• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PRAKTIKUM LAJU REAKSI BERBASIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PRAKTIKUM LAJU REAKSI BERBASIS"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PENGARUH PRAKTIKUM LAJU REAKSI BERBASIS PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS

SISWA SMK

Yogi Musthapa Kamil1, Harry Firman2, Sri Mulyani3

1 Prodi Pendidikan IPA Konsentrasi Pendidikan Kimia-SL Sekolah Pascasarjana UPI, Bandung

e-mail : iogee07@gmail.com 2

Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA, UPI, Bandung 3Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, Bandung

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah menyelidiki pengaruh praktikum laju reaksi berbasis process oriented guided inquiry learning (POGIL) terhadap keterampilan proses sains siswa SMK. Sebanyak dua kelas siswa kelas XI pada kompetensi keahlian rekayasa perangkat lunak dilibatkan sebagai kelas dengan praktikum POGIL dan praktikum konvensional. Dengan desain penelitian pretest-postest, nonequivalent control group design, siswa diminta mengerjakan soal pretes dan postes untuk mengukur peningkatan keterampilan proses sains sebagai hasil atas perlakuan yang diberikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa siswa yang melakukan praktikum berbasis POGIL memiliki keterampilan proses sains yang lebih baik dan daripada siswa yang melakukan praktikum konvensional secara signifikan. Siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki peningkatan keterampilan proses sains yang lebih tinggi dan signifikan pada keterampilan siswa dalam merumuskan hipotesis, memprediksi, mengajukan pertanyaan, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan daripada siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Sedangkan untuk keterampilan mengobservasi serta keterampilan merencanakan dan menginvestigasi ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL dengan siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional.

Kata Kunci : pendidikan kimia, praktikum, POGIL, keterampilan proses sains, laju reaksi

ABSTRACT

The aim of this study is to investigate the effect of process oriented guided inquiry learning (POGIL) based laboratory activity toward high vocational school student’s science process skills on the topic of rate of reaction. Two eleventh graders class from software engineering department participated as POGIL and conventional class.With pretest-postest, nonequivalent control group design, students filled pretest and postest to measure the science process skills achievement as a result of given treatment. Analyses of student’s achievement shows that student with POGIL based laboratory has a better science process skills and significantly differ from students thaugted by conventional laboratory activities. Student’s thaugted by POGIL based laboratory also has a better achievement on hypothesizing, predicting, raising question, interpreting and communicating and significantly differ from conventional laboratory activities. On the other hand, students achievement on observing and planning & investigating has no statistically difference on both POGIL and conventional laboratory activities.

(3)

Pendahuluan

Pendidikan kejuruan/vokasi memiliki inti yang selaras dengan pendidikan secara

umum yaitu menyiapkan peserta didik untuk memiliki keterampilan, kecakapan,

pengertian, perilaku, sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan

yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia usaha/industri (DU/DI).

Keterampilan-keterampilan ini menjadi landasan bagi perkembangan karir seseorang di masa yang akan

datang. Menurut Sudira (2010) pengembangan proses belajar mengajar di Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) harus memiliki porsi yang cukup bagi pengembangan

keterampilan-keterampilan tersebut.

Tujuan pembelajaran sains, khususnya kimia dinyatakan dengan tegas pada Peraturan

Pemerintah no. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Mata pelajaran kimia mempersiapkan

kemampuan peserta didik sehingga dapat mengembangkan program keahliannya pada

kehidupan sehari-hari dan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Salah satu tujuan dari

mata pelajaran kimia di SMK adalah menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau

eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang

percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data,

serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis

Tuntutan mata pelajaran kimia yang tersurat dalam standar ini belum sepenuhnya

dapat dilaksanakan oleh guru. Devi (2008: 2) mengemukakan bahwa banyak guru yang

melaksanakan pembelajaran dengan hanya mentransfer ilmu dengan tanpa

mengembangakan keterampilan proses sains. Pembelajaran tipe ini memiliki karakter

kurangnya interaksi antara siswa dengan guru serta tidak ada interaksi antara siswa dengan

siswa. Seringkali pembelajaran seperti ini juga dikenal dengan teaching by telling dimana guru hanya memberikan pengetahuan dari otaknya ke otak siswa. Pola seperti ini ternyata

tidak berhasil (Barthlow, 2011: 39) dan tidak lagi sesuai dengan kebutuhan pendidikan

siswa (Hanson, 2013). Dikemukan pula oleh Rustaman (2003) bahwa pembelajaran yang

cenderung berorientasi kognitif membuat proses belajar menjadi tidak menyenangkan dan

penuh beban sehingga dapat ‘membunuh’ karakter siswa.

Dengan beberapa realita di atas, kiranya diperlukan suatu pergeseran dalam hakekat

pembelajaran sains dari hanya bersifat transfer ilmu menjadi pembelajaran yang diperkaya

(4)

proses sains. Perlunya pergeseran hakekat pembelajaran IPA dari nuansa kognitif menjadi

terintegrasi dengan aspek lain memiliki kesamaan gagasan dengan Holbrook. Menurut

Holbrook (2005) diperlukan pergeseran penekanan dalam pembelajaran kimia. Pergeseran

yang dimaksud adalah dari pembelajaran kimia sebagai body of knowledge menjadi pengembangan keterampilan-keterampilan yang diperoleh melalui materi subyek kimia

(education through chemistry).

Salah satu wujud dari pergeseran hakekat pembelajaran IPA adalah dengan mengemas

pembelajaran IPA yang diperkaya dengan aspek di luar kognitif. Rustaman (2003)

mengungkapkan perlunya pengembangan aspek keterampilan (keterampilan proses sains)

yang diperoleh sebagai hasil belajar (termasuk praktikum dan kerja ilmiah) yang tak

terpisahkan dalam pembelajaran. Pengintegrasian tersebut dilakukan karena kerja ilmiah

diperoleh orang yang belajar IPA untuk dapat memahami IPA sesuai dengan hakekatnya

dan dapat digunakan dalam dunia kerja sebagai suatu kebiasaan.

Pembelajaran kimia, khususnya di SMK memiliki standar kompetensi dan kompetensi

dasar yang sering dikategorikan sulit dan biasanya hanya diampu dengan pembelajaran

dengan metoda ceramah (teching by telling). Realitanya materi-materi seperti stoikiometri, asam basa maupun laju reaksi belum banyak dikembangkan dengan orientasi konten dan

proses atau bahkan dengan pendekatan seperti inkuiri terbimbing.

Beberapa metode pembelajaran kimia, khususnya metode praktikum dipercaya dapat

menghasilkan beberapa keterampilan pokok yang diperlukan oleh siswa agar berhasil

dalam belajar dan hidup di masa depan. Kegiatan laboratorium dipandang sebagai kegiatan

yang sangat esensial dalam pembelajaran kimia, dan beberapa penelitian menunjukkan

bahwa kegiatan laboratorium merupakan cara yang terbaik dalam belajar kimia secara

bermakna (Ding & Harskamp., 2011). Kegiatan praktikum juga dapat meningkatkan

keterampilan berfikir kritis, kemampuan literasi sains, komunikasi serta Keterampilan

Proses Sains siswa (Rahman, 2011 : 91 ; Wulandari, 2011: 85).

Menurut Domin (1999) terdapat empat jenis pembelajaran di laboratorium, yaitu

ekspositori, inkuiri, discovery dan problem-based. Lebih lanjut Domin menambahkan bahwa jenis kegiatan laboratorium yang paling populer adalah jenis ekspositori. Pada jenis

praktikum ini, guru menyajikan langkah yang harus dikerjakan, mendemostrasikan

prosedur hingga menjelaskan konsep dan fenomena. Siswa hanya mengikuti serangkaian

(5)

praktikum secara tradisional yang memiki kelemahan pada aspek pembelajaran secara

virtual. Selain itu, Cutler (dalam Schroeder & Greenbowe, 2008) juga mengungkapkan

bahwa praktikum dengan gaya tradisional mendorong kepasifan siswa (creeping passivity) atau rendahnya tingkat keterlibatan siswa.

Pembelajaran praktikum berjenis inkuiri merupakan salah satu satu alternatif dari

pembelajaran praktikum tradisional/konvensional. Herron & Nurrenbern (Burke et al., 2006) menyatakan bahwa kegiatan laboratorium yang berorientasi inkuiri lebih baik

daripada kegiatan ceramah/demonstrasi atau verifikasi, dengan catatan guru yang

mengampu terlatih dengan pengajaran inkuiri dan siswa diberikan waktu dan bimbingan

untuk memahami metode baru tersebut.

Meskipun prakrikum inkuiri memiliki kelebihan dibanding praktikum konvensional,

pada kenyataannya terdapat pula beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut terutama

dari kegiatan praktikum jenis inkuiri terbuka yang justru menyebabkan siswa menjadi

bingung, frustasi serta tidak memiliki dasar pengetahuan yang cukup sebagaimana

ilmuwan (Barthlow, 2011: 53). Permasalahan ini dapat diatasi dengan praktikum inkuiri

terbimbing yang didalamnya melibatkan guru untuk memfasilitasi siswa dalam

menemukan konsep . Proses unkuiri terbimbing menjadi dalah satu dasar Process Oriented

Guided Inquiry Learning (POGIL). Dengan diinisiasi oleh Rick Moog dan koleganya pada tahun 90-an, muncullah POGIL untuk menyempurnakan pembelajaran inkuiri terbimbing.

POGIL memiliki penekanan pada proses dan konten yang sangat erat kaitannya

dengan keterampilan proses khususnya keterampilan proses sains. Pendekatan POGIL

menurut Moog & Spencer (2008) memiliki dua tujuan yang luas : untuk mengembangkan

penguasaan konten mealui konstruksi pemahaman siswa sendiri, dan untuk

mengembangkan dan meningkatkan keterampilan utama belajar seperti pemrosesan

informasi, komunikasi oral dan tertulis, berfikir kritis, pemecahan masalah, metakognisi

dan asesmen. Survey terhadap manajer dan pimpinan menunjukkan bahwa

keterampilan-keterampilan tersebut merupakan keterampilan-keterampilan yang sangat diinginkan dari pekerja

(Hanson, 2004).

POGIL adalah pedagogi sains dan filosofi student-centered yang berbasis riset dimana siswa beraktifitas didalam kelompok kecil dan terlibat dalam inkuiri terbimbing

menggunakan materi yang sudah dirancang secara langsung membimbing siswa untuk

membangun dan membangun ulang pengetahuan mereka (Barthlow, 2011: 16). POGIL

(6)

POGIL berfokus pada konsep dan proses sains sehingga dapat mendorong pemahaman

yang mendalam terhadap materi pembelajaran serta mengembangkan kemampuan berfikir

tingkat tinggi.

POGIL sebagai sebuah paradigma dalam pembelajaran didasarkan pada ide, penelitian

dan kreatifitas dari banyak ahli pendidikan yang telah bekerja selama berpuluh-puluh

tahun. POGIL memadukan beberapa aspek utama dalam pembelajaran yaitu pembelajaran

aktif, pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered), pragmatisme pada konten dan proses, konstruktivisme dan inkuiri. POGIL adalah pembelajaran aktif dan berpusat

pada siswa (student-centered) dan didasari pula oleh siklus belajar. Siklus belajar merupakan pedagogi yang menyatakan bahwa pembelajaran terjadi dalam tiga tahap :

eksplorasi, penemuan konsep dan aplikasi (Atkin & Karplus dalam Barthlow, 2011: 46).

Gambar 1 menyajikan model pembelajaran dengan POGIL yang dikemukakan oleh

Straumanis (2010). Siklus belajar POGIL dimulai dengan eksplorasi yang dilakukan

terhadap sebuah ‘model’. Model ini mengandung informasi yang cukup sehingga

kelompok siswa dapat mengekstraksi konsep target. Siswa kemudian dibimbing dengan

pertanyaan berfikir kritis yang berfungsi sebagai pemandu menuju konsep target. Aktifitas

belajar kemudian dilanjutkan dengan aktifitas kelas berupa diskusi terbuka antar kelompok

misalnya untuk menemukan sebuah pola atau hubungan dalam data. Aktifitas ini berlanjut

sehingga dicapai suatu konsensus mengenai konsep kimia.

(7)

Metode Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah dua kelas siswa SMK kelas XI pada salah satu

SMK di Kabupaten Majalengka yang mempelajari kimia pada materi laju reaksi. Adapun

kelas yang diambil sebagai sampel adalah kelas XI pada kompetensi keahlian Rekayasa

Perangkat Lunak kelas A (XI RPLA) dan kelas C (XI RPLC). Kelas XI RPLA memiliki

jumlah siswa 30 orang dikondisikan sebagai kelas eksperimen, dan kelas XI RPLC dengan

jumlah siswa 28 orang dikondisikan sebagai kelas kontrol.

Kedua kelas yang dipilih berasal dari kelas yang relatif homogen karena kelas tersebut

pada awal kelas X diseleksi dengan patokan nilai yang sama dari hasi seleksi Penerimaan

Peserta Didik Baru (PPDB). Selain itu kedua kelas berasal dari kompetensi keahlian yang

sama, yaitu Rekayasa Perangkat Lunak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah quasi eksperimen dengan desain Pretest-Postest, Nonequivalent Control Group

Design (Wiersma & Jurs, 2009: 169) yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Desain Penelitian

Pretest-Postest, Nonequivalent Control Group Design

G1

Kelas eksperimen melaksanakan pembelajaran dengan aktifitas laboratorium dengan

menggunakan format POGIL, sementara kelas kontrol melaksanakan pembelajaran dengan

aktifitas laboratorium konvensional/ekspositori. Aktifitas laboratorium berbasis POGIL

memiliki kekhasan yang sama dengan aktifitas laboratorium discovery. Perbandingan secara umum mengenai aktifitas laboratorium POGIL dan konvensional disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan aktifitas laboratorium POGIL dan konvensional

Jenis Praktikum

Deskriptor

Tujuan Praktikum Pendekatan Prosedur

POGIL Di awal dan dalam bentuk pertanyaan

Induktif Diberikan

Konvensional Di awal dan dalam bentuk pernyataan

(8)

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pengaruh POGIL yang diteliti adalah perubahan keterampilan proses sains siswa pada

materi laju reaksi yang diwakili oleh rata-rata n-gain. Rata-rata n-gain tersebut diamati untuk setiap keterampilan proses sains dan secara keseluruhan. Tabel 3 menyajikan

ringkasan dari rata-rata n-gain untuk keterampilan proses sains pada kelas kontrol dan eksperimen serta hasilnya secara statistik.

Tabel 3 Ringkasan Data Deskriptif rata-rata n-gain KPS

No KPS Kelas

Pada kelas eksperimen, rata-rata n-gain tertinggi dimiliki oleh KPS pada indikator keterampilan mengajukan pertanyaan dengan nilai 0,760 yang termasuk ke dalam kategori

(9)

peningkatan sedang. Hampir seluruh keterampilan memiliki rata-rata n-gain yang termasuk ke dalam kategori sedang.

Pada kelas kontrol, seluruh keterampilan proses sains memiliki rata-rata n-gain yang termasuk ke dalam kategori sedang. Rata-rata n-gain tertinggi dimiliki oleh KPS pada indikator keterampilan merencanakan dan menginvestigasi dengan nilai 0,588. Sedangkan

rata-rata n-gain terendah dimiliki oleh KPS pada indikator keterampilan mengkomunikasikan dengan nilai 0,360.

Pada penelitian ini digunakan uji beda untuk melihat perbedaan rata-rata n-gain KPS kelas eksperimen dan kelas kontrol. Normalitas data dijadikan sebagai patokan untuk

menentukan uji statistik yang dilakukan. Menurut Leech et al (2005: 28) data dapat dikatakan berdistribusi normal jika memiliki skewness +/- 1. Dari Tabel 1 dapat diamati bahwa seluruh data baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol memiliki skewness pada rentang +/- 1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data n-gain berdistribusi normal. Karena data berdistribusi normal, maka uji beda dilakukan dengan cara

parametrik, yaitu uji t untuk dua variabel bebas. Nilai t dan p dari hasil uji diambil dengan memperhatikan nilai sig pada output Lavene’s test equality of varians. Nilai-nilai yang merupakan bagian dari hasil uji t ini diambil sesuai denga asumsi kesamaan varians

(homogenitas) dari data yang dianalisis.

Dari hasil pengolahan data ditemukan bahwa rata-rata n-gain keterampilan proses sains

secara keseluruhan untuk kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Perbedaan

rata-rata n-gain keterampilan proses sains secara keseluruhan antar kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan hasil yang berbeda signifikan secara statistik (p = 0,003). Dengan nilai Cohen’s Effect Size (d) sebesar 1,170 dapat ditarik kesimpulan bahwa rata-rata n-gain keterampilan proses sains secara keseluruhan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki perbedaan relatif yang sangat besar. Selain pada keseluruhan proses

sains, ditemukan pula bahwa siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium POGIL

secara signifikan memiliki peningkatan keterampilan proses sains yang lebih baik dalam

merumuskan hipotesis (p = 0,043), memprediksi (p = 0,037), mengajukan pertanyaan (p = 0,046), menginterpretasikan (p = 0,001) dan mengkomunikasikan (p = 0,007). Perbedaan relatif antara rata-rata n-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol pada keterampilan-keterampilan terebut termasuk dalam kategori sedang (0,5 < d < 0,8).

POGIL yang diimplementasikan dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang positif

(10)

dikemukanan oleh Hanson (2006) yang menyatakan bahwa POGIL dirancang untuk

membantu siswa mengembangkan konten dan keterampilan proses secara simultan.

Pengaruh POGIL terhadap keterampilan-keterampilan ini merupakan awal yang baik bagi

pengembangan keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran. Tingginya

peningkatan keterampilan proses sains dapat dialamatkan pada beberapa komponen

penting yang terdapat dalam POGIL. Komponen yang terdapat dalam POGIL diantaranya

adalah pembelajaran inkuiri terbimbing dan pembelajaran kolaboratif.

Kombinasi pembelajaran inkuiri terbimbing dan kolaboratif yang terdapat dalam

POGIL memungkinkan untuk terjadinya kondisi pembelajaran yang mendukung.

Dikemukakan oleh (King & VanHecke, 2006) bahwa pada kondisi yang kurang

mendukung siswa menjadi kurang terampil dan berkinerja pada level fungsional,

mencukupi untuk potensi dasar tetapi tidak menampilkan potensi terbaik mereka. Ketika

siswa menerima dukungan yang tinggi, mereka dapat menampilkan level optimal,

mendemonstrasikan keterampilan terbaik mereka.

Dukungan lingkungan belajar yang terjadi dengan aktifitas POGIL memungkinkan

pula berpengaruh terhadap aktifitas pemrosesan informasi pada working memory dan long

term memory. Siklus belajar pada POGIL yang berisi proses eksplorasi, penemuan konsep dan aplikasi dapat mengoptimalkan informasi yang masuk ke long term memory.

Dalam POGIL siswa dikondisikan untuk dapat membuat hubungan antara pengetahuan

sebelumnya dan mengembangkan pengetahuan tersebut dengan membangun hubungan

yang baru dengan melibatkan konsep-konsep sebelumnya (Eberlein et al., 2008). Pengkondisian ini berasal dari pertanyaan-pertanyaan awal yang berada pada tahap

eksplorasi dan penemuan konsep sebagai wujud dari siklus belajar.

Beberapa peneliti seperti Letton, Zaman dan Al Shuaili (dalam Johnstone, 2006)

merancang kegiatan laboratorium dengan kegiatan pre laboratorium dalam merencanakan

beberapa bagian dari eksperimen yang dapat mengaktifkan long term memory serta menyebabkan kesiapan dalam mengkoneksikan memori dengan kegiatan laboratorium

yang akan dilakukan. Aktifitas inilah yang terdapat dalam POGIL dalam bentuk

pertanyaan awal sebagai bagian dari aktifitas pre laboratorium. Berbeda dengan POGIL,

pada kelas dengan praktikum konvensional tidak terdapat aktifitas pre laboratorium yang

(11)

Kunci lain yang memungkinkan suksesnya POGIL adalan karakter pembelajaran

inkuiri terbimbing yang melekat di dalam pembelajarannya. Pengaruh positif POGIL

terhadap keterampilan proses sains selaras dengan beberapa studi yang telah dilakukan.

Studi kekinian (Hofstein, Navon, Kipnis & Mamlok-Naaman dalam Hofstein 2004) telah

dengan jelas menunjukkan bahwa siswa yang dilibatkan dalam aktifitas inkuiri memiliki

keterampilan bertanya yang lebih baik. Ditemukan juga bahwa siswa yang dilibatkan

dalam aktifitas inkuiri dapat mengembangkan kemampuan untuk bertanya dalam

pembelajaran kimia non eksperimen seperti membaca artikel saintifik. Hal ini

mengindikasikan bahwa siswa yang menggunakan aktifitas laboratorium inkuiri dapat

mengembangkan level keterampilan pembelajaran yang lebih tinggi serta kemampuan

metakognitif (Hofstein, 2004).

Aktifitas laboratorium POGIL yang diimplementasikan pada penelitian ini dapat

dikatakan cocok dalam membangun keterampilan proses sains. Aktifitas laboratorium

yang cocok dapat secara efektif meningkatkan keterampilan kognitif, keterampilan

metakognitif, keterampilan praktis, sikap serta ketertarikan terhadap kimia, pembelajaran

kimia dan kerja praktis dalam konteks pembelajaran kimia (Fischer, 2004).

Dari penelitian ini ditemukan pula bahwa POGIL mampu memberikan hasil yang

positif dalam mengembangkan keterampilan menginterpretasikan dan

mengkomunikasikan. Hal ini dimungkinkan karena POGIL menekankan pada keterlibatan

aktif siswa dalam menyelesaikan masalah secara inkuiri terbimbing serta ditantang untuk

mengkomunikasikannya secara simultan di depan kelas. Kondisi ini tidak banyak

dikembangkan dalam praktikum konvensional sehingga memungkinkan siswa untuk

mengembangkan keterampilan yang ditargetkan. Krajcik, Mamlok dan Hug (dalam Fischer

2004) menyatakan bahwa siswa yang mengalami berbagai fase inkuiri tertantang karena

diminta untuk mengajukan pertanyaan yang cocok, menemukan dan mensintesis informasi,

memantau informasi saintifik, merencanakan investigasi dan menarik kesimpulan (Fischer,

2004) .

Eksplanasi lain yang dapat menjelaskan suksesnya POGIL dalam mengembangkan

keterampilan proses sains dapat pula dialamatkan pada karakter pembelajaran kolaboratif

yang menjadi salah satu komponennya. Dalam pembelajaran kolaboratif terjadi proses

(12)

diminimalisasi dengan aktifasi siswa melalui pembagian tugas dalam kelompok. Dengan

berkurangnya efek tersebut, maka hampir semua siswa terlibat secara aktif dalam

pembelajaran sehingga menyebabkan tingginya peningkatan hasil belajar.

Efek “free rider” terjadi ketika ada diantara anggota yang hampir tidak memiliki kontribusi terhadap kelompok. Sedangkan “sucker effect” adalah menurunnya motivasi siswa karena melihat siswa lain yang tidak berkontribusi terhadap kelompok. Di dalam

POGIL efek tersebut dapat diminimalisasi dengan aktifasi siswa melalui pembagian tugas

dalam kelompok. Dengan berkurangnya efek tersebut, maka hampir semua siswa terlibat

secara aktif dalam pembelajaran sehingga menyebabkan tingginya peningkatan hasil

belajar.

Pada kelas dengan praktikum konvensional terjadi hal yang berbeda dengan kelas

POGIL. Pada praktikum konvensional tidak ada pembagian tugas dalam kelompok

sehingga memungkinkan terjadinya siswa yang pasif. Sebagian siswa sangat mungkin

tidak aktif terlibat baik secara fisik maupun kognitif sehingga menyebabkan tidak

berkembangnya keterampilan proses sains.

Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan pula hal-hal yang berbeda dengan capaian

positif keterampilan proses sains secara umum, yaitu keterampilan mengobservasi (p =

0,296) serta keterampilan merencanakan dan menginvestigasi (p = 0,701). Pada dua keterampilan tersebut terjadi peningkatan keterampilan proses sains dalam kategori

sedang, baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Meskipun rata-rata n-gain dua keterampilan proses tersebut pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas

kontrol, tetapi perbedaannya tidak signifikan secara statistik.

Keterampilan siswa dalam mengobservasi serta keterampilan merencanakan dan

menginvestigasi antara kelas eksperimen dan kelas kontrol secara statistik tidak berbeda

secara signifikan. Pada dua keterampilan tersebut terjadi peningkatan dalam kategori

sedang baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Keterampilan

mengobservasi merupakan keterampilan yang mendasar dalam keterampilan proses sains.

Jika dilihat secara teknis, keterampilan mengobservasi memiliki pola yang sama baik pada

aktifitas laboratorium berbasis POGIL maupun konvensional. Selain itu kedua kelas yang

digunakan relatif terbiasa dengan aktifitas mengobservasi. Sejak semester satu kedua kelas

telah mengalami beberapa praktikum yang melibatkan mereka dalam aktifitas

(13)

terhadap keterampilan siswa dalam mengobservasi baik pada kelas POGIL maupun

konvensional.

Keterampilan proses sains lain yang perbedaan n-gain nya secara statistik tidak berbeda signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol adalah keterampilan

merencanakan dan menginvestigasi. Fenomena ini dimungkinkan terkait dengan karakter

dari keterampilan merencanakan dan mengobservasi. Keterampilan merencanakan dan

menginvestigasi yang termasuk dalam tahap eksperimen dalam kegiatan inkuiri merupakan

integrasi dari keterampilan proses karena memerlukan pengggunaan sebagian atau bahkan

semua keterampilan proses yang lain seperti keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi,

menyimpulkan dan memprediksi, mengukur dan mengkomunikasikan (O’Brien, 2005: 99).

Keterkaitan yang kompleks dengan keterampilan proses sains yang lain menyebabkan

keterampilan proses ini memiliki tingkat kesukaran tersendiri untuk dicapai. Selain itu,

siswa belum terbiasa dengan aktifitas merencanakan dan menginvestigasi mengingat

selama ini siswa cenderung dibiasakan dengan praktikum konvensional yang tidak

menekankan pada pengembangan keterampilan tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya

capaian yang tidak berbeda antara peningkatan keterampilan merencanakan dan

menginvestigasi antara kelas praktikum POGIL dengan konvensional.

Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh praktikum laju reaksi berbasis

Process Oriented Guided Learning (POGIL) terhadap keterampilan proses sains. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa siswa yang belajar melalui

aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki peningkatan keterampilan proses sains

secara keseluruhan yang lebih tinggi dan signifikan daripada siswa yang belajar melalui

aktifitas laboratorium konvensional. Siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium

berbasis POGIL memiliki peningkatan keterampilan proses sains yang lebih tinggi dan

signifikan pada keterampilan keterampilan siswa dalam merumuskan hipotesis,

memprediksi, mengajukan pertanyaan, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan

daripada siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Sedangkan untuk

keterampilan mengobservasi serta keterampilan merencanakan dan menginvestigasi

ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang yang belajar

melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL dengan siswa yang belajar melalui aktifitas

(14)

Daftar Rujukan

Barthlow, M. J. (2011). The Effectiveness of Process Oriented Guided Inquiry Learning to Reduce Alternate Conceptions in Secondary Chemistry. Disertasi doktor pada Liberty University : tidak diterbitkan

Burke, K. A., Greenbowe, T. J. (2006). “Implementing the Science Writing Heuristic in the Chemistry Laboratory”.Journal of Chemical Education. 83,(7),1032-1038

Devi, P. K. (2008). D.A.R.TS Using Work Sheets for Developing Process Skills and Critical Thinking with Pencil and Paper Tasks an Experiment Study in Chemistry Senior High School at “Colligative Properties Concept”. [online]. Diakses pada 29 Mei 2013. Tersedia : http://ojs.voctech.org/index.php/seavern/article/view/128/121 Ding, N. & Harskamp, E.G.. (2011). “Collaboration and Peer Tutoring in Chemistry

Laboratory Education”. International Journal of Science Education (IJSE).33 ,(6),839-863

Domin, D. S. (1999). “A Review of Laboratory Instruction Styles”. Journal of Chemical Education. 76,(4),543-547

Eberlein, T. (2008). ”Pedagogies of Engagement in Science : A Comparison of PBL, POGIL and PLTL”. Biochemistry and Molecular Biology Education. 36,(4),262-273

Fischer, K.W. (2008). “Dynamic Cycles of Cognitive and Brain Development : Measuring Growth in Mind, Brain and Education”. The Educated Brain . dalam A.M. Batro,K.W. Fischer & P.Lena (Eds).127-150

Hanson, D. M. (2005). Designing Process Oriented Guided-Inquiry Activities . [online].

Diakses pada 9 April 2013. Tersedia : quarknet.fnal.gov/fellows/.../Designing_POGIL_Activities.pdf‎

Hanson, D. M. (2013). Introduction to POGIL.[online].diakses pada13 April 2013. Tersedia : http://www.pcrest.com/PC/Pub/POGIL.htm

Hanson, D. & Apple, D. (2004). Process—The missing element. [online]. Diakses pada 10 April 2013. Tersedia : http://www.pkal.org/documents/hanson-apple_process—the-missing-element.pdf

Hofstein, A. (2004). “The Laboratory in Chemistry Education : Thirty Years of Experience with Developments, Implementation and Research”. Chemistry Education : Research and Practice. 5,(3),247-264

Holbrook, J. (2005). Making Chemistry Teaching Relevant. [online]. Diakses pada 23 Nopember 2011.Tersedia : www.iupac.org/publications/cei.

Johnstone, A. H. (2006). “Chemical Education Research in Glasgow in Perspective.

Chemistry Education Research and Practice. 7,(2),49-63

King, P.M, & VanHecke, J.R. (2006). “Making Connections : Using Skill Theory to Recognize How Students Build and Rebuild Understanding”. About Campus.

11,(1),10-16

Kementerian Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta : Kemdiknas

Kementerian Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta : Kemdiknas

Leech, N.L., Barret K. C. & Morgan G.A.. (2005). SPSS for Intermediate Statistics : Use and Interpretation. Second Edition. London : Lawrence Erlbraum Associates Publishers Moog, R. S. & Spencer N. J. (2008). In Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL).

(15)

Rahman. (2011). Pembelajaran Kimia Berbasis Literasi Sains dan Teknologi Pada Materi Pokok Laju Reaksi : Analisis Aspek Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Tidak Diterbitkan

Rustaman, N. (2003). Penilaian Hasil Belajar IPA. Makalah pada FPMIPA & Pasca Sarjana UPI : Tidak Diterbitkan

Schroeder, J.D & Greenbowe, T.J. (2008). Implementing POGIL in the lecture and the Science Writing Heuristic in the laboratory—student perceptions and performance in undergraduate organic chemistry. [online].diakses pada 08 Februari 2012. Tersedia : http://pubs.rsc.org | doi:10.1039/B806231P

Sudira, P. (2010). VET curriculum, teaching, and learning for future skills requirements. Makalah Seminar VET. UNY

Widhy, P. (2010). Pembelajaran IPA (Kimia) Berbasis Laboratorium. Modul Pelatihan Pembelajaran MIPA Berbasis Laboratorium FMIPA UNY : Tidak Diterbitkan

Wiersma, W & Jurs, S.G. (2009). Research Methods in Education. USA : Pearson

(16)

CATATAN

BIODATA SINGKAT PENULIS

1 Nama Lengkap : Yogi Musthapa Kamil, S. Pd.

2 Tempat/Tanggal Lahir : Garut, 26 September 1981

3 LulusanProdi/Jurusan/Fakultas : Pendidikan IPA-Pendidikan Kimia SL/SPS UPI

4 Tahun Masuk : 2011

5 Tahun Lulus : 2014

6 Alamat Rumah/e-mail/Fb : Blok Mekarmulya RT.01 RW.01 Ds. Tenjolayar

Kec. Cigasong –Majalengka 45413 –

iogee07@gmail.com

7 Telepon/HP : 081220702629

8 Tahun Masuk (untuk studi

lanjut)

: 2011-S2

9 Jenis Pekerjaan : Guru

10 Nama Lembaga : SMK Negeri 1 Majalengka

11 Alamat dan No Telepon

Lembaga

: Jl. Tonjong-Pinangraja No. 55 Majalengka (0233)

Gambar

Gambar 1  Model POGIL (Straumanis, 2010: 3)
Tabel 2 Perbandingan aktifitas laboratorium POGIL dan konvensional
Tabel 3 Ringkasan Data Deskriptif rata-rata n-gain KPS

Referensi

Dokumen terkait

Penduduk disebut sebagai pekerja penuh apabila selama seminggu yang lalu mereka bekerja selama 35 jam atau lebih, termasuk mereka yang sementara tidak bekerja,

Bahaya spesifik Seperti sebagian besar bahan organik dalam bentuk serbuk, toner dapat membentuk campuran debu dan udara yang mungkin meledak bila terdispersi secara halus di

Grafik Pertumbuhan Populasi Bakteri pada Fresh-Cut Buah Apel Pada hari ke 12, pertumbuhan bakteri seluruh perlakuan berada pada fase eksponensial atau logaritma, namun

Penelitian dilakukan secara survey dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 3x4 dan empat kali pengulangan. Perlakuan kedua adalah organ pencernaan ikan

Di masing-masing sentra pro- duksi umumnya telah ada industri pembi- bitan duku tradisional yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bibit (wikipedia.org 2008)... Permintaan

Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan berdasarkan parameter peran serta badan pengelola, peran serta masyarakat dan ketersediaan sarana prasarana penunjang

PT. Bank Mandiri, Tbk cabang Pinrang selalu memfokuskan pada kepuasan tinggi karena nasabah yang tingkat kepuasannya biasa-biasa saja akan mudah berubah bila mendapat tawaran

- Kejujuran adalah penyempurna iman seorang muslim... Dalam ajaran Islam, berperilaku berlaku jujur sangat ditekankan. Ini dapat dibuktikan, dengan banyaknya teks-teks dalil