaian yang memuaskan” (Basuki, 2008:) Lapangan terbang merupakan fasilitas yang kompleks dan saling

behubungan namun memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.

Menurut Horonjeff et al. (2010:259) Dua faktor utama yang berkontribusi

terhadap ketebalan desain lapisan perkerasan lapangan udara adalah tanah dasar

serta volume dan berat lalu lintas yang menggunakan perkerasan. Sedangkan

menurut FAA pada AC 150/5320-6E (2009:13) menyatakan terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi perencanaan perkerasan “Besarnya karakter dari beban pesawat yang akan didukung, volume lalu lintas, konsentrasi lalu lintas di daerah

tertentu, dan kekuatan tanah subgrade dan kualitas bahan yang membentuk

struktur perkerasan”. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang perlu diperhatiakan dalam perencanaan perkerasan

lapangan terbang sebagai berikut : Beban pesawat, Volume lalu lintas pesawat,

lalu lintas didaerah tertentu dan kekuatan tanah dasar.

I.1 Beban Pesawat

Berbeda dengan jalan raya, lapangan terbang digunakan untuk menanggung

beban kendaraan berupa pesawat terbang yang lebih berat dari kendaraan pada

(2)

menahan beban dari pesawat terbang yang bertumpu dan beraktivitas diatasnya.

Terdapat beberapa jenis pembebanan yang terjadi pada lapangan terbang dan

pembebanan ini mempengaruhi perkerasan.

a. Beban statis

Menurut Vaitkus et.al (2014:2) diketahui bahwa beban statis adalah beban

yang mengarah ke suatu koordinat titik yang konstan dan tidak memiliki

percepatan yang signifikan selama waktu pembebanan”. b. Beban Impact atau beban dinamis

Menurut Vaitkus et.al (2014:2) “beban impact adalah beban yang turun dari ketingian tertentu dan tiba-tiba kelapis permukaan perkerasan.”

Dari kedua jenis pembebanan beban statis lebih diperhitungkan untuk

keperluan desain. “Perkerasan dirancang atas dasar analisis beban statis. Beban

Impact tidak dianggap untuk meningkatkan persyaratan ketebalan perkerasan”

(FAA, 1995:1). penyebab dari diabaikannya beban impact juga dijelaskan dalam

FAA (2009:18) “Selama impact pendaratan, yang tersisa daya angkat pada sayap

lebih jauh meredakan gaya vertikal dinamis yang sebenarnya ditransmisikan ke

perkerasan melalui gigi pendaratan”.

Pembebanan memberikan perbedaan fungsi perkerasan pada runway,

taxiway dan apron karena proses pembebanan yang terjadi. ”Daerah lapangan

terbang apron untuk pesawat baik yang diparkir atau bergerak dengan kecepatan

rendah jelas harus memiliki perencanaan yang berbeda dari karakteristik desain

dan penanganan dengan perkerasan pada landasan pacu dimana pesawat yang

sama dapat beroperasi pada kecepatan 150 mph” (Yoder, 1975:128). maka,

(3)

Pesawat terbang tidak lepas dalam proses perencanaan perkerasan untuk

lapangan terbang dan pada proses pembebanannya sebuah pesawat terbang

didasarkan pada berat kotornya seperti yang disampaikan ICAO (1983:130) dan

FAA (1995,24) “Metode desain perkerasan didasarkan pada berat kotor pesawat”.

“Beban rencana merupakan beban dari roda pendaratan utama ditentukan

dengan mempertimbangkan massa take-off pesawat” (Cojocaru, 2011:54). Roda pendaratan utama dirancang untuk mendistribusikan beban pada pesawat terbang

kepada perkerasan. “Dalam prosedur desain FAA (1995:21) serta ICAO

(1983:324) mengasumsikan “untuk berat kotor dari pesawat 95 persen dilakukan oleh roda pendaratan utama dan 5 persen dilakukan oleh roda depan”.

Pembebanan pada perkerasan menimbulkan tegangan. Tegangan yang

ditimbulkan oleh pembebanan bergantung pada wilayah pembebanannya. Huang

dalam bukunya Pavement Analysis and Design (2004:155-158) menyajikan

perhitungan tegangan dengan beban yang sama dengan wilayah kerja beban yang

berbeda menyimpulkan bahwa tegangan yang paling besar terjadi pada wilayah

pinggir (edge) kemudian wilayah sudut (corner) dan yang terkecil merupakan

wilayah tengah (interior).

II.2 Volume Lalu Lintas Pesawat

Volume lalu lintas pesawat adalah jumlah pesawat udara setiap jenisnya

yang melintas dan dihitung dalam waktu tertentu. Kedatangan, keberangkatan,

operasi taxi pesawat maupun ketiganya merupakan siklus lalu lintas yang terjadi

pada lapangan terbang. Mulai dari siklus kedatangan dan keberangkatan dari

setiap jenis pesawat yang digunakan untuk kebutuhan desain adalah volume

(4)

dilampirkan dalam FAA AC 150/5320-6D (1995:24) dan FAA AC 150/5320-6E

(2009:14) “Prakiraan keberangkatan tahunan berdasarkan jenis pesawat yang

dibutuhkan untuk desain perkerasan.” Hal yang serupa juga disampaikan oleh

Basuki (2008:338) bahwa “Ramalan lepas landas tahunan (annual departure) atau ramalan jumlah pesawat yang akan lepas landas selama 20 tahun design life,

perkerasan, yang harus dilayani oleh landasan pacu”. Kedatangan pesawat atau

ketika pesawat mendarat dianggap tidak lebih berat dibandingkan dengan

keberangkatan pesawat atau lepas landas. Pada saat mendarat berat pesawat

berkurang akibat penggunaan bahan bakar, dan daya angkat pada sayap pesawat

juga menjadi pengaruh dalam hal mengurangi beban pesawat pada perkerasan.

Sehingga volume keberangkatan pesawat tidak dipertimbangkan dalam keperluan

desain.

Dari segi parameter untuk banyaknya jumlah lalu lintas pada suatu bandara

di lampirkan dalam Kepadatan lalu lintas lapangan terbang oleh ICAO (1999:11)

dikategorigan menjadi tiga bagian, yaitu :

Ringan

Di mana jumlah pergerakan pada jam sibuk tidak lebih besar dari 15

perlandasan pacu atau kurang dari 20 pergerakan.

Sedang

Di mana jumlah pergerakan pada jam sibuk adalah dari 16 sampai 25 per

landasan pacu atau antara 20 sampai 35 total gerakan bandar udara.

Berat

Di mana jumlah pergerakan pada jam sibuk adalah 26 atau lebih per landasan

(5)

II.3 Lalu Lintas Didaerah Tertentu

“Roda pesawat udara sebenarnya tidak selalu melintasi perkerasan pada

lintasan yang tetap sesuai dengan konfigurasi sumbunya” (Kosasih ,2005:30).

Dalam FAA (2009:17) disampaikan hal yang sama yaitu “Sebagian pesawat

bergerak sepanjang bagian perkerasan jarang perjalanan di jalan lurus sempurna

atau sepanjang jalan yang sama seperti sebelumnya”. Sebuah pesawat yang berjalan diatas perkerasan taxiway maupun runway memiliki jalur lintasan yang

berbeda-beda, hal ini bisa juga disebabkan oleh konfigurasi sumbu yang berbeda.

Sebuah lintasan merupakan satu gerakan dari siklus lalu lintas untuk satu

jenis pesawat tertentu pada taxiway paralel atau pada runway untuk taxiway

sentral, seperti yang terlihat pada gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1 Lintasan Pada Lapangan Terbang Sumber : FAA AC No : 150/5335-5C (2011: 20)

Pada taxiway sentral memungkinkan pesawat melakukan taxi pada

sebagian runway dan sebaliknya pada taxiway paralel. Untuk masing-masing jenis

taxiway memiliki kaitan dengan jumlah lintasan hal ini dijelaskan dalam FAA AC

150/5335-5C (2011: 20) yaitu :

(6)

Dalam kasus taxiway paralel, ditampilkan sebagai Gambar A1-1a, dua situasi

pembebanan mungkin dapat terjadi. Kedua situasi ini mengasumsikan bahwa

jumlah penumpang dan muatan kargo yang kurang lebih sama untuk seluruh

pendaratan dan siklus lepas landas :

 Jika pesawat memperoleh bahan bakar di bandara, maka siklus lalu lintas

hanya terdiri dari satu lintasan karena ketegangan beban pendaratan

dianggap pada tingkat berkurang, yang merupakan kesetaraan fractional.

Untuk kondisi ini hanya lintasan lepas landas yang dihitung, dan rasio

lintasan ke siklus lalu lintas (P / TC) adalah 1.

 Jika pesawat tidak mendapatkan bahan bakar di bandara, lalu kedua

lintasan, mendarat dan lepas landas harus dihitung, dan siklus lalu lintas

terdiri dari dua lintasan stres beban yang sama. Dalam hal ini, rasio P / TC

adalah 2.

 Skenario taxiway sentral

Untuk konfigurasi taxiway sentral, ditampilkan sebagai Gambar A1-1b, ada

juga dua situasi pembebanan yang mungkin dapat terjadi. Seperti yang

dilakukan untuk kondisi taxiway paralel, kedua situasi ini menganggap bahwa

siklus yang kurang lebih sama untuk seluruh pendaratan dan lepas landas :

 Jika pesawat memperoleh bahan bakar di bandara, maka baik lepas landas

dan taksi untuk lintasan lepas landas harus dihitung karena mereka

menghasilkan siklus lalu lintas yang terdiri dari dua lintasan pada tegangan

beban maksimum. Pendaratan dapat diabaikan dalam kasus ini. Hal ini

diakui bahwa hanya bagian dari landasan pacu digunakan selama beberapa

(7)

landasan pacu tertutup setiap kali melintas terjadi. Untuk situasi ini rasio

P/TC adalah 2

 Jika pesawat tidak mendapatkan bahan bakar di bandara, maka baik lintasa

pendaratan dan lepas landas harus dihitung, bersama dengan lintasan taxi,

dan siklus lalu lintas terdiri dari tiga lintasan pada beban yang sama

besarnya. Dalam hal ini, P / TC rasio 3

Dari sejumlah lintasan pesawat diatas perkerasan terdapat suatu titik yang

mengalami beban penuh. Dalam hal jumlah lintasan ini dikenal nilai coverages “Untuk perkerasan lentur, coverage adalah ukuran jumlah pengulangan dari

tegangan maksimum yang terjadi di atas tanah dasar. Untuk perkerasan kaku,

coverage adalah ukuran pengulangan dari tegangan maksimum terjadi pada

bagian bawah lapisan PCC” FAA (2009:17). Satu coverage yang terjadi pada

satuan luasan perkerasan yang dilalui oleh sumbu roda pesawat, jumlah lintasan

satuan luas diatas perkerasan dinyatakan dalam nilai pass coverage ratio.

“Untuk perhitungan nilai coverages diperlukan nilai PCR (pass to

coverages ratio) yang merupakan unit kerusakan ekivalen yang terjadi dalam

struktur perkerasan yang disebabkan lintasan roda pesawat udara.” Kosasih

(2007:38). Menurut Packard dalam Engineering Bulletin (1995:42) “Prosedur yang menggunakan istilah pass coverage ratio untuk merujuk kepada konversi

jumlah operasi lalu lintas ke jumlah pengulangan beban desain, yaitu, coverage

yang terjadi ketika masing-masing titik perkerasan dalam jalur lalu lintas telah

(8)

II.4 Kekuatan Tanah dasar

Tanah dasar berguna sebagai pondasi untuk struktur perkerasan, dimana

perkerasan akan mendistribusikan beban kepada tanah dasar. Semakin kuat tanah

dasar dalam menanggung beban maka semakin sedikit ketebalan yang dibutuhkan

untuk perkerasan. “Klasifikasi tanah untuk tujuan rekayasa memberikan indikasi

perilaku kemungkinan tanah sebagai tanah dasar perkerasan” (ICAO, 1983:141). Nilai Menurut ICAO (1999:21) pada tabel 2.1 kategori kekuatan subgrade

berdasarkan nilai daya dukung tanah adalah :

Tabel 2.1 Kategori Kekuatan Tanah Dasar

KATEGORI KEKUATAN TANAH DASAR CODE

Kekuatan tinggi :

dikarakterisasi dengan K = 150MN/M³ dan mewakili semua nilai K diatas 120

MN/M³ untuk perkerasan kaku, dan dengan CBR = 15 dan mewakili semua nilai

CBR diatas 13 untuk perkerasan lentur.

A

Kekuatan menengah:

dikarakterisasi dengan K = 80MN/M³ dan mewakili berbagai di K

dari 60 sampai 120 MN/M³ untuk perkerasan kaku, dan dengan CBR= 10 dan

mewakili berbagai CBR di 8 sampai 13 untuk perkerasan lentur

B

Kekuatan rendah:

dikarakterisasi dengan K = 40mn / M3 dan mewakili berbagai di K dari 25 sampai

60 MN / M3 untuk trotoar kaku, dan dengan CBR = 6 dan mewakili berbagai CBR

di 4 sampai 8 untuk perkerasan lentur

C

Ultra kekuatan rendah:

dikarakterisasi dengan K = 20MN / M³ dan mewakili semua nilai K bawah 25 MN

/ M³ untuk trotoar kaku, dan dengan CBR = 3 dan mewakili semua nilai CBR

bawah 4 untuk perkerasan lentur

D

(9)

Tanah merupakan pendukung dalam hal mendistribusikan beban yang

dipikul oleh perkerasan. Untuk mengetahui kekuatan tanah dasar dalam

mendukung perkerasaan dibutuhkan nilai daya dukung tanah. Percobaan daya

dukung tanah yang dilakukan yaitu tes CBR (california bearing ratio) untuk

perkerasan lentur dan plate bearing test untuk perkerasan kaku. “Kekuatan

material yang digunakan dalam struktur perkerasan lentur diukur oleh California

Bearing Ratio (CBR) test. Material yang digunakan dalam struktur perkerasan

kaku diuji oleh tes dari plate bearing method” (ICAO, 1983: 141).

Persiapan tanah dimulai dengan melakukan survey atau pemeriksaan tanah

yang dilakukan dengan pengeboran dengan kedalaman tertentu pada masing

masing area struktur perkerasan untuk mendapatkan sampel. Bahan sampel

kemudian di uji untuk menentukan jenis tanah, gradasi tanah, batas cair atau

plastis, density, faktor penyusutan, permebealitas, kandungan organik dan

kekuatan tanah. Tabel 2.2 menjelaskan jarak serta kedalam untuk pengeboran.

Tabel 2.2 Jarak dan Kedalaman Pengeboran Tanah

Sumber : Horonjeff et al. (2010)

“Di Amerika Serikat, evaluasi tanah sampel untuk tujuan desain

(10)

Engineers Unified Soil Classification (USC or “unified”) System” (Horonjeff,

2010: 35). Tabel 2.3 berisi ringkasan dari komponen tanah sebagaimana

didefinisikan dalam Unified Soil Classification system of the Corps of Engineers.

Tabel 2.3 Komponen Tanah

Sumber : Yoder, et.al. (1975)

“Umumnya, komponen dasar tanah dibedakan atas dasar ukuran butir”

(Yoder, et.al., 1975:223). Dalam kalsifikasinya tanah dibagi kepada tanah berbutir

kasar dan halus. Tanah berbutir kasar adalah tanah yang tidak lolos saringan

No.200. Tanah berbutir kasar dibagi menjadi pasir (S) apabila lolos dari saringan

No.4 dan kerikil (G) apabila tidak lolos dari saringan No.4. Pasir dan kerikil

kemudian masing-masing dibagi lagi menjadi 4 bagian yaitu bergradasi baik (W),

bergradasi tidak baik (P), lanau (M), lempung (C).

Tanah berbutir halus adalah tanah yang lolos dari saringan No.200. Tanah

berbutir halus dibagi menjadi tanah lanau dan lempung organik (O), tanah lanau

anorganik (M), tanah lempung anorganik (C) dan tanah organik (Pt), dimana jenis

(11)

(High Plasticity). Seperti yang terlihat pada tabel 2.4 yang menunjukkan jenis dari

klasifikasi tanah.

Tabel 2.4 Klasifikasi Tanah

Sumber : Horonjeff et al (2010:260)

Setelah proses evaluasi, tanah dasar harus dipadatkan demi mendapatkan

nilai daya dukung yang dibutuhkan untuk mengetahui kekuatan tanah dasar di

dalam struktur perkerasan. “Bahan tanah dasar di bawah perkerasan kaku harus dipadatkan untuk memberikan stabilitas yang memadai dan dukungan seragam

terhadap perkerasan” (FAA, 1995:55).

Pemadatan untuk mendapatkan nilai daya dukung pada tanah dasar, juga

berguna untuk menghindari terjadinya penurunan pada struktur perkerasan yang

akan mengakibatkan kerusakan. Nilai kekuatan yang digunakan untuk desain

perkerasan harus didasarkan pada hasil penelitian yang menyeluruh tentang

hubungan kelembapan, density dan kekuatan tanah dasar.

Dilakukannya pemadatan akan memaksa udara keluar dari tanah sehingga

(12)

akibatnya potensi yang lebih rendah dari kadar air, bahkan dalam hal kejenuhan

berikutnya” (Yoder, et.al., 1975 : 326). Hubungan kelembapan dan density juga

disampaikan oleh (Packard, 1995:8) “Setelah perkerasan yang dibangun, kadar air

sebagian besar tanah dasar meningkat menjadi sekitar batas plastik tanah (ASTM

D424); yaitu, kadar air hamper mencapai batas atas optimal standar. Jika kadar air

ini diperoleh dalam konstruksi, perubahan berikutnya dalam kelembaban akan

jauh lebih sedikit dan tanah dasar akan mempertahankan stabilitas cukup seragam

diperlukan untuk kinerja perkerasan yang baik”.

Untuk mengontrol pemadatan selama konstruksi, tes untuk menentukan

hubungan kelembapan-density dari berbagai jenis tanah harus dilakukan, menurut

FAA (2009:5) :

 Beban Perkerasan berat

Perkerasan yang dirancang untuk melayani pesawat seberat £ 60.000 (27 216

kg) atau lebih, menggunakan ASTM Metode D 1557, Standard Test Methods

for Laboratory Compaction Characteristics of Soil Using Modified Effort

(56.000 ft-lbf / ft3 (2700 kN-m / m3) ).

 Beban Perkerasan Ringan

Perkerasan yang dirancang untuk melayani pesawat dengan berat kurang dari £

60.000 (27 216 kg), menggunakan ASTM Metode D 698, Standard Test

Methods for Laboratory Compaction Characteristics of Soil Using Standard

Effort (12 400 ft-lbf / ft3 (600 kN-m / m3)).

Beberapa persyaratan pemadatan menurut FAA (1995:56) adalah “Untuk

tanah kohesif yang digunakan dalam bagian fill Keseluruhan sampai harus

(13)

bagian dipotong, bagian atas 6 inci (150 mm) dari tanah dasar harus dipadatkan

menjadi 90 persen kepadatan maksimum. Untuk tanah non kohesif digunakan di

bagian fill, diatas 6 inci (150 mm) dari fill harus dipadatkan hingga 100 persen

kepadatan maksimum, dan sisanya untuk bahan pengisi harus dipadatkan menjadi

95 persen kepadatan maksimum. Untuk bagian dipotong di tanah non kohesif, atas

6 inci (150 mm) dari tanah dasar harus dipadatkan hingga 100 persen kepadatan

maksimum dan 18 inci berikutnya (460 mm) dari tanah dasar harus dipadatkan

menjadi 95 persen kepadatan maksimum”

Kemudian saat perang dunia ke 2, US Army Corps Of Engineering

mengembangkan Modiefied Proctore Test untuk memperoleh tingkat kepadatan

yang lebih tinggi yang diperlukan untuk lapangan terbang yang didarati

pesawat-pesawat berat.

II.4.1 Metode CBR

“CBR tes pada dasarnya adalah tes penetrasi yang dibuat dengan

meratakan tingkat regangan” (ICAO, 1983:141).“Prinsip dasar dari metode CBR adalah untuk menyedikan tebal lapisan perkerasan yang sesuai dengan kwalitas

bahan yang digunakan untuk melindungi lapisan dibawahnya dari kerusakan alur

(deformasi plastis) selama masa layan perkerasan yang umumnya ditetapkan 20

tahun” (Kosasih, 2005:15).

Tes CBR dapat dilakukan di lapangan maupun di laboratorium. “Tes CBR laboratorium harus dilakukan sesuai dengan ASTM D 1883, Bearing Ratio

of Laboratory-Compacted Soils. Uji lapangan CBR harus dilakukan sesuai dengan

ASTM D 4429, Cara uji untuk Bearing Ratio dari Tanah di tempat” (FAA,

(14)

“Uji lapangan CBR dapat memberikan informasi berharga tentang

pondasi eksisting yang telah ada selama beberapa tahun. Bahan-bahan harus

berada di tempat untuk waktu yang cukup demi memungkinkan tercapainya kadar

air pada kondisi seimbang” (ICAO,1983:141) dan (FAA, 2009:9). Untuk tes CBR dilapangan prosedurnya menurut SNI 1738:2011.

Untuk prosedur tes CBR dilaboratorium secara singkat FAA (2009:9)

menyampaikan “Tes CBR laboratorium dilakukan pada bahan yang telah

diperoleh dari lokasi dan dibentuk ulang dengan kepadatan yang akan diperoleh

selama konstruksi. Spesimen direndam selama 4 hari untuk memungkinkan

material untuk mencapai saturasi. Sebuah tes CBR jenuh digunakan untuk

mensimulasikan kondisi mungkin terjadi di perkerasan yang telah bekerja selama

beberapa waktu. Pondasi Perkerasan cenderung mencapai kejenuhan hampir

selesai setelah sekitar 3 tahun. Perubahan kelembaban musiman juga mendikte

penggunaan nilai desain CBR jenuh karena lalu lintas harus didukung selama

periode kelembaban tinggi seperti musim semi”

Menurut Basuki (2008: 274) untuk lapangan terbang dengan subgrade

yang baik test pemadatannya harus di modifikasi, prosedur modifikasi oleh

AASHTO adalah 5 lapisan tanah pada silinder yang sama, berat pemadatan 4½

kg tinggi jatuh pemadatan 45 cm. Tiap-tiap lapis dipadatkan dengan 55

pukulan.Untuk tes CBR direndam, dilakukan perendaman selama 4 hari untuk

mendapat kan kejenuhan tanah, Dan karena 4 hari dianggap sebagai kondisi tanah

paling jelek. Tes CBR laboratorium dilakukan sesuai dengan prosedur ASTM D

(15)

Grafik 2.1. Contoh Pendekatan Grafik, Metode CBR Desain Perkerasan Lentur Sumber : Horonjeff et al. (2010)

II.4.2 Plate Bearing Test

“Seperti namanya menunjukkan, plate bearing test mengukur daya dukung

perkerasan pondasi, Hasilnya, nilai k, dapat dianggap sebagai tekanan yang

dibutuhkan untuk menghasilkan defleksi unit dasar trotoar” (FAA AC

150/5320-6E, 2009:9). Nilai “k” atau modulus of subgrade reaction yang di dapat dari plate

bearing test yang dilakukan pada daerah pondasi yang mewakili akan menopang

beban perkerasan. Menurut Basuki (2008:339) harga K merupakan perbandingan

beban MN/ atau psi dengan penurunan dari plate bearing test dalam meter atau

inchi.

K = =

Prosedur plate bearing test berdasarkan pada ASTM D1194-72 dan secara

garis besar prosedur plate bearing dapat dilakukan dengan alat hydraulic jack.

(16)

tekanan tertentu pada manometer untuk setiap tahap pembebanan. Nilai tekanan

untuk setiap tahap telah ditentukan berdasarkan besarnya beban test dan kapasitas

hydraulic jack yang digunakan. kemudian Penurunan atau defleksi plate

percobaan diukur dengan 4 (empat) buah dial-gauges yang diletakkan siku satu

sama lain dan dipasang fixed pada magnet base pada pelat 1 ft . Ujung dial-gauges

diletakkan pada reference beam yang telah diberi landasan kaca polos, sehingga

defleksi tiang dapat diukur dengan teliti. Setelah itu semua data pengamatan dan

pengukuran pada setiap tahap pembebanan selalu dicatat dengan teliti di dalam

loading test record form. Dan dengan catatan semua alat ukur yang digunakan di

Gambar

Gambar 2.1 Lintasan Pada Lapangan Terbang
Tabel 2.1 Kategori Kekuatan Tanah Dasar
Tabel 2.3 Komponen Tanah
Tabel 2.4 Klasifikasi Tanah
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan : Sensor suhu yang digunakan adalah LM35, pengiriman data dari Arduino ke server tidak menggunakan SIM908 melainkan USB dan data diterima di Android melalui

Sebagai organisasi engineer di Indonesia, PII memiliki kode etik yang bernama Kode Etik. Insinyur Indonesia “Catur Karsa Sapta Dharma

Department of International Business Faculty of Business Administration, Department of Marketing and University of Economics in Bratislava, Faculty of Commerce, Departments of

Pembiayaan dengan utang, memiliki 3 implikasi penting (1) memperoleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian atas perusahaan

Dengan adanya hal itu, hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan pada tingkat 5% secara bersama-sama dari variabel- variabel karakteristik

• Cara tersebut akan membuat para pemasok sadar terhadap program kepedulian pada pelanggan yang dilakukan oleh organisasi/perusahaan sehingga

Dan sebelum melakukan pengambilan data ada beberapa tahap yang perlu dilakukan yakni penginstalan driver infrared yang bertujuan agar infrared tersebut dapat terdeteksi oleh

Selain digunakan secara luas dalam linkungan industri dan keteknikan, Scilab juga sudah menjadi alat instruksional standar untuk kuliah dan kursus-kursus aljabar linear untuk