• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penajaman Kajian HUkum Administrasi Nega

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penajaman Kajian HUkum Administrasi Nega"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUATAN PERAN DEPUTI III LAN MELALUI

PENAJAMAN KAJIAN HUKUM ADMINISTRASI

NEGARA GUNA MENINGKATKAN KUALITAS

PERATURAN

PER-UU-AN DAN KEBIJAKAN NASIONAL DI

BIDANG ADMINISTRASI NEGARA

Seminar Karya Tulis Prestasi

Perseorangan (KTP-2)

Diklatpim Tingkat I Angkatan XXV

Jakarta, 15 Mei 2013

(2)

BAB I

(3)

Logical Framework KTP-2

Situasi

Situasi

Short-term Analysis

Middle-term Analysis

Operational Analysis

Bab II

Bab IV

(4)
(5)

1.Symbolic Policy vs

Evidence-based Policy

;

2.Esensi & Ruang Lingkup

Adm. Negara;

3.Kinerja Kebijakan &

Peraturan

Perundang-Undangan:

Pengujian UU,

Evaluasi & Klarifikasi Perda,

Sengketa Kewenangan

Lembaga Negara,

Sengketa TUN.

(6)

BAB II

Perumusan & Pemecahan

Masalah Menggunakan

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

Perbandingan CM dengan Real World (1)

AKTIVITAS DALAM

MODEL DUNIA NYATA / REAL WORLD

Melakukan pemetaan masalah rendahnya kualitas perundang-undangan secara kausalistik.

Belum ada pemetaan yang terintegrasi antar lembaga; setiap instansi memiliki peta masalah, rencana pengambangan, dan program yang

terpisah satu dengan yang lain.

Menentukan prioritas pemecahan masalah.

Belum ada sistem prioritas nasional kajian

kebijakan dan HAN. Selama ini banyak dokumen yang bisa ditafsirkan sebagai prioritas nasional, seperti Program Legislasi Nasional, atau RPJM Nasional.

Membangun sinergi,

koordinasi, dan kemitraan dengan instansi terkait.

Masih kuatnya egosime sektoral dalam

perumusan kebijakan serta tidak ada forum

komunikasi kebijakan antar instansi pemerintah.

Merumuskan common platform peningkatan peraturan per-UU-an nasional.

Tidak ada dokumen besar (grand design,

roadmap, atau blueprint) tentang pembangunan sistem kebijakan nasional. UU No. 12/2011lebih mengatur dari dimensi normative namun kurang memberi guidance tentang strategi dan program untuk mewujudkan kebijakan nasional yang

berkualitas. Menumbuhkan budaya

akademik dalam proses perumusan kebijakan nasional.

(12)

Perbandingan CM dengan Real World (2)

AKTIVITAS DALAM

MODEL DUNIA NYATA / REAL WORLD

Merumuskan

pedoman pelibatan

masyarakat untuk

menjamin kebijakan

yang inklusif.

Masyarakat belum terlibat aktif dalam siklus

penyusunan kebijakan. Selain belum ada

peraturan yang “memaksa” masyarakat

untuk berpartisipasi, juga ada indikasi

kurangnya antusiasme masyarakat untuk

terlibat dalam perancangan hingga

pelaksanaan kebijakan.peraturan.

Menyusun agenda

kajian kebijakan

berbasis kebutuhan

dan

evidence

.

Agenda kebijakan baru sebatas disusun untuk

kebutuhan individual lembaga tertentu,

belum ada

policy dialogue

yang

mempertemukan dan mengintegrasikan

agenda lintas lembaga.

Membenahi

manajemen kajian

untuk

meningkatkan

peran lembaga.

Kajian kebijakan dan HAN masih menghadapi

banyak kendala dilihat dari aspek SDM

peneliti, anggaran yang tersedia, mekanisme

perencanaan, dan sebagainya.

Melakukan kajian

untuk menghasilkan

rekomendasi bagi

para pengambil

kebijakan.

Hasil kajian dan rekomendasi kebijakan

sering diabaikan oleh para pengambil

kebijakan karena hasil kajian dan

(13)
(14)
(15)

BAB III

Penggambaran Masa Depan

(16)

Focal Concern & Driving Forces

“Masa Depan Sistem Peraturan Per-UU-an dan

Kebijakan Nasional di Bidang Administrasi Negara

(17)

Keterkaitan Antar Driving Forces

Tingkat Kemampuan/Kapasitas Legislasi Tingkat Egoisme Sektoral Efektivitas Koordinasi/Komunikasi Kebijakan Antar Lembaga

Efektivitas Harmonisasi dalam Perumusan Peraturan/Kebijakan Ketepatan Persepsi/Orientasi terhadap Peraturan/ Kebijakan Kadar Budaya Akademik

Dalam Siklus Kebijakan/ Pengambilan Keputusan

Tingkat Dukungan Kajian/Litbang Kebijakan

Efektivitas Lembaga Kajian/Litbang Kebijakan Keluasan Networking &

Kerjasama Antar Lembaga Kajian/Litbang Kebijakan

Efektivitas Partisipasi Masyarakat dalam Perumusan hingga Implementasi Peraturan/Kebijakan

(18)
(19)
(20)

Ciri-Ciri Kutub

Nihil (+)

Jumlah aturan tidak banyak,

cukup yg memiliki

keterkaitan antar instansi atau yg dibutuhkan

masyarakat;

Perumusan kebijakan

dilakukan dalam forum kebijakan secara inklusif;

Dalam pembahasan

racangan peraturan, setiap instansi atau tokoh individual lebih mengedepankan

kepentingan nasional;

Produk hukum yg dihasilkan

cenderung tidak ada

penolakan / perlawanan dari stakeholders yg terkena

regulasi tersebut.

1. Egoisme Sektoral

1. Egoisme Sektoral

Sangat Kuat (–)

• Banyak instansi berlomba membuat produk hukum di berbagai level;

• Tidak pernah dilakukan komunikasi kebijakan dengan stakeholders;

• Kepentingan rakyat banyak cenderung diabaikan;

• Rawan terhadap munculnya konflik kewenangan antar lembaga, dan benturan substansi antar peraturan; • Pembahasan suatu aturan selalu

menyita waktu yg panjang;

• Ketiadaan strong leadership yg

mampu mengakomodasi perbedaan kepentingan kedalam kepentingan nasional;

(21)

Ciri-Ciri Kutub

Optimal (+)

Pertimbangan politis dalam

perumusan kebijakan relatif kecil, pertimbangan

akademik/ teknokratik lebih menonjol;

Kualitas peraturan jauh lebih

baik sehingga mengurangi kemungkinan diuji materi;

Kebutuhan sosialisasi dan uji

publik terhadap (rancangan) peraturan/kebijakan tidak perlu dilakukan tersendiri, sehingga bisa menghemat sumber daya (anggaran);

Para policy makers lebih

confidence karena kebijakan yang diambil berdasarkan pada bukti-bukti yg obyektif.

2. Dukungan Kajian Terhadap

Kebijakan

2. Dukungan Kajian Terhadap

Kebijakan

Tanpa Dukungan

(–)

• Peraturan/kebijakan sangat lemah baik secara filosofis, historis,

sosiologis, maupun teoretis;

• Kemungkinan gagalnya peraturan lebih besar yg melahirkan symbolic policy atau involusi kebijakan;

• Inefisiensi program dan anggaran cukup besar karena perumusan

kebijakan dan pengkajian kebijakan memerlukan anggaran secara

terpisah dan tidak reinforcing; • Masyarakat tidak mendapatkan

manfaat langsung dari fungsi pengaturan oleh pemerintah;

(22)
(23)

Narasi Skenario (1)

Metafora Sistem Peraturan Berkarakter

Wibisana – “Membela Kebenaran”

(Skenario 1)

Metafora ini melambangkan bahwa sistem peraturan

perundang-undangan/kebijakan di Indonesia sudah

sangat

berkualitas

, baik dari sisi prosedural (proses perumusannya)

maupun materi atau substansi yang diaturnya.

Peraturan/kebijakan lahir semata-mata untuk

memenuhi

kebutuhan publik (

by needs

), bukan karena dorongan

egoisme yang sempit

. Dengan adanya peraturan/kebijakan

yang berkualitas tinggi ini, maka akan tercipta

hubungan

antar instansi pemerintah, antara pemerintah dan

masyarakat, serta antar kelompok masyarakat secara

tertib

, yang mengedepankan kepentingan kolektif diatas

kepentingan individual, serta menjaga

keseimbangan hak

dan kewajiban secara selaras dan harmonis

. Harmoni

dalam hubungan bernegara dan bermasyarakat ini pada

gilirannya akan menjadi

faktor yang mempercepat

(24)

Narasi Skenario (2)

Metafora Sistem Peraturan Berkarakter

Laksmana – “Membela Pemimpin”

(Skenario 2)

Metafora ini melambangkan bahwa

sistem peraturan

perundang-undangan/kebijakan di Indonesia akan

semakin terfragmentasi

karena hanya memperhatikan

kepentingan pimpinannya semata, tanpa melihat kepentingan

yang lebih luas dan strategis. Para pengambil keputusan dan

perumus kebijakan hanya

bekerja berdasarkan “petunjuk”

pimpinan (

by order

), bukan untuk menjalankan visi misi

organisasi

. Dalam hal ini, sepanjang pimpinan insitusi tadi diisi

oleh orang-orang baik, maka masih dapat diharapkan akan lahir

peratuan/kebijakan yang berkualitas. Namun

bila institusi

dipimpin oleh orang yang berpikir picik, hanya

mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan orang

banyak, maka masa depan sistem peraturan/kebijakan

berada pada bahaya yang serius

. Loyalitas adalah hal yang

sangat baik, namun jika hanya dipersembahkan kepada

(25)

Narasi Skenario (3)

Metafora Sistem Peraturan Berkarakter

Kumbakarna – “Membela Institusi Meski

Harus Melawan Kebenaran” (Skenario

3)

Metafora ini melambangkan para pengambil

keputusan dan perumus kebijakan yang

hanya bisa

melihat kedalam

(

inward looking

). Prinsip hidupnya

yang penting berhasil menjalankan tugas

tanpa

peduli dengan pihak/orang lain

. Bagi mereka,

adalah hal yang lumrah bahwa untuk

mencapai

keberhasilan sendiri tadi, seringkali dibarengi dengan

pengorbanan kepentingan instansi lain.

Benturan kewenangan, tumpang tindih aturan,

dan pertentangan kebijakan dianggap hal yang

biasa asal memberikan keuntungan bagi

(26)

Narasi Skenario (4)

Metafora Sistem Peraturan Berkarakter

Rahwana – “Mengkhianati Kebenaran”

(Skenario 4)

Metafora ini melambangkan

peraturan/kebijakan

disusun tanpa ada pertimbangan rasional sama

sekali

. Tidak ada analisis

cost-benefit

atau resiko resiko

dari sebuah peraturan/kebijakan. Sesuatu yang

seharusnya diatur justru tidak dibuat aturannya,

sementara sesuatu yang tidak perlu diatur justru dibahas

secara serius.

Kesepakatan antar pihak dalam

perumusan kebijakan juga sering dikhianati oleh

pihak tertentu. Kualitas kebijakan/peraturan

menjadi sangat rendah

, sehingga hanya

menguntungkan sedikit orang namun mengakibatkan

protes banyak orang lainnya.

Kemungkinan terjadinya

policy failure

sangat tinggi

, sehingga

(27)

Rekomendasi Kebijakan

Rekomendasi yang dipilih adalah

Skenario 1, yakni Sistem

Peraturan/Kebijakan Berkarakter

Wibisana, dengan harapan dapat

meminimalisir situasi pada 3 (tiga)

(28)

BAB IV

Pengembangan Kebijakan

dan Rencana

(29)

Vision & Mission Statement

Menjadi Policy Think Tank yang Handal dan

Policy Partners yang Terpercaya Dalam

Membangun Sistem Kebijakan dan Hukum

Administrasi Negara Berbasis Bukti

(Evidence-based Policy)

Menghasilkan kajian dan rekomendasi kebijakan

yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan di

bidang sistem kebijakan dan hukum administrasi

negara;

Menyelenggarakan fasilitasi dan advokasi

kebijakan di bidang sistem kebijakan dan hukum

administrasi negara;

Melakukan monitoring dan evaluasi kebijakan di

bidang sistem kebijakan dan hukum administrasi

negara;

Mengembangkan kapasitas kelembagaan dan

SDM bidang sistem kebijakan dan hukum

administrasi negara;

(30)

Nilai-Nilai Organisasi

Kualitas

Obyektivitas

Profesionalitas

Harmoni

(31)

T u j u a n

Merumuskan dan menyediakan rekomendasi

kebijakan pada bidang sistem kebijakan dan

hukum administrasi negara;

Menyelenggarakan dan menghasilkan kajian

dan publikasi terkait di bidang sistem kebijakan

dan hukum administrasi negara;

Memberikan pelayanan perkonsultasian pada

bidang sistem kebijakan dan hukum

administrasi negara;

Meningkatkan kapasitas kelembagaan (SDM,

mekanisme/tata laksana kajian, metodologi

(32)

Sasaran dan IKU (1)

1. Tersedianya dan terimplementasikannya

rekomendasi kebijakan yg berkualitas bagi

instansi pusat & daerah

, dengan IKU:

Persentase kebijakan/peraturan di tingkat K/L/Pemda yg

disusun atau direvisi berdasarkan rekomendasi kajian,

atau

Persentase masalah aktual di tingkat K/L/Pemda yg

dapat dipecahkan atau dikurangi berdasarkan

rekomendasi kajian.

2. Tersusunnya dan terdistribusikannya laporan

hasil penelitian/kajian serta publikasi terkait

di bidang sistem kebijakan dan HAN

, dengan

IKU:

Jumlah laporan hasil kajian /

policy paper / policy brief

& publikasi lainnya dalam kurun waktu tertentu, atau

Jumlah issu kebijakan yg menjadi obyek kajian, atau

(33)

Sasaran dan IKU (2)

3. Terlaksananya konsultasi dan advokasi

kebijakan

, dengan IKU:

Jumlah K/L/Pemda atau pihak lain yang memberi

umpan balik dan menyatakan keinginan untuk menjadi

mitra LAN (cq. Deputi III) dalam pembenahan

administrasi negara di instansinya, atau

Persentase peningkatan wawasan dan kemampuan

analistis dan akademis SDM di K/L/Pemda, atau

Persentase peningkatan program

capacity building

yang dilakukan K/L/Pemda atas inspirasi dari

kajian/rekomendasi LAN, atau

Jumlah silaturahmi kelembagaan yg terjalin untuk

memperkuat hubungan antar lembaga & mempertajam

program kajian, seperti audiensi, studi banding,

(34)

Sasaran dan IKU (3)

4. Tercapainya peningkatan kapasitas

kelembagaan sbg penunjang pelaksanaan

tugas

, dengan IKU:

Jumlah forum diskusi (

knowledge-shared

atau

knowledge-enrichment

) yg diadakan pada periode

waktu tertentu, atau

Jumlah program diklat yg diikuti oleh peneliti/staf

bidang kajian, atau

Jumlah peneliti/staf kajian yg dikirim untuk mengikuti

program pengembangan diri, atau

Jumlah publikasi yg dihasilkan peneliti diluar laporan

hasil penelitian, baik secara mandiri maupun tim, atau

Jumlah jurnal terakreditasi yg memuat hasil penelitian

LAN dan makalah/artikel para peneliti, atau

(35)

Terima Kasih

Mohon arahan dan

Referensi

Dokumen terkait

MOD ALITAS EPISTEMIK YOUD A, SOUD A, RASHII D ALAM BAHASA JEPANG D AN BAHASA IND ONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

Digunakan untuk mengetahui jumlah produk yang harus diproduksi pada periode yang akan datang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data penjualan dua bulan sebelumnya

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat tema mengenai pemanfaatan kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan brownies sebagai alternatif bahan pangan yang dapat

Perrencanaan produksi meliputi pembagian kerja anggota dan pembuatan time schedule kegiatan dan produksi. Selanjutnya survei pasar tentang harga kulit pisang

Analisis perbandingan metode bayesian network dan dempster-shafer pada sistem pakar diagnosis diagnosis penyakit mata ini hanya diterapkan diagnosis 6 jenis

Untuk vedika di butuhkan kesiapan SDM rumah sakit yang betul-betul kompeten karena dengan vedika sudah tidak ada lagi verifikasi oleh orang BPJS Kesehatan bc.

Dalam rangka memenuhi penerapan fungsi Audit Ekstern sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 48/POJK.03/2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan

Pada data (4) kata ajar, mengajarnya dan diajarkan memiliki kata dasar ajar. Kata ajar merupakan kata benda, sedangkan kata mengajarnya merupakan kata kerja. Perubahan yang